01 April 2024 | 1 month ago

Rasio Kepatuhan Wajib Pajak Sulit Menanjak

Harian Bisnis Indonesia

0 Views

Bisnis, JAKARTA — Rasio kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan atau SPT Tahunan mengindikasikan adanya stagnasi yang mengarah ke penurunan. Hal ini menandakan perlunya upaya ekstra dari otoritas pajak untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Berdasarkan data Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, hingga 31 Maret 2024 pukul 11.50 WIB terdapat 12,7 juta wajib pajak yang telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh).

Adapun, jumlah wajib pajak yang wajib melaporkan SPT pada tahun ini mencapai 19,27 juta sehingga dengan realisasi tersebut maka rasio kepatuhan wajib pajak hanya 65,8%.

Celakanya, angka tersebut relatif tidak berubah dibandingkan dengan realisasi rasio kepatuhan formal wajib pajak yang berakhir 31 Maret 2023 yakni sebesar 66,69%.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti, mengungkapkan realisasi pelaporan SPT tersebut tumbuh 4,92% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/YoY).

“Jumlah ini terdiri atas 348.320 SPT Tahunan PPh Badan dan 12,35 juta SPT Tahunan PPh Orang Pribadi,” ujarnya, Minggu (31/3).

Sementara itu, tak hanya rasio kepatuhan formal yang mencatatkan stagnasi, pertumbuhan jumlah wajib pajak yang melaporkan SPT pun tak dapat terakselerasi.

Otoritas pajak mencatat, pertumbuhan realisasi pelaporan pada tahun ini tumbuh 4,92% (YoY), hampir tidak berubah dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar 4,65% (YoY).

Kalangan ekonom memandang ada beberapa faktor yang menyebabkan terbatasnya pertumbuhan pelaporan SPT oleh wajib pajak orang pribadi pada tahun ini.

Di antaranya sistem dalam jaringan (daring) yang kurang maksimal, sehingga menghambat peningkatan kepatuhan formal wajib pajak.

Selain itu, secara sistem masih banyak celah yang bisa dimainkan oleh wajib pajak untuk mengelak dari kewajiban perpajakannya.

Direktur Eksekutif Institute of Development on Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti, menambahkan aspek penindakan juga perlu diperbaiki sehingga menutup celah penghindaran.

“Sistem pajak kita memungkinkan untuk bisa berkelit atau melakukan penghindaran,” katanya kepada Bisnis.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono, mengungkapkan bahwa sistem pelaporan SPT idealnya sangat mudah mendorong naiknya jumlah kepatuhan wajib pajak.

Persoalannya, wajib pajak cenderung melakukan pelaporan pada akhir tahun, sehingga berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan ketika jadwal normal pelaporan berakhir, yakni pada 31 Maret.

“Pertumbuhan yang melambat dari sisi realisasi pelaporan SPT orang pribadi lebih banyak dipengaruhi oleh kebiasaan injury time,” ujarnya.

Prianto menambahkan, kasus dugaan pelanggaran oleh pegawai pajak pun tidak memiliki efek yang besar terhadap kepatuhan formal wajib pajak dalam melaporkan SPT.

Artinya, terbatasnya pertumbuhan ini lebih disebabkan oleh faktor teknis dan siklus musiman.

Pemangku kebijakan pun sejatinya bukannya tinggal diam. Berbagai upaya dilakukan untuk mengakselerasi rasio kepatuhan wajib pajak.

Pemerintah juga membuka Pojok Pajak di beberapa titik area publik untuk membantu para wajib pajak melaporkan SPT Tahunan.

Pasalnya, meski 98% dari total SPT yang telah masuk melalui online e-filing maupun e-form, sisanya masih membutuhkan asistensi dalam penyampaian laporan pajak.

Adapun hingga 15 Maret 2024, Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak telah mencapai Rp342,88 triliun atau 17,24% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.

Dari jumlah tersebut, PPh Pasal 21 atau pajak karyawan mencapai Rp59,91 triliun atau tumbuh 24,3%. Jenis pajak ini memberikan kontribusi sebesar 17,47% terhadap total penerimaan pajak.

Berbanding terbalik, PPh Badan pada periode yang sama justru kontraksi 10,6%. Tercatat penerimaan pajak korporasi ini mencapai Rp55,91 triliun atau berkontribusi sebesar 16,31%. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, PPh Badan mampu tumbuh melesat hingga 43,3%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan penurunan PPh Badan disebabkan oleh penurunan signifi kan harga komoditas pada 2023 yang berakibat pada peningkatan restitusi pada 2024.

Meski demikian, tanpa memperhitungkan restitusi, pertumbuhan bruto PPh Badan mencapai 7,5% secara tahunan.