09 Februari 2024 | 2 months ago

Penopang Utama Pajak Sulsel

Harian Bisnis Indonesia

0 Views

Pajak kendaraan bermotor masih menjadi penopang utama realisasi pajak daerah nonkonsumtif Provinsi Sulawesi Selatan sepanjang tahun lalu. Sementara, pajak rokok menjadi kontributor utama pajak konsumtif wilayah ini.

Data Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) menunjukkan bahwa realisasi pajak daerah di wilayah ini mencapai Rp7,2 triliun pada 2023, atau tumbuh 27,07% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya Rp5,67 triliun.

Dari capaian itu, pajak daerah Sulsel pada 2023 ditopang oleh pajak nonkonsumtif dengan porsi mencapai 61,33% atau sebesar Rp4,42 triliun dari total keseluruhan realisasi pajak.

Kepala Bidang Pembinaan pelaksana Anggaran (PPA) II Kanwil DJPb Sulsel Wahyu Harmono memerinci bahwa pajak nonkonsumtif terbesar terealisasi pada Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang realisasinya sepanjang 2023 mencapai Rp1,72 triliun. Selain itu, ada juga Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dengan realisasi mencapai Rp1,07 triliun.

“Selama 2023 ini penjualan kendaraan bermotor cukup tinggi apalagi rilisnya mobil-mobil baru dan mobil listrik. Kondisi ini mempengaruhi tumbuhnya PKB dan BBNKB yang cukup signifi kan di Sulsel,” ujarnya melalui keterangan resminya, Rabu (7/2).

Selain itu, imbuhnya, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) juga punya realisasi tinggi mencapai Rp943,46 miliar, yang kemudian disusul dengan penerimaan pajak penerangan jalan yang realisasinya sebesar Rp676,48 miliar pada 2023.

Dia menjelaskan bahwa dari sisi kinerja pajak konsumtif, paling besar realisasinya adalah pajak rokok yang mencapai Rp702,66 miliar pada 2023. Capaian ini kemudian disusul oleh pajak restoran dengan realisasi sebesar Rp327,4 miliar, pajak air permukaan dengan nilai sebesar Rp197,67 miliar, dan pajak hotel dengan capaian sebesar Rp147,78 miliar sepanjang tahun lalu.

Wahyu menambahkan bahwa ada juga beberapa komponen pendapatan daerah Sulsel yang tercatat mengalami pertumbuhan dan kontraksi pada 2023.

Seperti retribusi daerah yang tercatat sebesar Rp377,35 miliar atau tumbuh 3,27% dibandingkan 2022 yang hanya Rp365,41 miliar.

Khusus untuk Kekayaan Daerah Dipisahkan dan Lainlain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang Sah tercatat mengalami kontraksi. Kekayaan Daerah Dipisahkan realisasinya pada 2023 sebesar Rp395,40 miliar, turun 2,71% secara tahunan (year-on-year/YoY).

“Lain-lain PAD yang Sah juga mengalami penurunan 0,19%. Pada 2022 realisasinya mencapai Rp2,03 triliun, sementara pada 2023 hanya Rp2,02 triliun saja,” katanya.

Sementara itu, Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara (Sulselbartra) sebelumnya telah mengungkapkan bahwa realisasi penerimaan pajak di Sulsel mencapai Rp13,36 triliun pada 2023, tumbuh 4,6% YoY.

Capaian tersebut dipandang mampu melampaui target penerimaan yang sebelumnya telah dipatok sebesar Rp12,88 triliun.

Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan (DP3) Kanwil DJP Sulselbartra Soebagio menjelaskan bahwa tumbuhnya penerimaan pajak di Sulsel dipengaruhi oleh peningkatan realisasi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM) yang mencapai 22,48% (YoY) atau realisasinya sebesar Rp6,48 triliun pada 2023.

