08 Agustus 2007 | 16 years ago

Waspadai Gejolak Harga - DMO untuk CPO Harus Segera Diimplementasikan

Kompas

1281 Views

Jakarta, Kompas - Pengusaha kelapa sawit dari hulu sampai hilir meminta pemerintah mewaspadai terulangnya kembali gejolak harga minyak goreng akibat kenaikan harga minyak sawit mentah atau CPO. Kebijakan konkret untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan CPO domestik harus segera dikeluarkan.

"Panen puncak kelapa sawit yang diperkirakan terjadi di kuartal keempat tahun ini tampaknya produksi tidak bisa optimal karena kemarau basah. Pemerintah harus cepat mengantisipasi hal ini sebelum pasar domestik bergejolak akibat ketimpangan pasokan dan permintaan," kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Akmaluddin Hasibuan di Bogor, Rabu (8/8).

Dia mengusulkan agar kewajiban memasok pasar domestik (domestic market obligation/ DMO) segera diimplementasikan. Sementara itu, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengusulkan, agar pemerintah membebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) untuk CPO dan olein supaya harga domestik menjadi murah.

Ketentuan DMO membuat produsen CPO menjaga keseimbangan pasokan domestik dan ekspor. Sementara pembebasan PPN diharapkan bisa mendiskon harga minyak goreng curah sedikitnya Rp 500 per kilogram.

Bergerak naik

Saat ini, harga CPO di Bursa Komoditas Malaysia tercatat 2.520 ringgit (729 dollar AS) per ton. Harga minyak goreng (olein) sudah 787,5 dollar AS dari 775 dollar AS per ton hari Senin lalu. Di Rotterdam, CPO dijual 850 dollar AS per ton.

Lelang oleh Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) di Jakarta, Rabu, CPO lokal ditawarkan pada kisaran Rp 7.357 per kilogram (kg) sampai 7.557 per kg.

Tren kenaikan yang mencolok terlihat pada CPO untuk ekspor. Lelang pada hari Selasa mencatat harga 755 dollar AS per ton franko Pelabuhan Belawan.

Sementara harga minyak goreng curah di pasar-pasar tradisional Jakarta dan sejumlah daerah saat ini kembali bergerak naik hingga menembus kisaran Rp 8.500-Rp 9.000 per kg. Padahal, harga minyak goreng curah sudah pernah turun hingga menyentuh Rp 8.200 per kg selama sebulan terakhir.

Sahat mengakui, harga minyak goreng yang sempat tenang belakangan ini kembali naik dalam dua hari terakhir. Sahat menengarai, ada tindakan spekulatif dari pedagang perantara (trader) di pasar komoditas untuk mengatrol harga CPO dan olein.

"Dalam dua hari terakhir, harga olein masih tinggi karena mengikuti harga CPO. Pemerintah harus menyiapkan langkah antisipatif agar aksi spekulatif tidak terus terjadi," kata Sahat.

Kebijakan fiskal

Sampai saat ini, pemerintah masih mengandalkan kebijakan fiskal untuk mengendalikan gejolak pasar domestik. Selain menetapkan tarif pungutan ekspor (PE) sebesar 6,5 persen sampai 10 persen terhadap CPO dan produk turunannya, pemerintah juga telah menaikkan harga patokan ekspor (HPE).

Sejak Senin lalu, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menetapkan, HPE CPO sebesar 728 dollar AS per ton dan olein sebesar 845 dollar AS per ton. Keputusan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32/M-DAG/PER/ 8/2007 berlaku sejak 10 Agustus sampai 9 September 2007.

Kebijakan ini menjadikan nilai PE CPO menjadi 47,1 dollar AS per ton dari sebelumnya 40-42 dollar AS per ton.

Setidaknya, pemerintah harus mengantisipasi lonjakan permintaan domestik pada bulan puasa, Lebaran, Natal, dan Tahun Baru yang akan tiba sebentar lagi. Tanpa persiapan matang, gejolak harga seperti periode Mei-Juli lalu pasti akan terulang.

"Jangan sampai kebijakan muncul setelah persoalan dipolitisasi. Pemerintah harus bersiap dari sekarang karena sebentar lagi tingkat permintaan domestik meningkat sampai akhir tahun," kata Akmaluddin. (ham)