14 Desember 2023 | 5 months ago

Menutup Keran Stimulus Di Kawasan Khusus

Harian Bisnis Indonesia

0 Views

Bisnis, TANJUNG PANDAN — Rekomendasi otoritas fiskal untuk mengkaji ulang fasilitas perpajakan di kawasan khusus akhirnya direspons positif. Pemangku kebijakan pun mulai mereka-reka peluang pencabutan fasilitas pada kawasan spesial yang kurang berkembang.

Saat ini, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tengah melakukan evaluasi atas efektivitas pemberian fasilitas fiskal untuk beberapa Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Tak hanya KEK, ancaman pencabutan stimulus perpajakan juga menyasar Proyek Strategis Nasional (PSN). Rencananya, evaluasi yang dilakukan pada Januari 2024 dan hasil dari kajian tersebut bakal dipublikasikan pada medio warsa depan.

Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan dasar dari dilakukannya pengkajian ulang itu adalah masih rendahnya progres pengembangan beberapa kawasan khusus.

“Dengan segala insentif fasilitas fiskal yang kita berikan mestinya punya banyak ruang untuk tumbuh lebih tinggi daripada kawasan yang lain,” katanya di Belitung, Rabu (13/12).

Hanya saja, hingga saat ini dia belum memberikan perincian mengenai kawasan yang dianggap mangkrak tersebut sehingga diperlukan penilaian ulang.

Susiwijono hanya mengatakan, hasil evaluasi itu nantinya tidak menghapus status kawasan tersebut ke dalam kategorisasi KEK, melainkan hanya mencabut fasilitas fiskal yang selama ini dinikmati.

Stimulus spesial yang tersedia di kawasan khusus tersebut memang cukup beragam, mulai dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), pabean, hingga cukai.

Secara terperinci, fasilitas PPh mencakup tax holiday dan tax allowance, kemudian PPN tidak dipungut, PPnBM tidak dipungut, pembebasan bea masuk, pajak dalam rangka impor (PDRI) tidak dipungut, serta pembebasan cukai bahan baku/penolong.

Sejatinya, rekomendasi evaluasi atas fasilitas di KEK telah disampaikan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan. Evaluasi diperlukan dalam rangka mempertahankan daya magis kawasan khusus yang sejatinya masih cukup kuat.

Berdasarkan data Laporan Belanja Perpajakan 2021 yang dipublikasikan oleh BKF pada tahun ini, hingga saat ini masih belum ada realisasi pemanfaatan insentif berbentuk tax holiday.

Hal itu disebabkan oleh tidak adanya pelaku usaha yang telah merealisasikan komitmen penanaman modal sehingga realisasi fasilias PPh Badan itu tertunda. Hampir seluruh investor yang berkomitmen untuk menanamkan modal di KEK masih dalam tahap eksekusi.

Sementara itu untuk skema tax allowance baru dimanfaatkan oleh segelintir investor di KEK. Itu pun baru terealisasi dalam 2 tahun terakhir dengan nilai masingmasing hanya Rp11 miliar.

Sepinya serapan insentif ini memang patut dievaluasi oleh pemerintah. Apalagi, sesungguhnya minat investor terhadap KEK tak bisa dibilang kecil.

Adapun pada tahun ini, pemerintah telah berhasil mencapai target investasi di KEK senilai Rp62 triliun.

Potensi penanaman modal di KEK kian memuncak menyusul kebijakan pemerintah yang mengembangkan kawasan tersebut tidak terbatas pada sektor industri. Sektor lain yang tengah dikembangkan antara lain pariwisata dan kesehatan.

Kalangan ekonom memandang, pemberian insentif bagi pelaku usaha memang dapat memacu investasi yang pada gilirannya mengakselerasi laju ekonomi.

Akan tetapi, pemerintah perlu mempertimbangkan kemampuan anggaran mengingat pemangku kebijakan wajib menormalisasi defisit di bawah 3% terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam rangka konsolidasi fiskal.

Ekonom Institute of Development on Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti, mengatakan tak hanya memberikan stimulus, pemerintah juga perlu melakukan pembenahan dalam mekanisme penyaluran insentif.

Musababnya, tidak sedikit pelaku usaha yang mengeluhkan rumitnya prosedur klaim insentif. Hal inilah yang kemudian menyebabkan mahalnya ongkos investasi di Indonesia.

“Itu dulu harus dibenahi baru pembangunan PSN atau KEK akan sukses,” ujarnya kepada Bisnis.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet, memandang perlunya pemerintah melakukan pengkajian ulang di masingmasing kawasan khusus.

Sebab menurutnya, mayoritas KEK dibentuk dengan fokus pada industri pengolahan. Persoalannya, kondisi manufaktur di dalam negeri dewasa ini masih penuh dengan kendala sehingga porsinya terhadap produk domestik bruto (PDB) pun menipis.

“Jika ingin mengundang investor ke KEK maka upaya untuk mendorong industri pengolahan menjadi penting untuk dilakukan oleh pemerintah,” katanya.