11 Desember 2023 | 5 months ago

APBN Wajib Responsif

Harian Bisnis Indonesia

0 Views

Bisnis, JAKARTA — Di tengah melonjaknya kasus Covid-19 varian baru dalam beberapa hari terakhir, pemerintah justru menghapus kebijakan insentif dan fasilitas fiskal di bidang kepabeanan untuk keperluan penanganan pandemi virus Corona.

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 126/2023 tentang Pencabutan PMK No. 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi Covid-19 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PMK No. 164/PMK.04/2022.

Dalam beleid yang diundangkan pada 29 November 2023 itu, otoritas fiskal berdalih pencabutan fasilitas itu dilandasi oleh dihapuskannya status pandemi Covid-19 dan diubah menjadi penyakit endemi berdasarkan Keputusan Presiden No. 17/2023 tentang Penetapan Berakhirnya Status Pandemi Covid-19 di Indonesia.

Tentu ini menjadi kabar yang kurang menggembirakan mengingat Kementerian Kesehatan mencatat kasus Covid-29 secara rata-rata naik dari 40—60 kasus menjadi 237 kasus.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 6 Desember 2023, rata-rata kasus harian Covid-19 di Indonesia bertambah sebanyak 35—40 kasus. Sementara itu, pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit tercatat antara 60—131 orang.

Saat ini, bed occupancy rate atau tingkat keterisian rumah sakit adalah sebesar 0,06%, diiringi oleh angka kematian 0—3 per harinya.

Kalangan ekonom pun meminta kepada pemangku kebijakan untuk meningkatkan fleksibilitas serta respons Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 guna mengantisipasi risiko tak terduga.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet, mengatakan kebijakan fiskal 2024 memang cukup rumit karena dieksekusi pada warsa transisi kepemimpinan.

Namun menurutnya, pemerintahan yang saat ini berkuasa masih bisa mengajukan anggaran belanja tematik, salah satunya mempertebal alokasi untuk penanganan Covid-19.

“Misalnya anggaran belanja yang diperuntukkan khusus untuk mengatasi atau menanggulangi efek samping dari Covid-19,” katanya kepada Bisnis, pekan lalu.

Menurutnya, APBN masih bisa diimprovisasi untuk mengantisipasi gejolak dari dinamika tersebut. Di antaranya dengan menambah alokasi untuk belanja sosial dan belanja subsidi.

Senada, Direktur Program Institute of Development on Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti, memandang Covid-19 belum sepenuhnya hilang di Indonesia sehingga pemerintah tetap perlu melakukan mitigasi risiko.

Meski sebaran virus tak setinggi pada 2020 maupun 2021, menurutnya hal tersebut tetap perlu direspons cekatan oleh belanja fiskal negara.

“Harus ada alokasi untuk bantuan sosial dan subsidi, meski nilai alokasinya tidak sebesar pada saat pandemi Covid-19 tahun 2020 lalu,” ujarnya.