29 Februari 2024 | 1 month ago

Antrean Panjang Diskon Pajak

Harian Bisnis Indonesia

0 Views

Jumlah perusahaan yang mengajukan diskon pajak berpeluang bertambah. Maklum, dunia usaha berada dalam tekanan lantaran iklim ekonomi yang kurang mendukung, terutama dinamika perekonomian dunia.

Resesi yang terjadi di Jepang dan Inggris, hingga prospek perlambatan ekonomi global dan China memukul aktivitas dunia usaha terutama yang amat menggantungkan penghasilan dari aktivitas ekspor dan manufaktur.

Belum lagi moderasi harga komoditas sumber daya alam (SDA) sehingga memengaruhi ketangguhan sektor pertambangan. Demikian pula dengan tertahannya penurunan inflasi global yang juga membatasi kinerja ekspor.

Tak pelak, setoran Pajak Penghasilan (PPh) Badan atau pajak korporasi pun penuh kewaspadaan. Hal itu pun tergambar dalam realisasi penerimaan pajak korporasi yang pada bulan pertama tahun ini turun sebesar 11,2% (year-on-year/YoY).

Sinyal makin menantangnya pencapaian target pajak korporasi juga tecermin dalam realisasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang pada Januari 2024 turun 30,9% (YoY).

Artinya, aktivitas penyerahan barang kena pajak atau perdagangan juga menurun. Data ini pun memiliki korelasi erat dengan aktivitas bisnis terutama dalam kaitan produksi dan penjualan.

Memang, secara historis setoran pajak pada awal tahun kurang menggeliat. Akan tetapi, tantangan pada tahun ini lebih berat lantaran aneka faktor eksternal sebagaimana dijelaskan di atas. Selain itu, penurunan PPN juga menggambarkan adanya tekanan pada sisi konsumsi domestik.

Apalagi, becermin pada tahun lalu, pengajuan diskon angsuran pajak terpantau sangat besar yang mayoritas berasal dari sektor pertambangan atau pengolahan komoditas.

Jika ditelusuri, sepanjang Januari—Agustus 2023 jumlah perusahaan yang mengajukan diskon angsuran PPh 25 mencapai 2.541 korporasi, dan hampir semuanya di sektor pengolahan komoditas.

Pemerintah pun menyadari betul adanya bayang-bayang terbatasnya performa pajak korporasi, yang selama ini menjadi sumber utama penerimaan dari PPh. Termasuk, mengantisipasi lesatan pengajuan pengurangan angsuran.

Sejalan dengan hantaman ekonomi di banyak sektor, hampir dipastikan fasilitas dinamisasi pajak ke bawah ini akan diakses oleh perusahaan lintas sektor, tak hanya komoditas atau pertambangan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti, mengatakan secara siklus pengajuan diskon dilakukan pada kuartal II/2024.

"Angsuran PPh Pasal 25 ditentukan berdasarkan nanti PPh Pasal 29 di bulan April, biasanya setelah itu baru minta pengurangan angsuran," katanya, Rabu (28/2).

Pengurangan angsuran PPh 25 merupakan skema legal yang acapkali diajukan korporasi ketika mengalami tekanan bisnis. Cara ini pun merupakan bagian dari dinamisasi pajak. Ada dua jenis dinamisasi pajak, yakni dinamisasi ke atas dan dinamisasi ke bawah.

PENURUNAN USAHA

Dinamisasi pajak ke bawah dilakukan apabila wajib pajak badan mengalami penurunan usaha. Syaratnya, dalam tiga bulan atau lebih pada satu tahun berjalan, PPh terutang untuk periode tersebut kurang dari 75% dari PPh yang menjadi dasar penghitungan PPh 25.

Adapun, besaran pengurangan angsuran mengacu pada penghitungan berdasarkan penghasilan yang akan diterima dengan analisa fiskus sebagaimana tertuang dalam Keputusan Dirjen Pajak No. KEP537/PJ/2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak dalam Tahun Pajak Berjalan dalam Hal-Hal Tertentu.

Sebaliknya, dinamisasi pajak ke atas dilakukan apabila dalam analisa fiskus perusahaan diestimasi mencatatkan kinerja yang ciamik.

Sejalan dengan dilakukannya dinamisasi ke bawah, maka pencapaian target penerimaan pajak korporasi yang pada tahun ini senilai Rp428,59 triliun makin menantang.

Kalangan pelaku usaha pun tak memungkiri adanya pesimisme dalam teropong ekonomi tahun ini yang bermuara pada terbatasnya aktivitas dunia bisnis.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani, menyampaikan sejatinya dunia usaha sudah dapat memantapkan rencana-rencana operasional dan pengembangan usaha setelah Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Namun sayangnya, unsur ketidakpastian dari sisi eksternal masih tinggi akibat performa perekonomian global yang belum menentu.

"Sehingga pelemahan permintaan di beberapa sektor dapat memengaruhi kinerja korporasi di 2024," katanya kepada Bisnis.

Pelaksana Tugas Harian Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Yukki Nugrahawan Hanafi, menambahkan perlambatan ekonomi bahkan resesi yang telah melanda sejumlah negara membayangi dunia usaha sepanjang tahun ini.

Menurutnya, prospek yang penuh ketidakpastian ini telah memengaruhi kinerja perusahaan pada tahun lalu, termasuk besaran pajak yang disetorkan ke negara pada tahun ini.

Untuk menggeliatkan kembali dunia usaha, instrumen fiskal dan belanja pemerintah perlu disesuaikan dengan dinamika ekonomi terkini.

Insentif perpajakan pun menurutnya perlu diarahkan kepada sektor-sektor usaha yang berpotensi terdampak akibat melemahnya permintaan.

“Fokus pada upaya mendorong konsumsi domestik dan mempertahankan daya beli masyarakat juga menjadi prioritas pemerintah,” katanya.

Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto, mengatakan situasi melemahnya kegiatan usaha bisa menjadi alasan pengajuan permohonan pengurangan PPh Pasal 25.

Peluang melonjaknya pengajuan diskon angsuran pun cukup besar lantaran beberapa sektor andalan penyetor pajak diestimasi cukup terpukul pada tahun ini.

Misalnya industri pengolahan atau manufaktur, yang pada tahun lalu berkontribusi 31,2% pada tahun ini hanya 26,2%. "Turunnya penerimaan PPh Badan mencerminkan kinerja korporasi," katanya.

Pemangku kebijakan pun disarankan untuk memaksimalkan intervensi kebijakan sektor penopang struktur pajak yakni industri pengolahan atau manufaktur dan perdagangan. (Annasa R. Kamalina/Ni Luh Anggela)