Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
(1)
|
Penyitaan barang bergerak
Penyitaan barang bergerak dilakukan secara fisik, sejauh mungkin beserta dokumen bukti kepemilikannya dengan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita dan dapat menempelkan segel sita pada objek sita. Dalam hal yang disita berupa kendaraan bermotor, penyitaan harus didaftarkan di instansi tempat kendaraan tersebut terdaftar. Penyitaan atas kapal yang bobotnya kurang dari 20 m3 (dua puluh meter kubik) harus didaftarkan di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Khusus penyitaan terhadap deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih dahulu. |
|
(2)
|
Penyitaan barang tidak bergerak
|
|
(a)
|
Penyitaan barang tidak bergerak berupa tanah dan atau bangunan dilakukan secara fisik. Penyitaan tersebut harus didaftarkan kepada instansi yang terkait dengan cara menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita. Untuk tanah yang sudah terdaftar atau bersertifikat, penyitaannya harus didaftarkan kepada Kantor Pertanahan dan Pengadilan Negeri. Sedangkan untuk tanah yang belum terdaftar atau belum bersertifikat, selain ke Pengadilan Negeri, penyitaannya juga harus didaftarkan kepada Kelurahan atau Kepala Desa setempat, untuk mencegah pemindahtanganan tanah dimaksud. Sedapat mungkin bukti kepemilikan seperti sertifikat hak atas tanah dapat ikut disita.
|
|
(b)
|
Penyitaan barang tidak bergerak berupa kapal yang bobotnya 20 m3 (dua puluh meter kubik) atau lebih harus didaftarkan di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dengan cara menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita.
|
|
(c)
|
Penyitaan barang tidak bergerak berupa barang-barang lain yang mempunyai mekanisme pendaftaran dalam kepemilikannya juga didaftarkan di instansi terkait.
|
(1)
|
KLN/Pejabat Lelang Kelas II wajib meminta SKT ke Kantor Pertanahan setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang, dengan dilengkapi sertifikat hak untuk tanah yang sudah terdaftar atau bukti-bukti hak tanah yang belum terdaftar. Apabila sertifikat atau bukti-bukti hak tidak dapat disita, maka untuk kepentingan permohonan SKT diperlukan surat keterangan yang dikeluarkan oleh Kelurahan atau Kepala Desa setempat menyangkut data-data lokasi tanah yang disita termasuk batas-batasnya dengan jelas (depan, belakang, kanan, kiri) dari posisi tanah. Selain itu juga disertakan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita.
|
(2)
|
Apabila ditemukan kendala menyangkut SKT, maka Kepala KLN/PejabatLelang Kelas II bersama dengan Pejabat selaku pemohon lelang akan melakukan upaya penyelesaian melalui koordinasi.
|
(1)
|
Lelang dilaksanakan melalui KLN/Pejabat Lelang Kelas II di wilayah kerjanya meliputi tempat barang tersebut berada. Atas permintaan Pejabat selaku pemohon lelang, lelang dapat dilakukan di luar wilayah kerja KLN/Pejabat Lelang Kelas II tempat barang tersebut berada, setelah mendapat persetujuan dari Kepala BUPLN/Kepala Kantor Wilayah BUPLN setempat.
|
|
(2)
|
Tempat pelaksanaan lelang dapat dilakukan :
|
|
(a)
|
Di tempat Wajib Pajak atau ditempat lain dengan mempertimbangkan efisiensi dan hal-hal yang mungkin menjadi hambatan seperti keamanan, ketertiban dan sebagainya;
|
|
(b)
|
Di KPP atau KPPBB atau di KLN/Kantor Pejabat Lelang Kelas II.
|
(1)
|
Untuk melihat potensi dan kesungguhan peserta lelang, setiap lelang eksekusi pajak harus dipersyaratkan adanya uang jaminan bagi peserta lelang. Uang jaminan disetorkan ke Rekening KLN/Pejabat Lelang Kelas II atau langsung kepada Pejabat Lelang sebelum pelaksanaan lelang. Penetapan besarnya Uang Jaminan hendaknya lebih dahulu dikonsultasikan antara Pejabat selaku pemohon lelang dengan Kepala KLN/Pejabat Lelang Kelas II.
