28 Juli 2007 | 16 years ago

Pajak Ekspor CPO Terbukti Rugikan Industri Hilir

Bisnis Indonesia

1145 Views

JAKARTA: Pemberlakuan pungutan ekspor (PE) minyak sawit mentah (CPO) sebesar 6,5% secara simultan mulai terbukti menggerogoti kinerja sektor hilir kelapa sawit yang memproduksi stearin dan RBD olein.

 

Ketua Harian Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Derom Bangun mengatakan pemberlakuan PE saat ini telah menimbulkan selisih harga yang tinggi antara bahan baku CPO dengan produk-produk turunan yakni sebesar US$50 di pasar dalam negeri.

 

"Padahal, selisih harga antara olein dan stearin di luar negeri tidak sebesar itu. Hal ini jelas merugikan industri hilir di dalam negeri," kata Derom seusai seminar Mengupas Permasalahan CPO dari Berbagai Perspektif di Jakarta, kemarin.

 

Sebelum terjadi kenaikan PE tambahan pada 15 Juni silam, kata dia, selisih tarif PE CPO dan refined bleached deodorized palm olein (RBD olein) cukup besar yakni 1,2%. Pada saat itu, PE CPO hanya 1,5% sedangkan RBD olein 0,3%.

 

"Kini PE RBD olein dan CPO sama-sama 6,5%. Ini bisa gawat karena telah terjadi selisih harga yang terlalu besar di pasar luar negeri," katanya.

 

Akibat selisih harga itu, kata dia, maka produk turunan CPO dari dalam negeri sulit berkompetisi di pasar global. Hal ini mendorong produsen hilir mulai beralih menjadi pedagang CPO. Akibatnya, mereka mulai menurunkan kapasitas produksi produk-produk CPO hilir.

 

Dia meminta pemerintah mengembalikan PE CPO menjadi seperti semula yaitu 1,5%.

 

Kebijakan sia-sia

Di tempat yang sama, Catur Sugiyanto, ekonom Universitas Gadjah Mada menilai kebijakan tambahan PE untuk CPO terbilang sia-sia karena kenaikan harga minyak goreng belum memengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat.

 

Tambahan PE rata-rata sekitar 5% menjadi 6,5%, lanjutnya, justru mengganggu 'kesehatan' produsen minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya karena biaya produksi sulit ditekan.

Dia mengatakan konsumsi rumah tangga terhadap minyak goreng cenderung turun kecuali untuk rumah tangga yang hidup di atas garis kemiskinan dan hidup di pedesaan. Dia mengingatkan kenaikan harga CPO sebenarnya 'rutinitas' setiap tahun setidaknya sejak 1980-an. Kenaikan harga CPO sejak awal tahun, meski relatif cepat, menurut Catur, masih dalam tren tahunan tersebut.

 

"Harga selalu berfluktuasi, apakah pemerintah akan keluar-masuk pasar seperti dengan kenaikan PE?" katanya.

 

Deputi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi mengatakan pemerintah akan mengevaluasi besaran PE untuk produk hilir minyak sawit mentah (CPO) agar dapat mendorong perkembangan industri tersebut di dalam negeri.

 

"Fokus perhatian evaluasi PE adalah besaran PE untuk semua industri turunan CPO. Idealnya industri hilir mendapatkan insentif atau memperoleh disinsentif yang lebih kecil. Tapi pemerintah akan tetap mempertahankan kebijakan yang ada untuk mengurangi spekulasi," paparnya. (m02) (yusuf.waluyo@bisnis.co.id/lutfi. zaenudin@bisnis.co.id)