30 Juli 2007 | 16 years ago

Insentif Pajak Tunggu Target Penerimaan

Suara Pembaruan

1325 Views

Pemerintah dipastikan belum akan mengumumkan insentif fiskal, khususnya perpajakan sebelum menyelesaikan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2007. Sebab, penentuan besaran pajak yang akan dikurangi persentase pungutannya baru diketahui setelah ditetapkan target penerimaan yang harus dicapai.

 

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan SP dari sumber-sumber yang dekat dengan Dirjen Pajak Darmin Nasution, Rabu (11/7), di Jakarta, posisinya saat ini sangat sulit karena di satu sisi tuntutan dunia usaha terlalu banyak meminta insentif supaya bisa menarik investasi, namun di sisi lain target-target penerimaan pajak terancam tidak tercapai.

 

Atas dasar pertimbangan itu, pemerintah tidak berani mengumumkan insentif sebelum mengetahui persis target penerimaan yang bisa direalisasikan. Memang ada wacana untuk memberikan pemotongan sejumlah pungutan pajak, tetapi harus dikompensasi dengan menaikkan penerimaan cukai. Kendati demikian, pemerintah juga belum memiliki gambaran dari mana peningkatan penerimaan cukai akan diperoleh.

 

Anggota Komisi XI DPR Maruarar Sirait dari Fraksi PDI Perjuangan saat dikonfirmasi, Rabu (11/7), mengatakan, pemerintah belum menemukan titik temu dan formula yang tepat jika memberikan insentif pajak ketdunia usaha. "Pemerintah belum punya gambaran berapa penurunan penerimaan jika memberikan insentif, dan kompensasi penerimaan lainnya untuk menutup target penerimaan yang telah ditetapkan," tuturnya.

 

Selama ini, menurut dia, pemerintah tidak memiliki perencanaan yang matang karena menetapkan target yang cukup tinggi di awal pembahasan anggaran, kemudian di tengah tahun anggaran berjalan muncul keinginan untuk memberi stimulus.

 

Dia sepakat, pemberian insentif tidak disampaikan terlebih dahulu sebelum pembahasan APBN-P 2007 selesai karena akan menyulitkan pemerintah merealisasikan penerimaan-penerimaan yang sudah ditetapkan.

 

Rizal Djalil yang juga duduk di Komisi XI mengatakan, sebenarnya insentif pajak sudah tertuang dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang telah disetujui.

 

Dia mencontohkan, ketentuan soal pengampuan pajak sudah diatur di dalamnya, yakni dikurangi dari sepuluh, tahun menjadi lima tahun.

 

Penghapusan PPnBM Untuk penghapusan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)! anggota Fraksi Partai Amanat Nasional ituvmenjelas-kan, kebijakan itu masih menunggu penyelesaian peraturan perundang-undangannya. Kendati demikian, secara internal di Departemen Keuangan sudah dievaluasi secara periodik jenis-jenis barang yang tidak lagi dikenakan PPnBM. "Evaluasi ini biasa karena ada barang yang dulunya masih dianggap barang mewah, saat ini sudah tidak masuk kategori mewah, seperti telepon genggam sebelumnya," jelasnya.

 

Secara khusus soal insentif pajak yang diminta Kementerian BUMN dan Bank Indonesia mengenai revaluasi aset BUMN serta insentif pajak jika bank melakukan merger, Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution menyatakan siap duduk bersama dengan pihak-pihak yang berkepentingan.

 

Menurut dia, revaluasi aset menyebabkan terjadinya pengurangan penerimaan karena akan terjadi penyusutan nilai. Padahal, penyusutan itu wajib dibukukan sebagai biaya di laporan rugi laba. Akibatnya, laba perusahaan pun ikut'turun. "Kalau laba turun maka pajaknya juga turun," ucapnya.

 

Dalam situasi normal, tarif pajak revaluasi aset sama dengan tarif PPh yakni 30 persen. Ketika krisis, pemerintah sudah memberi kelonggaran dengan memangkasnya jadi sepuluh persen. "Tolong jangan banyak mengeluh karena akan mengurangi penerimaan pajak," kata Darmin. [B-15]