|
(2)
|
Bagi peserta yang memenangkan lelang, uang jaminan akan diperhitungkan sebagai pembayaran. Apabila pemenang lelang wanprestasi, uang jaminan akan diserahkan ke Pejabat selaku pemohon lelang untuk disetorkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak.
|
(3)
|
Bagi peserta yang tidak memenangkan lelang, uang jaminan akan dikembalikan selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja setelah selesai lelang.
|
(4)
|
Jangka waktu sebagaimana ditentukan pada butir (3) dapat dilampaui karena kelalaian penyetor uang jaminan.
|
(1)
|
Setiap pelaksanaan lelang harus didahului dengan pengumuman lelang oleh Pejabat selaku pemohon lelang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
|
(2)
|
Untuk barang tidak bergerak atau barang tidak bergerak yang dilelang bersama-sama dengan barang bergerak, pengumuman lelang dilakukan 2 (dua) kali. Pengumuman lelang pertama dilakukan berselang 15 (lima belas) hari kalender dengan pengumuman lelang kedua. Pelaksanaan pengumuman lelang diatur sedemikian rupa sehingga tidak jatuh pada hari libur/hari besar.
Pengumuman lelang pertama diperkenankan tidak menggunakan surat kabar, tetapi dengan cara pengumuman tempelan atau melalui media elektronik. Namun demikian bila dikehendaki oleh Pejabat selaku pemohon lelang dapat saja pengumuman lelang yang pertama tersebut dilakukan dengan surat kabar harian. Sedangkan pengumuman lelang kedua harus dilakukan melalui surat kabar harian dan dilakukan sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari kalender sebelum hari pelaksanaan lelang. |
(3)
|
Untuk barang bergerak, pengumuman lelang dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian dan dilakukan sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari kalender sebelum hari pelaksanaan lelang.
|
(1)
|
Aanwijzing dapat diadakan sebelum pelaksanaan lelang agar lelang benar-benar transparan dan calon peserta lelang tahu permasalahannya.
|
|
(2)
|
Aanwijzing dilaksanakan oleh Pejabat selaku pemohon lelang atau yang mewakilinya bersama-sama dengan Pejabat Lelang.
|
|
(3)
|
Dalam hal aanwijzing akan dilaksanakan hendaknya Pejabat selaku pemohon lelang melakukan hal-hal sebagai berikut :
|
|
(a)
|
mengupayakan agar peminat lelang dapat melihat barang;
|
|
(b)
|
menjelaskan keadaan terakhir atas barang yang akan dilelang seperti adanya gugatan atau verzet, surat-surat/dokumen yang tidak dikuasai dan lain-lain.
|
|
(4)
|
Tanggal dan waktu aanwijzing agar dicantumkan dalam pengumuman lelang.
|
(1)
|
Untuk mengamankan pelaksanaan lelang serta melindungi kepentingan Wajib Pajak, dalam setiap pelaksanaan lelang harus ada harga limit yang merupakanharga minimal dari barang yang akan dilelang. Harga Limit ditetapkan oleh Pejabat selaku pemohon lelang.
|
(2)
|
Harga limit ditentukan dengan melihat kondisi dari barang yang akan dilelang dan tidak dikaitkan dengan besarnya utang pajak.
|
(3)
|
Harga limit ditentukan secara objektif dan wajar serta dapat dipertanggungjawabkan. Apabila dipandang perlu untuk menentukan harga limit atas barang yang sulit ditaksir dan tidak mempunyai Nilai Jual Objek Pajak, Pejabat selaku pemohon lelang dapat meminta bantuan tenaga profesional di bidang penilaian.
