Kepada debitur dan kreditur yang melakukan restrukturisasi utang usaha dapat diberikan fasilitas keringanan Pajak Penghasilan yang bersifat terbatas berdasarkan rekomendasi dari Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan.
Pajak Penghasilan yang terutang atas keuntungan yang diperoleh debitur atau kreditur karena perubahan utang menjadi penyertaan modal kreditur pada perusahaan debitur (debt to equity swap) baik langsung maupun melalui pihak ketiga, dibebaskan sepanjang penyertaan modal tersebut dinilai sebesar nilai buku utang pihak debitur.
ttd
DJOHAN EFFENDI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 13
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2001
TENTANG
PEMBERIAN KERINGANAN PAJAK PENGHASILAN KEPADA WAJIB PAJAK
YANG MELAKUKAN RESTRUKTURISASI UTANG USAHA
MELALUI LEMBAGA KHUSUS YANG DIBENTUK PEMERINTAH
Dalam rangka upaya pemulihan perekonomian nasional dari krisis yang terjadi sejak tahun 1997, Pemerintah telah menempuh kebijakan ekonomi khusus dalam rangka restrukturisasi utang-utang swasta melalui lembaga-lembaga khusus yang dibentuk Pemerintah. Untuk lebih mempercepat terlaksananya restrukturisasi utang-utang swasta tersebut, perlu diberikan fasilitas pajak tertentu kepada para debitur dan kreditur yang bersangkutan.
Fasilitas pajak dimaksud sifatnya terbatas baik jenis maupun jangka waktunya, dan hanya diberikan kepada debitur dan kreditur yang melakukan restrukturisasi utang usaha melalui mediasi Satuan Tugas Prakarsa Jakarta (Jakarta Initiative Task Force). Dengan demikian pemberian fasilitas pajak dimaksud hanya berlaku apabila debitur dan kreditur mengikuti ketentuan yang berlaku pada Satuan Tugas Prakarsa Jakarta.
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Contoh :
PT A (debitur) dalam tahun 1995 mempunyai utang usaha kepada B Corporation (kreditur di luar negeri) sebesar US$ 1,000,000.- yang berjangka waktu 5 (lima) tahun dengan tingkat bunga tertentu. Kurs konversi pada saat perolehan adalah Rp 2.500,-/US$ 1 sehingga nilai buku utang tersebut pada saat perolehan adalah sebesar Rp 2.500.000.000,-.
Karena terjadinya krisis sejak tahun 1997 yang mengakibatkan nilai tukar Rupiah merosot tajam menjadi Rp 8.500,-/US$ 1 pada tahun 2000, nilai buku utang PT A pada tahun 2000 meningkat menjadi sebesar Rp 9.000.000.000,-, terdiri dari utang pokok sebesar Rp 2.500.000.000,-, bunga yang masih harus dibayar sebesar Rp 500.000.000,- dan rugi selisih kurs sebesar Rp 6.000.000.000,-.
Dalam Tahun Pajak 2000 PT A mempunyai hak kompensasi kerugian fiskal yang dapat diperhitungkan sebesar Rp 3.000.000.000,- dan penghasilan neto usaha sebesar Rp 1.000.000.000,-.Dalam tahun 2000 utang usaha PT A direstrukturisasi melalui mediasi Satuan Tugas Prakarsa Jakarta. Dalam restrukturisasi tersebut B Coorporation memberikan pembebasan utang (hair cut) kepada PT A sebesar 50% atau US$ 500,000.- dan sisanya dijadwalkan kembali (reschedulling). Nilai buku utang yang dibebaskan tersebut dalam pembukuan debitur termasuk utang bunga adalah sebesar 50% dari Rp 9.000.000.000,- sama dengan Rp 4.500.000.000,-.
Perhitungan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2000 yang terutang dan yang dibebaskan adalah sebagai berikut :
|
a. |
Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan : |
Penghasilan neto usaha |
Rp 1.000.000.000,- |
Keuntungan karena pembebasan utang usaha |
Rp 4.500.000.000,- |
|
Rp 5.500.000.000,- |
kompensasi kerugian |
Rp 3.000.000.000,- |
Penghasilan Kena Pajak |
Rp 2.500.000.000,- |
Pajak Penghasilan terutang (tarif umum berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994) |
Rp 741.250.000,- |
|
b. |
Pajak Penghasilan yang terutang dan yang dibebaskan atas keuntungan karena pembebasan utang usaha : |
Keuntungan karena pembebasan utang usaha |
Rp 4.500.000.000,- |
Kompensasi kerugian : |
|
Rp 4.500.000.000,-x Rp 3.000.000.000,- = |
Rp2.454.545.000,- |
Rp 5.500.000.000,- |
= Rp 2.045.455.000,- |
Pajak Penghasilan terutang (tarif umum berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994) |
Rp 604.886.500,- |
|
c. |
Pajak Penghasilan yang dibebaskan yang harus dibayar dan yang dapat diangsur : |
Pajak Penghasilan yang dibebaskan |
30% x Rp 604.886.500,- = |
Rp 181.465.950,- |
Pajak Penghasilan yang harus dibayar |
Rp 741.250.000,- - Rp 181.465.950,- = |
Rp 559.784.050,- |
Pajak Penghasilan yang dapat diangsur |
Rp 604.886.500,- - Rp 181.465.950,- = |
Rp 423.420.550,- |
|
|
Atas Pajak Penghasilan sebesar Rp 423.420.550,- dapat diangsur paling lama 5 (lima) tahun kecuali apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir perusahaan debitur dibubarkan atau dialihkan kepada pihak lain. Dalam hal ini sisa pajak yang terutang wajib dibayar seluruhnya dan segera oleh debitur. |
Pasal 5
Ayat (1)
Dalam hal penyelesaian utang dilakukan dengan pengalihan harta milik debitur (debt to asset swap), harta tersebut seharusnya dinilai menurut harga pasarnya. Atas selisih antara harga pasar dengan nilai buku harta merupakan keuntungan atau kerugian debitur. Namun dalam rangka restrukturisasi utang ini, untuk kepentingan perpajakan keuntungan atau kerugian debitur tersebut tidak diperhatikan sepanjang pengalihan harta menggunakan nilai buku fiskal.
