29 Oktober 2007 | 16 years ago

Pengusaha AS Minta PPnBM Automotif Diturunkan

Okezone.com

813 Views

Pengusaha asal Amerika Serikat (AS) meminta pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) produk automotif segera diturunkan. Jika tidak dilakukan, investor asing berpotensi hengkang ke negara lain yang lebih kompetitif. 

"PPnBM kita dianggap sebagai salah satu faktor biaya yang cukup besar bagi para investor dunia seperti industri automotif, elektronik, dan beberapa industri lainnya. Kebijakan PPnBM inilah yang sering dipermasalahkan sektor industri," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Fahmi Idris seusai menerima delegasi pengusaha AS yang tergabung dalam US - Asean Business Council di Departemen Perindustrian (Depperin), Jumat (26/10/2007).

Menurut Fahmi, penurunan dan penghapusan PPnBM ini sangat penting untuk menjaga iklim investasi di dalam negeri. Jika PPnBM Indonesia masih tinggi, maka para investor asing berpotensi melarikan investasinya ke negara-negara yang menerapkan kebijakan fiskal lebih kompetitif. Negara yang cepat menyesuaikan dengan perjanjian WTO, maka akan menjadi sasaran para investor untuk berinvestasi. "Itulah babak baru perjanjian perdagangan internasional, mereka menghendaki tidak ada lagi kebijakan fiskal, kita tidak bisa lagi menghindar dari tren itu," ujarnya.

Untuk itu lanjut Fahmi, Depperin tengah mengusulkan kepada Departemen Keuangan (Depkeu) agar PPnBM automotif, elektronik, dan sejumlah industri lainnya dikaji lebih jauh. Caranya dengan menurunkan atau menghapus pajak tersebut pada sektor industri pioner. Dengan demikian, sektor riil dapat bergerak melalui pertumbuhan ekonomi. "Depperin sudah menegosiasikan pada Depkeu agar PPnBM ini ditinjau," ujarnya.

Fahmi mengungkapkan, penghapusan dan penurunan PPnBM yang merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal merupakan dampak dari ekonomi global sesuai perjanjian organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization/WTO). Dalam kesepakatan tersebut, disebutkan bahwa setiap negara secara bertahap harus menghapus kebijakan instrumen fiskal. "Sejak WTO diterapkan, fiskal menjadi sasaran tembak semua pihak, WTO kan 0 persen, kesepakatan Asean juga demikian," ujarnya.

Sementara Vice President Governmental Affairs, Asia Pacific & Afrika Ford Motor Company (FMI) Liam Benham mengatakan, tingginya PPnBM di Indonesia untuk sektor automotif masih menjadi kendala bagi FMI. "Industri harus melihat instrumen (PPnBM) sebelum investasi di Indonesia," ujarnya. Jika tidak dilakukan revisi, jelas dia, hal ini akan mengganggu iklim investasi sektor automotif di Indonesia.

Fahmi Idris mengatakan, jika Indonesia tidak bisa menerapkan kebijakan PPnBM, maka perusahaan asal AS itu akan memilih negara lain yang lebih kompetitif. "Mereka mengatakan masalah itu, mereka akan memilih Thailand yang memberikan tawaran kebijakan fiskal yang lebih baik," katanya.

Ford kata dia, berharap agar cakupan PPnBM untuk kendaraan penumpang dinaikkan menjadi di atas 1500 CC. Sementara saat ini Indonesia masih menerapkan PPnBM hanya sampai kapasitas 1500 CC. "Ford sebagian besar memiliki kapasitas di atas 1500 CC, mereka sangat berharap agar cakupan PPnBM kendaraan penumpang dinaikkan, " katanya.

Mengenai PPnBM produk elektronik Dirjen Industri Transportasi dan Telematika, Depperin Budi Dharmadi mengatakan, pihaknya bersama kalangan asosiasi dan Depkeu telah selesai mengkaji besaran PPnBM untuk seluruh produk elektronik seperti lemari es, TV, mesin cuci, AC dan produk lainnya. "Sudah selesai, tinggal finalisasi legal," katanya.

Dalam kesempatan tersebut, 16 perusahaan asal AS melakukan pertemuan dengan Menperin Fahmi Idris. Perusahaan itu adalah Ford Motor Company, General Electric Company, Caterpillar, USABC, Freeport McMoRan Copper & Gold, Inc, APCO Worldwide, Chevron, The Cocal Cola Company, ConocoPhilips, The Hills Companies, Island Power, JHPIEGO, Marathon Oil Company, McDermott International, Oracle Corporation, dan UPS. (whisnu bagus/sindo/mbs)