|
(4)
|
Dalam hal barang bergerak dan barang tidak bergerak dilelang bersama-sama dalam satu paket, harga limit harus dibuat secara terperinci untuk masing-masing barang bergerak dan barang tidak bergerak.
|
(5)
|
Harga limit pada dasarnya tidak bersifat rahasia dan ditetapkan sesaat sebelum lelang dilaksanakan.
|
(6)
|
Dalam hal harga limit semula tidak tercapai pada saat lelang maka Pejabat selaku pemohon lelang dapat memberikan harga limit baru untuk menjamin pelaksanaan lelang.
|
(1)
|
Penawaran dalam pelaksanaan lelang dapat dilakukan secara tertulis dan lisan. Apabila penawaran tertulis belum mencapai harga limit dapat dilanjutkan dengan cara lisan.
|
(2)
|
Penawaran dapat dilakukan secara inklusif artinya Bea Lelang dan Uang Miskin sudah termasuk di dalam harga penawaran atau dapat dilakukan secara eksklusif artinya Bea Lelang dan Uang Miskin belum termasuk dalam harga penawaran.
|
BEA LELANG | |||
JENIS BARANG | PENJUAL | PEMBELI | UANG MISKIN |
Barang Bergerak | 3% | 9% | 0,7% |
Barang Tidak Bergerak | 1,5% | 4,5% | 0,4% |
(1)
|
Bea Lelang dan Uang Miskin dihitung dari pokok lelang.
|
|
(2)
|
Uang Miskin hanya dikenakan kepada pemenang lelang.
|
|
(3)
|
Dalam hal terjadi lelang ditahan (penawaran secara tertulis), yaitu barang tidak jadi dijual karena tidak mencapai harga limit yang dikendaki oleh Pejabat selaku pemohon lelang. Karena itu Pejabat selaku pemohon lelang akan dikenakan Bea Lelang ditahan sebesar :
|
|
(a)
|
Barang Bergerak 1,5% dari harga penawar tertinggi yang ditahan;
|
|
(b)
|
Barang Tidak Bergerak 0,375% dari harga penawar tertinggi yang ditahan.
|
|
(4)
|
Dalam hal lelang yang akan dilaksanakan dibatalkan oleh Pejabat selaku pemohon lelang dalam waktu sesuai ketentuan berlaku sebelum pelaksanaan lelang Pejabat dimaksud akan dikenakan Bea Pembatalan Lelang sesuai ketentuan yang berlaku. Pembatalan lelang bukan oleh Pejabat selaku pemohon lelang, tetapi disebabkan oleh hal-hal lain (SKT tidak terbit, adanya Penetapan Pengadilan) tidak dikenakan Bea Pembatalan Lelang.
|
(1)
|
Atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan melalui lelang dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
|
(2)
|
Besarnya BPHTB terutang adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) setelah dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) sebesar Rp.30 juta
|
(3)
|
NPOP sebagaimana dimaksud angka 2 adalah nilai yang lebih tinggi antaraharga pokok lelang dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB pada tahun dilaksanakannya lelang.
|
(4)
|
Dalam hal harga pokok lelang lebih rendah dari NJOP PBB pemenang lelang dapat membayar BPHTB sebesar BPHTB terutang berdasar harga lelang.
Selanjutnya pemenang lelang wajib segera mengajukan permohonan pengurangan BPHTB kepada kepala KPPBB yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan atau bangunan bersamaan dengan pemenuhan persyaratan lelang lainnya. |
(5)
|
Pembayaran BPHTB harus dilakukan sesuai ketentuan, selambat-lambatnya sebelum petikan Risalah Lelang ditandatangani. Penyampaian Petikan Risalah Lelang kepada Pemenang Lelang dilakukan setelah yang bersangkutan menunjukkan tanda terima permohonan pengurangan BPHTB dari Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (jika ada).
|
(1)
|
Pembayaran hasil lelang pada prinsipnya harus dilakukan secara tunai.
