16 Februari 2024 | 2 months ago

Stimulus Pengaman Basis Pajak

Harian Bisnis Indonesia

0 Views

Bisnis, JAKARTA — Pemerintah menelurkan kebijakan yang menstimulus program pemadanan identitas tunggal masyarakat dalam rangka mengamankan serta mengoptimalisasi perluasan basis pajak.

Langkah ini merupakan upaya dari otoritas pajak dalam mempercepat pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Stimulus yang dimaksud adalah tidak dikenakannya tarif Pajak Penghasilan (PPh) lebih tinggi sebesar 20% terhadap wajib pajak penerima penghasilan yang menggunakan NIK dalam pelaporan pajaknya.

Adapun, syarat yang ditentukan adalah NIK tersebut telah diadministrasikan oleh Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri dan terintegrasi dengan Sistem Administrasi Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.

Ketentuan itu tertuang dalam Pengumuman Ditjen Pajak No. PENG-6/PJ.09/2024 tentang Penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak Pada Sistem Administrasi Perpajakan yang ditetapkan 13 Februari 2024.

Poin 7 Pengumuman itu tertulis, dalam hal identitas penerima penghasilan diisi dengan NIK yang telah diadministrasikan oleh Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta telah terintegrasi dengan Sistem Administrasi Ditjen Pajak, tarif lebih tinggi tidak dikenakan atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh terhadap orang pribadi penduduk dimaksud.

“NIK sebagai NPWP dan NPWP dengan format 16 digit baru dapat digunakan pada layanan administrasi perpajakan secara terbatas sampai dengan tanggal 30 Juni 2024,” tulis Pengumuman Ditjen Pajak yang dikutip Bisnis.

Pemerintah tengah gencar mendorong masyarakat untuk melakukan aktivasi maupun pemadanan NIK dengan NPWP.

Musababnya, per 1 Juli 2024 NIK akan valid sebagai NPWP sebagaimana amanat dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 136/2023 tentang Perubahan Atas PMK No. 112/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah.

Sebelumnya dalam Undang-Undang No. 36/2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), wajib pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif lebih tinggi 20% dari tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang memiliki NPWP.

Wajib pajak dikenakan tarif PPh Pasal 21, mulai dari 5% untuk penghasilan sampai dengan Rp60 juta per tahun, hingga maksimal 35% untuk penghasilan di atas Rp5 miliar per tahun.

Apabila wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka pajak yang dikenakan tarifnya lebih tinggi 20% dari tarif yang berlaku sesuai penghasilan kena pajak tersebut.

Nantinya, sejalan dengan telah terintegrasinya NIK dengan NPWP, masyarakat yang tidak memiliki NPWP tidak perlu membayar tarif lebih tinggi tersebut.

Pengawinan NIK dengan NPWP adalah upaya negara dalam rangka menambah basis pajak di Tanah Air. Apalagi, sejauh ini mayoritas masyarakat masih belum memiliki NPWP.

Berdasarkan data yang diperoleh Bisnis, per 7 Desember 2023 total terdapat sebanyak 59,56 juta NIK dan NPWP yang telah dipadankan. Jumlah tersebut setara dengan 82,52% dari total target dalam program identitas tunggal wajib pajak itu.

Kalangan pemerhati pajak pun meyakini, langkah strategis ini akan mendulang banyak penerimaan negara, terutama yang bersumber dari pemanfaatan data dari pihak ketiga yakni instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP).

Pengamat Perpajakan Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Fajry Akbar, melihat penggunaan NIK yang sudah diaktivasi atau terintegrasi ini menjadi dasar bagi masyarakat tak lagi beralasan tidak membayar pajak karena tidak memiliki NPWP.

“Sudah tak berkilah tak punya NPWP lagi. Semua orang kan punya NIK. Kecuali, memang sedari awal niatnya tidak benar,” turunya kepada Bisnis, Kamis (15/2).

Fajry berharap, langkah termutakhir otoritas pajak ini menjadi cara untuk menjaring wajib pajak yang selama ini tidak terdeteksi oleh radar Ditjen Pajak.

Menurutnya, penggunaan NIK sebagai NPWP merupakan bagian dari implementasi penggunaan identitas tunggal atau single identity number.

Dia menambahkan, penerapaan indentitas tunggal akan banyak bermanfaat dari segi perpajakan, termasuk perluasan basis pajak.

“Di sisi lain, manfaat ini juga dapat digunakan untuk kepentingan lainnya seperti data penerima bantuan sosial yang lebih akurat,” katanya.

BATAS PTKP

Direktur Eksekutif PratamaKreston Tax Research Institue Prianto Budi Saptono, menambahkan integrasi NIK dan NPWP akan efektif memacu penerimaan apabila tingkat penghasilan tidak kena pajak (PTKP) juga diturunkan.

Sebab, batasan PTKP wajib pajak orang pribadi yang masih terlampau tinggi, yakni mencapai Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan. Kondisi ini pun mengakibatkan ketidakseimbangan antara penambahan wajib pajak dengan jumlah pajak yang disetorkan.

“Kalau misalnya masyarakat tidak bekerja, itu jelas penghasilannya di bawah PTKP,” katanya.

Tak hanya itu, menurutnya integrasi NIK-NPWP juga bisa memerangi musuh utama sistem perpajakan nasional, yakni shadow economy atau aktivitas ekonomi yang tidak terlacak maupun tercatat oleh negara.

Terlebih, terus meningkatnya aktivitas shadow economy berisiko menggerogoti basis pajak di Tanah Air, baik dalam konteks wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan atau korporasi.

Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti mengatakan pemadanan NIK dan NPWP merupakan salah satu program utama otoritas pajak.Perwujudan identitas tunggal wajib pajak itu juga merupakan bagian penting dalam implementasi sistem inti perpajakan alias core tax system.

Dwi menjelaskan, sebelum dilakukan implementasi penuh core tax system, otoritas pajak akan melakukan tiga langkah awal. Pertama, melakukan pengujian sistem inti perpajakan tersebut.

Kedua, memberikan habituasi atau pembiasaan pada wajib pajak. Ketiga, memberikan kesempatan pemutakhiran NIK bagi wajib pajak orang pribadi dalam sistem Ditjen Pajak.

“Hal ini dilakukan sehubungan dengan berbagai layanan administrasi pajak dan sistem dari pihak lain yang akan terdampak dengan implementasi NIK sebagai NPWP atau NPWP 16 digit ini,” jelasnya kepada Bisnis, belum lama ini.

Dwi tak memungkiri bahwa pemadanan yang berlangsung tidak secepat pada awal mulai masa integrasi.

Dia juga tak menampik bahwa kesuksesan perluasan basis pajak melalui program ini amat mengandalkan bantuan dari masyarakat, perusahaan, hingga Ditjen Kependudukan Dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan percepatan proses integrasi.

Sejalan dengan itu, Ditjen Pajak pun meminta kepada wajib pajak badan untuk membantu pemadanan NIK dan NPWP karyawan sehingga identitas tunggal wajib pajak segera terlaksana.

“Pemberi kerja yang punya karyawan, terus mau memadankan secara massal itu bisa. Kita terus sosialisasi minta mereka melakukan pemadanan secara berjamaah,” ujarnya.