30 Oktober 2007 | 16 years ago

Target Penerimaan Pajak di Tengah Berbagai Tantangan Ekonomi

Media Indonesia

1155 Views

Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Sumihar Petrus Tambunan optimistis target penerimaan pajak tahun 2007 sebesar Rp393,3 triliun akan tercapai. Target penerimaan tersebut mengalami kenaikan hampir 25% dari realisasi tahun sebelumnya dan merupakan yang tertinggi dibandingkan kenaikan realisasi penerimaan tahun 2001-2006.

Optimisme ini lahir karena pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sedang dan terus berupaya melakukan pembenahan di berbagai sektor untuk mengejar pencapaian ini.

Selain itu perkiraan pertumbuhan perekonomian nasional 2007 yang mencapai 6,3% dengan tingkat inflasi sekitar 6,0% turut menjadi faktor yang menguatkan optimisme itu.

"Direktorat Jenderal Pajak bertekad untuk mengamankan target penerimaan yang telah ditetapkan tersebut secara all out" ungkap Petrus.

Objek pajak itu berasal dari penghasilan untuk Pajak Penghasilan' (PPh), produksi dan konsumsi untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)dan Pajak Penjualan atas Barang-Mewah (PPnBM), perkembangan nilai tanah dan bangunan untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan transaksi tanah dan bangunan untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Naik turunnya PPh dan PPN ini sangat dipengaruhi perkembangan ekonomi dalam negeri. Dengan pertumbuhan alami (tax base) tahun 2007 sekitar 13%, sementara kenaikan target dipatok pada angka 25%, maka ada gap penerimaan sebesar 12%. £730 yang harus dikejar adalah 12% x Rp393,3 triliun = Rp47 triliun melalui extra effort. Dalam periode beberapa tahun sebelumnya, gap (peningkatan kinerja) per tahun hanya sekitar 6 %. Dengan demikian, untuk tahun 2007 Direktorat Jenderal Pajak harus melaksanakan double extra effort.

Seiring dengan berbagai upaya modernisasi yang dilakukan, pemasukan negara dari sektor pajak meningkat 25% dibanding tahun lalu setelah APBNPerubahan. Sementara pertumbuhan rata-rata penerimaan pajak dalam lima tahun terakhir hanya mencapai 18,81 %. Ini menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan penerimaan 7%.

Selain karena semakin gencarnya program intensifikasi dan ekstensifikasi dibarengi dengan modernisasi perpajakan, sosialisasi, sistem jemput bola dengan mendatangi langsung para WP, peningkatan penerimaan tersebut juga tidak lepas dari semakin baiknya kepatuhan wajib pajak. Tantangan terbesar saat ini adalah menumbuhkan kesadaran membayar pajak. Selama ini pelaksanaan kewajiban WP dilakukan dengan prinsip menghitung, melapor dan membayar sendiri kewajiban pajaknya selfassessment.

Kunci pembiayaan negara Lebih lanjut Petrus menjelaskan aliran pajak yang dipungut dari para WP. "Pajak itu bukan seperti jual beli, dibayar dapat barang. Kalau private, apa yang kita beli itu yang kita nikmati. Namun untuk public goods and services tidak demikian halnya. Fasilitas umum begitu tersedia dapat dinikmati siapa saja, tanpa harus membeli, tanpa memperhatikan apakah yang bersangkutan sudah bayar pajak apa belum. Contohnya jalan raya, bayar atau tidak bayar pajak tetap bisa memakai jalan tersebut. Disinilah kesulitan pajak itu, karena tidak dapat dibatasi penggunaan dari public goods andservicesXersebut Orang lebih suka menjadi free rider yaitu menikmati hasil pajak tanpa membayar. Sebenarnya bagi masyarakat pembayar pajak manfaat pajak jauh lebih besar dari apa yang dibayarkannya. Contohnya: pajak yang dibayarkan ojeh wajib pajak tidak sebanding dengan biaya pembangunan jalan jikalau jalan tersebut dibangun sendiri oleh wajib pajak untuk dirinya sendiri.

"Pajak itu kunci dari pembiayaan negara, masa depan kehidupan seluruh elemen bangsa, napas dan darah dari suatu negara. Negara bisa maju apabila pajaknya juga maju. Dengan membayar pajak secara teratur dan benar, dalam diri warga akan tumbuh perasaan memiliki terhadap negaranya. Pada akhirnya hal ini akan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa," ujar Petrus.

Untuk mengamankan target penerimaan tersebut DJP melakukan kegiatan berupa ekstensifikasi, intensifikasi dan pencairan tunggakan. Namun selama ini langkah-langkah yang diambil untuk mengamankan penerimaan pajak adalah melalui program intensifikasi terhadap WP yang menyampaikan SPT. Hal ini tentunya akan stagnan untuk tahun-tahun yang akan datang jika tidak diimbangi dengan program ekstensifikasi WP.

Pada tahun 2006 DJP telah membuat program ekstensifikasi pajak dengan penambahan 10 juta WP, akan tetapi program tersebut tidak berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan penetapan WP dilakukan oleh Kantor Pusat DJP tanpa memperhitungkan masukan dari KPP sebagai unit pelaksana ekstensifikasi.

Untuk tahun 2007 sudah seharusnya program ekstensifikasi WP digiatkan, karena diperkirakan masih banyak warga masyarakat yang seharusnya sudah berpotensi sebagai WP.

Pelaksanaan intensifikasi yang dilakukan oleh aparat pajak jika dibandingkan dengan pelaksanaan self assesment yang dilakukan WP masih relatif rendah karena basis pajak yang diintensifkan masih sangat kecil.

Hal ini dimungkinkan karena pelaksanaan intensifikasi yang dilakukan oleh aparat pajak hanya terhadap WP yang menyampaikan SPT yang jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan potensi yang sebenarnya. Perlu dijelaskan bahwa selama ini pemeriksaan terhadap WP. yang tidak menyampaikan SPT oleh aparat pajak masih relatif sedikit sehingga menimbulkan kecemburuan bagi wajib pajak yang patuhi melaksanakan kewajiban perpajakan.

Selain pelaksanaan ekstensifikasi dan intensifikasi, tentunya pengamanan dan peningkatan penerimaan dapat dilakukan dengan cara mendorong proses pencairan tunggakan. Jumlah tunggakan pajak dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ini artinya upaya penagihan masih harus terus ditingkatkan.

Beberapa waktu belakangan ini di berbagai media massa diberitakan adanya penghapusan piutang negara yang jumlahnya mencapai Rp 51 miliar yang berindikasi terjadi penyimpangan sehingga menimbulkan kerugian negara. Ke depan, hal ini tentu tidak boleh terjadi. (7S-1)