06 Agustus 2007 | 16 years ago

Depdag: CPO Bebas PPn pada 2008

Investor Daily Indonesia

1136 Views

Departemen Perdagangan (Depdag) menargetkan pada 2008, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk sawit lainnya dibebaskan dari pajak pertambahan nilai (PPn) sebesar 10%.

“Kami segera mengajukan kepada Departemen Keuangan untuk merevisi dan menambahkan komoditas CPO agar dimasukkan kedalam PP No.1 2007 tentang impor dan/atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari PPn sehingga pada 2008 PPn CPO sudah nol,” kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Depdag Diah Maulida di Jakarta, Kamis (26/7).

Menurut Diah, PPn sebesar 10% bagi CPO masih menghambat peningkatan nilai tambah CPO di dalam negeri. “Sampai saat ini masih ada dua pendapat yang berbeda terkait pembebasan PPn CPO, jadi pembahasannya memang belum gol. Namun tentunya Depdag berusaha untuk menghapusnya,” kata Diah.

Selain berupaya untuk menghapus PPn CPO, pada 2008, Depdag juga akan merekomendasikan pemberian insentif pajak penghasilan (PPh) bagi industri hilir CPO.

Sebelumnya Kepala Penelitian dan Pengembangan (Kalitbang) Depdag Erwidodo menjelaskan, alasan mengapa CPO tidak dimasukkan ke dalam komoditas yang bebas PPN.

”Dalam pembahasannya, CPO dikeluarkan dari daftar yang bebas PPn dengan pertimbangan diantaranya produsen CPO tidak dapat melakukan reklaim pajak input atas impor CPO,” katanya.

Namun, kata dia, PP tersebut akan selalu dievalusi dan pada saatnya nanti CPO dan produk dari kelapa sawit akan dibebaskan PPn. ”Kalau orang mulai menyadari bahwa Indonesia harus mengekspor produk CPO tidak dalam bentuk olahan primer, mau tidak mau Indonesia akan memberikan pembebasan PPn untuk CPO,” kata dia.

Terkait program kerja Depdag untuk CPO dan produk sawit lainnya, Depdag menargetkan sampai akhir 2007 ekspor CPO dapat meningkat sekitar 20,4% dengan nilai sekitar US$ 5,8 miliar.

Untuk mencapai target tersebut, selain menghilangkan hambatan dalam negeri, Depdag juga melakukan diplomasi dan kerja sama bilateral seperti dengan Malaysia untuk melawan kampanye negatif penggunaan CPO di Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS).

“Produk CPO juga mendapat hambatan tarif yang tinggi di negara lain, misalnya di UE sebesar 16,2%, India sebesar 102%, Saudi Arabia 69,43%, Pakistan sebesar 18,92%, dan Afrika Selatan sebesar 23,41%. Hambatan tarif ini akan diselesaikan dengan diplomasi perdagangan bilateral,” katanya. (c95)