30 Juli 2007 | 16 years ago

Insentif PPh Tak Menarik

Harian Seputar Indonesia

1323 Views

Kalangan pengusaha menilai fasilitas insentif pajak penghasilan (PPh) yang termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 1/ 2007 tidak menarik.

 

Insentif yang diberikan pemerintah tersebut dianggap tidak komprehensif dan kurang sejalan dengan Undang-Undang Penanaman Modal (UU PM).

 

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia MS Hidayat mengatakan, persoalan tersebut akan disampaikan kepada pemerintah pada pekan depan berbarengan dengan evaluasi atas daftar negatif investasi (DNI). "Buktinya, PP-nya nggak direspons," kata dia di Jakarta, akhir pekan lalu.

 

Pemberian insentif seharusnya dapat dilakukan pada industri pionir di wilayah terpencil serta yang menggunakan tenaga kerja secara massif (labor intensive). Selain itu, sektor usaha kecil dan menengah (UKM) semestinya juga memperoleh insentif. "Masalah yang belum jelasadalah insentif yang belum kelihatan," kata Hidayat.

 

Bahkan, tambah dia, jika mengacu pada UU PM, pemberian insentif dikaitkan dalam beberapa sektor serta wilayah yang dituju para investor. Kalangan pengusaha saat ini cenderung menunggu perbaikan aturan tersebut menjadi lebih komprehensif lagi.

 

"Kalau perlu, dalam satu paket dalam bentuk PP tentang tata cara pelaksanaan penanaman modal yang baru, supaya tidak saling tumpang tindih," ujar Hidayat.

 

Dia menambahkan, saat ini pihaknya tengah melakukan pembicaraan dengan asosiasi serta Kadin dari berbagai negara. "Nanti kami akan mengusulkan sampai pada insentif. Bahkan saya menuntut diberikan tax holiday karena di Malaysia sudah mengeluarkan aturan tax holiday" kata dia.

 

Di tempat terpisah, ekonom Dradjad H Wibowo menilai wajar pandangan kalangan pengusaha tersebut.Tidakmenariknya insentif yang ditawarkan pemerintah terutama akibat implementasinya yang lemah. Di samping itu, pengusaha juga mesti menghadapi persoalan-persoalan pelik lain yang membelit kegiatan usaha selama ini.

 

Misalnya, kata dia, persoalan perizinan yang masih kental nuansa birokrasi. Kemudian, persoalan tanah dan tenaga kerja juga tidak mendapat sentuhan dari pemerintah untuk dibenahi. Dengan begitu, insentif yang diberikan pemerintah menjadi tidak ada artinya karena pengusaha tetap harus me ngeluarkan biaya tambahan.

 

"PP No 1 tersebut dalam bahasa umumnya too little too late (terlalu kecil dan terlambat). Insentif pajak di situ terlalu kecil dibanding yang diinginkan pelaku usaha. Selain itu keuntungan dari insentif tersebut habis oleh masalah lain, seperti birokrasi, tanah, dan tenaga kerja," kata Dradjad saat dihubungi kemarin.

 

Dengan demikian, saat ini ada kecenderungan para pelaku usaha sudah kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah. "Dalam pandangan mereka, pemerintah lebih banyak berwacana daripada kerja efektif," ujar dia. (aria yudhistira)