Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
(1) |
Subsidi listrik diberikan untuk pelanggan golongan tarif S-1, S-2, R-1, I-1 dan B-1 dengan daya terpasang sampai dengan 450 Volt Ampere.
|
(2) |
Pemberian subsidi listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui PT PLN (Persero).
|
(1) | Komponen HPP meliputi : | ||||
|
|||||
(2) |
HPP rata-rata Tegangan Rendah (TR) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, terdiri dari HPP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikurangi HPP Tegangan Tinggi (TT) dan Tegangan Menengah (TM) dibagi dengan volume penjualan (kWh) pada sisi Tegangan Rendah (TR) dengan rumus :
|
||||
|
(1) |
Losses adalah sejumlah energi yang hilang dalam proses pengaliran energi listrik mulai dari Gardu Induk sampai dengan konsumen.
|
(2) |
Dalam hal tidak terdapat Gardu Induk, losses sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimulai dari Gardu Distribusi sampai dengan konsumen.
|
(3) |
Losses sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diperkenankan paling tinggi sebesar 10%.
|
(1) |
Pembayaran subsidi listrik dilakukan berdasarkan permohonan Direksi PT PLN (Persero) yang disampaikan secara tertulis kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.
|
(2) |
Jumlah subsidi listrik secara bulanan yang dapat dibayarkan adalah sebesar 70% dari 1/12 jumlah subsidi listrik yang dianggarkan dalam APBN.
|
(3) |
Pembayaran subsidi listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), bersifat sementara.
|
(4) |
Pembayaran final subsidi listrik dilakukan setelah diaudit oleh auditor yang akan ditunjuk oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.
|
(1) |
Direktur Jenderal Lembaga Keuangan setelah melakukan penelitian permohonan PT PLN (Persero) dalam rangka pelaksanaan pembayaran subsidi listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 menerbitkan Surat Permintaan Penerbitan Surat Keputusan Otorisasi (SPP-SKO) dan Surat Permintaan Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPP-SPM) kepada Direktur Jenderal Anggaran.
|
(2) |
Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat Keputusan Otorisasi (SKO) dan Surat Perintah Membayar (SPM) kepada PT PLN (Persero), sesuai SPP-SKO dan SPP-SPM yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.
|
(1) |
Untuk koreksi terhadap jumlah subsidi listrik yang telah dibayar sebagaimana dimaksud pada Pasal 8, PT PLN (Persero) wajib menyampaikan laporan tertulis mengenai realisasi Penjualan Listrik dan realisasi HPP untuk pelanggan golongan tarif S-1, S-2, R-1, I-1, dan B-1 dengan daya terpasang sampai dengan 450 Volt Ampere kepada Direktur Jenderal Lembaga Keuangan secara triwulanan.
|
(2) |
Penyampaian realisasi HPP triwulan pertama paling lambat akhir bulan Mei, triwulan kedua paling lambat akhir bulan Agustus, dan triwulan ketiga paling lambat akhir bulan Nopember.
|
(3) |
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal Lembaga Keuangan melakukan verifikasi terhadap realisasi Penjualan Listrik dan realisasi HPP.
|
(4) |
Kekurangan atau kelebihan pembayaran subsidi listrik antara subsidi listrik yang telah dibayar dengan perhitungan hasil verifikasi akan diperhitungkan dalam pembayaran subsidi listrik pada bulan berikutnya.
|
(5) |
Jumlah subsidi listrik yang dapat dibayarkan setelah dilakukan verifikasi dalam satu triwulan maksimal 3/12 dari jumlah subsidi listrik yang dianggarkan dalam APBN.
|
(1) |
Pada akhir Tahun Anggaran sisa subsidi listrik yang belum dibayarkan dari jumlah subsidi listrik yang dianggarkan dalam APBN, akan ditempatkan ke dalam Rekening Sementara (Escrow Account) PT PLN (Persero).
|
(2) |
Penempatan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan mekanisme penyampaian SPP-SKO dan SPP-SPM sebagaimana diatur dalam Pasal 9.
|
(3) |
Pencairan dana dalam Rekening Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Direktur Jenderal Anggaran atas permintaan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan setelah menerima hasil audit dan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
|
(1) |
Pembayaran final subsidi listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), dilaksanakan berdasarkan hasil audit atas ketaatan penggunaan subsidi listrik yang dilaksanakan oleh auditor yang akan ditunjuk Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan, maksimal sejumlah subsidi listrik yang dianggarkan dalam APBN.
|
(2) |
Apabila terdapat selisih lebih pembayaran subsidi listrik antara yang telah dibayar kepada PT PLN (Persero) dengan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), PT PLN (Persero) harus segera menyetorkan kelebihan pembayaran tersebut ke Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak paling lambat 30 hari sejak diterbitkannya surat penagihan dari Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.
|
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.