Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-113028.99
Pokok Sengketa:
bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam perkara gugatan ini adalah penerbitan Keputusan TergugatNomor: KEP-01291/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 25 April 2017 yang tidak disetujui oleh Penggugat;

Menurut Tergugat:
bahwa Penggugat mengajukan permohonan permintaan nomor seri faktur pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam melalui surat nomor 001/SI/TAX/I-2014 tertanggal 2 Januari 2014;

bahwa Penggugat memperoleh nomor seri faktur pajak nomor 000-14.48517994 s.d. 000.14.48520564 pada tanggal 2 Januari 2014 berdasarkan surat Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam nomor S-2/NSFP/WPJ.07/KP.0903/2014 tanggal 2 Januari 2014 tentang Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak;

bahwa Berdasarkan fakta diatas diketahui bahwa nomor seri faktur pajak diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak PMA Enam pada hari yang sama dengan penyampaian permohonan permintaan nomor seri faktur pajak oleh Penggugat;

bahwa Penggugat menggunakan faktur pajak dengan nomor 000-14.48517994 s.d. 000.14.48520564 untuk tanggal 1 Januari 2014 atas transaksi yang dilakukan dengan lawan transaksinya;

bahwa Penggugat menggunakan Nomor Faktur yang tercantum dalam Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak nomor S-2/NSFP/WPJ.07/KP.0903/2014 tanggal 2 Januari 2014 mendahului tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tersebut. pada SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2014, yang dilaporkan oleh Penggugat pada tanggal 28 Februari 2014 dengan LPAD nomor S-01005824/PPN1111/WPJ.07/KP.0903/2014;

bahwa Berdasarkan data dan fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa :
1) Penggugat mengajukan permohonan permintaan nomor seri faktur pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam melalui surat nomor 001/SI/TAX/I-2014 tertanggal 2 Januari 2014 dan kepada Penggugat telah diberikan Nomor Seri Faktur Pajak nomor 000-14.48517994 s.d. 000.14.48520564 pada tanggal 2 Januari 2014berdasarkan surat Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam nomor S-2/NSFP/WPJ.07/KP.0903/2014 tanggal 2 Januari 2014tentang Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak.
2) Nomor seri faktur pajak diberikan Kantor Pelayanan Pajak pada hari yang sama dengan penyampaian permohonan permintaan nomor seri faktur pajak oleh Penggugat, sehingga hal ini telah sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-20/PJ/2014 tentang Tata Cara Permohonan Kode Aktivasi dan Password, Permintaan Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak dan Sertifikat Elektronik, Serta Permintaan, Pengembalian, dan Pengawasan Nomor Seri Faktur Pajak yang mengatur bahwa Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak diterbitkan pada hari kerja yang sama setelah berkas permintaan diterima secara lengkap.
3) Penggugat menggunakan nomor seri faktur pajak 000-14.48517994 s.d. 000.14.48520564 untuk tanggal 1 Januari 2014 (sebelum tanggal surat permohonan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak dan sebelum surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak diberikan kepada Penggugat ). Seharusnya Nomor Seri faktur pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak tersebut digunakan untuk tanggal 2 Januari 2014 atau tanggal sesudahnya sebagaimana diatur dalam Huruf E Angka 2 dan 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak.
4) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 huruf E angka 3 menegaskan bahwa sesuai dengan Pasal 1 angka 8 dan angka 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 dan perubahannya, Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya, sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
5) PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 (4) Undang-Undang KUP.

bahwa berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 diatur bahwa Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang dapat dikurangkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak meliputi Surat Tagihan Pajak dengan jumlah sanksi administrasi yang tidak benar. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa jumlah sanksi administrasi yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak PPN Barang dan Jasa Nomor 00518/107/14/059/15 tanggal 5 Oktober 2015 telah dihitung dengan benar;
bahwa berdasarkan Pasal 17 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 diatur diatur bahwa Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang dapat dibatalkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak meliputi Surat Tagihan Pajak yang seharusnya tidak diterbitkan. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa Surat Tagihan Pajak PPN Barang dan Jasa Nomor 00518/107/14/059/15 tanggal 5 Oktober 2015 memang seharusnya diterbitkan karena Penggugat telah menerbitkan Faktur Pajak mendahului tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;

bahwa berdasarkan data dan fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa Penggugat telah menerbitkan Faktur Pajak mendahului tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak, sehingga berdasarkan huruf E angka 3 SE-26/PJ./2015, atas Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Wajib Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap. Berkenaan dengan Faktur Pajak tidak lengkap, berdasarkan huruf E angka 4 SE-26/PJ.12015 ditegaskan bahwa PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP;
bahwa KPP PMA Enam telah menerbitkan sanksi administrasi berupa Denda Pasal 14 (4) KUP, sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak PPN Barang dan Jasa Nomor 00518/107/14/059/15 tanggal 5 Oktober 2015 Masa Pajak Januari 2014 sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

bahwa dalam persidangan Tergugat menyerahkan Pendapat Akhir Nomor: S-295/PJ.07/2018 tanggal 19 Januari 2018, pada pokoknya mengemukan hal-hal sebagai berikut:

I. POKOK SENGKETA

1. Pokok sengketa adalah gugatan atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor dan tanggal sebagaimana tercantum dalam lampiran I tentang Pengurangan/Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf C karena Permohonan Wajib Pajak, yaitu Surat Tagihan Pajak PPN Barang dan Jasa Nomor dan tanggal sebagaimana tercantum dalam lampiran I.
2. Dasar penerbitan STP tersebut berkenaan dengan pengenaan sanksi administrasi berupa Denda Pasal 14 (4) KUP karena Penggugat terbukti dalam penelitian telah menerbitkan faktur pajak tidak Iengkap pada masa pajak sebagaimana tercantum dalam lampiran I.
3. Faktur pajak yang diterbitkan oleh Penggugat sebagaimana tersebut pada angka 2 dinyatakan tidak lengkap oleh Tergugat karena faktur pajak tersebut telah mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tanggal 20 Juni 2014.
II. PENDAPAT PEMOHON GUGATAN

Bahwa pendapat Pemohon Gugatan adalah sebagaimana tersebut pada halaman 3 dan 4 Surat Tanggapan nomor S-150.TG, S-151.TG, S-154.TG, S-155.TG, S156.TG/WPJ.07/2017 tanggal 19 Juni 2017; nomor S-167.TG dan S-168.TG/WPJ.07/2017 tanggal 21 Juni 2017;
III. PENDAPAT TERGUGAT

A. Dasar Hukum
1. UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), mengatur:

Pasal 14 ayat (1)
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila :

d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat.
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud pasal 13 ayat (5) Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai dan perubahannya,...;
f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesual dengan masa penerbitan faktur pajak;

Pasal 14 ayat (4)
Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua person) dari Dasar Pengenaan Pajak.
Pasal 36 ayat (1) huruf c
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau etas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar.
2. UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN).

Pasal 13
1. Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:
a. penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau huruf f dan/atau Pasal 16D;
b. penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c;
c. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g; dan/atau
d. ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h.

1a. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada :
a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
d. saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

2. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.

2a. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan.

5. Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

8. Ketentuan Iebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

9. Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material.

Pasal 13 ayat (5)
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a. Name, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Penielasan Pasal 13 ayat (5)
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, danbenar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun, keterangan mengenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah hanya dilsi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah.Faktur Pajak yang tidak dlisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f.

Pasal 13 ayat (8)
Ketentuan lebih Ketentuan lebih lanjut mengenai tate cara pembuatan Faktur Pajak dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Penielasan Pasal 13 ayat (9)
Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.....

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak

Pasal 9
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :

a. Name, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Pasal 10
(1) Faktur Pajak wajib diisi secara lengkap jelas dan benar
(2) Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak tidak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan umum dan tata cara perpajakan

Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai :
a. bentuk dan ukuran Faktur Pajak
b. prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan Faktur Pajak
c. tata cara pembuatan dan pengisian keterangan Faktur Pajak
d. tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak
e. tata cara pembatalan Faktur Pajak; dan
f. tata cara pengajuan permintaan dan pemberian data Faktur Pajak berbentuk elektronik yang rusak atau hilang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 21
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku :
a. Peraturan Menteri Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
b. Peraturan Pelaksanaan dari Peraturan Menteri Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dan/atau belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini.

4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ12012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER17/PJ12014, (PER-2412012 dan perubahannya) mengatur :

Pasal 1 angka 8
Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertenfu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;

Pasal 1 angka 9
Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasai 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nflai dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesunqquhnya dan/atau menqisi keterangan vanq tidak sesuai dengan tatacara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 2 ayat (1)
Faktur Pajak harus dibuat pada :
Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak.

Pasal 5
Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan /atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mencantumkan :
a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kane Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, den potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Pasal 6 ayat (1)
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Wajib diisi secara lengkap, jelas dan benar serta ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatangani.