Apabila harta yang dialihkan adalah milik pihak ketiga yang pada umumnya merupakan afiliasi dari pihak debitur maupun afiliasi dari pihak kreditur, yaitu pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan pihak debitur atau pihak kreditur, maka pengalihan harta tersebut menggunakan nilai buku pihak ketiga/afiliasi dan atas selisih antara harga pasar dengan nilai buku harta tidak diperlakukan sebagai keuntungan ataupun kerugian pihak ketiga/afiliasi.
Ayat (2)
Selisih lebih nilai buku harta di atas buku utang, baik dalam hal harta tersebut dimiliki oleh debitur ataupun dimiliki oleh pihak ketiga/afiliasi merupakan kerugian debitur yang dapat dikurangkan dan Penghasilan Kena Pajak, sedang bagi kreditur merupakan keuntungan yang terutang Pajak Penghasilan.
Ayat (3)
Atas keuntungan karena pembebasan utang yang diperoleh debitur sebesar selisih kurang nilai buku harta di bawah nilai buku utang, baik dalam hal harta tersebut dimiliki oleh debitur ataupun dimiliki oleh pihak ketiga/afiliasi, perlakuan perpajakannya mengacu pada ketentuan sebagai diatur dalam Pasal 4.
Pasal 6
Dalam hal perubahan utang menjadi penyertaan modal kreditur (debt to equity swap), besarnya jumlah penyertaan modal tersebut untuk kepentingan perpajakan harus sama dengan nilai buku utang debitur. Adapun nilai per lembar saham yang akan menentukan jumlah lembar saham yang akan diperoleh kreditur ditentukan sesuai dengan kesepakatan debitur dan kreditur yakni apakah menggunakan nilai nominal, nilai buku atau harga pasarnya. Apabila nilai saham ditetapkan berdasarkan nilai buku atau harga pasar, atas agio atau disagio saham yang diperoleh debitur bukan merupakan penghasilan ataupun kerugian bagi debitur.
Atas kesepakatan bersama debitur, kreditur dan Satuan Tugas Prakarsa Jakarta (STPJ), penyerahan saham dapat dilakukan kepada pihak ketiga (afiliasi dari pihak kreditur) baik di dalam negeri atau di luar negeri untuk dan atas nama pihak kreditur. Perolehan saham oleh pihak ketiga/afiliasi tersebut tidak terutang Pajak Penghasilan.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pembebasan utang bunga merupakan kerugian bagi kreditur sehingga atas penghasilan yang tidak diperoleh tersebut tidak terutang Pajak Penghasilan. Oleh karena itu terhadap Pajak Penghasilan Pasal 23 atau Pasal 26 atas bunga tersebut yang telah disetorkan oleh debitur dapat dikembalikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pajak Penghasilan Pasal 23 atau Pasal 26 yang terutang atas utang bunga yang tidak diberikan pembebasan selain utang bunga yang diubah menjadi utang baru dan atau penyertaan modal, pemotongan dan penyetorannya ditunda hingga saat pembayaran (cash basis). Namun apabila sampai dengan batas waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal penyelesaian restrukturisasi utang usaha belum dilakukan pembayaran utang bunga tersebut oleh debitur kepada kreditur, maka pada saat berakhirnya batas waktu tersebut, dianggap ada realisasi pembayaran utang bunga sehingga Pajak Penghasilan Pasal 23 atau Pasal 26 yang terutang harus segera dibayar dan disetorkan oleh debitur.
Utang bunga yang diubah menjadi utang baru dan atau penyertaan modal dianggap telah terjadi realisasi pembayaran pada saat perubahan dilakukan. Oleh karena itu, pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 23 atau Pasal 26 yang terutang dilakukan pada saat perubahan utang bunga tersebut.
Apabila terhadap utang bunga tersebut sebelumnya yaitu pada saat utang tersebut jatuh tempo atau telah dibebankan sebagai biaya, debitur telah menyetor Pajak Penghasilan Pasal 23 atau Pasal 26 yang terutang atau telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak atas utang bunga tersebut, maka pemberian penundaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini tidak berlaku.
Pasal 8
Agar tujuan yang hendak dicapai dapat terlaksana secara efektif, yaitu untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional, pemberian fasilitas keringanan Pajak Penghasilan kepada debitur dan kreditur koperatif yang memenuhi syarat hanya berlaku apabila restrukturisasi utang usaha dapat diselesaikan secara tuntas dalam kurun waktu tahun 2000, 2001, 2002 yang meliputi periode 1 Januari 2000 sampai dengan 31 Desember 2002.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4078