Menurutnya, jenis pajak ini bisa tumbuh signifikan disebabkan oleh efek pertumbuhan ekonomi yang semakin baik di Sulawesi khususnya Sulsel, peningkatan harga komoditas yang berangsur terjadi, hingga efek dari penyesuaian tarif PPN 11%.

Selain PPN dan PPnBM, jenis pajak lain yang tercatat mengalami pertumbuhan signifi kan adalah PBB P5L. Realisasinya pada 2023 tercatat sebesar Rp89,86 miliar atau mampu tumbuh 25,55% YoY.

PBB P5L mencakup PBB sektor perkebunan, PBB sektor perhutanan, PBB sektor pertambangan minyak dan gas bumi, PBB sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, PBB sektor pertambangan mineral atau batu bara, dan PBB sektor lainnya.

Sementara, imbuhnya, jenis pajak lainnya yaitu Pajak penghasilan (PPh) dan Pajak Lainnya tercatat mengalami kontraksi. Realisasi PPh wilayah ini tercatat turun 8,49% menjadi hanya Rp6,65 triliun saja sepanjang tahun lalu, sedangkan Pajak Lainnya turun 2,1% menjadi hanya Rp151 miliar.

“Beberapa jenis penerimaan memang mengalami kontraksi dibandingkan tahun sebelumnya, terutama disebabkan oleh penurunan nilai impor dan tidak berulangnya kebijakan PPS seperti pada tahun sebelumnya,” jelasnya pekan lalu.

Soebagio menambahkan bahwa penerimaan pajak di Sulsel sepanjang 2023 ditopang dari berbagai sektor, utamanya dari administrasi pemerintahan, perdagangan, pertambangan, industri pengolahan dan transportasi.

Sektor administrasi pemerintahan memberi kontribusi paling besar terhadap penerimaan pajak wilayah ini mencapai 24,81%, kemudian disusul perdagangan sebesar 21,95%, industri pengolahan 9,51%, transportasi dan pergudangan 7,46%, dan pertambangan 6,74%.

SETORAN TEBAL

Di sisi lain, PT Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi juga telah menyetorkan PBBKB 2023 kepada enam pemerintah provinsi di Sulawesi dengan nilai total sebesar Rp2 triliun.

Area Manager Communication, Relation, dan CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi Fahrougi Andriani Sumampouw memerinci setoran PBBKB tertinggi selama tahun tersebut untuk Provinsi Sulawesi Selatan yakni sebesar Rp892,7 miliar, kemudian Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar Rp405 miliar.

Sementara, imbuhnya, untuk Provinsi Sulawesi Tengah sebesar Rp310 miliar, Provinsi Sulawesi Utara sebesar Rp295,5 miliar, Provinsi Gorontalo sebesar Rp92,5 miliar, dan Provinsi Sulawesi Barat sebesar Rp87,5 miliar.

“Pertamina hadir tidak hanya menyalurkan energi kepada masyarakat, tetapi secara rutin ikut menambah PAD dan secara tidak langsung ikut mendorong kemajuan infrastruktur daerah,” ungkapnya jelasnya dalam keterangan resminya awal pekan ini.

PBBKB sendiri merupakan pajak atas penggunaan semua jenis bahan bakar cair atau gas untuk kendaraan bermotor dan alat berat.

Dalam hal ini di seluruh wilayah Sulawesi, Pertamina dikenakan tarif PBBKB untuk jenis BBM tertentu (subsidi) dan jenis BBM khusus penugasan sebesar 5%, serta jenis BBM umum transportasi dan umum industri sebesar 7,50%.

Di Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo, jenis BBM umum sektor industri sebesar 1,29% dan jenis BBM umum pertambangan dan kehutanan sebesar 6,75%.

Kemudian di Sulawesi Tenggara jenis BBM umum sektor industri, pertambangan, dan kehutanan dikenakan sebesar 6%.

Selanjutnya khusus di Sulawesi Barat jenis BBM umum sektor industri dan jenis BBM umum pertambangan dan kehutanan dikenakan tarif PBBKB sebesar 7,5%.