Pasal 6 ayat (2)
Fakfur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini merupakan Fakfur Pajak Tidak Lengkap.

Pasal 12
Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbifkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.

Pasal 7 ayat (1)
PKP hares membuaf Fakfur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Fakfur Pajak sebagaimana ditefapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 9 ayat (1}
PKP menyampaikan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran 11/D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan.

Pasal 10 ayat (1)
PKP yang membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak ganda atau Nomor seri Faktur Pajak yang sama lebih dari 1 (satu) dalam tahun pajak yang sama, maka seluruh Faktur Pajak dengan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap.

Pasal 12
Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.

Pasal 16 ayat (1)
PKP yang menerbitkan faktur pajak setelah melewati Batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikenai sanksi administrasi sesuai pasal 14 (4) Undang Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.

Pasal 17 Ayat (1)
PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ12013 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak

Pasal 19 Ayat (1) huruf a
Pengusaha Kena Pajak yang telah memperoleh surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak wajib menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER24/PJ/2012;

Pasal 19 Ayat (2)
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b kemudian memperoleh surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak, maka Pengusaha Kena Pajak tersebut wajib menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sejak tanggal surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak.

Pasal 19 Ayat (3)
Terhitung mulai tanggal 1 Juni 2013 seluruh Pengusaha Kena Pajak wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan DirekturJenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012.
6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 52/PJ./2012 tanggal 22 Nopember 2012 tentang Tata Cara Permohonan Kode Aktivasi dan Password Serta Permintaan, Pengembalian dan Pengawasan Nomor Seri Faktur Pajak

Lampiran II butir I
1. PKP mengajukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak ke KPP tempat PKP dikukuhkan
2. Dalam hal PKP telah memenuhi persyaratan, PKP akan menerima Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak

Lampiran II Butir II
Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak diterbitkan pada hari yang sama sejak permintaan diterima secara lengkap
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ.12015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak, mengatur:

Huruf E angka 1
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
Huruf E angka 3
Sesuai dengan Pasal 1 angka 8 dan angka 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 dan perubahannya, Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya, sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;

Huruf E angka 4
PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,Sedangkan bagi PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
B. Tanggapan Tergugat terkait dengan pengenaan sanksi adminitrasi berupa denda Pasal 14 (4) KUP

1. Kronologis Penerbitan STP Pasal 14 ayat (4) KUP
Berdasarkan penelitian terhadap data/dokumen yang tersedia pada saat proses penyelesaian permohonan pengurangan/pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar, diketahui bahwa :
a. Penggugat mengajukan permohonan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) kepada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam melalui surat masing-masing sebagai berikut :

Tahun 2014
Januari 2014 dengan surat nomor S-001/SI/TAX/1-2014 tanggal 2 Januari 2014;
April 2014 dengan surat nomor S-013/S1/TAX/IV-2014 tanggal 14 April 2014;
Juli 2014 dengan surat nomor S-001/SITTAX/I-2014 tanggal 2 Januari 2014;
Agustus 2014 dengan surat nomor S-026/SI/TAXNIII-2014 tanggal 2 Januari 2014;

Tahun 2013
Juli 2013 dengan surat nomor S-019/SI/TAXN11-2013 tanggal 26 Juli 2013;
Oktober 2013dengan surat nomor S-023/SITTAVX1-2013 tanggal 6 Nopember2013; Nopember 2013 dengan surat nomor S-023/SITTAX/XI-2013 tanggal 6 Nopember 2013;
b. Penggugat memperoleh NSFP dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam melalui surat tentang Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak masing-masing dengan nomor dan tanggal sebagai berikut:

Tahun 2014 Januari 2014, S-2/NSFP/WPJ.07/KP.0903/2014 tanggal 2 Januari 2014 untuk nomor seri 000-14.48517994 s.d 000-14.48520564;
April 2014, S-145/NSFPNVPJ.07/KP.090312014 tanggal 14 April 2014
untuk nomor seri 001-14.66399956 s.d 001-14.66402406;
Juli 2014 S-170/PPN.NSFPNVPJ.07/KP.0903/2014 tanggal 7 Agustus 2014 untuk nomor seri 002-14.80823462 s.d 002-14.80826172;
Agustus 2014 S-170/PPN.NSFPNVPJ.07/KP.0903/2014 tanggal 7 Agustus 2014 untuk nomor seri 002-14.80823462 s.d 002-14.80826172;

Tahun 2013
Juli 2013 S-1546/NSFPNVPJ.07/KP.0903/2013 tanggal 26 Juli 2013 untuk nomor seri 901.13.88203309 s.d 901.13.88205586;
Oktober 2013 S-1960/NSFP1WPJ.07/KP.0903/2013 tanggal 6 Nopember 2013 untuk nomor seri 902.13.78444403 s.d 902.13.78446770;
Nopember 2013 5-1960/NSFPNVPJ.07/KP.0903/2013 tanggal 6 Nopember 2013 untuk nomor seri 902.13.78444403 s.d 902.13.78446770;
c. Penggugat kemudian menggunakan sebagian NSFP yang diberikan dalam surat sebagaimana tersebut pada butir b diatas pada faktur pajak yang diterbitkan untuk transaksi yang dilakukan dengan lawan transaksinya dengan tanggal sebagaimana berikut :

Tahun 2014
- Januari 2014, nomor seri 000-14.48517994 s.d 000-14.48520564 tanggal 1 Januari 2014;
- April 2014, nomor seri 010.001-14.66399962 s.d 001-14.66400618 tanggal 1 April 2014 s.d 11 April 2014;
- Juli 2014 nomor seri 010.002-14.80823462 s.d 010.002-14.80823726 tanggal 3 Juli 2014 s.d 28 Juli 2014;
- Agustus 2014 nomor seri 010.002-14.80823506 s.d 010.002-14.80824085 tanggal 1 Agustus 2014 s.d 6 Agustus 2014;

Tahun 2013
- Juli 2013, nomor seri 901.13.88203309 s.d 901.13.88205586 Tanggal 1 Juli 2013 s.d 25 Juli 2013;
- Oktober 2013 nomor seri 902.13.78444403 s.d 902.13.78446770;
- Tanggal 4 Oktober 2013 s.d 31 Oktober 2013;
- Nopember 2013 nomor seri 902.13.78444403 s.d 902.13.78446770; Tanggal 1 Nopember 2013 s.d 5 Nopember 2013.
d. Pada tanggal penerbitan Faktur Pajak sebagaimana tersebut pada butir c, Penggugat belum menerimaSurat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Penggugat terdaftar.
e. Penggugat baru mengajukan permohonan Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak dengan surat sebagaimana tersebut pada butir a. Dalam hal ini Tergugat berpendapat terdapat unsur ketalaian dari Penggugat karena terlambat mengajukan permintaan nomor seri faktur pajak.
f. Tergugat berpendapat bahwa dalam tata kelola administrasi yang balk, seharusnya Penggugat dapat mengantisipasi kebutuhan nomor seri faktur pajak, dan dapat mengajukan permohonan permintaan nomor seri faktur pajak sebelum jatah nomor seri faktur pajak tersebut habis digunakan. Namun faktanya, Penggugat telah !alai memenuhi prosedur pengajuan permintaan nomor seri faktur pajak.
g. Berdasarkan ketentuan dan prosedur yang berlaku, penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak seharusnya dilakukan pada tanggal atau setelah tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Penggugat terdaftar, dan Nomor Faktur Pajak ini secara sistem baru muncul pada tanggal terbitnya surat tersebut.
h. Mengacu pada fakta-fakta tersebut di atas, maka Penggugat terbukti telah mencantumkan nomor seri faktur pajak mendahului tanggal pemberiannya oleh KPP Penanaman Modal Asing Enam, atau dengan kata lain Penggugat telah nyata-nyata mencantumkan nomor seri faktur pajak yang belum menjadi haknya untuk digunakan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan mencantumkan nomor seri faktur pajak yang mendahului tanggal pemberiannya oleh KPP, Penggugat telah mencantumkan keterangan yang tidak benar atau tidak sesuai keadaan yang sesungguhnya sehingga bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN beserta penjelasannya. Dalam konteks ini bagian yang diisi secara tidak benar adalah Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) yang belum berhak digunakan oleh Penggugat sehingga bagian NSFP tersebut dinyatakan belum terisi nomor yang benar atau dinyatakan sebagai tidak dilengkapi NSFP dan ketiadaan NSFP tersebut menjadikan Faktur Pajak terkait termasuk kelompok Faktur Pajak yang tidak Iengkap.
i. Sesuai ketentuan dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e UU KUP, maka Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi Faktur Pajak secara Iengkap sebagaimana dimaksud pasal 13 ayat (5) Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai dan perubahannya,...;
j. Sebagai konsekuensi atas tindakan Pengusaha Kena Pajak tersebut di atas dalam Pasal 14 ayat (4) UU KUP telah diatur bahwa terhadap Pengusaha Kena Pajak tersebut pada Pasal 14 ayat (1) huruf e selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
k. Selanjutnya, untuk menegaskan mengenai perlakuan atas penerbitan Faktur Pajak Tidak Lengkap, Tergugat telah menerbitkan PER-24/2012 dan perubahannyayang dalam Pasai 12 dan Pasal 17 ayat (1) menyatakan bahwa dalam hal PKP melakukan penpisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuaidengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap, dan dengan demikian PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
l. Perlu ditegaskan bahwa PER-24/2012 diterbitkan dengan mengingat ketentuan dalam Pasai 13 ayat (5) UU PPN beserta penjelasannya sehingga definisi Faktur Pajak Tidak Lengkap dalam PER-24/2012 juga merujuk pada apa yang diatur dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN beserta penjelasannya.
m. Mengacu pada fakta yang ditemukan dalam penelitian dan dengan mendasarkan pada ketentuan perpajakan sebagaimana diuraikan di atas, maka Tergugat kemudian menerbitkan STP PPN Barang dan Jasa
2. Kronologis Perubahan Tata Cara Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak Dalam Proses Bisnis Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

