23 Januari 2024 | 3 months ago

Pemda Berwenang Pangkas Pajak Hiburan

Harian Bisnis Indonesia

0 Views

Bisnis, JAKARTA — Pemerintah memberikan insentif kepada pelaku usaha berupa pengurangan kewajiban Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Jasa Hiburan menyusul gejolak atas pemberlakuan tarif baru itu.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan insentif itu dikeluarkan oleh kepala daerah yang memiliki kewenangan melakukan pengurangan tarif Pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas Jasa Hiburan yang tarifnya minimal 40% sampai dengan maksimal 75%.

“Saya minta, solusinya tadi dengan SE [Surat Edaran] Mendagri. Pada waktu di Istana, saya sampaikan bahwa akan ada SE, dan Kepala Daerah bisa mengacu kepada SE Mendagri,” katanya keterangan resmi, Senin (22/1).

Airlangga mengungkapkan telah menerima audiensi asosiasi dan pelaku usaha di bidang perhotelan dan jasa hiburan yang menekankan bahwa insentif menjadi solusi bagi pengusaha atas tingginya batas bawah pajak hiburan tersebut.

Berdasarkan ketentuan Pasal 101 Undang-Undang (UU) No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) telah jelas diatur bahwa kepala daerah dapat memberikan insentif fiskal berupa pengurangan pokok pajak daerah.

Hal ini telah ditegaskan oleh Menteri Dalam Negeri melalui SE Nomor 900.1.13.1/403/SJ tanggal 19 Januari 2024 kepada Gubernur Daerah DKI Jakarta dan Bupati/ Walikota. Kepala daerah memiliki kewenangan yang diberikan UU HKPD untuk melakukan pengurangan tarif PBJT atas Jasa Hiburan yang tarifnya 40% sampai dengan 75%.

Melalui kebijakan ini, kepala daerah dapat mengurangi tarif PBJT hiburan sehingga tarif dapat kembali ke tarif sebelumnya. Pemberian insentif fiskal dengan pengurangan tarif PBJT hiburan tersebut cukup ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

Dengan demikian, pelaksanaan kewenangan Kepala Daerah tersebut cukup mengacu kepada UU HKPD, PP Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribnusi Daerah, dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 900.1.13.1/403/SJ tanggal 19 Januari 2024.

Di sisi lain, Airlangga menambahkan Kementerian Keuangan bersama K/L terkait menyiapkan rancangan pemberian insentif perpajakan bagi pelaku usaha sektor pariwisata tersebut.

Rencananya, insentif tersebut berupa PPh Badan DTP (Ditanggung Pemerintah) sebesar 10%, sehingga besaran tarif pajak PPh Badan akan turun menjadi 12% (dari tarif normal sebesar 22%).

TARIF LAMA

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani berharap tarif PBJT atas Jasa Hiburan kembali ke aturan sebelumnya dengan tidak ada batas minimal 40%, dan tidak setinggi ketentuan UU HKPD.

Dengan dasar UU No. 28/2009, tarif pajak hiburan atas diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar sebesar 25%, sementara untuk wilayah Bali sebesar 15%.

“Harapannya kembali aja ke [tarif] yang lama, yang penting tidak diberikan tarif yang seperti ini,” kata Hariyadi seusai bertemu Airlangga.

Menurutnya, permintaan mengikuti tarif pajak hiburan lama dilakukan sampai ada hasil judicial review dari Mahkamah Konstitusi (MK).

“Jadi selama kami berproses di Mahkamah Konstitusi maka pemerintahan daerah itu diharapkan untuk mengikuti tarif yang lama,” ungkapnya.

Dalam penyusunan UU No.1/2022, dia menyatakan tidak pernah berkonsultasi dengan pelaku usaha. Pemerintah juga tidak melakukan sosialisasi ihwal rencana kenaikan tarif pajak hiburan. Dalam naskah akademik yang digunakan, imbuhnya, tidak secara khusus membahas mengenai pajak untuk jasa hiburan.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung I Gusti Ngurah Suryawijaya keberatan dengan dinaikkannya PBJT atas Jasa Hiburan di kisaran 40%-75%.

Menurutnya, sektor pariwisata di Bali tengah dalam proses pemulihan pascapandemi Covid-19.

Dengan kenaikan pajak sebagaimana tercantum dalam UU No.1/2022, dia khawatir perekonomian Bali akan kembali tergerus akibat tingginya pajak yang harus ditanggung oleh pengunjung.

“Kami khawatir kalau wisatawan berkurang, tentu perekonomian Bali akan kolaps lagi karena 60% Bali sangat bergantung pada sektor pariwisata,” kata Rai Suryawijaya.

Pada 2023, Bali sukses membukukan 5,28 juta kunjungan dari wisatawan mancanegara (wisman). Jumlah tersebut melebihi target yang ditetapkan Pemerintah Bali sebesar 4,5 juta kunjungan.

Menurutnya, pemerintah daerah tidak perlu menaikkan pajak hiburan untuk meningkatkan pendapatan daerah. Dengan makin tingginya tingkat kunjungan wisatawan ke Bali, tegasnya, hal tersebut dapat menambah pundi-pundi pendapatan daerah.

Dia juga khawatir kenaikan pajak hiburan dapat berdampak terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) mengingat hampir 1,2 juta penduduk Bali bekerja di sektor pariwisata.

Oleh karena itu, dia meminta pemerintah untuk mengevaluasi UU No.1/2022. Dia juga menegaskan pemda lebih tegas dan berani dalam menetapkan besaran pajak hiburan.

“Pemerintah daerah yang tahu persis keadaan daerahnya harus tegas berani harusnya mau, dengan SE [tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Jasa Kesenian dan Hiburan] saja cukup mengembalikan ke aturan yang lama,” tegasnya.