|
(2)
|
Pembayaran dengan cek atau bilyet giro hanya dapat diterima sebagai pelunasan pembayaran lelang setelah cek atau bilyet giro tersebut dicairkan.
|
(1)
|
Yang dimaksud dengan wanprestasi dalam lelang adalah apabila lelang telah dilaksanakan dan pemenang lelang yang telah ditunjuk tidak atau tidak sepenuhnya membayar pokok lelang, bea lelang dan uang miskin.
|
(2)
|
Akibat wanprestasi uang jaminan lelang yang telah disetor oleh pemenang lelang, diserahkan kepada Pejabat selaku pemohon lelang untuk disetorkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
|
(3)
|
Penawar tertinggi kedua tidak dapat ditunjuk sebagai pemenang lelang menggantikan pemenang lelang yang wanprestasi dan pelaksanaan lelang harus diulang.
|
(1)
|
Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita oleh Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang.
|
(2)
|
Terhadap hal tersebut diatas Jurusita Pajak yang akan melakukan sita menyampaikan salinan Surat Paksa kepada Pengadilan Negeri yang bersangkutan atau instansi lain yang berwenang yang telah lebih dahulu melakukan penyitaan untuk meminta diterapkan sita persamaan.
|
(3)
|
Sejalan dengan sita persamaan tersebut di atas, Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang menjadikan barang yang telah disita tersebut sebagai jaminan pelunasan utang pajak.
|
(4)
|
Instansi yang lebih dahulu melaksanakan sita dan mendaftarkannya sesuai ketentuan yang berlaku, berwenang melaksanakan eksekusi lelang melalui KLN/Pejabat Lelang Kelas II.
|
(5)
|
Hasil lelang sebagaimana tersebut pada angka (4) diserahkan kepada instansi pemohon lelang dan pembagian hasil lelang dilaksanakan dengan memperhatikan hak mendahulu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 19Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa jo. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994.
|
(6)
|
Instansi yang sitanya berkekuatan eksekutorial, namun pelaksanaan sitanya didahului oleh instansi lain, maka dalam rangka tertib hukum dan tegaknya keadilan, instansi yang sitanya berkekuatan eksekutorial perlu melakukan konsultasi kepada instansi yang sitanya belum/tidak berkekuatan eksekutorial untuk diselesaikan berdasarkan peraturan yang berlaku.
|
(7)
|
Dalam hal jaminan telah lebih dahulu disita untuk pelaksanaan kepentingan kejaksaan atau kepolisian sebagai barang bukti dalam kasus pidana, Jurusita Pajak menyampaikan Surat Paksa dengan dilampiri surat pemberitahuan yang menyatakan bahwa barang dimaksud akan disita apabila proses pembuktian telah selesai dan diputus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
|
(1)
|
Keberatan atau banding yang sedang ditempuh oleh Wajib Pajak tidak menghalangi dilaksanakannya pelelangan.
|
(2)
|
Lelang tetap akan dilaksanakan meskipun ada Putusan PTUN atau ada gugatan/bantahan melalui Pengadilan Negeri dan harus disertai surat penegasan dari Pejabat selaku pemohon lelang bahwa lelang tetap akan dilaksanakan, kecuali Pengadilan Negeri memerintahkan secara tertulis untuk menghentikan lelang, dalam hal ada gugatan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang.
