Media Indonesia
Bank Indonesia (BI) meminta Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak segera mencabut surat edaran Dirjen Pajak mengenai pengenaan pajak berganda (double taxation) dalam transaksi perbankan syariah di Tanah Air. Pencabutan diharapkan dapat mempercepat perkembangan industri syariah di Indonesia yang kini jauh tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia.
Deputi Gubernur BI Siti Chalimah Fadjrijah mengemukakan hal tersebut dalam seminar bertajuk A Synergy of Islamic Financing in The Nusantara: Prospects and Challenges di Jakarta, kemarin.
Ia menjelaskan penetapan pajak pertambahan nilai (PPN) berganda dalam akad murabahah di Indonesia merupakan salah satu hal signifikan yang menghambat perkembangan industri keuangan syariah selama beberapa tahun belakangan. Pajak berganda itu diatur dalam satu SE Dirjen Pajak karena adanya penafsiran murabahah tak ubahnya transaksi jual beli konvensional. "Padahal dalam murabahah, transfer title-nya itu tidak dua kali, tapi satu kali saja pada end user, " ujar Fadjrijah.
Ketetapan Dirjen Pajak itu mendapat tentangan dari industri perbankan syariah yang sepakat untuk tidak membayar pajak berganda tersebut hingga kini. Di sisi lain, Direktorat Pajak masih terus menagihkan pajak tersebut kepada perbankan syariah.
Menurut Siti, BI sudah beberapa kali berdiskusi dengan Ditjen Pajak untuk mencapai pemahaman yang sama mengenai konsep transaksi murabahah. Hasilnya, pajak berganda tersebut dihapuskan dalam undang-undang pajak yang baru.
Meski demikian, SE Dirjen Pajak yang mengenakan pajak berganda pada transaksi perbankan syariah, masih berlaku saat ini. Oleh sebab itu, BI meminta Dirjen Pajak mencabut SE tersebut.(Sha/E-4)
Barang Yang Dibatasi Untuk Diimpor Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024...
Nilai Kurs Sebagai Dasar Pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa...
Nilai Kurs Sebagai Dasar Pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa...
1.