a. Sampai dengan saat ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah beberapa kali mengadakan pembenahan penggunaan faktur pajak termasuk perubahan tata cara pemberian Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP).
b. Adapun latar belakang perubahan tersebut adalah :
1) Adanya penyalahgunaan Faktur Pajak oleh PKP dalam bentuk antara lain sebagai berikut:
- Non PKP Menerbitkan FP
- FP Tidak/Terlambat Terbit
- Faktur Pajak Fiktif
- Faktur Pajak Ganda

Penyalahgunaan faktur pajak ini mengakibatkan kepatuhan PKP menurun dan penerimaan PPN kurang optimal.
2) Beban administrasi faktur pajakyang tinggi yang antara lain tergambar dari kondisi faktual yang dihadapi Tergugat yaitu dengan jumlah PKP aktif sekitar lima ratus ribu, faktur pajak yang digunakan per tahun mencapai dua ratus juta dan dilaporkan dalam kurang Iebih dua juta SPT Masa per tahunnya yang pelaporannya sebagian besar masih dilakukan secara manual. Berdasarkan fakta tersebut dapat tergambar jumlah biaya kepatuhan dan beban pengawasan yang harus ditanggung oleh Tergugat cukup tinggi.
c. Kronologis perubahan tata cara pemberian Nomor Seri Faktur Pajak Dalam Proses Bisnis Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah sebagai berikut:
1) Pada 1 Januari 2001 berlaku ketentuan yang diatur dalam KEP549/PJ/2000, yaitu bahwa setiap Faktur Pajak Standar harus menggunakan Kode Faktur Pajak yang diberikan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak kepada Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
2) Berdasarkan PER-159/PJ/2006 tentang Saat pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian Dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar diatur bahwa Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak Standar dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktu

Pajak sebagaimana ditetapkan pada Lampiran Ill Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Selanjutnya pada Pasal 8 PER-159/PJ/2006 antara lain juga diatur bahwa:

- Nomor Urut pada Nomor Seri Faktur Pajak Standar dan tanggal Faktur Pajak Standar harus dibuat secara berurutan, tanpa perlu dibedakan antara Kode Transaksi, Kode Status Faktur Pajak Standar dan mata uang yang digunakan.
- Penerbitan Faktur Pajak Standar dimulai dari Nomor Urut 1 (satu) pada setiap awal tahun takwim mulai bulan Januari, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan, Nomor Urut 1 (satu) dimulai sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan.
- Dalam hal sebelum bulan Januari awal tahun takwim berikutnya, Nomor Urut pada Faktur Pajak Standar yang digunakan oleh Pengusaha Kena Pajak telah mencapai Nomor Urut 99999999 (sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan), maka Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak Standar yang Nomor Urut-nya dimulai lagi dari Nomor Urut 1 (satu).
- Dalam hal Pengusaha Kena Pajak pada awal tahun takwim bulan Januari atau bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan pada Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menerbitkan Faktur Pajak Standar tidak dimulai dari Nomor Urut 1 (satu), maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
3) Selanjutnya berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nornor 13/PJ/2010 yang mulai berlaku per 1 April 2010 antara lain diatur hal-hal sebagai berikut:
- Pengusaha Kena pajak harus menerbitkan Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
- Dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan kesalahan dalam pengisian Kode dan Nomor Seri, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak cacat.
- Nomor Urut pada Nomor Seri Faktur Pajak dantanggal Faktur Pajak harus dibuat secara berurutan, tanpa perlu dibedakan antara Kode Transaksi, Kode Status Faktur Pajak dan mata uang yang digunakan. Penerbitan Faktur Pajak dimulai dari Nomor Urut 00000001 pada setiap awal tahun kalender mulal bulan Januari, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan, Nomor Urut 00000001 dimulai sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan.
- Dalam hal sebelum bulan Januari awal tahun kalender berikutnya, Nomor Urut pada Faktur Pajak yang digunakan oleh Pengusaha Kena Pajak telah mencapai Nomor Urut 99999999 (sembilan puluh Sembilan juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan), maka Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak yang Nomor Urut-nya dimulai lagi dari Nomor Urut 00000001.
- Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat pemusatan pajak terutang dilakukan, paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah bulan Nomor Urut 00000001 digunakan kembali, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
- Dalam hal Pengusaha Kena Pajak pada awal tahun kalender bulan Januari atau bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan pada Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menerbitkan Faktur Pajak tidak dimulai dari Nomor Urut 00000001, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak cacat.
4) Sejak 1 April 2013 berlaku Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 (PER-24/PJ12012), yang antara lain mengatur sebagai berikut:
- Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak
- Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasai 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnva atau sesungguhnya dan atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
- PKP harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan DirekturJenderal Pajak ini.
- Dalam rangka memperoleh Nomor Seri faktur Pajak, PKP menempuh langkah-langkah sebagai berikut:

PKP mengajukan surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan sesuai dengan formulir sebagaimana diatur dalam Lampiran IVA yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Memperoleh Kode Aktivasi dan Password, PKP menyampaikan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran IVD yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan. Mengenai tata cara permintaan dan penyelesaianya sebagaimana yang diatur dalam SE- 52/PJ/2012.
- Dalam hal Pengusaha Kena Pajak kemudian memperoleh surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak, maka Pengusaha Kena Pajak tersebut wajib menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 seiak tanggal surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak.
- Mengacu pada ketentuan dalam PER-24/PJ/2012 sebagaimana telah diubah dengan PER-17/PJ/2014 Pasal 1 angka 9, Pasal 12, dan Pasal 19 ayat (2) maka Faktur Pajak yang diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut termasuk dalam kategori Faktur Pajak Tidak Lengkapdan apabila Pengusaha Kena Pajak kemudian memperoleh surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak,maka Pengusaha Kena Pajak tersebut wajib menemunakan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 seiak tanggal surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak.
3. Analisis terhadap Kasus Penggugat