|
(1)
|
Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan;
|
(2)
|
Berdasarkan putusan pengadilan yang mengabulkan gugatan pihak ketiga atas kepemilikan barang yang disita;
|
(3)
|
Berdasarkan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang mengabulkan gugatan Penanggung Pajak atas pelaksanaan penagihan pajak;
|
(4)
|
Barang sitaan yang akan dilelang musnah karena terbakar atau bencana alam;
|
(1)
|
Salinan/fotocopy Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (STPPBB), Surat Tagihan BPHTB (STB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding :
|
(2)
|
Salinan/fotocopy Surat Teguran;
|
(3)
|
Salinan/fotocopy Surat Paksa;
|
(4)
|
Salinan/fotocopy Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dan bukti bahwa sita telah terdaftar (khusus untuk barang yang kepemilikannya terdaftar);
|
(5)
|
Salinan/Fotocopy Berita Acara Pelaksanaan Sita;
|
(6)
|
Perincian jumlah tagihan pajak yang terakhir dan biaya penagihan;
|
(7)
|
Bukti Kepemilikan atas barang yang akan dilelang apabila ada. Dalam hal bukti kepemilikan dimaksud tidak ada, harus ada pernyataan tertulis dari Pejabat selaku pemohon lelang bahwa barang-barang tersebut tidak disertai bukti kepemilikan dengan disertai alasannya.
|
(1)
|
menetapkan harga limit;
|
(2)
|
melaksanakan pengumuman lelang sesuai ketentuan yang ditetapkan pada angka 3 huruf f;
|
(3)
|
menyampaikan bukti pengumuman lelang kepada KLN/Pejabat Lelang Kelas II selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah pengumuman lelang;
|
(4)
|
dapat mengadakan aanwijzing/penjelasan lelang bersama dengan KLN/Pejabat Lelang Kelas II sebelum lelang dilaksanakan;
|
(1)
|
menandatangani Minut Risalah Lelang khusus untuk barang tidak bergerak
|
(2)
|
menyetor pembayaran harga pokok lelang dan kewajiban-kewajiban lainnya seperti Bea Lelang dan Uang Miskin kepada Pejabat Lelang;
|
(3)
|
menerima kuitansi pelunasan dari KLN/Pejabat Lelang Kelas II;
|
(4)
|
untuk barang bergerak, menerima Petikan Risalah Lelang selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah pelunasan pembayaran;
|
(5)
|
menerima Petikan Risalah Lelang setelah menyerahkan bukti pembayaran BPHTB kepada KLN/Pejabat Lelang Kelas II dalam hal barang yang dilelang berupa tanah dan atau bangunan dengan harga pokok lelang Rp. 30 juta ke atas;
|
(6)
|
menerima barang yang dilelang.
|
(1)
|
menerima uang pembayaran hasil lelang dari pemenang lelang;
|
(2)
|
menyetorkan Bea Lelang dan Uang Miskin;
|
(3)
|
menyerahkan uang hasil bersih lelang kepada Pejabat selaku pemohon lelang selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja dalam bentuk uang tunai atau selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja dalam bentuk cek/bilyet giro setelah hasil lelang dilunasi oleh pemenang lelang;
|
(4)
|
menandatangani Petikan Risalah Lelang setelah memperhatikan bukti pembayaran BPHTB (SSB), untuk obyek lelang tanah dan atau bangunan;
|
(5)
|
menyampaikan Risalah Lelang berupa Petikan kepada pembeli, Salinan kepada Pejabat selaku pemohon lelang, dan Kutipan kepada Kantor Pertanahan untuk barang tidak bergerak berupa tanah dan atau bangunan.
|
(1)
|
menerima hasil bersih lelang dari KLN/Pejabat Lelang Kelas II;
|
(2)
|
memberikan tanda terima uang hasil bersih lelang kepada KLN/Pejabat Lelang Kelas II;
|
(3)
|
mengembalikan kelebihan uang hasil lelang dan sisa barang yang tidak dilelang kepada Wajib Pajak;
|
(4)
|
menerima Salinan Risalah Lelang dari KLN/Pejabat Lelang Kelas II.
|
(1)
|
menerima sisa uang hasil bersih lelang dan atau menerima sisa barang yang tidak dilelang dari Pejabat selaku pemohon lelang;
|
(2)
|
menerima bukti SSP dan bukti setoran lainnya dari Pejabat selaku pemohon lelang.
|
DIREKTUR JENDERAL PAJAK |
KEPALA BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA |
ttd A. ANSHARI RITONGA |
ttd KARSONO SURJOWIBOWO |
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.