30 Juli 2007 | 16 years ago

RUU Cukai Disetujui DPR

Bisnis Indonesia

1718 Views

 

Terbuka peluang PPnBM diganti cukai

JAKARTA: Definisi barang kena cukai diperluas sehingga membuka peluang bagi Ditjen Bea dan Cukai mengenakan cukai atas barang mewah yang selama ini dikenakan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Definisi barang kena cukai dalam RUU Cukai yang kemarin disahkan dalam Rapat Paripurna DPR itu dipertegas dan diperluas menjadi empat kriteria. Rapat itu dihadiri oleh Menkeu Sri Mulyani Indrawati.

Keempat kriteria tersebut adalah konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, dan pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Ketua Pansus RUU Cukai Irmadi Lubis menyatakan perluasan definisi cukai tersebut dimaksudkan untuk pengalihan PPnBM yang selama ini dikeluhkan oleh kalangan bisnis sebagai pengenaan pajak berganda (double taxation).

"Pasal 2 ayat 1 huruf d ini membuka peluang untuk mengganti PPnBM dengan cukai," ujarnya saat membacakan laporan Pansus RUU Cukai dalam rangka pembicaraan tingkat II/pengambilan keputusan atas RUU Cukai di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Pada akhir Mei 2007, saat RUU Cukai mulai dibahas, yang dimaksudkan dengan pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara dalam rangka keadilan dan keseimbangan, menurut penjelasan Pasal 2 ayat 1 huruf (d ), adalah pungutan cukai dapat dikenakan terhadap barang yang dikategorikan sebagai barang mewah dan/atau bernilai tinggi, namun bukan merupakan kebutuhan pokok, sehingga tetap terjaga keseimbangan pembebanan pungutan antara konsumen berpenghasilan tinggi dengan yang rendah.

Salah satu yang paling banyak disuarakan adalah keluhan pengusaha yang bergerak di bidang minuman beralkohol, yang importasinya dikenakan PPh 2,5%, pajak pertambahan nilai 10%, cukai sesuai kadar alkohol, bea masuk, dan PPnBM.

DPR sejak awal juga mendukung perubahan PPnBM dengan cukai. Irmadi selepas studi banding ke Thailand menyatakan di banyak negara barang mewah dikenakan cukai. (Bisnis, 31 Mei 2007).

Selain itu, dalam RUU Cukai juga diatur masalah premi bagi pegawai Ditjen Bea dan Cukai yang dianggap berjasa serta insentif kepada seluruh pegawai berdasarkan kinerja di bidang cukai. 

Besarnya premi yang diterima paling tinggi 50% dari sanksi administrasi berupa denda dan/atau dari hasil lelang barang-barang hasil pelanggaran di bidang cukai.

Lebih tegas

Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyatakan dengan disetujuinya RUU Cukai, akan mampu memberdayakan peran cukai sebagai instrumen pengawasan dan pengendalian, sekaligus sumber penerimaan negara untuk disesuaikan dengan perkembangan sosial ekonomi dan kebijakan pemerintah.

"Implikasi langsung bagus, karena memberikan kepastian lebih baik, peraturan yang lebih up date. Ini adalah salah satu upaya menjaga keseimbangan antara kebutuhan untuk menjaga industri, penciptaan lapangan kerja, penerimaan negara, dan aspek kesehatan."

Dalam RUU Cukai, pengaturan mengenai sanksi bagi pelaku tindak pidana di bidang cukai maupun aparat bea dan cukai juga diatur lebih rinci dibandingkan dengan UU No. 11/1995. (diena. lestari@bisnis.co.id)


Oleh Diena Lestari