24 November 2022 | 1 year ago

Hitung Ulang Pembagian TKDD

Harian Bisnis Indonesia

0 Views

Bisnis, JAKARTA — Otoritas fiskal tengah menghitung ulang anggaran transfer langsung ke daerah dan dana desa seiring dengan disahkannya provinsi baru di Papua setelah pemerintah dan legislator di Senayan mengundangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023.

Provinsi baru itu adalah Papua Barat Daya, yang telah disepakati oleh pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beberapa waktu lalu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan anggaran transfer langsung untuk Provinsi Papua Barat Daya akan dikutip dari alokasi yang sebelumnya ditujukan pada provinsi induk.

Saat ini, otoritas fiskal masih mengutak-atik penyesuaian anggaran tersebut yang mencakup Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Otonomi Khusus (Otsus), serta Dana Desa.

“Nanti kami akan membagikan antara provinsi induk dengan provinsi pemekaran tersebut [Papua Barat Daya],” kata Menkeu, Rabu (23/11).

Sri Mulyani menambahkan, instansinya akan melakukan berbagai upaya dalam rangka menjamin adanya pemerataan distribusi anggaran untuk provinsi baru tersebut.

Dia menjelaskan, dalam menentukan besaran potongan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) untuk provinsi baru itu, pemerintah mempertimbangkan beberapa aspek.

Pertama, demarkasi daerah pemekaran. Kedua, jumlah populasi. Ketiga, komposisi aparatur sipil negara (ASN), baik yang menetap atau berpindah dari provinsi lain ke provinsi baru.

Sejatinya, total ada empat provinsi baru di Papua. Selain Papua Barat Daya, pemerintah dan DPR juga telah mengesahkan Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan.

Akan tetapi, Sri Mulyani mengeklaim bahwa pemerintah telah mengakomodasi tiga provinsi di atas ke dalam postur Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2023.

Selanjutnya, besaran anggaran transfer langsung dan dana desa untuk ketiga provinsi tersebut tengah disiapkan pemerintah melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

“Penganggaran dan penggunaan untuk ketiga provinsi itu akan diatur dalam Perpres [Peraturan Presiden],” tegas Menkeu.

Kebijakan utak-atik postur anggaran tahun depan memang amat wajar dilakukan pemerintah. Musababnya, 2023 adalah tahun konsolidasi yang mewajibkan pemerintah untuk memangkas defisit fiskal kembali di bawah 3% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Apalagi, prospek penerimaan terutama dari pajak, diperkirakan tidak semoncer tahun ini dan tahun lalu seiring dengan meningkatnya ketidakpastian ekonomi dunia dan normalisasi harga komoditas di pasar global.

Di sisi lain, pembentukan daerah baru akan menambah beban fiskal lebih berat karena alokasi transfer langsung dan dana desa yang dikucurkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain.

POTENSI PENERIMAAN

Sejalan dengan itu, otoritas fiskal merespons dengan menyiapkan penggalian potensi penerimaan dalam rangka memperkuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2023.

Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan salah satu instrumen yang telah dilakukan pemerintah adalah dengan menerbitkan regulasi perihal pajak rokok.

Ketentuan itu termuat dalam Keputusan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan No. KEP-38/PK/2022 tentang Proporsi dan Estimasi Penerimaan Pajak Rokok untuk Masing-masing Provinsi Tahun Anggaran 2023.

Luky menjelaskan, aturan tersebut telah mengakomodasi tiga provinsi yang disahkan sebelum UU APBN 2023 diundangkan, yakni Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan.

Dia menambahkan, beleid itu mengakomodasi provinsi yang masih belum memiliki peraturan daerah (Perda) APBD.

Skemanya adalah penerimaan pajak rokok disetorkan oleh pemerintah pusat kepada provinsi induk yang selanjutnya disetorkan kepada provinsi baru.

“Ini kemudian selanjutnya dibagihasilkan kepada kabupaten/kota di bawahnya,” kata Luky kepada Bisnis.

Menurutnya, dukungan pendanaan dari Pemerintah untuk provinsi baru tersebut dilakukan sesuai dengan UU pembentukan provinsi terkait.

Sekadar informasi, pajak rokok merupakan pajak provinsi yang pemungutannya dilakukan oleh Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan bersamaan dengan pemungutan cukai atas rokok.

Selanjutnya, pajak tersebut dibagikan kepada seluruh provinsi sesuai proporsi jumlah penduduk masing-masing.

Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri juga berusaha untuk menguatkan kondisi fiskal daerah dengan menerbitkan Peraturan Dalam Negeri (Permendagri) No. 82/2022 tentang Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Alat Berat Tahun 2022.

Ketentuan mengenai dasar pengenaan pajak itu merupakan beleid turunan dari UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Pajak alat berat menjadi salah satu sumber pendapatan daerah baru yang diyakini mampu menopang penerimaan asli daerah (PAD).

Pajak alat berat dikenakan berdasarkan pada nilai jual alat berat atau harga pasaran umum alat berat tersebut yang ditetapkan berdasarkan harga pasaran umum.