a. Bahwa faktur pajak yang mendasari diterbitkannya STP PPN Barang dan Jasa Nomor, tanggal dan Masa Pajak sebagaimana tercantum dalam lampiran I penjelasan ini, berkenaan dengan pengenaan sanksi administrasi berupa Denda Pasal 14 (4) KUP adalah faktur pajak yang diterbitkan oleh Penggugat pada periode Masa Pajak Januari 2014, April 2014, Juli 2014, Agustus 2014, Juli 2013, Oktober 2013, November 2013. Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) yang digunakan adalah NSFP dengan tanggal yang mendahului tanggal diberikannya NSFP oleh unit terkait dalam hal ini KPP Penanaman Modal Asing Enam. Penjelasan detil mengenai pengajuan permohonan permintaan NSFP berikut pemberiannya terdapat dalam halaman 8 dan 9 Surat Tanggapan atas permohonan gugatan yang telah Penggugat sampaikan. Dengan demikian faktur pajak yang diterbitkan oleh Penggugat tersebut menjadi tidak benar karena NSFP yang digunakan adalah NSFP yang seharusnya digunakan setelah tanggal pemberian NSFP tersebut. Oleh karena itu maka faktur pajak tersebut dipersamakan dengan faktur pajak yang NSFP nya tidak diisi sehingga dikategorikan sebagai faktur pajak yang tidak Iengkap.
b. Dalam kasus ini, tidak dimungkinkan bagi Penggugat untuk menerbitkan faktur pajak yang diisi secara Iengkap, jelas dan benar pada saat Penggugat belum menerima Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak. Dengan demikian maka faktur pajak yang diterbitkan oleh Penggugat pada periode tersebut telah mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tats cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 24/PJ/2012 tentang tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tanggal 20 Juni 2014, oleh karenanya merupakan faktur pajak tidak Iengkap.
c. Bahwa terdapat Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ./2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak. Sifat penegasan ini tidak bisa dimaknai sebagai suatu aturan yang baru, berdiri sendiri dan akhirnya tidak boleh berlaku surut. SE-261PJ12015 adalah bukan aturan baru yang berdiri sendiri akan tetapi merupakan aturan penegasan alas ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan daiam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana teiah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014.
d. Bahwa aturan dalam Huruf E angka 1, angka 3 dan angka 4 SE-261PJ/2015 bersifat menegaskan aturan dalam Pasal 1 angka 8, angka 9, Pasal 12 dan Pasal 17 ayat (1) PER-24/PJ/2012 yang menyatakan bahwa Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap sehingga dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) UU KUP.
e. Bahwa apabila melihat kronologis perubahan tata cara pemberian NSFP, dari sebagaima telah diuraikan di atas, maka terkait setiap tata cara yang ditetapkan oleh peraturan yang berlaku selalu diikuti dengan konsekuensi tertentu yaitu bahwa apabila penerbitan faktur pajak termasuk pemberian NSFP tidak memenuhi ketentuan yang diatur akan diperlakukan sebagai faktur pajak cacat atau tidak lengkap yang selanjutnya akan penerapan sanksi yang relevan.
f. Konsistensi pengaturan tata cara pemberian NSFP menunjukkan bahwa NSFP merupakan unsur penting yang tidak dapat dipergunakan secara acak dan tidak sistematis karena dapat berdampak pada timbulnya potensi kerugian negara antara lain apabila terjadi pemakaian NSFP oleh Iebih dari satu PKP sehingga mengacaukan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan.
g. Bahwa kasus Penggugat terjadi pada periode sebelum diterapkannya mekanisme efaktur sehingga setiap potensi fraud akibat pemanfaatan faktur pajak yang tidak sesuai ketentuan masih mungkin terjadi karena belum sepenuhnya dapat dikendalikan lewat sistem internal Tergugat. Dalam mekanisme e-faktur, apabila PKP menginput NSFP yang salah/tidak sesuai otomatis akan tertolak oleh sistem. Tidak demikian hal nya dengan periode sebelum e-faktur dimana mekanisme input NSFP masih berlangsung manual sehingga masih dimungkinkan terjadi pemakaian NSFP oleh Iebih dari satu PKP yang dapat menimbulkan kekacauan mekanisme pengkreditan pajak masukan (PK-PM) yang berujung pada timbulnya kerugian negara.
h. Terkait dengan alasan Penggugat yang menyatakan bahwa pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-24/PJ/2012 tanggal 22 November 2012 sama sekali tidak ada yang mengatur bahwa Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya sehingga merupakan faktur pajak tidak lengkap. Tergugat tidak dapat menerima alasan Penggugat dengan alasan sebagai berikut:

Bahwa dalam ketentuan Pasal 12 dan Pasal 17 ayat (1), PER-24/PJ/2012 menyatakan bahwa dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Paiak yangditerbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap, dan dengan demikian PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 avat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
i. Terkait dengan alasan Penggugat yag menyatakan bahwa terhadap PPN masa pajak Januari 2014 telah dilakukan pemeriksaan dan telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Nomor 00004/207/13/058/14 tanggal 01 Juli 2014, dimana sama sekali tidak terdapat koreksi pada Dasar Pengenaan Pajak dan PPN — nya

Tergugat tidak dapat menerima alasan Penggugat dengan alasan sebagai berikut:
- Penerbitan STP PPN adalah berdasarkan penelitian administrasi, tidak berkaitan dengan hasil pemeriksaan.
- Tidak ada ketentuan dalam perundang-undangan perpajakan yang melarang bahwa setelah diterbitkan SKPKB, tidak dapat diterbitkan STP.
j. Terkait dengan alasan Penggugat yang menyatakan bahwa STP tersebut diterbitkan dikarenakan adanya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE26/PJ/2015 tanggal 02 April 2015.

Tergugat tidak dapat menerima alasan Penggugat dengan alasan sebagai berikut
- Dasar hukum pengenaan sanksi denda Pasal 14 ayat (4) KUP adalah PER24/PJ/2012 jo. PER08/PJ/2013. Peraturan Dirjen Pajak ini adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 PMK No.84/PMK.03/2012. Sedangkan PMK No.84/PMK.03/2012 adalah melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (8) UU PPN.
- PER-24/2012 diterbitkan dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN beserta penjelasannya sehingga definisi Faktur Pajak Tidak Lengkap dalam PER24/2012 juga merujuk pada apa yang diatur dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN beserta penjelasannya.
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ./2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak. Sifat penegasan ini tidak bisa dimaknai sebagai suatu aturan yang baru, berdiri sendiri dan akhirnya tidak boleh berlaku surut. SE26/PJ/2015 bukan aturan baru yang berdiri sendiri akan tetapi merupakan aturan penegasan atas ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012.
k. Pengenaan sanksi administrasi denda Pasal 14 ayat (4) KUP yang didasarkan pada ketentuan PER-24/PJ/2012 jo. PER08/PJ/2013 lebih memberikan kepastian hukum dan memberikan kesamaan periakuan bagi Wajib Pajak. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 78 UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.

Bahwa ketentuan dalam Pasal 78 UU Pengadilan Pajak adalah bersifat Kumulatif.

Dalam Penjelasan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak juga menjelaskan bahwa Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan perpajakan
l. Bahwa maksud dan tujuan suatu aturan atau norma tidak saja untuk kepastian hukum dan keadilan, melainkan juga untuk terwujudnya tertib masyarakat Wajib Pajak. Dalam persidangan, terungkap fakta adanya kelalain penggugat dalam mengajukan permohonan permintaan nomor seri faktur pajak. Apabila alasan penggugat dipertimbangkan dalam persidangan ini, akan menciderai rasa keadilan masyarakat Wajib Pajak yang selama ini sudah patuh dan tertib. Keadilan tidak hanya untuk Penggugat saja, tapi juga harus memenuhi rasa keadilan bagi Negara dan Wajib Pajak yang lain yang selama ini telah patuh memenuhi ketentuan perpajakan.
m. Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, pengenaan sanksi administrasi berupa Denda Pasal 14 (4) KUP sebagaimana yang tercantum dalam STP PPN Barang dan Jasa Nomor , tanggal dan Masa Pajak sebagaimana tercantum dalam lampiran I, telah benar dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

C. KESIMPULAN DAN USUL

Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor dan tanggal sebagaimana tercantum dalam lampiran I tentang Pengurangan/Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf c karena Permohonan Wajib Pajak, telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan perpajakan yang berlaku.
Usul

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka Tergugat mengusulkan kepada Majelis Hakim yang Mulia untuk menolak gugatan yang diajukan oleh Penggugat dan tetap mempertahankan Keputusan Tergugat atas nama Pengggugat.

Menurut Penggugat:
bahwa atas penerbitan Surat Keputusan Direktur Jenderal No. KEP-01291/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 25 April 2017, Penggugat tidak setuju dengan alasan sebagai berikut:

1) Penggugat menerima Surat Tagihan Pajak No. 00518/107/14/059/15 tanggal 5 Oktober 2015 atas Masa Pajak Januari 2014 yang mencantumkan denda sebesar Rp 5.939.437 karena dianggap menggunakan nomor seri faktur pajak yang tidak sesuai dengan jatah yang diberikan sesuai dengan Surat Edaran No. SE-26/PJ/2015;
2) Faktur Pajak-Faktur Pajak yang Penggugat terbitkan selama tahun 2014 telah memenuhi ketentuan Pasal 13 UU PPN (UU No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009) jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER24/PJ./2012 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-15/PJ/2013. Dalam peraturan-peraturan tersebut tidak terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa Faktur Pajak yang mencantumkan tanggal Faktur Pajak yang mendahului tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak dapat dikategorikan sebagai Faktur Pajak yang Tidak Lengkap atau cacat;
3) Dalam Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak hanya diatur bahwa Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan hanya dapat digunakan pada tahun diberikannya Nomor Seri Faktur Pajak tersebut. Dalam hal ini, tidak terdapat larangan untuk mencantumkan tanggal Faktur Pajak yang mendahului tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tersebut;
4) Ketentuan yang menyatakan bahwa Faktur Pajak yang mencantumkan tanggal Faktur Pajak yang mendahului tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur merupakan Faktur Pajak yang Tidak Lengkap baru terdapat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-26/PJ/2015 tanggal 2 April 2015. Surat Edaran No. SE-26/PJ/2015 baru berlaku efektif pada bulan Mei 2015, sedangkan Faktur-Faktur Pajak yang dikenakan STP PPN oleh Tergugat adalah Faktur Pajak untuk Masa Pajak Agustus 2014;
5) Salah satu prinsip pemungutan pajak adalah adanya kepastian (certainty). Penerapan Surat Edaran No. SE-26/PJ/2015 yang berlaku surut, selain tidak sesuai dengan ketentuan dalam SE-26/PJ/2015 sendiri juga telah berdampak pada ketidakpastian bagi Penggugat dalam penomorserian faktur pajak karena terdapat ketentuan dalam Surat Edaran tersebut yang sebelumnya tidak diatur secara jelas;
6) Pasal 28i ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa:
“...hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam bentuk apapun.”

