29 Oktober 2007 | 16 years ago

Dirjen Pajak Akui Ada Kebocoran Fiskal

Kompas

678 Views

Jakarta, Kompas - Dirjen Pajak Darmin Nasution mengakui potensi kebocoran penerimaan fiskal di Bandara Soekarno-Hatta karena sistem pengawasan yang belum sempurna.

Itu dimungkinkan karena banyak instansi yang terlibat di bandara tersebut sehingga potensi penumpang yang tidak membayar fiskal menjadi terbuka.

"Kehilangan Rp 1 triliun ada dalam tiga tahun yang dijumlahkan, yakni dari 2004 ke 2006, namun persentasenya turun tajam. Ada kebocoran di sana-sini, tetapi perbaikan jelas ada," ujar Darmin Nasution di Jakarta, Jumat (26/10).

Menurut dia, sulit untuk menekan tingkat kebocoran itu hingga nol karena tidak semua penumpang jurusan luar negeri harus membayar fiskal.

Ada beberapa golongan penumpang yang mendapatkan fasilitas bebas fiskal, antara lain rombongan kesenian, diplomat, atau haji.

Hal itu menyebabkan pencatatan jumlah penumpang luar negeri berbeda-beda. "Angkasa Pura memungut pajak bandara. Lalu ada penumpang yang sudah bayar pajak bandara, misalnya batal berangkat, maka dia tetap tercatat sebagai penumpang di Angkasa Pura, tetapi tidak tercatat sebagai pembayar fiskal," katanya.

Atas dasar itu, pemerintah mengusulkan perubahan kebijakan penerapan fiskal dalam amandemen Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) kepada DPR. Pemerintah mengusulkan agar fiskal ditiadakan pada 2010.

Itu dilakukan karena sebenarnya wajib pajak dapat mengurangi penerimaan kena pajaknya dengan fiskal yang sudah dibayar. Apalagi, tujuan penerapan fiskal untuk mengurangi semangat berbelanja ke luar negeri sudah kurang relevan saat ini.

Sebelumnya, dalam kunjungan kerja ke Provinsi Banten, Komisi XI DPR menemukan potensi hilangnya penerimaan fiskal Rp 1 triliun. Hal itu juga terjadi karena ada perbedaan jumlah penumpang antara Unit Fiskal Luar Negeri Ditjen Pajak dan Angkasa Pura sekitar 1 juta orang.

Anggota Komisi XI Dradjad Wibowo mengatakan, fiskal bisa dihapuskan karena termasuk PPh, pengawasannya rumit, dan hasilnya kecil. "Kebijakan itu hanya bisa efektif ketika semua orang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan patuh membayar PPh," ujarnya. (OIN)