26 Oktober 2007 | 16 years ago

DPR Panggil Ditjen Pajak

Harian Seputar Indonesia

850 Views

JAKARTA(SINDO) – Komisi XI DPR akan memanggil pemerintah terkait hilangnya potensi penerimaan fiskal penumpang luar negeri Rp1 triliun di Bandara Soekarno-Hatta. Temuan data awal kan sudah ada, jadi akan kita tindak lanjuti,” kata Ketua Komisi XI DPR Awal Kusumah kepada SINDO di Jakarta,kemarin.

Menurutnya, pemanggilan akan dilakukan setelah berakhirnya masa reses DPR pada 5 November mendatang.Adapun hasil temuan Komisi XI tersebut akan menjadi acuan untuk melakukan klarifikasi terhadap pemerintah. Potensi penerimaan fiskal penumpang luar negeri yang hilang tersebut terungkap saat kunjungan kerja Komisi XI ke Bandara Soekarno-Hatta,Rabu (24/10).

Dalam pemaparan penerimaan perpajakan yang disampaikan Unit Fiskal Luar Negeri (UFLN) Ditjen Pajak, ternyata terdapat sejumlah perbedaan data penumpang sepanjang 2004–2006 dengan data yang disampaikan PT Angkasa Pura II selaku pengelola Bandara Soekarno-Hatta. Data UFLN menyebutkan, selama tiga tahun itu terdapat 7,75 juta penumpang. Namun versi Angkasa Pura II mencapai 8,75 juta sehingga terdapat selisih sebanyak 1 juta penumpang.

“Dengan nilai fiskal Rp1 juta per orang, potensi penerimaan fiskal yang hilang mencapai Rp1 triliun,” kata anggota Komisi XI Dradjad Wibowo. Terlebih lagi, data UFLN tersebut sudah memasukkan penumpang yang mendapat pembebasan pembayaran fiskal sehingga potensi setoran pajak yang hilang diperkirakan lebih besar dari Rp1 triliun. Menurut Dradjad, temuan tersebut akan masuk dalam laporan Komisi XI DPR dan segera meminta klarifikasi dari pemerintah. Pemanggilan tersebut antara lain akan membahas masalah penertiban penerimaan fiskal di bandara.

Sebab, kata dia, hal tersebut bukan hanya terjadi di Soekarno- Hatta. Selain itu, DPR juga akan meminta supaya pengawasan terhadap fasilitas bebas fiskal ditingkatkan karena rawan terhadap penyelewengan.“Mungkin perlu sistem terpadu antara Ditjen Pajak dengan Ditjen Imigrasi dan PT Angkasa Pura II,” ujar Dradjad. Dihubungi terpisah, Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Ditjen Pajak Hasan Rachmany menegaskan, Ditjen Pajak siap memenuhi panggilan Komisi XI DPR terkait dugaan raibnya potensi penerimaan fiskal sebesar Rp1 triliun.

Bentuk jawaban yang disiapkan Ditjen Pajak adalah dasar perbedaan perhitungan jumlah penumpang yang digunakan oleh kedua institusi. “Sudah pasti kita siap. Jawabannya persis yang ditulis koran Anda dan berbagai media yang memuatnya hari ini (kemarin). Bahwa tidak semua yang bepergian diharuskan membayar pajak fiskal.Ada beberapa puluh item yang saya lupa siapa saja yang mendapat kebebasan fiskal tanpa lepas dari kewajiban airport tax,” katanya.

Menurut dia, perbedaan dasar perhitungan memang sudah seharusnya terjadi. Sesuai ketentuan yang berlaku,Ditjen Pajak memiliki wewenang untuk memeriksa wajib pajak.Sementara Angkasa Pura berwenang untuk mengenakan airport tax bagi penumpang yang menggunakan fasilitas yang dikelolanya. “Wewenang kita (Ditjen Pajak) hanya di situ. Kita tidak berwenang memeriksa penumpang pengguna fasilitas kelolaan Angkasa Pura, sebab itu sudah wewenang mereka,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Cabang Utama Bandara Soekarno- Hatta Haryanto memastikan data penumpang luar negeri milik pengelola bandara PT Angkasa Pura II lebih akurat ketimbang versi Ditjen Pajak. Sebab, jelas dia, penghitungan PT Angkasa Pura II didasarkan pada data manifes penumpang yang sebelumnya di-cross check dengan jumlah airport tax.“Angkasa Pura II sudah pasti lebih tepat,”katanya.

PT Angkasa Pura II, lanjut Haryanto, mencatat lebih tinggi karena seluruh penumpang yang tergolong bebas fiskal masuk dalam penghitungan jumlah penumpang luar negeri.Tenaga kerja Indonesia, misalnya, mereka dibebaskan fiskal tapi tetap harus membayar airport tax sehingga masuk dalam data manifes penumpang luar negeri. (arif dwicahyono/ zaenal muttaqin/meutia rahmi/aria y)