16 Januari 2024 | 3 months ago

Pajak Hiburan Idealnya 20%-25%

Harian Bisnis Indonesia

0 Views

Bisnis, JAKARTA — Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif berpendapat besaran pajak jasa hiburan idealnya 20%-25% sebagai jalan tengah peningkatan penerimaan negara dan investasi pariwisata.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan tarif pajak jasa hiburan itu setara dengan negara tetangga seperti Singapura.

“Mungkin itu yang pas untuk industri. Rezim pajak kita ini juga memberikan insentif banyak untuk investasi, sedangkan kita justru butuh investasi yang kita harapkan dari sektor pariwisata dan ekonomi kreatif,” katanya, Senin (15/1).

Menurutnya, besaran pajak jasa hiburan itu disampaikan menyusul protes pelaku usaha atas kutipan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) yang sangat tinggi.

Dalam Undang-undang (UU) No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, PBJT atas jasa hiburan untuk penjualan atau konsumsi barang dan jasa tertentu ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.

Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau SPA, UU No.1/2022 menetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%. Tarif PBJT akan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda).

Sandiaga mencatat pemerintah daerah (pemda) yang telah menetapkan pajak hiburan sebesar 40% adalah Badung, Tabanan, Gianyar, dan Kota Denpasar.

Dia mengimbau pemda menunggu hasil judicial review atau pengujian yudisial dari Mahkamah Konstitusi (MK) sebelum menerapkan PBJT atas jasa hiburan.

“Saya sangat menyarankan dan nanti kita jadi bahasan dalam diskusi ini bahwa sembari kita menunggu hasil judicial review di MK, ini kita diskusikan dulu dengan para pelaku usaha,” kata Sandiaga.

Saat ini, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) masih menunggu hasil judicial review, mengingat Asosiasi Spa Terapis Indonesia (ASTI) baru mengajukan judicial review pada 3 Januari 2024.

Menurutnya, Kemenparekraf terus berkomunikasi dengan pelaku industri jasa hiburan serta pihak terkait guna membahas berapa besaran pajak yang ideal untuk industri itu.

“Jadi harus dicari suatu titik equilibrium di mana mereka bisa berusaha, tetap membuka lapangan kerja, tapi juga membayar komitmen terhadap penerimaan negara,” jelasnya.

Sandiaga juga akan mengundang Inul Daratista dan Hotman Paris untuk berdiskusi ihwal PBJT.

Rencananya, pertemuan tersebut akan diadakan dalam pekan ini, jika keduanya tidak berhalangan.

“Mudah-mudahan beliau ada waktu, saya masih ada waktu kosong, enggak ada kegiatan keluar kota di awal minggu,” katanya.

Inul Daratista dan Hotman Paris memang memprotes pengenaan PBJT atas jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau SPA, ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.

Pesohor Inul Daratista mengusulkan pajak hiburan sebesar 20%. “Masih wajar kita pengusaha hiburan juga bisa nafas. Bayar royalti, bayar maintenance dan lain-lain sewa tempat apa semua nggak dipikirin tah,” ujar Inul dalam akun Instagram.

BERLAKU 2024

Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta secara resmi menetapkan PBJT untuk kategori hiburan seperti karaoke hingga spa sebesar 40% mulai 2024.

Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 1/2024 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah yang diteken pada 5 Januari 2024 oleh Pj. Gubernur Heru Budi Hartono.

Tarif PBJT atas makanan dan/atau minuman, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian dan hiburan, ditetapkan sebesar 10%.

“Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan sebesar 40%,” tulis Ayat (1) Pasal 53 Perda No. 1/2024.

Adapun, PBJT merupakan pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu.

Bila mengacu peraturan sebelumnya, yakni Perda No. 3/2015 tentang Pajak Hiburan, tarif pajak untuk kategori diskotik, karaoke, klab malam, pub, bar, musik hidup (live music), musik dengan disc jockey (DJ) dan sejenisnya sebesar 25%.

Sementara, tarif untuk panti pijat, mandi uap, dan spa sebesar 35%. Artinya, kenaikan tarif pajak hiburan untuk diskotik mencapai 15%, sementara untuk spa naik sebesar 5% dalam beleid yang mulai berlaku per 5 Januari 2024.

Secara umum, pajak hiburan dapat diartikan sebagai pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan sebuah hiburan. Pajak hiburan dapat meliputi, semua jenis pertunjukkan, tontonan, permainan, atau keramaian yang dinikmati secara berbayar.

Objek yang dikecualikan dalam pajak hiburan adalah penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran pada acara pernikahan, upacara adat, kegiatan keagamaan, dan pameran buku.

Di sisi lain, peneliti Perpajakan Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai bahwa hal yang menjadi biang masalah adalah penentuan tarif minimum 40%.

“Saya sendiri kurang mengetahui apa alasan pemerintah bersama DPR menetukan tarif 40%-75%. Harusnya biarkan daerah menentukan tarifnya sesuai dengan kondisi ekonomi,” ujarnya kepada Bisnis.

Dengan adanya ketentuan minimum 40% dalam UU HKPD, pengusaha tak bisa berbuat banyak karena ditentukan dalam UU HKPD ditentukan minimum 40%.

“Untuk mengubah lagi sulit, karena UU HKPD ini baru disahkan,” lanjutnya.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga menyampaikan bahwa aturan itu menuai banyak kritikan karena tidak melibatkan pelaku usaha industri jasa hiburan dalam perumusan.

Menurutnya, aturan tersebut masih bisa direviu kembali oleh pemerintah atau Presiden dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) untuk menganulir aturan spesifik terkait kenaikan pajak hiburan.

“Karena kalau kenaikannya sampai terlalu tinggi maka industri hiburan kita pasti akan terpukul di saat pascapandemi Covid-19 di mana diharapkan wisatawan meningkat, event-event juga sedang naik. Nanti kan arahnya akan berdampak ke devisa pariwisata,” katanya.

Selain itu, Bhima mengatakan aturan itu akan memberikan beban tambahan bagi konsumen karena pelaku usaha pasti akan melakukan penyesuaian tarif pajak hiburan yang tinggi ke harga final yang diberikan kepada konsumen.