29 Oktober 2007 | 16 years ago

Dirjen Pajak Akui Adanya Kebocoran Fiskal

Harian Ekomoni Neraca

835 Views

Selisih data jumlah penerimaan fiskal antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan pihak pengelola bandar udara diakui sebagai kebocoran. Hal itu diungkapkan oleh Direktur DJP, Darmin Nasution akhir pekan lalu.

Menurut dia kebocoran penerimaan fiskal dari pembayaran orang pribadi yang bepergian ke luar negeri itu kemungkinan terjadi karena banyaknya pihak yang terlibat. Saat ini yang mengurusi pembayaran itu adalah DUP dan PT Angkasa Pura dalam pengurusan pembayaan fiskal itu.

"(Saya akui) Pasti ada kebocoran di sana-sini, tetapi perbaikannya jelas ada. Sebab, pada 2004 perbedaannya (antara Ditjen Pajak dengan Angkasa Pura) 18 persen, 2005 12 persen, dan 2006 lima persen," kata Darmin usai halal bihalal pejabat di lingkungan Depkeu Jakarta. Namui sambung dia yang terpenting adalah jumlah kebocoran yang terjadi terus menurun.

Meski berharap penurunan kebocoran itu dapat diperbaiki, Darmin menyatakan, menutupi kebocoran sama sekali atau perbedaan nol persen itu sulit dilakukan. "Karena memang tidak semua orang harus membayar fiskal dan sumber pencatatan tidak sama waktunya," kata dia. Dia menjanjikan, pihaknya akan terus melakukan .perbaikan prosedur pengawasan, baik di bandara, maupun di pelabuhan. Lebih lanjut Darmin menegaskan, mengingat fiskal perjalanan ke luar negeri bukanlah merupakan pajak yang terpisah, maka sebenarnya jika ada yang tidak membayar fiskal, hal itu akan dapat diketahui pada akhir tahun takwim. "Fiskal itu bukan berdiri sendiri. Itu adalah PPh yang dibayar di muka, akhirnya yang kita pajaki itu adalah orangnya," katanya.

Dia juga mengatakan, pihaknya telah mengusulkan penghapusan fiskal perjalanan ke luar negeri pada 2010 dalam usulan pembahasan RUU PPh di DPR, mengingat banyaknya pihak yang merasa keberatan dengan pengenaan fiskal tersebut. "Tujuannya memang macam-macam, termasuk untuk mengurangi semangat orang untuk jalan-jalan berbelanja ke luar negeri," jelasnya. Pada 2006, penerimaan negara dari pembayaran fiskal perjalanan ke luar negeri mencapai Rp 1,2 triliun.

Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR Dradjad H. Wibowo mengungkapkan, penerimaan fiskal bandara berpotensi hilang setidaknya sekitar Rp l triliun selama 2004 hingga 2006. Temuan tersebut merupakan hasil kunjungan kerja komisi di parlemen yang membidangi keuangan dan perbankan tersebut di daerah Banten, termasuk Bandara Soekarno Hatta.

Dia mengungkapkan di bandara Soekarno Hatta saja, selama tahun 2004-2006 terdapat diskrepansi jumlah penumpang tujuan luar negeri hingga lebih dari 1 juta orang. "Ini diskrepansi antara data Unit Fiskal Luar Negeri (UFLN) Ditjen Pajak dan PT Angkasa Pura II (Persero)." Ia juga menjelaskan menurut data UFLN, jumlah, penumpang dalam kurun tiga tahun tersebut mencapai 7,75 juta penumpang. Sedangkan versi Angkasa Pura II, jumlahnya 8,75 juta. "Jadi data Ditjen Pajak lebih rendah 1 juta orang," imbuh Dradjad.

Dengan tarif fiskal penumpang pesawat terbang Rp 1 juta per orang, potensi penerimaan fiskal yang hilang mencapai Rp 1 triliun. Potensi hilangnya penerimaan Fiskal tersebut bisa semakin besar, sebab data UFLN sudah memasukkan penumpang yang bebas fiskal. Dia mengakui perbaikan telah muncul dengan terus menurunnya perbedaan data dari tahun ke tahun. Pada 2004, terdapat diskrepansi 18,4 persen, 2005 11,5 persen, dan 2006 turun menjadi 5,7 persen. "Tapi nilai nominalnya tetap saja besar. Untuk 2006 nilai potensi fiskal yang hilang sekitar Rp 150 miliar," kata Dradjad.

Menurutnya, diskrepansi tersebut semestinya tidak ada. Karena penumpang tujuan luar negeri semestinya tidak bisa melewati meja fiskal dan meja imigrasi jika tidak menunjukkan bukti pembayaran fiskal. Dia meminta Ditjen Pajak meningkatkan penertiban penerimaan fiskal.