berdasarkan ketentuan tersebut, penerbitan Surat Edaran No. SE-26/PJ/2015 tidak dapat diberlakukan surut;

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Faktur Pajak yang menjadi dasar pengenaan sanksi STP tersebut pada hakikatnya telah Penggugat terbitkan dengan benar sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku dan bukan merupakan Faktur Pajak yang tidak lengkap atau cacat;

bahwa Penggugat dalam persidangan menyerahkan kronologis sengketa dengan keterangan sebagai berikut :
bahwa Kronologis Penerbitan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-01291/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 25 April 2017, Tergugat menerbitkan STP PPN No. 00518/107/14/059/15 tanggal 5 Oktober 2015 sebesar Rp 5.939.437 karena Tergugat menganggap Faktur Pajak yang diterbitkan Penggugat tidak benar atau tidak lengkap berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-26/PJ/2015 tanggal 2 April 2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak;
bahwa atas penerbitan STP tersebut, Penggugat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ke-1 atas STP PPN No. 00518/107/14/059/15 berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP dengan Surat Permohonan Nomor: 022/SI/TAX/III-2016 tanggal 16 Maret 2016 yang disampaikan pada tanggal 17 Maret 2016. Penggugat mengajukan surat permohonan tersebut dikarenakan Faktur Pajak Keluaran yang diterbitkan Penggugat telah memenuhi ketentuan Pasal 13 UU PPN (UU No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009) jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-24/PJ./2012 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-15/PJ/2013;
bahwa atas permohonan pembatalan yang diajukan Penggugat tersebut, diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Tentang Pembatalan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf c Karena Permohonan Wajib Pajak Nomor: KEP-06548/NKEB/WPJ.07/2016 tanggal 15 September 2016 yang menyatakan menolak permohonan pembatalan STP yang tidak benar dan mempertahankan jumlah sanksi yang tercantum dalam STP No. 00518/107/14/059/15;
bbahwa atas Surat Keputusan tersebut di atas, Penggugat mengajukan permohonan pembatalan STP ke-2 yang disampaikan pada tanggal 8 Desember 2016 dengan Surat Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar Ke-2 Nomor: 068/SI/TAX/XII-2016 tanggal 8 Desember 2016 yang disampaikan pada tanggal 9 Desember 2016. Penggugat mengajukan kembali permohonan pembatalan STP dikarenakan hasil keputusan pada permohonan pertama belum mempertimbangkan bukti-bukti yang ada;
bahwa atas permohonan pembatalan ke-2 yang diajukan Penggugat tersebut, diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Tentang Pembatalan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf c Karena Permohonan Wajib Pajak Nomor: KEP01291/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 25 April 2017 yang diterima pada tanggal 27 April 2017 yang menyatakan menolak permohonan pembatalan STP yang tidak benar dan mempertahankan jumlah sanksi yang tercantum dalam STP No. 00518/107/14/059/15;

bahwa dalam persidangan Penggugat menyerahkan Penjelasan Tertulis tanggal 22 November 2017 dan Surat tanggal 16 Januari 2018 perihal Kesimpulan Akhir atas Sengketa Pajak Nomor: 99-113031-2014, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

A. Pokok Sengketa

Bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-01291/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 25 April 2017 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak (STP) berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf C karena Permohonan Wajib Pajak sehubungan dengan STP PPN Masa Pajak Januari 2014 Nomor 00518/107/14/059/15 tanggal 5 Oktober 2015 dengan denda sebesar Rp5.939.437 karena dianggap menggunakan nomor seri faktur pajak yang tidak sesuai dengan jatah yang diberikan berdasarkan Surat Edaran No. SE-26/PJ/2015 tanggal 2 April 2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak.
B. Aspek Formalitas Permohonan Gugatan

1. STP Nomor 00518/107/13/059/15 tanggal 5 Oktober 2015 Masa Pajak Januari 2014 diterbitkan oleh Tergugat berdasarkan ketentuan Pasal 14 UU KUP untuk menagih kekurangan pokok pajak dan sanksi menurut perhitungan Tergugat;
2. Atas Surat Tagihan tersebut telah diajukan permohonan pembatalan sesuai dengan ketentuan pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP;
3. Bahwa Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP menyatakan bahwa:
“(1) …
(2) Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:
a.
b.
c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
d.
hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.”

bahwa berdasarkan peraturan perpajakan di atas, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-01291/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 25 April 2017 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf c Karena Permohonan Wajib Pajak termasuk dalam pengertian Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP sehingga merupakan objek sengketa yang dapat diajukan gugatan;
4. Putusan Mahkamah Agung Nomor 73 P/HUM/2013 yang menyatakan bahwa:

“Menyatakan Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Tanggal 29 Desember 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, yaitu Undang–Undang No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang–Undang No. 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang No 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak dan karenanya tidak sah dan tidak berlaku umum;

… mencabut Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Tanggal 29 Desember 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan;”

Dengan demikian pendapat Tergugat yang mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Tanggal 29 Desember 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan tidak tepat karena Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74 telah dinyatakan dicabut, tidak sah dan tidak berlaku umum;
5. Bahwa Masayuki Sawa merupakan Direktur Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam akta notaris perusahaan dan berwenang menandatangani surat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 serta Pasal 41 UU Pengadilan Pajak;
6. Bahwa berdasarkan kondisi dan penjelasan tersebut di atas, permohonan Penggugat telah memenuhi ketentuan formal sebagaimana diatur dalam Pasal 23 dan Pasal 32 UU KUP, Pasal 40 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3A) serta Pasal 41 UU Pengadilan Pajak.
C. Aspek Materialitas Permohonan Gugatan
1. Penggugat menerima Surat Tagihan Pajak No. 00518/107/13/059/15 tanggal 5 Oktober 2015 atas Masa Pajak Januari 2014 yang mencantumkan denda sebesar Rp5.939.437 karena dianggap menggunakan nomor seri faktur pajak yang tidak sesuai dengan jatah yang diberikan sesuai dengan Surat Edaran No. SE-26/PJ/2015.
2. Faktur Pajak-Faktur Pajak yang Penggugat terbitkan selama tahun 2013 telah memenuhi ketentuan Pasal 13 UU PPN (UU No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009) jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-24/PJ./2012 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-15/PJ/2013. Dalam peraturan-peraturan tersebut tidak terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa Faktur Pajak yang mencantumkan tanggal Faktur Pajak yang mendahului tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak dapat dikategorikan sebagai Faktur Pajak yang Tidak Lengkap atau cacat.
3. Bahwa Pasal 13 ayat (1a) UU PPN menyatakan:

“(1a) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:
a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak:
c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
d. saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan"
Selanjutnya, memori penjelasan Pasal 13 ayat (1a) UU PPN menyatakan:

“Pada prinsipnya Faktur Pajak harus dibuat pada saat penyerahan atau pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum penyerahan. Dalam hal tertentu dimungkinkan saat pembuatan Faktur Pajak tidak sama dengan saat-saat tersebut, misalnya dalam hal terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah. Oleh karena itu, Menteri Keuangan berwenang untuk mengatur saat lain sebagai saat pembuatan Faktur Pajak”.

Bahwa Penggugat telah memenuhi ketentuan penerbitan Faktur Pajak yang mengacu pada saat penyerahan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (1a) UU PPN tersebut. Ketentuan ini yang menjadi landasan Penggugat saat menerbitkan Faktur Pajak.

4. Bahwa dalam prakteknya, terdapat berbagai kondisi yang menyebabkan perbedaan saat penyerahan barang sehingga Tergugat mengeluarkan peraturan melalui Pasal 17 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tanggal 3 Januari 2012 dan angka 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-50/PJ/2011 tanggal 3 Agustus 2011.

“Selaras dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan kelaziman dalam praktek bisnis dengan memperhatikan substansi penjelasan dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai maka saat penyerahan Barang Kena Pajak dan saat penyerahan Jasa Kena Pajak dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Saat penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 1 huruf a berlaku ketentuan sebagai berikut:

1) untuk penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang bergerak, terjadi pada saat:
a) Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli;
b) Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada penerima barang, untuk pemberian cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antarcabang;
c) Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan; atau
d) harga atas penyerahan Barang Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.
2) untuk penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai Barang Kena Pajak berwujud tersebut, secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli.
3) untuk penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud, terjadi pada saat:
a) harga atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud diakui sebagai piutang atau penghasilan atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten; atau
b) kontrak atau perjanjian ditandatangani atau saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada huruf a) tidak diketahui.”

