30 Juli 2007 | 16 years ago

Perlakuan Pajak Sektor Keuangan Akan Dievaluasi

Koran Tempo

1339 Views

"Sasarannya menciptakan iklim kondusif di sektor keuangan," kata Sahala Lumban Gaol.

 

Pemerintah akan membentuk tim untuk menginventarisasi dan mengevaluasi penerapan pajak di sektor keuangan. Rencana itu tertuang dalam Keputusan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor KEP-28/M.Ekon/06/2007 tertanggal 28 Juni.

 

Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Ekonomi Makro Sahala Lumban Gaol mengatakan tim ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 6-Tahun 2006 tentang Kebijakan Percepatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. "Sasarannya untuk menciptakan iklim kondusif di sektor keuangan," kata Sahala.

 

Anggota tim adalah wakil dari Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, serta Bank Indonesia. Tugas tim ini antara lain meninjau ketentuan perpajakan dan perlakuan perpajakan di sektor keuangan. "Tim akan mengevaluasi mana saja perlakuan perpajakan yang paling sesuai dengan kondisi saat ini," kata dia.

 

Perlakuan pajak di sektor keuangan, misalnya, kata Sahala, salah satu contohnya adalah keinginan lembaga pembiayaan mendapatkan perlakuan yang sama di bidang pajak. Begitu pula permintaan insentif untuk perusahaan terbuka. Tim ini nanti akan merekomendasikan'perlakuan perpajakan kepada pihak yang berwenang.

 

Dia menjelaskan pemerintah menilai pengembangan sektor ke'. uangan masih terganjal masalah perpajakan. Untuk itu, pemerintah sedang merumuskan ketentuan baru. Selain itu, Kementerian Koordinator Perekonomian akan mengkaji kebijakan yang pernah ditelurkan pemerintah.

 

Seperti Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Insentif Pajak Penghasilan di Sektor dan Kawasan Tertentu. Ternyata insentif ini tidak begitu menarik bagi investor. "Kami sedang mencari tahu , apa penyebabnya," kata Sahala.

 

Pemerintah juga akan mengevaluasi insentif merger perbankan,, yang akan dirumuskan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Bank Indonesia. Tentang insentif pajak ini, kalangan bank perkreditan rakyat meminta penghapusan pajak piden. Ketua Hubungan Masyarakat Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia Tjuk Suprianto mengatakan pajak piden sangat memberatkan BPR. Pasalnya, investor BPR terbebani pajak hingga tiga kali. "Kami terbebani triple tcurt sangat berat," kata dia.

 

Tiga kali pengenaan pajak itu adalah pajak atas laba usaha, pajak atas piden, dan pajak penghasilan pasal 21. "Kalau dihitung, pajaknya bisa 60 persen dari laba bank kami," kata Tjuk mengeluh.

 

Jika pajak piden dihapuskan, hal itu akan memberikan insentif yang lebih besar bagi pengembangan sektor usaha keeil dan menengah.Ini adalah segmen utama yang digarap BPR. "Uang dari penghapusan pajak piden ^ itu kan bisa diinvestasikan lagi. Sehingga orang lebih bergairah1 berinvestasi," kata dia. .

 

Menurut dia, pajak yang dikenakan secara progresif hingga 30 persen juga memberatkan. Penghapusan pajak piden dan penghapusan sistem pajak progresif itu, kata dia, akan turut menggairahkan sektor ' riil, terutama usaha kecil dan menengah. ANTON AffiWOTO! AGUS SUPRIYANTO