Selanjutnya, memori penjelasan Pasal 17 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 menyatakan:
“Saat penyerahan barang bergerak merupakan dasar penentuan saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan sekaligus sebagai dasar pembuatan Faktur Pajak.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mensinkronisasikan saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan praktik yang lazim terjadi dalam kegiatan usaha yang tercermin dalam praktik pencatatan atau pembukuan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum serta diterapkan secara konsisten oleh Pengusaha Kena Pajak.

Dalam praktik kegiatan usaha dan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum, maka:

a. penyerahan barang bergerak dapat terjadi pada saat barang tersebut dikeluarkan dari penguasaan Pengusaha Kena Pajak (penjual) dengan maksud langsung atau tidak langsung untuk diserahkan pada pihak lain. Karena itu Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang pada saat hak penguasaan barang telah berpindah kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli.
b. Perpindahan hak penguasaan atas barang bisa juga terjadi pada saat barang diserahkan kepada pihak kedua atau pembeli atau pada saat barang diserahkan melalui juru kirim, pengusaha angkutan, perusahaan angkutan, atau pihak ketiga lainnya. Oleh karena itu, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang pada saat barang diserahkan kepada juru kirim atau perusahaan angkutan.

Saat penyerahan barang sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, tercermin dalam prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam bentuk pengakuan sebagai piutang atau penghasilan dengan penerbitan faktur penjualan sebagai sumber dokumennya.

Dalam kegiatan usaha, saat pengakuan piutang atau penghasilan atau saat penerbitan faktur penjualan dapat terjadi tidak bersamaan dengan saat penyerahan barang secara fisik sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan kemudahan administrasi terkait dengan saat penerbitan Faktur Pajak, saat penerbitan faktur penjualan ditetapkan sebagai saat penyerahan barang yang menjadi dasar saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, penerbitan Faktur Pajak sangat berhubungan erat dengan praktik kegiatan usaha dan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Hal ini sejalan dengan salah satu prinsip pajak, yaitu kemudahan administrasi (ease of administration).

5. Bahwa dalam Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak hanya diatur bahwa Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan hanya dapat digunakan pada tahun diberikannya Nomor Seri Faktur Pajak tersebut. Dalam hal ini, tidak terdapat larangan untuk mencantumkan tanggal Faktur Pajak yang mendahului tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tersebut (terlampir).
6. Bahwa ketentuan yang menyatakan Faktur Pajak yang mencantumkan tanggal Faktur Pajak yang mendahului tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur merupakan Faktur Pajak yang Tidak Lengkap baru terdapat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE26/PJ/2015 tanggal 2 April 2015. Surat Edaran No. SE-26/PJ/2015 baru berlaku efektif pada bulan Mei 2015, sedangkan Faktur-Faktur Pajak yang dikenakan STP PPN oleh Pemeriksa adalah Faktur Pajak untuk Masa Pajak Juli 2013.

Pasal 28i Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan:
“hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam bentuk apapun.”

Bahwa sebagaimana diatur dalam Pasal 28i tersebut, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-26/PJ/2015 yang berlaku efektif pada bulan Mei 2015 tidak dapat diberlakukan surut atas kejadian yang terjadi pada bulan Juli 2013.

Bahwa Adam Smith seorang ahli ekonomi dalam buku berjudul “An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nation” (William Strahan, 1776) menyatakan bahwa terdapat empat prinsip pemungutan pajak yang salah satunya adalah prinsip kepastian (certainty). Penerapan Surat Edaran No. SE-26/PJ/2015 yang berlaku surut, selain tidak sesuai dengan ketentuan dalam SE-26/PJ/2015 sendiri juga telah berdampak pada ketidakpastian bagi Penggugat dalam penomorserian faktur pajak karena terdapat ketentuan dalam Surat Edaran tersebut yang sebelumnya tidak diatur secara jelas.

Mengacu pada prinsip keadilan dan kepastian hukum, hal tersebut jelas sangat merugikan Penggugat khususnya dan Wajib Pajak pada umumnya. Apabila hal tersebut dibenarkan, maka DJP dapat dengan semena-mena menggunakan kekuasaannya untuk menerbitkan aturan dengan alasan meningkatkan penerimaan negara.
7. Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Faktur Pajak yang menjadi dasar pengenaan sanksi STP tersebut pada hakikatnya telah Penggugat terbitkan dengan benar sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku dan bukan merupakan Faktur Pajak yang tidak lengkap atau cacat.

Berdasarkan penjelasan dan fakta-fakta yang telah disampaikan, Penggugat menyampaikan permohonan kepada Majelis Hakim yang mengadili dan memutuskan perkara ini untuk dapat membatalkan Keputusan Tergugat atau berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim dapat diberikan putusan yang adil (ex aequo et bono).

D. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan:

1. Bahwa atas penerbitan Faktur Pajak oleh Penggugat tidak seharusnya dianggap sebagai Faktur Pajak yang tidak benar atau cacat karena Penggugat telah menerbitkan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat penerbitan Faktur Pajak tersebut.
2. Bahwa berdasarkan fakta-fakta dan peraturan perundang-undangan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pengenaan sanksi 2% dari DPP PPN a quo adalah tidak memenuhi ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf d dan ayat (4) UU KUP. Selain itu penerapan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-26/PJ/2015 secara surut (retroactive) juga tidak tepat dan melanggar ketentuan Pasal 28i UUD 1945.


Menurut Majelis:
1. Pemenuhan Gugatan atas Pasal 23 UU KUP:

bahwa berkaitan dengan pemenuhan Gugatan a quo atas Pasal 23 UU KUP, Majelis mempunyai Pendapat sebagai berikut:
bahwa Majelis berpendapat UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak) merupakan Lex Specialist derogate Lex Generalist dari UU Pengadilan Tata Usaha Negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 9A Undang-undang Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang No. 5 Tahun 1996 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (“UU PTUN”) berbunyi sebagai berikut:

- “Di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dapat diadakan pengkhususan yang diatur dengan undang-undang”.
- Penjelasan Pasal 9A UU PTUN berbunyi sebagai berikut: “Yang dimaksud dengan “pengkhususan” adalah deferensiasi atau spesialisasi di lingkungan peradilan tata usaha Negara, misalnya Pengadilan Pajak”.

bahwa dalam Pasal 1 angka 7 UU Pengadilan Pajak diatur: “Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku";

bahwa Pasal 2 UU Pengadilan Pajak, menyatakan: “Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak”;

bahwa Pasal 1 angka 5 UU Pengadilan Pajak, berbunyi sebagai berikut: “Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding dan Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan...";
bahwa Pasal 31 angka 3 UU Pengadilan Pajak, menyatakan: “Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat 2 UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2007 dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.”
bahwa Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) menyatakan bahwa: “(2)Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap: (c). Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26;

bahwa dalam Pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak (“UU Pengadilan Pajak”) mengatur: “Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU TUN disebutkan bahwa:

- “Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata;”

bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, terdapat lima unsur Keputusan Tata Usaha Negara, yaitu:

1. Penetapan tertulis;
2. Dibuat oleh Pejabat Tata Usaha Negara;
3. Mendasarkan diri kepada peraturan perundang-undangan;
4. Memiliki 3 (tiga) sifat tertentu (konkrit, individual dan final);
5. Akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata

bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, Majelis berpendapat Keputusan Tergugat NomorKEP01291/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 25 April 2017 a quo merupakan penetapan tertulis yang diterbitkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara yakni Direktur Jenderal Pajak yang mempunyai kewenangan untuk menerbitkan Keputusan itu, didasarkan pada undang-undang yang berlaku, dengan demikian bersifat konkret, hanya ditujukan kepada Penggugat (Individual), dan bersifat final karena tidak lagi memerlukan persetujuan dari instansi atasan atau instansi lain, serta mempunyai akibat hukum bagi Penggugat (badan hukum perdata);

bahwa Keputusan Tergugat Nomor KEP-01291/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 25 April 2017a quo yang diajukan gugatannya oleh Penggugat merupakan Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak (“UU Pengadilan Pajak”) yang mengatur: “Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan”, karena merupakan penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak, selaku pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan;

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP, Majelis berpendapat bahwa Keputusan Tergugat NomorKEP-01291/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 25 April 2017a quoyang diajukan gugatannya oleh Penggugat merupakan Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; karena tidak merupakan keputusan berupa Surat Ketetapan Pajak dan Keputusan Keberatan, sehingga memenuhi Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP;

bahwa dengan demikian, Majelis berpendapat bahwa Keputusan Tergugat Nomor KEP01291/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 25 April 2017a quo memenuhi pengaturan mengenai Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 UU TUN dan Pasal 1 angka 4 UU Pengadilan Pajak, serta serta memenuhi Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP, sehingga Majelis berkesimpulan Keputusan Tergugat Nomor KEP01291/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 25 April 2017a quo merupakan Obyek Gugatan,sehingga dapat diajukan gugatan, dan dapat diteliti lebih lanjut segi materi Gugatan a quo;

2. Penelitian material Gugatan:

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas gugatan, bukti, dan keterangan dalam persidangan, diketahui Penggugat mengajukan gugatan terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-01291/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 25 April 2017 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c karena permohonan Wajib Pajak atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2014 Nomor: 00518/107/14/059/15 tanggal 5 Oktober 2015;

bahwa Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor:KEP-01291/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 25 April 2017 tersebut merupakan jawaban atas Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Penggugat Nomor: 068/SI/TAX/XII-2016 tanggal 8 Desember 2016, dan mempertahankan Surat Tagihan Januari 2014 Nomor: 00518/107/14/059/15 tanggal 5 Oktober 2015;
bahwa kepada Penggugat diterbitkan Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2014No. 00518/107/14/059/15 tanggal 5 Oktober 2015 atas yang mencantumkan denda sebesar Rp. 5.939.437,34 karena dianggap menggunakan nomor seri faktur pajak yang tidak sesuai dengan jatah yang diberikan sesuai dengan Surat Edaran No. SE-26/PJ/2015 tanggal 2 April 2015;

bahwa STP PPN Barang dan Jasa nomor 00518/107/14/059/15 tanggal 05 Oktober 2015 Masa Pajak Januari 2014 diterbitkan sebagai hasil penelitian KPP PMA Enam dengan perhitungan sebagai berikut :
Pajak yang masih harus dibayar Rp 0,00
Telah dibayar Rp 0,00
Kurang dibayar Rp 0,00
Sanksi administrasi
- Denda Pasal 14 (4) KUP Rp 5.939.437,34
Jumlah yang masih harus dibayar Rp 5.939.437,34

bahwa atas penerbitan STP tersebut, Penggugat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ke-1 atas STP PPN No. 00518/107/14/059/15 berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP dengan Surat Permohonan Nomor: 022/SI/TAX/III-2016 tanggal 16 Maret 2016 yang disampaikan pada tanggal 17 Maret 2016. Dan atas permohonan pembatalan yang diajukan Penggugat tersebut, diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Tentang Pembatalan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf c Karena Permohonan Wajib Pajak Nomor: KEP-06548/NKEB/WPJ.07/2016 tanggal 15 September 2016 yang menyatakan menolak permohonan pembatalan STP yang tidak benar dan mempertahankan jumlah sanksi yang tercantum dalam STP No. 00518/107/14/059/15;

bahwa atas Surat Keputusan tersebut di atas, Penggugat mengajukan permohonan pembatalan STP ke-2 yang disampaikan pada tanggal 8 Desember 2016 dengan Surat Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar Ke-2 Nomor: 068/SI/TAX/XII-2016 tanggal 8 Desember 2016 yang disampaikan pada tanggal 9 Desember 2016. Dan atas permohonan pembatalan ke-2 yang diajukan Penggugat tersebut, diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Tentang Pembatalan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf c Karena Permohonan Wajib Pajak Nomor: KEP01291/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 25 April 2017 yang diterima pada tanggal 27 April 2017 yang menyatakan menolak permohonan pembatalan STP yang tidak benar dan mempertahankan jumlah sanksi yang tercantum dalam STP No. 00518/107/14/059/15;
bahwa menurut Tergugat, Penggugat telah membuat Faktur Pajak dengan tanggal penerbitan rnendahului tanggal penerbitan surat pemberitahuan nomor seri Faktur Pajak dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sehingga merupakan Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya dan memenuhi kriteria sebagai Faktur Pajak yang Tidak Lengkap. Dengan demikian atas Penggugat dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (4) UU KUP dan diterbitkan Surat Tagihan Pajak Nomor : 00518/107/14/059/15 tanggal 05 Oktober 2015;

bahwa menurut Tergugat, proses permohonan permintaan dan perolehan serta penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak (NFSP) adalah sebagai berikut :
a. Penggugat mengajukan permohonan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) kepada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam melalui surat masing-masing sebagai berikut :

Tahun 2013
- Juli 2013 dengan surat nomor S-019/SI/TAXN11-2013 tanggal 26 Juli 2013;
- Oktober 2013 dengan surat nomor S-023/SITTAVX1-2013 tanggal 6 Nopember 2013;
- Nopember 2013 dengan surat nomor S-023/SITTAX/XI-2013 tanggal 6 Nopember 2013;

Tahun 2014
- Januari 2014 dengan surat nomor S-001/SI/TAX/1-2014 tanggal 2 Januari 2014;
- April 2014 dengan surat nomor S-013/S1/TAX/IV-2014 tanggal 14 April 2014;
- Juli 2014 dengan surat nomor S-001/SITTAX/I-2014 tanggal 2 Januari 2014;
- Agustus 2014 dengan surat nomor S-026/SI/TAXNIII-2014 tanggal 2 Januari 2014;
b. Penggugat memperoleh NSFP dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam melalui surat tentang Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak masing-masing dengan nomor dan tanggal sebagai berikut:

Tahun 2013
- Juli 2013 S-1546/NSFPNVPJ.07/KP.0903/2013 tanggal 26 Juli 2013 untuk nomor seri 901.13.88203309 s.d 901.13.88205586;
- Oktober 2013 S-1960/NSFP1WPJ.07/KP.0903/2013 tanggal 6 Nopember 2013 untuk nomor seri 902.13.78444403 s.d 902.13.78446770;
- Nopember 2013 5-1960/NSFPNVPJ.07/KP.0903/2013 tanggal 6 Nopember 2013 untuk nomor seri 902.13.78444403 s.d 902.13.78446770;

Tahun 2014
- Januari 2014, S-2/NSFP/WPJ.07/KP.0903/2014 tanggal 2 Januari 2014 untuk nomor seri 000-14.48517994 s.d 000-14.48520564;
- April 2014, S-145/NSFPNVPJ.07/KP.090312014 tanggal 14 April 2014 untuk nomor seri 001-14.66399956 s.d 001-14.66402406;
- Juli 2014 S-170/PPN.NSFPNVPJ.07/KP.0903/2014 tanggal 7 Agustus 2014 untuk nomor seri 002-14.80823462 s.d 002-14.80826172;
- Agustus 2014 S-170/PPN.NSFPNVPJ.07/KP.0903/2014 tanggal 7 Agustus 2014 untuk nomor seri 002-14.80823462 s.d 002-14.80826172;
c. Penggugat kemudian menggunakan sebagian NSFP yang diberikan dalam surat sebagaimana tersebut pada butir b diatas pada faktur pajak yang diterbitkan untuk transaksi yang dilakukan dengan lawan transaksinya dengan tanggal sebagaimana berikut:

Tahun 2013
- Juli 2013, nomor seri 901.13.88203309 s.d 901.13.88205586 Tanggal 1 Juli 2013 s.d 25 Juli 2013;
- Oktober 2013 nomor seri 902.13.78444403 s.d 902.13.78446770 Tanggal 4 Oktober 2013 s.d 31 Oktober 2013;
- Nopember 2013 nomor seri 902.13.78444403 s.d 902.13.78446770; Tanggal 1 Nopember 2013 s.d 5 Nopember 2013;

Tahun 2014
- Januari 2014, nomor seri 000-14.48517994 s.d 000-14.48520564 tanggal 1 Januari 2014;
- April 2014, nomor seri 010.001-14.66399962 s.d 001-14.66400618 tanggal 1 April 2014 s.d 11 April 2014;
- Juli 2014 nomor seri 010.002-14.80823462 s.d 010.002-14.80823726 tanggal 3 Juli 2014 s.d 28 Juli 2014;
- Agustus 2014 nomor seri 010.002-14.80823506 s.d 010.002-14.80824085 tanggal 1 Agustus 2014 s.d 6 Agustus 2014;

bahwa faktur pajak yang mendasari diterbitkannya STP PPN Barang dan Jasa Nomor, tanggal dan Masa Pajak sebagaimana tercantum dalam lampiran I penjelasan ini, berkenaan dengan pengenaan sanksi administrasi berupa Denda Pasal 14 (4) KUP adalah faktur pajak yang diterbitkan oleh Penggugat pada periode Masa Pajak Januari 2014, April 2014, Juli 2014, Agustus 2014, Juli 2013, Oktober 2013, November 2013. Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) yang digunakan adalah NSFP dengan tanggal yang mendahului tanggal diberikannya NSFP oleh unit terkait dalam hal ini KPP Penanaman Modal Asing Enam. Dengan demikian menurut Tergugat faktur pajak yang diterbitkan oleh Penggugat tersebut menjadi tidak benar karena NSFP yang digunakan adalah NSFP yang seharusnya digunakan setelah tanggal pemberian NSFP tersebut. Oleh karena itu maka faktur pajak tersebut dipersamakan dengan faktur pajak yang NSFP nya tidak diisi sehingga dikategorikan sebagai faktur pajak yang tidak Iengkap;

bahwa menurut Tergugat tidak dimungkinkan bagi Penggugat untuk menerbitkan faktur pajak yang diisi secara Iengkap, jelas dan benar pada saat Penggugat belum menerima Surat PemberianNomor Seri Faktur Pajak. Dengan demikian maka faktur pajak yang diterbitkan oleh Penggugat pada periode tersebut telah mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tats cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 24/PJ/2012 tentang tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tanggal 20 Juni 2014, oleh karenanya merupakan faktur pajak tidak Iengkap;

bahwa Tergugat juga mendasarkan penerbitan STP atas Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ./2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak. Sifat penegasan ini tidak bisa dimaknai sebagai suatu aturan yang baru, berdiri sendiri dan akhirnya tidak boleh berlaku surut. SE-26/PJ/2015 adalah bukan aturan baru yang berdiri sendiri akan tetapi merupakan aturan penegasan alas ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan daiam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana teiah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER17/PJ/2014;

bahwa adapun penggunaan nomor seri faktur pajak mendahului dari tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak terjadi sebelum Surat Edaran tersebut terbit;
bahwa Pasal 13 ayat (1) UU PPN:
(1) Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:
a. penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau huruf f dan/atau Pasal 16D;

bahwa Pasal 13 ayat (1a) UU PPN:
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:
a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;

bahwa Pasal 13 ayat (5) UU PPN:
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

bahwa Pasal 14 ayat (1) huruf d dan e UU KUP : Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:
a. ...
b. ...
c. ...
d. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
e. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya,
selain:..

bahwa Pasal 14 ayat (4) UU KUP:
Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.

bahwa tidak ada ketentuan yang mengatur kapan Wajib Pajak harus meminta Nomor Seri Faktur Pajak kepada Tergugat;
bahwa pada kenyataannya, jumlah transaksi yang akan terjadi tidak dapat dipastikan sesuai dengan permohonan nomor seri faktur pajak, sehingga akan terjadi tiga kemungkinan yaitu pada akhir periode masih tersisa nomor seri faktur pajak, tepat habis, atau kekurangan nomor seri;

bahwa keadaan di atas adalah kondisi wajar dalam bisnis dimana jumlah transaksi tidak dapat diprediksikan secara tepat, sehingga menjadi tidak adil apabila Wajib Pajak menanggung resiko sanksi administrasi atas jatah nomor seri faktur pajak yang sudah habis dan pada saat yang sama belum memperoleh jatah nomor seri faktur pajak yang baru, akibat salah memprediksi kebutuhan nomor seri faktur pajak pada suatu periode;

bahwa berdasarkan uraian di atas, menurut Majelis kondisi yang dialami Penggugat adalah kondisi yang dapat saja terjadi pada setiap Wajib Pajak, sehingga menjadi tidak adil Wajib Pajak dibebani sanksi atas kondisi yang tidak sepenuhnya dalam kontrol Wajib Pajak;
Pasal 2 ayat (1) huruf a PER-24/PJ/2012:
(1) Faktur Pajak harus dibuat pada :
a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;

Pasal 16 ayat (1) PER-24/PJ/2012:
(1) PKP yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati batas waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) UndangUndang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

bahwa ketentuan Pasal 2 dan Pasal 16 ayat (1) PER-24/PJ/2012 tersebut menyebutkan bahwa yang dikenakan sanksi Pasal 14 ayat (4) UU KUP adalah faktur pajak yang (salah satunya) tidak dibuat saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
bahwa Pasal 13 ayat (1a) UU PPN menyatakan:
“(1a) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:
a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
d. saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan”

bahwa selanjutnya, memori penjelasan Pasal 13 ayat (1a) UU PPN menyatakan:

“Pada prinsipnya Faktur Pajak harus dibuat pada saat penyerahan atau pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum penyerahan. Dalam hal tertentu dimungkinkan saat pembuatan Faktur Pajak tidak sama dengan saat-saat tersebut, misalnya dalam hal terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah. Oleh karena itu, Menteri Keuangan berwenang untuk mengatur saat lain sebagai saat pembuatan Faktur Pajak”.

bahwa Faktur Pajak-Faktur Pajak yang Penggugat terbitkan selama tahun 2014 telah memenuhi ketentuan Pasal 13 UU PPN (UU No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009) jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER24/PJ./2012 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER17/PJ/2014 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-15/PJ/2013. Dalam peraturanperaturan tersebut tidak terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa Faktur Pajak yang mencantumkan tanggal Faktur Pajak yang mendahului tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak dapat dikategorikan sebagai Faktur Pajak yang Tidak Lengkap atau cacat;
bahwa ketentuan yang menyatakan Faktur Pajak yang mencantumkan tanggal Faktur Pajak yang mendahului tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur merupakan Faktur Pajak yang Tidak Lengkap baru terdapat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-26/PJ/2015 tanggal 2 April 2015. Surat Edaran No. SE-26/PJ/2015 baru berlaku efektif pada bulan Mei 2015, sedangkan Faktur-Faktur Pajak yang dikenakan STP PPN oleh Pemeriksa adalah Faktur Pajak untuk Masa Pajak Januari 2014;
bahwa menurut Majelis Surat Edaran Nomor SE-26/PJ/2015 tanggal 2 April 2015 tidak bisa serta merta diberlakukan untuk Masa Januari 2014 karena tidak bersifat retroaktif, yaitu secara umum suatu undang-undang adalah bersifat tidak boleh berlaku secara surut;

bahwa ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tanggal 22 November 2012 yang berlaku sejak 1 April 2013 tidak secara tegas mengatur bahwa pencantuman tanggal faktur pajak sebelum tanggal pemberian nomor seri faktur pajak merupakan faktur pajak tidak tepat waktu dan tidak secara tegas mengharuskan nomor seri faktur pajak yang diberikan harus digunakan setelah tanggal pemberian nomor seri;
bahwa jika Penggugat menerbitkan Faktur Pajak dengan menunggu pemberian NSFP dari Tergugat, maka pembuatan Faktur Pajak tersebut akan melanggar Pasal 14 ayat (1) huruf d UU KUP, oleh karena itu Penggugat memutuskan untuk menerbitkan Faktur Pajak sesuai ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf a UU PPN;

bahwa Faktur Pajak yang diterbitkan Penggugat telah memuat seluruh keterangan-keterangan yang dipersyaratkan oleh Pasal 13 ayat (5) UU PPN. Dengan demikian Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Penggugat telah memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5)UU PPN sehingga pengenaan sanksi administrasi berupa Denda Pasal 14 ayat (4) yang dilakukan oleh Tergugat merupakan pengenaan sanksi yang tidak benar;

bahwa berdasarkan prinsip-prinsip hukum administrasi negara antara lain asas keseimbangan yaitu dalam penjatuhan hukuman oleh pemerintah kepada masyarakat, hendaknya berdasarkan proporsi yang wajar, dan berdasarkan asas bertindak cermat yaitu administrasi negara senantiasa bertindak hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat;

bahwa berdasarkan uraian di atas, Majelis berpendapat Penggugat seharusnya tidak dikenakan sanksi Pasal 14 ayat (4) UU KUP;

bahwa berdasarkanpertimbangan-pertimbangan dan faktatersebut di atas, Majelis berkesimpulan bahwa sanksi Pasal 14 ayat (4) UU KUP Masa Pajak Januari 2014 sebesar Rp. 5.939.437,34 yang dilakukan oleh Tergugat tidak tepat dan Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan gugatan Penggugat.

Mengingat:

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perudang-undangan lainnya yang berkaitan dengan sengketa ini;

Memutuskan:

Mengabulkan seluruhnya gugatan Penggugatterhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-01291/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 25 April 2017 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c karena permohonan Wajib Pajak atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2014 Nomor: 00518/107/14/059/15 tanggal 5 Oktober 2015, atas nama Penggugat, sehingga sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) KUP menjadi NIHIL;

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan Musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Kamis, tanggal 18 Januari 2018, oleh Hakim Majelis II B Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut :
Drs. BBa, M.A., M.P.A. sebagai Hakim Ketua
AH, SE., Ak., Msi., CA. sebagai Hakim Anggota,
YSW, S.E., M.Si. sebagai Hakim Anggota,
dengan dibantu oleh
MAF, S.E, M.M sebagai Panitera Pengganti,



Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Kamis, tanggal 24 Mei 2018, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti serta tidak dihadiri oleh Tergugat dan Penggugat.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA