Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-115341.122011PPM.XIIIB Tahun 2019
Pokok Sengketa:

bahwa nilai sengketa terbukti dalam banding ini adalah Koreksi Nilai Dasar Pengenaan Pajak Masa Pajak Agustus 2011 sebesar Rp782.388.490,00;

Menurut Terbanding:

bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan, Terbanding melakukan koreksi positif DPP PPh Pasal 23 untuk Masa Pajak Agustus 2011 sebesar Rp782.388.490,00 yang diperoleh berdasarkan equalisasi objek PPh Pasal 23 yang dilaporkan dalam SPT Masa dengan pos-pos biaya dalam laporan laba rugi dan pos-pos neraca;

bahwa selisih positif hasil ekualisasi tersebut merupakan objek PPh Pasal 23 yang belum dilaporkan oleh Pemohon Banding;

bahwa pada saat proses penelitian keberatan, Terbanding telah mengirimkan surat permintaan peminjaman buku, catatan, data, dan informasi pertama Nomor S-5439/WPJ.19/BD.05/2016 tanggal 9 November 2016, dan surat permintaan peminjaman buku, catatan, data, dan informasi kedua Nomor S-548/WPJ.19/BD.05/2017 tanggal 2 Februari 2017;

bahwa Pemohon Banding tidak memperlihatkan dan meminjamkan seluruhnya buku, catatan, data, dan informasi yang diminta sesuai surat permintaan pertama dan kedua untuk Masa Pajak Agustus 2011;

bahwa Terbanding telah membuat Berita Acara Tidak Memenuhi Sebagian/Seluruhnya Permintaan Peminjaman dan/atau Permintaan Keterangan Nomor BA-423/WPJ.19/2017 tanggal 13 Maret 2017;

bahwa berdasarkan penelitian atas Laporan Hasil Pemeriksaan, Kertas Kerja Pemeriksaan, dan Risalah Pembahasan diketahui koreksi positif DPP PPh Pasal 23 dihasilkan dari pengujian berdasarkan dokumen sumber dengan teknik equalisasi Objek PPh Pasal 23 yang dilaporkan dalam SPT dengan pos-pos biaya dalam laporan laba rugi dan pos-pos neraca;

bahwa Objek PPh Pasal 23 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2011 menurut Terbanding adalah:

- Objek PPh Pasal 23 pada pos biaya dalam laporan laba rugi Rp 1.097.625.129.418,00
- Objek PPh Pasal 23 pada Pos-pos neraca Rp 46.239.469.276,00
- Objek PPh Pasal 23 dari masa sebelumnya Rp 7.690.241.422,00
- Dipotong/disetor/dilaporkan masa berikutnya Rp 0,00
- Diperhitungkan sebagai Objek PPh Pemotongan lain Rp 0,00
- Dipotong/disetor/dilaporkan di KPP lain Rp 0,00 +
- Objek PPh Pasal 23 Menurut Terbanding Rp 1.151.554.840.117,00
- Objek PPh Pasal 23 Menurut SPT Pemohon Banding Rp 539.700.855.767,00 -
- Koreksi Positif Objek PPh Pasal 23 Rp 611.853.984.350,00


bahwa perincian koreksi positif objek PPh Pasal 23 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2011 sebesar Rp611.853.984.350,00 adalah sebagai berikut:

Masa Pajak DPP/Objek PPh Pasal 23 Menurut Koreksi Positif (Rp)
SPTPemohon Banding (Rp) Terbanding (Rp)
Januari 2011 19.255.861.411 19.255.861.411 -
Februari 2011 39.029.260.036 44.240.898.048 5.211.638.012
Maret 2011 26.392.879.583 152.769.206.627 126.376.327.044
April 2011 11.850.766.939 25.855.402.921 14.004.635.982
Mei 2011 103.301.297.795 103.304.549.620 3.251.825
Juni 2011 23.132.592.044 59.432.215.183 36.299.623.139
Juli 2011 19.256.369.979 21.410.442.458 2.154.072.479
Agustus 2011 14.558.311.661 15.340.700.151 782.388.490
September 2011 10.381.565.196 99.155.724.444 88.774.159.248
Oktober 2011 18.114.158.462 19.239.962.562 1.125.804.100
November 2011 181.981.175.263 239.876.686.054 57.895.510.791
Desember 2011 72.446.617.398 351.673.190.639 279.226.573.241
Jumlah 539.700.855.767 1.151.554.840.117 611.853.984.350


bahwa perincian koreksi positif PPh Pasal 23 Terutang Masa Pajak Januari s.d. Desember 2011 dengan menggunakan tarif PPh Pasal 23 terutang sebesar 15% x Perkiraan Penghasilan adalah sebagai berikut:

Masa Pajak PPh Pasal 23 Terutang Menurut Koreksi Positif (Rp)
WP / SPT (Pemohon Banding) (Rp) Pemeriksa (Terbanding) (Rp)
Januari 2011 385.117.228 385.117.228 -
Februari 2011 780.585.201 3.428.457.644 2.647.872.443
Maret 2011 527.857.591 12.301.490.234 11.773.632.643
April 2011 237.015.339 1.788.339.514 1.551.324.175
Mei 2011 2.066.025.956 8.233.806.107 6.167.780.151
Juni 2011 462.651.841 7.489.637.517 7.026.985.676
Juli 2011 385.127.399 1.242.453.235 857.325.836
Agustus 2011 297.166.233 1.085.371.638 788.205.405
September 2011 207.901.304 10.813.268.844 10.605.367.540
Oktober 2011 365.541.159 1.390.811.500 1.025.270.341
November 2011 3.642.623.505 21.216.823.981 17.574.200.477
Desember 2011 1.451.932.348 23.557.267.725 22.105.335.377
Jumlah 10.809.545.104 92.932.845.169 82.123.300.65


bahwa dasar hukum koreksi positif objek/DPP PPh Pasal 23 terutang adalah:

- Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994;
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-10/PJ./1995 tentang Perkiraan Penghasilan Neto Yang Digunakan Sebagai Dasar Pemotongan Pajak Penghasilan Dan Jenis Jasa Lain Yang Atas Imbalannya Dipotong Pajak Penghasilan Berdasarkan Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994; dan
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-76/PJ./1995 tentang Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-10/PJ./1995 Tanggal 31 Januari 1995 Tentang Perkiraan Penghasilan Neto Yang Digunakan Sebagai Dasar Pemotongan Pajak Penghasilan Dan Jenis Jasa Lain Yang Atas Imbalannya Dipotong Pajak Penghasilan Berdasarkan Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994;


bahwa pada Masa Pajak Agustus 2011, koreksi positif objek PPh Pasal 23 adalah sebesar Rp782.388.490,00;

bahwa atas seluruh koreksi positif ini, Pemohon Banding telah mengajukan keberatan dan sedang mengajukan banding dengan alasan-alasan antara lain:

- sebagian besar dari akun-akun tersebut berisi antara lain transaksi yang merupakan objek PPh Pasal 15, PPh Pasal 26, PPN atas Jasa Luar Negeri, adanya selisih kurs, transaksi yang dibatalkan, transaksi atas pinjaman dan transaksi yang bukan merupakan transaksi jasa seperti denda, pembelian material dan reimbursement;
- Pemohon Banding telah melaksanakan kewajiban memotong PPh mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku saat transaksi terjadi;
- koreksi DPP PPh Pasal 23 hanya didasarkan asumsi dari hasil perhitungan equalisasi akun neraca dan laba rugi dengan DPP PPh Pasal 23, bukan didasarkan atas data dan fakta;
- koreksi besarnya PPh Terutang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
- Data dan fakta menunjukkan bahwa seluruh koreksi DPP PPh Pasal 23 yang dilakukan fiskus terbukti bukan merupakan objek PPh Pasal 23;


bahwa pada saat proses penelitian keberatan, Pemohon Banding tidak memberikan rincian dan/atau rekonsiliasi dari pos-pos biaya dalam laporan laba rugi dan pos-pos neraca yang dilakukan koreksi positif DPP PPh Pasal 23 yang menurut alasan Pemohon Banding dalam surat keberatannya merupakan objek PPh Pasal 15, PPh Pasal 26, PPN atas Jasa Luar Negeri, adanya selisih kurs, transaksi yang dibatalkan, transaksi atas pinjaman dan transaksi yang bukan merupakan transaksi jasa seperti denda, pembelian material dan reimbursement;

bahwa Pemohon Banding juga tidak memperlihatkan dan meminjamkan seluruhnya buku, catatan, data, dan informasi yang diminta sesuai surat permintaan pertama dan kedua untuk Masa Pajak Agustus 2011 pada saat proses penelitian keberatan;

bahwa dengan tidak diberikannya rincian dan/atau rekonsiliasi dari pos-pos biaya dalam laporan laba rugi dan pos-pos neraca yang dilakukan koreksi positif DPP PPh Pasal 23 dan tidak diperlihatkan serta dipinjamkannya seluruhnya buku, catatan, data, dan informasi untuk Masa Pajak Agustus 2011 yang diminta oleh Terbanding, maka Terbanding menyimpulkan bahwa alasan-alasan keberatan Pemohon Banding yang menyatakan bahwa penghitungan Terbanding atas Objek PPh Pasal 23 sebagian besar dari akun-akun tersebut berisi antara lain transaksi yang merupakan objek PPh Pasal 15, PPh Pasal 26, PPN atas Jasa Luar Negeri, adanya selisih kurs, transaksi yang dibatalkan, transaksi atas pinjaman dan transaksi yang bukan merupakan transaksi jasa seperti denda, pembelian material dan reimbursement tidak terbukti;

bahwa atas alasan-alasan yang disampaikan Pemohon Banding dalam Surat Bandingnya, dan karena Pemohon Banding tidak memperlihatkan dan meminjamkan seluruhnya buku, catatan, data, dan informasi pada saat proses keberatan sehingga alasan pemohon banding bahwa koreksi DPP PPh Pasal 23 hanya didasarkan asumsi bukan didasarkan atas data dan fakta, serta berdasarkan data dan fakta bahwa seluruh koreksi DPP PPh Pasal 23 bukan merupakan objek PPh Pasal 23 tidak dapat dibuktikan pemohon banding sehingga alasan-alasan ini tidak dapat diterima;

bahwa karenanya Terbanding mengusulkan untuk menolak keberatan Pemohon Banding dan tetap mempertahankan koreksi positif DPP PPh Pasal 23 Masa Pajak Agustus 2011 sebesar Rp782.388.490,00;

bahwa dengan demikian, alasan Pemohon Banding dalam Surat Keberatan dan Surat Bandingnya tidak dapat diterima karena koreksi positif yang dilakukan oleh Terbanding untuk Masa Pajak Agustus 2011 atas Objek/DPP PPh Pasal 23 dan koreksi positif atas PPh Pasal 23 Terutang dengan menggunakan tarif PPh Pasal 23 terutang sebesar 15% x Perkiraan Penghasilan Neto telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

bahwa berdasarkan dalil-dalil tersebut, Terbanding menolak keberatan Pemohon Banding dan mempertahankan jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Nomor 00014/203/11/091/16 tanggal 26 Februari 2016 Masa Pajak Agustus 2011 dengan perhitungan sebagai berikut:

No Uraian Pemohon Terbanding (Rp) Terbanding (Rp) (Pemeriksa) Terbanding (Tim Peneliti) (Rp) Koreksi Positif Banding Dipertahankan (Rp)
1 Penghasilan Kena Pajak/Dasar Pengenaan Pajak 14.558.311.661 15.340.700.151 15.340.700.151 782.388.490
2 PPh Pasal 23 yang terutang 297.166.233 1.085.371.638 1.085.371.638 788.205.405
3 Kredit Pajak :
a. PPh ditanggung Pemerintah 0 0 0 0
b. Setoran masa dan tahunan 297.166.233 297.166.233 297.166.233 0
c. STP (pokok kurang bayar) 0 0 0 0
d. Kompensasi kelebihan dari masa sebelumnya 0 0 0 0
e. Lain-lain 0 0 0 0
f. Kompensasi kelebihan ke masa....... 0 0 0 0
g. Jumlah pajak yang dapat dikreditkan (a+b+c+d+e-f) 297.166.233 297.166.233 297.166.233 0
4 Pajak yang tidak/kurang dibayar (2-3.g) 0 788.205.405 788.205.405 788.205.405
5 Sanksi Administrasi : 0 0 0 0
a. Bunga Pasal 13 (2) KUP 0 378.338.594 378.338.594 378.338.594
b. Kenaikan Pasal 13 (3) KUP 0 0 0 0
c. Bunga Pasal 13 (5) KUP 0 0 0 0
d. Kenaikan Pasal 13A KUP 0 0 0 0
e. Jumlah sanksi administrasi (a+b+c+d) 0 378.338.594 378.338.594 378.338.594
6 Jumlah PPh yang masih harus dibayar (4+5.e) 0 1.166.543.999 1.166.543.999 1.166.543.999


bahwa dengan demikian alasan-alasan yang dikemukakan Pemohon Banding tidak tepat, karena koreksi positif yang dilakukan Terbanding telah berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

bahwa dalam persidangan Terbanding menyampaikan tambahan penjelasan secara lisan yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

bahwa Terbanding melakukan ekualisasi pos laporan laba rugi sebagiamana telah tercantum dalam KKP;

bahwa pemeriksaan PPN dan Badan dan PPh pemotongan dan pemungutan ada dalam satu tahun pajak yang sama dan dalam surat perintah pemeriksaan yang sama;

bahwa menurut Terbanding tarif yang digunakan sesuai dengan kondisi saat pengenaan;

bahwa Terbanding menjelaskan didalam KKP hanya ada rincian ekualisasi pos-pos yang dikoreksi PPh Pasal 26 dan rincian biaya-biaya yang dilaporkan dalam Pos-Pos Rugi Laba dan Neraca;

bahwa menurut Terbanding ada berbagai macam objek, akan tetapi yang paling besar adalah jasa pertambangan dan jasa catering oleh wisma boga;

bahwa dari data GL yang diberikan oleh Pemohon banding pada saat pemeriksaan diketemukan adanya kewajiban pemotongan PPh 23 untuk subjek yang sama tetapi tidak dilakukan pemotongan;

bahwa Terbanding telah menjelaskan dan sudah dimengerti oleh Sdr. A selaku manajer pajak dari Pemohon Banding, tentang objek mana yang dijadikan objek per masa karena didalam GL sudah diketahui;

bahwa Terbanding meminta di hadirkan Sdr. A, dan jika tidak bisa hadir maka bisa dihadirkan Sdr, KRA;

bahwa didalam Surat Uraian Banding sudah terperinci pos-pos PPh Pasal 23 dan Pasal 26 tiap masa dan item yang menjadi koreksi Terbanding sehingga Pemohon Banding bisa buktikan di dalam proses Uji Bukti;

bahwa dalam proses Uji Bukti Pemohon Banding sudah menyerahkan bukti-bukti yang dimiliki oleh Pemohon Banding saat proses Uji Bukti, namun dari penelitian Terbanding, Pemohon Banding tidak bisa menyerahkan seluruh bukti, tetapi hanya sampling dan sudah Terbanding tuangkan dalam BA Uji Bukti;

bahwa dalam persidangan Terbanding menyampaikan Penjelasan Tertulis tanpa nomor tanggal 15 Mei 2018, yang memuat hal-hal pokok sebagai berikut:

1. Dasar Hukum

- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009


Pasal 23 ayat (2)
Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:

a. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
b. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
d. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.


Pasal 25 Ayat (1)
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang bayar;
b. Surat ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
d. Surat ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
e. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


Penjelasan Pasal 25 ayat (1)
Keberatan yang diajukan adalah mengenai materi atau isi dari ketetapan pajak, yaitu jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau pemotongan atau pemungutan pajak. Yang dimaksud dengan "suatu" pada ayat ini adalah 1 (satu) keberatan harus diajukan terhadap 1 (satu) jenis pajak dan 1 (satu) Masa Pajak atau Tahun Pajak.

Pasal 26 Ayat (3)
Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.

Pasal 6 A ayat (1)
Tata Cara pengajuan dan penyelesaian keberatan diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 27 ayat (1)
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)

Pasal 29
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pasal 31

(1) Tata cara pemeriksaan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(2) Tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di antaranya mengatur tentang pemeriksaan ulang, jangka waktu pemeriksaan, kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak, dan hak Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.


Pasal 36

(1 Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :
  1. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
  2. mengurangkan atau membatalkan suart ketetapan pajak yang tidak benar;
  3. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar;atau
  4. membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa :
    1. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan;atau
    2. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.

Penjelasan
Ayat (1)
Dalam praktik dapat ditemukan sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak tidak tepat karena ketidaktelitian petugas pajak yang dapat membebani Wajib Pajak yang tiidak bersalah atau tidak memahami peraturan perpajakan. Dalam hal demikian, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang telahditetapkan dapat dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Selain itu, Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar, misalnya Wajib Pajak yang ditolak pengajuan keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan formal (memasukkan surat keberatan tidak pada waktunya) meskipun persyaratan material terpenuhi.

Demikian juga, atas Surat Tagihan Pajak yang tidak benar dapat dilakukan pengurangan atau pembatalan oleh Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak.

Dalam rangka memberikan keadilan dan melindungi hak Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak atas kewenangannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat mernbatalkan hasil pemeriksaan pajak yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau tanpa dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. Namun, dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, permohonan Wajib Pajak tidak dapat dipertimbangkan;

- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015


Pasal 41

1. Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian SPHP yang dilampiri dengan daftar temuan hasil Pemeriksaan.
2. SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pemeriksa Pajak secara langsung atau melalui faksimili.
3. Dalam hal SPHP disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak untuk menerima SPHP, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat penolakan menerima SPHP.
(1) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat penolakan menerima SPHP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan menerima SPHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak


Pasal 42

(1) Wajib Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dalam bentuk:
  1. lembar pernyataan persetujuan hasil pemeriksaan dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh hasil Pemeriksaan; atau
  2. surat sanggahan, dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil Pemeriksaan.
(2) Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya SPHP oleh Wajib Pajak.
(3) Wajib Pajak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir.
(4) Untuk melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan tertulis sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir.
(5) Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh Wajib Pajak secara langsung atau melalui faksimili.
(6) Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP, Pemeriksa Pajak membuat berita acara tidak disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.


Pasal 43

(1) Dalam rangka melaksanakan pembahasan atas hasil Pemeriksaan yang tercantum dalam SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) kepada Wajib Pajak harus diberikan hak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(2) Hak hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan melalui penyampaian undangan secara tertulis kepada Wajib Pajak dengan mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(3) Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak:
  1. diterimanya tanggapan tertulis atas SPHP dari Wajib Pajak sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); atau
  2. berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3), dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP.
(4) Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disampaikan oleh Pemeriksa Pajak secara langsung atau melalui faksimili.


Pasal 44 ayat (4)
Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:

a) menyampaikan surat sanggahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); dan
b) tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2),Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan berdasarkan surat sanggahan, berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.


Pasal 46

(1) Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada hari dan tanggal sesuai undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2), Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dianggap telah dilakukan.
(2) Dalam hal Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dianggap telah dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ihtisar hasil pembahasan akhir ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.

- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak


Pasal 1 angka 10
Surat Bantahan adalah surat dari pemohon Banding atau penggugat kepada Pengadilan Pajak yang berisi bantahan atas surat uraian Banding atau Surat Tanggapan.

1. Penjelasan Terbanding

a. Bahwa dalam surat bantahan atas Surat Uraian Banding nomor S-3078/WPJ.19/2017 tanggal 24 Oktober 2017, Pemohon Banding mengemukakan pemenuhan formal oleh Terbanding terkait prosedur pemeriksaan;


bahwa menurut Pemohon Banding, Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (“SPHP”), Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan (“PHAP”), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (“SKPKB”) dan Keputusan Terbanding yang menolak Keberatan Pemohon Banding Batal Demi Hukum Akibat Surat Undangan Terbanding Kepada Pemohon Banding untuk PHAP Daluwarsa, dengan mengemukakan alasan-alasan sebagaimana diuraikan pada bagian A menurut Pemohon Banding;

bahwa Pemohon Banding juga menyimpulkan bahwa PHAP dan berita acara terkait yang diselesaikan secara sepihak oleh Terbanding menjadi batal demi hukum sehingga segala produk turunannya berupa SKPKB, Surat Keputusan tentang Keberatan Pemohon Banding terhadap SKP KB terkait seharusnya juga menjadi batal demi hukum;

b. Bahwa berdasarkan penelitian pada surat keberatan, laporan keberatan, surat banding, dan surat uraian banding, tidak terdapat sengketa formal terkait prosedur pemeriksaan terhadap Pemohon Banding;


bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,
“Surat Bantahan adalah surat dari pemohon Banding atau penggugat kepada Pengadilan Pajak yang berisi bantahan atas surat uraian Banding atau Surat Tanggapan.”

bahwa mengacu pada Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002, maka seharusnya Surat Bantahan dari Pemohon Banding hanya berisi bantahan atas surat uraian banding yang telah dibuat Terbanding, bukan mengungkapkan hal-hal baru di luar sengketa banding;

bahwa faktanya, surat bantahan dari Pemohon Banding membahas hal-hal baru di luar sengketa banding, yaitu pemenuhan formal terkait prosedur pemeriksaan. Terbanding berpendapat bahwa surat bantahan dari Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002;

c. Bahwa seluruh prosedur pemeriksaan telah dilaksanakan oleh Terbanding. Berdasarkan penelitian pada Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) nomor LAP -142/WPJ.19/KP.0105/RIK.SIS/2016 tanggal 25 Februari 2016, Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP), Risalah Pembahasan, Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Laporan Penelitian Keberatan nomor LAP-11900/WPJ.19/2017 tanggal 10 Mei 2017, Surat Banding, Surat Uraian Banding dan surat bantahan Pemohon Banding atas Surat Uraian Banding nomor S-3078/WPJ.19/2017 tanggal 24Oktober 2017, diketahui sebagai berikut:
Tanggal 3 Desember 2014 Terbanding menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak Nomor PRIN-00460/WPJ.019/KP.0105/RIK.SIS/2014 tanggal 3 Desember 2014 untuk melakukan pemeriksaan pajak terhadap Pemohon Banding, meliputi seluruh jenis pajak tahun pajak 2011;
Tanggal 11 Desember 2014 telah dilakukan pembahasan dengan Pemohon Banding yang dihadiri Sdr. A untuk:
- Menjelaskan alasan dan tujuan dilakukan pemeriksaan;
- Menjelaskan hak dan kewajiban Pemohon Banding selama dan setelah pelaksanaan pemeriksaan;
- Hak Pemohon Banding mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal terdapat hasil pemeriksaan yang belum disepakati antara Terbanding dengan Pemohon Banding dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;
- Menjelaskan buku, catatan, dan atau dokumen yang akan dipinjam dari Pemohon Banding dan
- Menyampaikan dan menjelaskan Formulir Kuesioner Pemeriksaan;
Tanggal 28 Januari 2016 – Terbanding menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) nomor SPHP-00088/WPJ.019/RIK.SIS/2016 tanggal 27 Januari 2016 secara langsung kepada Pemohon Banding dan diterima oleh Sdr. A tanggal 28 Januari 2016 yang merupakan karyawan Pemohon Banding dan di stempel perusahaan Pemohon Banding;
Tanggal 5 Februari 2016 – Pemohon Banding menyampaikan permohonan perpanjangan batas waktu pemberian tanggapan SPHP dengan surat nomor Ref: 0043/DIR-AKT-JKT/II/2016 tanggal 4 Februari 2016 yang diterima Terbanding tanggal 5 Februari 2016 berdasarkan Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD) nomor PEM:01000737\091\feb\2016 tanggal 5 Februari 2016.
Tanggal 11 Februari 2016 – Pemohon Banding menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP dengan surat nomor Ref: 0053/Dir-Akt-Jkt/II/16 tanggal 11 Februari 2016. Tanggapan tertulis diterima Terbanding pada tanggal 11 Februari 2016 berdasarkan Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD) nomor PEM:01000986\091\feb\2016 tanggal 11 Februari 2016.
Tanggal 18 Februari 2016 – Terbanding menerbitkan Surat Panggilan untuk menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan nomor S-98/WPJ.19/KP.0100/2016 tanggal 18 Februari 2016. Pemohon Banding dipanggil untuk menadatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada tanggal 23 Februari 2016. Surat dikirim secara langsung kepada Pemohon Banding dan diterima oleh Sdr. A tanggal 22 Februari 2016 yang merupakan karyawan Pemohon Banding dan di stempel perusahaan Pemohon Banding;
Tanggal 23 Februari 2016 – Pemohon Banding menyampaikan permohonan penundaan waktu penandatanganan Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Sehubungan dengan Hasil Pemeriksaan Tahun Pajak 2011 dengan surat nomor Ref: 0072/DIR-AKT-JKT/II/2016 tanggal 22 Februari 2016 yang diterima KPP Wajib Pajak Besar Satu tanggal 23 Februari 2016 berdasarkan Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD) nomor PEM:01001347\091\feb\2016 tanggal 23 Februari 2016.
Tanggal 24 Februari 2016 – Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan Risalah Pembahasan ditandaangani oleh Terbanding dan Tidak ditandatangani oleh Pemohon Banding;
Tanggal 26 Februari 2016 – Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 diterbitkan Terbanding;

d. Bahwa pada persidangan tanggal 3 April 2018, Terbanding telah memperlihatkan dan menyerahkan kepada Majelis, salinan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) nomor SPHP-00088/WPJ.019/RIK.SIS/2016 tanggal 27 Januari 2016 yang diterima langsung oleh Sdr. A pada tanggal 28 Januari 2018 dan stempel perusahaan Pemohon Banding beserta salinan bukti pengiriman melalui facsimile;

bahwa berdasarkan hasil penelitian pada SPT Masa PPh Pasal 21 Masa Pajak Januari 2016 yang terdapat pada Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP), Sdr A merupakan pegawai tetap pada Pemohon Banding;

e. Bahwa atas surat pemberitahuan hasil pemeriksaan (SPHP) tersebut, Pemohon Banding juga telah memberikan tanggapan tertulis dengan surat nomor Ref: 0053/Dir-Akt-Jkt/II/16 tanggal 11 Februari 2016. Tanggapan tertulis diterima Terbanding pada tanggal 11 Februari 2016 berdasarkan Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD) nomor PEM:01000986\091\feb\2016 tanggal 11 Februari 2016;

bahwa dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) nomor SPHP-00088/WPJ.019/RIK.SIS/2016 tanggal 27 Januari 2016 telah secara nyata dan sah diterima oleh Pemohon Banding;

f. Bahwa Tanggapan Pemohon Banding atas SPHP juga telah dipertimbangkan oleh Terbanding. Hal ini bisa dilihat dalam Risalah Pembahasan dan Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir, terdapat koreksi yang dibatalkan oleh Terbanding;

g. Bahwa Terbanding juga telah mengirimkan kepada Pemohon Banding Surat Panggilan untuk menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan nomor S-98/WPJ.19/KP.0100/2016 tanggal 18 Februari 2016. Surat panggilan tersebut juga telah diterima oleh Pemohon Banding pada tanggal 22 Februari 2016;

bahwa atas surat panggilan untuk menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemohon Banding menyampaikan surat permohonan penundaan waktu penandatanganan Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Sehubungan dengan Hasil Pemeriksaan Tahun Pajak 2011 dengan surat nomor Ref: 0072/DIR-AKT-JKT/II/2016 tanggal 22 Februari 2016 yang diterima Terbanding tanggal 23 Februari 2016 berdasarkan Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD) nomor PEM:01001347\091\feb\2016 tanggal 23 Februari 2016. Dalam surat permohonan penundaan tersebut, Pemohon Banding meminta closing pemeriksaan pajak Pemohon Banding tahun 2011 ditunda sampai dengan tanggal 3 Maret 2016;

h. Bahwa mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015, penundaan closing pemeriksaan sebagaimana diajukan Pemohon Banding, tidak termasuk yang diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut. Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 44 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015;

Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
  1. menyampaikan surat sanggahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); dan
  2. tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2),
Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan berdasarkan surat sanggahan, berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dan berita acaraPembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.


bahwa prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 telah dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak/Terbanding;

i. Berdasarkan uraian dan ketentuan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Sesuai dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ditegaskan Pemohon Banding dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1);
2) Berdasarkan penelitian lebih lanjut atas Surat Keberatan dan Surat Banding diketahui bahwa Pemohon Banding tidak menyengketakan terkait formal penerbitan SKP;
3) Berdasarkan penjelasan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ditegaskan bahwa Keberatan yang diajukan adalah mengenai materi atau isi dari ketetapan pajak;
4) Apabila Pemohon Banding tidak setuju dengan formal penerbitan SKP yang tidak sesuai prosedur dan tata cara yang telah diatur seharusnya mengajukan Pasal 36 ayat (1) huruf d Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau Gugatan Pasal 23 ayat (2) huruf d;
5) Untuk Pasal 36 ayat (1) huruf d Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pembatalan hanya di dibatasi atas dua hal yaitu hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa 1.penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau 2.pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Pemohon Banding;
6) Bahwa Pemohon Banding sudah menerima SPHP dan panggilan untuk pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Pemohon Banding juga sudah memberikan tanggapan. Atas tanggapan yang disampaikan oleh Pemohon Banding, sebagian sudah diakui oleh Terbanding dengan adanya sebagian koreksi yang dibatalkan oleh Terbanding;
7) Untuk Tahun Pajak yang sama, atas sengketa PPN, PPN Pemungutan dan PPN atas Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean juga telah diajukan banding, tetapi Pemohon Banding tidak menyengketakan terkait formal penerbitan SKP dan sudah masuk tahap penelitian materi sengketa banding;
8) Berdasarkan uraian di atas, Terbanding berpendapat bahwa seluruh prosedur pemeriksaan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 telah dilaksanakan oleh Terbanding;


bahwa dengan demikian, Terbanding mengusulkan kepada Majelis untuk menolak banding Pemohon Banding dan mempertahankan Keputusan Terbanding Nomor KEP-00560/KEB/WPJ.19/2107 tanggal 17 April 2017 tentang Keberatan Wajib Pajak Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2011 atas nama Pemohon Banding NPWP 01.XXX.XXX.X-XXX.XXX;

bahwa dalam persidangan Terbanding menyampaikan Pendapat Akhir Nomor S-7949/PJ.07/2007 tanggal 30 Oktober 2018 yang memuat hal-hal pokok sebagai berikut:

A. Dasar Hukum

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994

Pasal 23
Ayat (1) : Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subyek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan :

a. sebesar 15 % (lima belas persen) dari jumlah bruto atas :
1) dividen;
2) bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
3) royalti;
4) hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e;
b. sebesar 15 % (lima belas persen) dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi;
c. sebesar 15 % (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan netto atas :
1) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
2) imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.


Ayat (2) : Besarnya perkiraan penghasilan neto dan jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Ayat (3) : Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri dapat ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Ayat (4) : Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan atas :

a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
b. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
c. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f;
d. bunga obligasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i;
e. bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf j;
f. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
g. bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya."


Pasal 33 A ayat (4)
Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya berdasarkan Kontrak Bagi Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada saat berlakunya Undang-undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan dalam Kontrak Bagi Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan tersebut sampai dengan berakhirnya kontrak atau perjanjian kerjasama dimaksud

Penjelasan :
Ketentuan pajak dalam kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerja sama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada saat berlakunya Undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerja sama pengusahaan pertambangan tersebut. Walaupun Undang-undang ini sudah mulai berlaku, namun kewajiban pajak bagi Wajib Pajak yang terikat dengan kontrak bagi hasil, kontrak karya atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan tetap dihitung berdasar kontrak atau perjanjian dimaksud.

Dengan demikian, ketentuan Undang-undang ini baru diberlakukan untuk pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak di bidang pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi dan pengusahaan pertambangan umum lainnya yang dilakukan dalam bentuk kontrak karya, kontrak bagi hasil, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan, yang ditanda tangani setelah berlakunya Undang-undang ini

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-10/PJ./1995 tentang Perkiraan Penghasilan Neto Yang Digunakan Sebagai Dasar Pemotongan Pajak Penghasilan Dan Jenis Jasa Lain Yang Atas Imbalannya Dipotong Pajak Penghasilan Berdasarkan Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994

Pasal 1
Jenis jasa lain yang atas imbalannya dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 adalah :

1. Jasa perancang bangunan, jasa perancang interior dan jasa perancang pertamanan;
2. Jasa pemborong bangunan;
3. Jasa akuntansi dan pembukuan;
4. Jasa pembersihan dan jasa pembasmian hama;
5. Jasa penebangan hutan;

yang dilakukan oleh Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap

Pasal 2
Perkiraan penghasilan neto yang digunakan sebagai dasar pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubahterakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, adalah sebagai berikut:

a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri 80%
b. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap 40%
c. imbalan jasa teknik, jasa manajemen dan jasa konsultan 40%
d. imbalan jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 selain jasa pemborong bangunan 40%
e. imbalan jasa konstruksi atau jasa pemborong bangunan 10% dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.


Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-76/PJ./1995 tentang Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-10/PJ./1995 Tanggal 31 Januari 1995 Tentang Perkiraan Penghasilan Neto Yang Digunakan Sebagai Dasar Pemotongan Pajak Penghasilan Dan Jenis Jasa Lain Yang Atas Imbalannya Dipotong Pajak Penghasilan Berdasarkan Pasal 23 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994

Pasal 1
Jenis jasa lain yang atas imbalannya dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1994 adalah :

1. Jasa perancang bangunan, jasa perancang interior dan jasa perancang pertamanan;
2. Jasa pemborong bangunan;
3. Jasa akuntansi dan pembukuan;
4. Jasa penebangan hutan;
5. Jasa pembasmian hama dan jasa pembersihan;
6. Jasa selain yang tersebut pada butir 1 sampai dengan butir 5 yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha tetap, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21."


Pasal 2
Perkiraan Penghasilan Neto yang digunakan sebagai dasar pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, adalah sebagai berikut:

a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri 80%
b. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap 40%
c. imbalan jasa teknik, jasa manajemen dan jasa konsultan 40%
d. imbalan jasa perancang bangunan, jasa perancang interior, dan jasa pertamanan 40%
e. imbalan jasa akuntansi dan pembukuan 40%
f. imbalan jasa penebangan hutan 40%
g. imbalan pembasmian hama dan jasa pembersihan 10%
h. imbalan jasa kontruksi atau jasa pemborong bangunan 10%
i. imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6 10% dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.


B. Data dan Fakta

bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan, Terbanding melakukan koreksi positif DPP PPh Pasal 23 untuk Masa Pajak Agustus 2011 sebesar Rp782.388.490,00 yang diperoleh berdasarkan equalisasi objek PPh Pasal 23 yang dilaporkan dalam SPT Masa dengan pos-pos biaya dalam laporan laba rugi dan pos-pos neraca. Selisih positif hasil ekualisasi tersebut merupakan objek PPh Pasal 23 yang belum dilaporkan oleh Pemohon Banding dan menghitung besarnya PPh Pasal 23 terutang dengan menggunakan tarif PPh Pasal 23 terutang sebesar 15% x Perkiraan Penghasilan Neto;

bahwa pada saat proses penelitian keberatan, Terbanding telah mengirimkan surat permintaan peminjaman buku, catatan, data, dan informasi pertama Nomor S-5439/WPJ.19/BD.05/2016 tanggal 9 November 2016, dan surat permintaan peminjaman buku, catatan, data, dan informasi kedua Nomor S-548/WPJ.19/BD.05/2017 tanggal 2 Februari 2017;

bahwa Pemohon Banding tidak memperlihatkan dan meminjamkan seluruhnya buku, catatan, data, dan informasi yang diminta sesuai surat permintaan pertama dan kedua;

bahwa Terbanding telah membuat Berita Acara Tidak Memenuhi Sebagian/Seluruhnya Permintaan Peminjaman dan/atau Permintaan Keterangan Nomor BA-423/WPJ.19/2017 tanggal 13 Maret 2017;

bahwa dalam persidangan hari Selasa, tanggal 14 Agustus 2018, Pemohon Banding menyatakan setuju dan tidak mempermasalahkan tarif PPh Pasal 23 yang terutang;

C. TANGGAPAN TERBANDING

Penjelasan Terbanding Terkait Tanggapan Pemohon Banding Atas Ketentuan Formal Pemeriksaan

2. Dasar Hukum

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009

Pasal 23 ayat (2)
Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:

a. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
b. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
d. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.


Pasal 25 Ayat (1)
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang bayar;
b. Surat ketetapan Pajak Kurang Bayar Tamabahan;
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
d. Surat ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


Penjelasan Pasal 25 ayat (1)
Keberatan yang diajukan adalah mengenai materi atau isi dari ketetapan pajak, yaitu jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau pemotongan atau pemungutan pajak. Yang dimaksud dengan "suatu" pada ayat ini adalah 1 (satu) keberatan harus diajukan terhadap 1 (satu) jenis pajak dan 1 (satu) Masa Pajak atau Tahun Pajak.

Pasal 26 Ayat (3)
Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.

Pasal 26 A ayat (1)
Tata Cara pengajuan dan penyelesaian keberatan diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 27 ayat (1)
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)

Pasal 29
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pasal 31

1. Tata cara pemeriksaan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2. Tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di antaranya mengatur tentang pemeriksaan ulang, jangka waktu pemeriksaan, kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak, dan hak Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.


Pasal 36

(1) Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :
  1. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
  2. mengurangkan atau membatalkan suart ketetapan pajak yang tidak benar;
  3. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar;atau
  4. membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa :
    1. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
    2. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.

Penjelasan
Ayat (1)
Dalam praktik dapat ditemukan sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak tidak tepat karena ketidaktelitian petugas pajak yang dapat membebani Wajib Pajak yang tiidak bersalah atau tidak memahami peraturan perpajakan. Dalam hal demikian, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang telahditetapkan dapat dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Selain itu, Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar, misalnya Wajib Pajak yang ditolak pengajuan keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan formal (memasukkan surat keberatan tidak pada waktunya) meskipun persyaratan material terpenuhi.

Demikian juga, atas Surat Tagihan Pajak yang tidak benar dapat dilakukan pengurangan atau pembatalan oleh Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak.

Dalam rangka memberikan keadilan dan melindungi hak Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak atas kewenangannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat mernbatalkan hasil pemeriksaan pajak yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau tanpa dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. Namun, dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, permohonan Wajib Pajak tidak dapat dipertimbangkan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015

Pasal 41

(1) Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian SPHP yang dilampiri dengan daftar temuan hasil Pemeriksaan.
(2) SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pemeriksa Pajak secara langsung atau melalui faksimili.
(3) Dalam hal SPHP disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak untuk menerima SPHP, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat penolakan menerima SPHP.
(4) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat penolakan menerima SPHP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan menerima SPHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.


Pasal 42

(1) Wajib Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dalam bentuk:
  1. lembar pernyataan persetujuan hasil pemeriksaan dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh hasil Pemeriksaan; atau
  2. surat sanggahan, dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil Pemeriksaan.
(2) Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya SPHP oleh Wajib Pajak
(3) Wajib Pajak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir.
(4) Untuk melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan tertulis sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir.
(5) Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh Wajib Pajak secara langsung atau melalui faksimili.
(6) Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP, Pemeriksa Pajak membuat berita acara tidak disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.


Pasal 43

(1) Dalam rangka melaksanakan pembahasan atas hasilPemeriksaan yang tercantum dalam SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) kepada Wajib Pajak harus diberikan hak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(2) Hak hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan melalui penyampaian undangan secara tertulis kepada Wajib Pajak dengan mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(3) Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak:
  1. diterimanya tanggapan tertulis atas SPHP dari Wajib Pajak sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); atau
  2. berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3), dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP.
(4) Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disampaikan oleh Pemeriksa Pajak secara langsung atau melalui faksimili.


Pasal 44 ayat (4)
Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:

a) menyampaikan surat sanggahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); dan
b) tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2),Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan berdasarkan surat sanggahan, berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.


Pasal 46

(1) Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada hari dan tanggal sesuai undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2), Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dianggap telah dilakukan.
(2) Dalam hal Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dianggap telah dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ihtisar hasil pembahasan akhir ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.


Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak

Pasal 1 angka 10
Surat Bantahan adalah surat dari pemohon Banding atau penggugat kepada Pengadilan Pajak yang berisi bantahan atas surat uraian Banding atau Surat Tanggapan.

2. Penjelasan Terbanding
a. Bahwa dalam surat bantahan atas Surat Uraian Banding nomor S-3078/WPJ.19/2017 tanggal 24 Oktober 2017, Pemohon Banding mengemukakan pemenuhan formal oleh Terbanding terkait prosedur pemeriksaan;

bahwa menurut Pemohon Banding, Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (“SPHP”), Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan (“PHAP”), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (“SKPKB”) dan Keputusan Terbanding yang menolak Keberatan Pemohon Banding Batal Demi Hukum Akibat Surat Undangan Terbanding Kepada Pemohon Banding untuk PHAP Daluwarsa, dengan mengemukakan alasan-alasan sebagaimana diuraikan pada bagian A menurut Pemohon Banding;

bahwa Pemohon Banding juga menyimpulkan bahwa PHAP dan berita acara terkait yang diselesaikan secara sepihak oleh Terbanding menjadi batal demi hukum sehingga segala produk turunannya berupa SKPKB, Surat Keputusan tentang Keberatan Pemohon Banding terhadap SKPKB terkait seharusnya juga menjadi batal demi hukum;

b. Bahwa berdasarkan penelitian pada Surat Keberatan, laporan keberatan, Surat Banding, dan Surat Uraian Banding, tidak terdapat sengketa formal terkait prosedur pemeriksaan terhadap Pemohon Banding;

bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,
Surat Bantahan adalah surat dari pemohon Banding atau penggugat kepada Pengadilan Pajak yang berisi bantahan atas surat uraian Banding atau Surat Tanggapan.

bahwa mengacu pada Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002, maka seharusnya Surat Bantahan dari Pemohon Banding hanya berisi bantahan atas Surat Uraian Banding yang telah dibuat Terbanding, bukan mengungkapkan hal-hal baru di luar sengketa banding;

bahwa faktanya, surat bantahan dari Pemohon Banding membahas hal-hal baru di luar sengketa banding, yaitu pemenuhan formal terkait prosedur pemeriksaan. Terbanding berpendapat bahwa surat bantahan dari Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002;

c. Bahwa seluruh prosedur pemeriksaan telah dilaksanakan oleh Terbanding. Berdasarkan penelitian pada Laporan Pemeriksaan Pajak nomor LAP-142/WPJ.19/KP.0105/RIK.SIS/2016 tanggal 25 Februari 2016, Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP), Risalah Pembahasan, Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Laporan Penelitian Keberatan nomor LAP-1190/WPJ.19/2017 tanggal 10 Mei 2017, Surat Banding, Surat Uraian Banding dan surat bantahan Pemohon Banding atas Surat Uraian Banding nomor S-3078/WPJ.19/2017 tanggal 24 Oktober 2017, diketahui sebagai berikut:
Tanggal 3 Desember 2014 – Terbanding menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak Nomor PRIN-00460/WPJ.019/KP.0105/RIK.SIS/2014 tanggal 3 Desember 2014 untuk melakukan pemeriksaan pajak terhadap Pemohon Banding, meliputi seluruh jenis pajak tahun pajak 2011;
Tanggal 11 Desember 2014 telah dilakukan pembahasan dengan Pemohon Banding yang dihadiri Sdr. A untuk:
- Menjelaskan alasan dan tujuan dilakukan pemeriksaan;
- Menjelaskan hak dan kewajiban Pemohon Banding selama dan setelah pelaksanaan pemeriksaan;
- Hak Pemohon Banding mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal terdapat hasil pemeriksaan yang belum disepakati antara Terbanding dengan Pemohon Banding dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;
- Menjelaskan buku, catatan, dan atau dokumen yang akan dipinjam dari Pemohon Banding dan
- Menyampaikan dan menjelaskan Formulir Kuesioner Pemeriksaan;
Tanggal 28 Januari 2016 – Terbanding menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) nomor SPHP-00088/WPJ.019/RIK.SIS/2016 tanggal 27 Januari 2016 secara langsung kepada Pemohon Banding dan diterima oleh Sdr. A tanggal 28 Januari 2016 yang merupakan karyawan Pemohon Banding dan di stempel perusahaan Pemohon Banding;
Tanggal 5 Februari 2016 – Pemohon Banding menyampaikan permohonan perpanjangan batas waktu pemberian tanggapan SPHP dengan surat nomor Ref: 0043/DIR-AKT-JKT/II/2016 tanggal 4 Februari 2016 yang diterima Terbanding tanggal 5 Februari 2016 berdasarkan Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD) nomor PEM:01000737\091\feb\2016 tanggal 5 Februari 2016.
Tanggal 11 Februari 2016 – Pemohon Banding menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP dengan surat nomor Ref: 0053/Dir-Akt-Jkt/II/16 tanggal 11 Februari 2016. Tanggapan tertulis diterima Terbanding pada tanggal 11 Februari 2016 berdasarkan Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD) nomor PEM:01000986\091\feb\2016 tanggal 11 Februari 2016.
Tanggal 18 Februari 2016 – Terbanding menerbitkan Surat Panggilan untuk menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan nomor S-98/WPJ.19/KP.0100/2016 tanggal 18 Februari 2016. Pemohon Banding dipanggil untuk menadatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada tanggal 23 Februari 2016. Surat dikirim secara langsung kepada Pemohon Banding dan diterima oleh Sdr. A tanggal 22 Februari 2016 yang merupakan karyawan Pemohon Banding dan di stempel perusahaan Pemohon Banding;
Tanggal 23 Februari 2016 – Pemohon Banding menyampaikan permohonan penundaan waktu penandatanganan Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Sehubungan dengan Hasil Pemeriksaan Tahun Pajak 2011 dengan surat nomor Ref: 0072/DIR-AKT-JKT/II/2016 tanggal 22 Februari 2016 yang diterima KPP Wajib Pajak Besar Satu tanggal 23 Februari 2016 berdasarkan Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD) nomor PEM:01001347\091\feb\2016 tanggal 23 Februari 2016.
Tanggal 24 Februari 2016 – Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan Risalah Pembahasan ditandaangani oleh Terbanding dan Tidak ditandatangani oleh Pemohon Banding;
Tanggal 26 Februari 2016 – Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 diterbitkan Terbanding;

d. Bahwa pada persidangan tanggal 3 April 2018, Terbanding telah memperlihatkan dan menyerahkan kepada Majelis, salinan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) nomor SPHP-00088/WPJ.019/RIK.SIS/2016 tanggal 27 Januari 2016 yang diterima langsung oleh Sdr. A pada tanggal 28 Januari 2016 dan stempel perusahaan Pemohon Banding beserta salinan bukti pengiriman melalui faksimile;

bahwa berdasarkan hasil penelitian pada SPT Masa PPh Pasal 21 Masa Pajak Januari 2016 yang terdapat pada Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP), Sdr A merupakan pegawai tetap pada perusahaanPemohon Banding;

e. Bahwa atas surat pemberitahuan hasil pemeriksaan (SPHP) tersebut, Pemohon Banding juga telah memberikan tanggapan tertulis dengan surat nomor Ref: 0053/Dir-Akt-Jkt/II/16 tanggal 11 Februari 2016. Tanggapan tertulis diterima Terbanding pada tanggal 11 Februari 2016 berdasarkan Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD) nomor PEM:01000986\091\feb\2016 tanggal 11 Februari 2016;

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) nomor SPHP-00088/WPJ.019/RIK.SIS/2016 tanggal 27 Januari 2016 telah secara nyata dan sah diterima oleh Pemohon Banding;

f. Bahwa Tanggapan Pemohon Banding atas SPHP juga telah dipertimbangkan oleh Terbanding. Hal ini bisa dilihat dalam Risalah Pembahasan dan Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir, terdapat koreksi yang dibatalkan oleh Terbanding;

g. Bahwa Terbanding juga telah mengirimkan kepada Pemohon Banding Surat Panggilan untuk menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan nomor S-98/WPJ.19/KP.0100/2016 tanggal 18 Februari 2016. Surat panggilan tersebut juga telah diterima oleh Pemohon Banding pada tanggal 22 Februari 2016;

bahwa atas surat panggilan untuk menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemohon Banding menyampaikan surat permohonan penundaan waktu penandatanganan Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Sehubungan dengan Hasil Pemeriksaan Tahun Pajak 2011 dengan surat nomor Ref: 0072/DIR-AKT-JKT/II/2016 tanggal 22 Februari 2016 yang diterima Terbanding tanggal 23 Februari 2016 berdasarkan Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD) nomor PEM:01001347\091\feb\2016 tanggal 23 Februari 2016. Dalam surat permohonan penundaan tersebut, Pemohon Banding meminta closing pemeriksaan pajak Pemohon Banding tahun 2011 ditunda sampai dengan tanggal 3 Maret 2016

h. Bahwa mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015, penundaan closing pemeriksaan sebagaimana diajukan Pemohon Banding, tidak termasuk yang diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut. Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 44 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015;

Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
  1. menyampaikan surat sanggahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); dan
  2. tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2),
bahwa Terbanding membuat risalah pembahasan berdasarkan surat sanggahan, berita acara ketidakhadiran Pemohon Banding dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani oleh Terbanding;

bahwa prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 telah dilaksanakan oleh Terbanding;

i. Berdasarkan uraian dan ketentuan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Sesuai dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ditegaskan Pemohon Banding dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1);
2) Berdasarkan penelitian lebih lanjut atas Surat Keberatan dan Surat Banding diketahui bahwa Pemohon Banding tidak menyengketakan terkait formal penerbitan SKP;
3) Berdasarkan penjelasan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ditegaskan bahwa Keberatan yang diajukan adalah mengenai materi atau isi dari ketetapan pajak;
4) Apabila Pemohon Banding tidak setuju dengan formal penerbitan SKP yang tidak sesuai prosedur dan tata cara yang telah diatur seharusnya mengajukan Pasal 36 ayat (1) huruf d Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau Gugatan Pasal 23 ayat (2) huruf d;
5) Untuk Pasal 36 ayat (1) huruf d Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pembatalan hanya di dibatasi atas dua hal yaitu hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa 1.penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau 2.pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Pemohon Banding;
6) Bahwa Pemohon Banding sudah menerima SPHP dan panggilan untuk pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Pemohon Banding juga sudah memberikan tanggapan. Atas tanggapan yang disampaikan oleh Pemohon Banding, sebagian sudah diakui oleh Terbanding dengan adanya sebagian koreksi yang dibatalkan oleh Terbanding;
7) Untuk Tahun Pajak yang sama, atas sengketa PPN, PPN Pemungutan dan PPN atas Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean juga telah diajukan banding, tetapi Pemohon Banding tidak menyengketakan terkait formal penerbitan SKP dan sudah masuk tahap penelitian materi sengketa banding;
8) Berdasarkan uraian di atas, Terbanding berpendapat bahwa seluruh prosedur pemeriksaan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 telah dilaksanakan oleh Terbanding;
9) Dengan demikian, Terbanding mengusulkan kepada Majelis untuk menolak banding Pemohon Banding dan mempertahankan Keputusan Terbanding Nomor KEP-00560/KEB/WPJ.19/2017 tanggal 10 Mei 2017 tentang Keberatan Wajib Pajak Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Agustus 2011 atas nama Pemohon Banding NPWP 01.XXX.XXX.X-XXX.XXX;


Penjelasan Terbanding Terkait dengan Materi Pokok Sengketa Banding

1) Berdasarkan penelitian atas Laporan Hasil Pemeriksaan, Kertas Kerja Pemeriksaan, dan Risalah Pembahasan diketahui koreksi positif DPP PPh Pasal 23 dihasilkan dari pengujian berdasarkan dokumen sumber dengan teknik equalisasi Objek PPh Pasal 23 yang dilaporkan dalam SPT dengan pos-pos biaya dalam laporan laba rugi dan pos-pos neraca. Objek PPh Pasal 23 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2011 menurut Terbanding setelah pembahasan pemeriksaan adalah:

No Akun URAIAN AKUN JUMLAH (Rp)
86010 PLANT & EQUIPMENT 775.703.610.333
85220 TECHNICAL 58.369.688.668
85810 MESSING 38.739.361.525
77400 CLEARING N GRUBBING - SUBCONTR 13.132.756.636
77300 R&M MAIN ROAD - MATERIALS 9.803.563.245
85320 SVC - GREASE 6.767.534.944
88120 LAB ANALYSIS 6.220.035.872
96110 INTEREST EXP 167.089.464.317
87040 LAND TRANSPORTATION 5.650.776.647
87630 LOADING / UNLOADING 1.389.752.363
77200 CLEARING & GRUBBING - EXT LAB 2.160.961.006
87910 BARGING RELATED 2.611.726.761
88110 SURVEY 1.533.421.547
86210 LCT 761.794.048
84310 LEGAL FEES 1.187.383.779
87810 PUBLICATION (BARGING) 830.135.810
85460 TRAINING 909.992.331
85410 UNIFORMS 916.102.135
86220 TRUCKS 868.500.676
84110 TAXATION SERVICES 713.330.000
84210 MANAGEMENT FEE 610.773.534
84010 AUDIT FEE 500.767.800
86920 LODGING/ACCOMODATIONS 377.216.529
85720 PHOTOCOPY CHARGES 381.956.783
85230 OTHER 38.000.009
85640 UTILITIES 104.730.376
84410 OTHER SERVICES 66.335.989
86640 REPAIRS & MAINTENANCE 42.474.292
87610 MOBILIZATION 41.702.789
85630 REPAIRS & MAINTENANCE 33.941.199
86620 COMPUTER SOFTWARE 31.138.570
86720 SATELITE PHONE 22.131.935
86310 ENVIRONMENTAL 2.588.998
87410 ACCIDENT DAMAGE 7.477.955
85650 OFFICE EQUIPMENT 4.000.019
JUMLAH 1.097.625.129.418

- Objek PPh Pasal 23 pada pos biaya dalam laporan laba rugi Rp 1.097.625.129.418,00
- Objek PPh Pasal 23 pada Pos-pos neraca Rp 46.239.469.276,00
- Objek PPh Pasal 23 dari masa sebelumnya Rp 7.690.241.422,00
- Dipotong/disetor/dilaporkan masa berikutnya Rp 0,00
- Diperhitungkan sebagai Objek PPh Pemotongan lain Rp 0,00
- Dipotong/disetor/dilaporkan di KPP lain Rp 0,00 +
- Objek PPh Pasal 23 Menurut Terbanding Rp 1.151.554.840.117,00
- Objek PPh Pasal 23 Menurut SPT Pemohon Banding Rp 539.700.855.767,00 -
- Koreksi Positif Objek PPh Pasal 23 Rp 611.853.984.350,00

bahwa perincian koreksi per masa telah dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan dan Terbanding sampaikan kembali dalam pendapat akhir ini;

2) Perincian koreksi positif objek PPh Pasal 23 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2011 sebesar Rp611.853.984.350,00 adalah sebagai berikut:

Masa Pajak DPP/Objek PPh Pasal 23 Menurut Koreksi Positif (Rp)
SPT Pemohon Banding (Rp) Terbanding (Rp)
Januari 2011 19.255.861.411 19.255.861.411 -
Februari 2011 39.029.260.036 44.240.898.048 5.211.638.012
Maret 2011 26.392.879.583 152.769.206.627 126.376.327.044
April 2011 11.850.766.939 25.855.402.921 14.004.635.982
Mei 2011 103.301.297.795 103.304.549.620 3.251.825
Juni 2011 23.132.592.044 59.432.215.183 36.299.623.139
Juli 2011 19.256.369.979 21.410.442.458 2.154.072.479
Agustus 2011 14.558.311.661 15.340.700.151 782.388.490
September 2011 10.381.565.196 99.155.724.444 88.774.159.248
Oktober 2011 18.114.158.462 19.239.962.562 1.125.804.100
November 2011 181.981.175.263 239.876.686.054 57.895.510.791
Desember 2011 72.446.617.398 351.673.190.639 279.226.573.241
Jumlah 539.700.855.767 1.151.554.840.117 611.853.984.350
3) Perincian koreksi positif PPh Pasal 23 Terutang Masa Pajak Januari s.d. Desember 2011 dengan menggunakan tarif PPh Pasal 23 terutang sebesar 15% x Perkiraan Penghasilan adalah sebagai berikut:

Masa Pajak PPh Pasal 23 Terutang Menurut Koreksi Positif (Rp)
Pemohon Banding (Rp) Pemeriksa (Terbanding) (Rp)
Januari 2011 385.117.228 385.117.228 -
Februari 2011 780.585.201 3.428.457.644 2.647.872.443
Maret 2011 527.857.591 12.301.490.234 11.773.632.643
April 2011 237.015.339 1.788.339.514 1.551.324.175
Mei 2011 2.066.025.956 8.233.806.107 6.167.780.151
Juni 2011 462.651.841 7.489.637.517 7.026.985.676
Juli 2011 385.127.399 1.242.453.235 857.325.836
Agustus 2011 297.166.233 1.085.371.638 788.205.405
September 2011 207.901.304 10.813.268.844 10.605.367.540
Oktober 2011 365.541.159 1.390.811.500 1.025.270.341
November 2011 3.642.623.505 21.216.823.981 17.574.200.477
Desember 2011 1.451.932.348 23.557.267.725 22.105.335.377
Jumlah 10.809.545.104 92.932.845.169 82.123.300.65
4) Dasar hukum koreksi positif objek/DPP PPh Pasal 23 dan Tarif PPh Pasal 23 terutang adalah:
- Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994;
- Pasal 33A ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994;
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-10/PJ./1995 tentang Perkiraan Penghasilan Neto Yang Digunakan Sebagai Dasar Pemotongan Pajak Penghasilan Dan Jenis Jasa Lain yang Atas Imbalannya Dipotong Pajak Penghasilan Berdasarkan Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994; dan
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-76/PJ./1995 tentang Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-10/PJ./1995 Tanggal 31 Januari 1995 Tentang Perkiraan Penghasilan Neto Yang Digunakan Sebagai Dasar Pemotongan Pajak Penghasilan Dan Jenis Jasa Lain Yang Atas Imbalannya Dipotong Pajak Penghasilan Berdasarkan Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994;
5) Pada Masa Pajak Agustus 2011, koreksi positif objek PPh Pasal 23 adalah sebesar Rp782.388.490,00 dan koreksi positif PPh Pasal 23 Terutang adalah sebesar Rp788.205.405,00 dengan menggunakan tarif PPh Pasal 23 terutang sebesar 15% x Perkiraan Penghasilan Neto. Atas seluruh koreksi positif ini, Pemohon Banding telah mengajukan keberatan dan sedang mengajukan banding dengan alasan sebagai berikut:
- sebagian besar dari akun-akun tersebut berisi antara lain transaksi yang merupakan objek PPh Pasal 15, PPh Pasal 26, PPN atas Jasa Luar Negeri, adanya selisih kurs, transaksi yang dibatalkan, transaksi atas pinjaman dan transaksi yang bukan merupakan transaksi jasa seperti denda, pembelian material dan reimbursement;
- Pemohon Banding telah melaksanakan kewajiban memotong PPh mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku saat transaksi terjadi;
- koreksi DPP PPh Pasal 23 hanya didasarkan asumsi dari hasil perhitungan equalisasi akun neraca dan laba rugi dengan DPP PPh Pasal 23, bukan didasarkan atas data dan fakta;
- koreksi besarnya PPh Terutang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
- Data dan fakta menunjukkan bahwa seluruh koreksi DPP PPh Pasal 23 yang dilakukan fiskus terbukti bukan merupakan objek PPh Pasal 23;
6) Bahwa Pasal 33A ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 mengatur:
“Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya berdasarkan Kontrak Bagi Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada saat berlakunya Undang-undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan dalam Kontrak Bagi Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan tersebut sampai dengan berakhirnya kontrak atau perjanjian kerjasama dimaksud”
7) Bahwa Pemohon Banding mengikat kontrak dengan Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana tertuang dalam Naskah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang ditandatangani pada tanggal 31 Mei 1999, dengan periode operasi pertambangan berlangsung selama 30 (tiga puluh) tahun;
8) Bahwa pengenaan pajak penghasilan pasal 23 yang terutang menurut Terbanding merujuk pada ketentuan Pasal 33A ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, maka dikenakan tarif PPh Pasal 23 sesuai dengan saat dimana peraturan perundang-undangan berlaku sesuai dengan saat perjanjian ditandatangani;
9) Bahwa ketentuan Peraturan Menteri Keuangan nomor 39/PMK.011/2013 tanggal 27 Februari 2013 tentang Kewajiban Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan yang Terutang kepada Pihak Lain oleh Perusahaan yang Terikat Dengan Kontrak Karya, atau Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan (PMK 39), mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan;
10) Bahwa transaksi yang dilakukan dan menjadi pokok sengketa adalah tahun pajak 2011 sebelum berlakunya PMK 39 tersebut;
11) Bahwa dalam persidangan hari Selasa, tanggal 14 Agustus 2018, Pemohon Banding menyatakan setuju dan tidak mempermasalahkan tarif PPh Pasal 23 yang terutang;
12) Bahwa selain itu terdapat objek PPh Pasal 23 berupa Interest Expense dan berdasarkan perhitungan pemeriksa, telah dikenakan tarif sebesar 15% sesuai dengan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
13) Bahwa pada saat proses penelitian keberatan, Pemohon Banding tidak memberikan rincian dan/atau rekonsiliasi dari pos-pos biaya dalam laporan laba rugi dan pos-pos neraca yang dilakukan koreksi positif DPP PPh Pasal 23 yang menurut alasan Pemohon Banding dalam surat keberatannya merupakan objek PPh Pasal 15, PPh Pasal 26, PPN atas Jasa Luar Negeri, adanya selisih kurs, transaksi yang dibatalkan, transaksi atas pinjaman dan transaksi yang bukan merupakan transaksi jasa seperti denda, pembelian material dan reimbursement;
14) Pemohon Banding juga tidak memperlihatkan dan meminjamkan seluruhnya buku, catatan, data, dan informasi yang diminta sesuai surat permintaan pertama dan kedua untuk Masa Pajak pada saat proses penelitian keberatan. Atas hal ini, Pemohon Banding tidak dapat memberikan buku, catatan, data dan informasi yang dapat mendukung alasan-alasan ketidaksetujuannya dalam surat keberatannya atas koreksi positif yang dilakukan Terbanding atas DPP PPh Pasal 23 dan koreksi positif atas PPh Pasal 23 Terutang dengan menggunakan tarif PPh Pasal 23 terutang sebesar 15% x Perkiraan Penghasilan Neto;
15) Dengan tidak diberikannya rincian dan/atau rekonsiliasi dari pos-pos biaya dalam laporan laba rugi dan pos-pos neraca yang dilakukan koreksi positif DPP PPh Pasal 23 dan tidak diperlihatkan serta dipinjamkannya seluruhnya buku, catatan, data, dan informasi untuk Masa Pajak yang diminta oleh Tim Peneliti Keberatan, maka Terbanding menyimpulkan bahwa alasan-alasan keberatan Pemohon Banding yang menyatakan bahwa penghitungan Terbanding atas Objek PPh Pasal 23 sebagian besar dari akun-akun tersebut berisi antara lain transaksi yang merupakan objek PPh Pasal 15, PPh Pasal 26, PPN atas Jasa Luar Negeri, adanya selisih kurs, transaksi yang dibatalkan, transaksi atas pinjaman dan transaksi yang bukan merupakan transaksi jasa seperti denda, pembelian material dan reimbursement tidak terbukti. Dan atas penerapan tarif PPh Pasal 23 terutang yang digunakan Pemohon Banding dalam melaksanakan kewajiban memotong PPh dengan mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku saat transaksi terjadi juga tidak dapat dibuktikan oleh Pemohon Banding;
16) bahwa kemudian Majelis dalam persidangan telah memerintahkan kepada para pihak untuk dilakukan uji bukti atas pokok sengketa dengan dokumen sumber yang dimiliki oleh Pemohon Banding, dapat Terbanding sampaikan proses hasil Uji Bukti, yaitu:
  1. bahwa terkait dengan koreksi tersebut diatas, Pemohon Banding dalam proses uji bukti hanya dapat menunjukkan dokumen berupa SPT Masa, Invoice, Faktur Pajak dan Voucher Journal saja;
  2. Rincian angka koreksi beserta rincian nomor akun, nama akun dan nilai objek telah diberikan pada saat pemeriksaan, keberatan maupun sidang banding;
  3. bahwa terhadap asli dokumen sumber berupa kontrak jasa, bukti pembayaran/rekening koran, invoice atas transaksi yang dikoreksi oleh Terbanding, tidak dapat ditunjukkan dan dibuktikan oleh Pemohon Banding dalam proses uji bukti tersebut;
  4. bahwa berdasarkan dokumen sumber yang dimiliki oleh Terbanding yang diperoleh dari Pemohon Banding pada saat proses pemeriksaan, diketahui bahwa dalam General Ledger baik dalam akun Laba Rugi maupun akun Neraca, terdapat biaya-biaya dan pos neraca yang merupakan jenis pengeluaran yang bersifat objek PPh Pasal 23 seperti pengeluaran biaya jasa perbaikan, sewa harta, jasa teknik, biaya bunga dan jasa-jasa lainnya;
  5. Bahwa sesuai dengan Dasar Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yaitu Atas penghasilan tersebut dibawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subyek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan : sebesar 15 % (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan netto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
  6. bahwa atas objek PPh Pasal 23 tersebut, Pemohon Banding belum melakukan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 atas pembayaran jasa, pekerjaan dan kegiatan;
  7. Bahwa dalam persidangan hari Selasa, tanggal 14 Agustus 2018, Pemohon Banding menyatakan setuju dan tidak mempermasalahkan tarif PPh Pasal 23 yang terutang;
  8. bahwa mengingat Pemohon Banding tidak dapat memberikan dokumen apapun terkait dengan pokok sengketa PPh Pasal 23 Masa Pajak Agustus 2011 sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Majelis, maka Terbanding berpendapat dasar koreksi dan perhitungan PPh Pasal 23 Masa Pajak Agustus 2011 telah tepat dan sesuai dengan fakta hukum serta ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan yang berlaku;

IV. KESIMPULAN DAN USUL

Kesimpulan

bahwa Keputusan Terbanding Nomor KEP-00560/KEB/WPJ.19/2017 tanggal 10 Mei 2017 yang diterbitkan berdasarkan kuasa Pasal 26 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 telah sesuai dengan data dan fakta hukum serta ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Usul

bahwa berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka Terbanding mengusulkan kepada Majelis untuk Menolak banding yang diajukan Pemohon Banding atas nama Pemohon Banding (NPWP 01.XXX.XXX.X-XXX.XXX) dan mempertahankan Keputusan Terbanding Nomor KEP-00560/KEB/WPJ.19/2017 tanggal 10 Mei 2017 Tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Nomor 0014/203/11/091/16 tanggal 26 Februari 2016 Masa Pajak Agustus 2011;

Menurut Pemohon Banding:

bahwa Pemohon Banding tidak setuju terkait koreksi positif yang dilakukan oleh Terbanding atas DPP PPh Pasal 23 Masa Pajak Agustus sebesar Rp782.388.490,00 dengan alasan koreksi terhadap akun-akun neraca dan laba rugi sebagai objek PPh Pasal 23 hanya didasarkan atas asumsi sepihak dari Terbanding, bukan didasarkan data, fakta serta bukti pendukung;

bahwa berdasarkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Nomor SPHP-00088/WPJ.19/ KP.0105/RIK.SIS/2016 tanggal 27 Januari 2016, koreksi DPP PPh Pasal 23 disajikan secara global untuk Masa Pajak Januari s.d. Desember 2011, tidak terdapat rincian koreksi per masa pajak;

bahwa koreksi DPP PPh Pasal 23 sesuai SPHP adalah sebagai berikut:

Objek Pajak menurut Pemeriksa:
Pos-Pos Laporan Laba Rugi:

- 86010 PLANT & EQUIPMENT Rp 919,429,485,700
- 85220 TECHNICAL Rp 58,369,688,668
- 85810 MESSING Rp 38,739,361,525
- 77400 CLEARING N GRUBBING - SUBCONTR Rp 13,696,377,600
- 77300 R&M Main Road - Materials Rp 9,828,241,965
- 85320 Sve - Grease Rp 6,767,534,944
- 88120 Lab Analysis Rp 6,220,035,872
- 85610 RENTAL Rp 6,298,435,000
- 87040 LAND TRANSPORTATION Rp 5,650,776,647
- 87630 LOADING / UNLOADING Rp 2,482,666,275
- 77200 Clearing & Grubbing - Ext Lab Rp 2,418,860,153
- 87910 BARGING RELATED Rp 2,611,726,761
- 88110 Survey Rp 1,533,421,547
- 86210 LCT Rp 1,300,783,573
- 84310 LEGAS FEES Rp 1,187,383,779
- 87810 PUBLICATION (Barging) Rp 1,023,135,708
- 85460 TRAINING Rp 909,992,331
- 85410 UNIFORMS Rp 916,102,135

- 86220 TRUCKS Rp 868,500,676
- 84110 TAXATION SERVICES Rp 713,330,000
- 84210 MANAGEMENT FEE Rp 610,773,534
- 84010 AUDIT FEE Rp 500,767,800
- 86920 LODGING/ACCOMODATIONS Rp 377,216,529
- 85720 PHOTOCOPY CHARGES Rp 381,956,783
- 85230 OTHER Rp 38,000,009
- 85640 UTILITIES Rp 104,730,376
- 84410 OTHER SERVICES Rp 66,356,989
- 86640 REPAIRS & MAINTENANCE Rp 42,474,292
- 87610 MOBILIZATION Rp 41,702,789
- 85610 REPAIRS & MAINTENANCE Rp 33,941,199
- 86620 COMPUTER SOFTWARE Rp 31,138,570
- 86720 SATELITE PHONE Rp 22,131,935
- 86310 ENVIRONMENTAL Rp 2,588,998
- 87410 ACCIDENT DAMAGE Rp 7,477,955
- 85650 OFFICE EQUIPMENT Rp 4,000,019
Jumlah objek PPh Ps. 23 pos biaya dalam laporan laba rugi
Pos-Pos Neraca
Objek dari masa sebelumnya
Dipotong/disetor/dilaporkan masa berikutnya
Diperhitungkan sebagai objek PPh Pemotongan lain
Dipotong/disetor/dilaporkan di KPP lain
Rp1,083,294,077,633
Rp 46,239,469,276
Rp 7,690,241,422
Rp -
Rp -
Rp -
Objek Pajak Menurut Pemeriksa
Objek Pajak Menurut SPT WP
Rp1,137,223,788,331
Rp 539,700,855,767
Koreksi Objek Pajak Rp 597,522,932,564


Dasar hukum:


bahwa tidak terdapat penjelasan mengapa terhadap masing-masing akun-akun tersebut di atas ditetapkan sebagai objek PPh Pasal 23 dan dari keempat dasar hukum yang disampaikan Terbanding, pada bagian atau pasal mana yang mengatur bahwa akun-akun tersebut diatas merupakan Objek PPh Pasal 23, sehingga jelas dan tidak hanya didasarkan atas asumsi semata;

bahwa hingga saat ini, Pemohon Banding belum menerima salinan risalah pembahasan pemeriksaan yang seharusnya menjadi hak Pemohon Banding untuk mendapatkannya;

bahwa terkait rincian koreksi dan dasar perhitungan koreksi PPh Pasal 23 telah Pemohon Banding sampaikan secara tertulis kepada Terbanding melalui surat Nomor 0295/DIR/AKT-JKT/V/2016 tertanggal 18 Mei 2016, namun hingga saat ini terhadap surat tersebut belum mendapat jawaban tertulis dari Terbanding;

bahwa menurut Pemohon Banding, DPP PPh Pasal 23 untuk Masa Pajak Agustus 2011, telah Pemohon Banding laporkan sesuai ketentuan yang berlaku dalam SPT Masa PPh untuk Masa Pajak Agustus 2011, yaitu sebesar Rp14.558.311.661,00;

Kesimpulan dan Usul

bahwa berdasarkan sengketa dan alasan banding yang telah Pemohon Banding uraikan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Koreksi DPP PPh Pasal 23 yang dilakukan Terbanding (cfm Tim Pemeriksa) dan dipertahankan oleh Terbanding (cfm Tim Peneliti Keberatan) hanya didasarkan asumsi dari hasil perhitungan equalisasi akun neraca dan laba rugi dengan DPP PPh Pasal 23, bukan didasarkan atas data dan fakta;
2. Koreksi besarnya PPh Terutang yang dilakukan Terbanding (cfm Tim Pemeriksa) dan dipertahankan oleh Terbanding (cfm Tim Peneliti Keberatan) tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3. Data dan fakta menunjukkan bahwa seluruh koreksi DPP PPh Pasal 23 yang dilakukan fiskus terbukti bukan merupakan objek PPh Pasal 23;
4. Oleh karena itu, Pemohon Banding mohon agar:
  1. Membatalkan koreksi atas DPP PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 23 Terutang;
  2. Mengurangkan jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Nomor 00014/203/11/091/16 tanggal 26 Februari 2016 Masa Pajak Agustus 2011 menjadi NIHIL,

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan tambahan penjelasan secara lisan yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

bahwa adanya perbedaan DPP karena berdasarkan kategori objek atau bukan, dan semua masa koreksinya sama;

bahwa transaksi yang menjadi sengketa terkait dengan jasa yang menjadi objek kemudian ditambahkan oleh Terbanding diantaranya jasa konsultan, hukum dan audit;

bahwa status kontrak Pemohon Banding adalah Kontrak Karya;

bahwa Pemohon Banding masih belum memahami Terbanding yang menyatakan bahwa objek PPh Pasal 23 terkait dengan pembelian alat dan equipment, sehingga meminta kepada Terbanding agar membuat rincian apakah itu merupakan objek PPh Pasal 23 atau bukan;

bahwa Pemohon Banding masih kesulitan untuk menentukan objek pajak di bulan Februari dan seterusnya hal ini dikarenakan Terbanding memberikan datanya secara keseluruhan dari Februari sampai dengan Desember;

bahwa pembelian material, uniform, plant and equipment bukan merupakan objek PPh Pasal 23;

bahwa yang menjadi bukti-bukti objek sengketa adalah yang sudah Pemohon Banding laporkan dan bayar serta sudah masuk didalam GL;

bahwa Pemohon Banding tidak dapat melakukan crosschek GLyang diberikan Terbanding dengan GL yang ada sekarang dan hasilnya tidak ada, hal ini dikarenakan karyawan Pemohon Banding saat Pemeriksaan dan Keberatan sudah tidak ada;

bahwa GL yang ada sekarang adalah GL yang sudah Pemohon Banding lapor dan bayar sesuai dengan SPT yang Pemohon Banding laporkan;

bahwa rincian-rincian koreksi baru diberikan tanggal 25 September 2018 oleh karena itu Pemohon Bandingkaget mengapa saat pemeriksaan SPHP tidak ada sehingga kesulitan dalam keberatan;

bahwa Pemohon Banding mengakui tidak menyampaikan semua bukti, tetapi Pemohon Banding sudah memberikan sampling terkait mana yang objek mana yang bukan;

bahwa secara materi Pemohon Banding tidak melanggar walau formalnya melanggar, tetapi agar dipertimbangkan substance over formnya;

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan Surat Bantahan Pengganti Nomor 0217/JSP-DBI/PP/IV/2018 tanggal 3 April 2018 yang memuat hal-hal pokok sebagai berikut:

A. Bantahan Pemohon Banding tentang Ketentuan Formal Surat Banding yang Dipermasalahkan oleh Terbanding dalam Surat Uraian Banding


Banding Diajukan tanpa Mencantumkan Tanggal Diterimanya Keputusan yang Dibanding

bahwa dalam bagian Surat Uraian Banding (“SUB”) Terbanding yang menyampaikan hasil analisa Terbanding tentang pemenuhan ketentuan formal pengajuan permohonan banding, Terbanding menyampaikan bahwa Pemohon Banding tidak mencantumkan tanggal penerimaan Keputusan yang dibanding;

bahwa walaupun Terbanding tidak memohonkan kepada Majelis untuk menolak permohonan banding yang diajukan oleh Pemohon Banding, dalam kesempatan ini Pemohon Banding berkewajiban untuk menyampaikan bahwa tidak dicantumkannya tanggal penerimaan Keputusan yang dibanding oleh Pemohon Banding:

a. semata-mata akibat kealpaan yang tidak disengaja;
b. kealpaan yang dimaksud sama sekali tidak berdampak negatif terhadap, maupun mengganggu atau memperlambat, proses peradilan sehubungan dengan permohonan banding yang dimaksud; dan
c. kealpaan ini juga tidak mengganggu, memengaruhi atau mengurangi hak dan kesempatan Terbanding di dalam proses peradilan permohonan banding yang sedang berjalan;


bahwa berdasarkan penjelasan dan keterangan yang Pemohon Banding sampaikan pada paragraph di atas, Pemohon Banding yakin Majelis akan tetap mempertimbangkan, memproses dan mengadili perkara yang sedang berjalan ini, dan akan memutuskan perkara ini seadil-adilnya;

B. Tidak Terpenuhinya Ketentuan Perundang-undangan yang Berlaku oleh Terbanding yang Menyebabkan Pemeriksaan dan Produk Hukum Pemeriksaan Terbanding Menjadi Batal Demi Hukum dan Sangat Merugikan dan Tidak Adil kepada Pemohon Banding


Pemeriksaan dan Produk Hukum yang Dihasilkan Batal Demi Hukum Akibat Surat Undangan Terbanding kepada Pemohon Banding untuk Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan Daluwarsa

bahwa undangan yang disampaikan oleh Terbanding melalui Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Satu kepada Pemohon Banding untuk menghadiri PHAP melanggar atau gagal memenuhi batas waktu yang diatur oleh peraturan perundang-perundangan yang berlaku, dalam hal ini aturan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 yang mengubah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 dan Peraturan-Peraturan Menteri Keuangan terkait sebelumnya;

bahwa berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 yang mengubah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013:

1. kepada Wajib Pajak harus diberikan hak hadir untuk melaksanakan PHAP yang tercantum dalam SPHP;
2. hak hadir Wajib Pajak harus disampaikan melalui undangan secara tertulis kepada Wajib Pajak; dan
3. undangan yang dimaksud harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak:
  1. diterimanya tanggapan tertulis atas SPHP dari Wajib Pajak sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) dan ayat (3); atau
  2. berakhirnya batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan 184 dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP;

bahwa Terbanding telah melanggar atau gagal memenuhi batas waktu yang ditentukan dalam Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan 184 dalam hal batas waktu terakhir penyampaian surat undangan PHAP yang diatur dalam Pasal 43 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan 184, sebagaimana yang dijelaskan lebih khusus di bawah ini:

1. SPHP dikirimkan oleh Terbanding kepada Pemohon Banding pada tanggal 27 Januari 2016 (diterima Pemohon Banding pada tanggal 28 Januari 2016) sebagaimana yang tertera pada SPHP yang bersangkutan;
2. Terhadap SPHP yang diterima, Pemohon Banding menyampaikan surat permohonan kepada Terbanding agar diberikan waktu perpanjangan selama 7 (tujuh) hari yaitu sampai dengan tanggal 12 Februari 2016;
3. Terbanding tidak memberikan tanggapan atau jawaban atas surat permohonan perpanjangan waktu yang dimaksud di atas. Dengan tidak diperolehnya tanggapan atau jawaban dari Terbanding, terhadap surat permohonan perpanjangan waktu ini terdapat 3 (tiga) penafsiran berbeda tentang batas waktu penyampaikan surat undangan untuk PHAP, sbagai berikut:
  1. Terbanding tidak menyetujui permohonan Pemohon Banding untuk memperpanjang waktu penyampaian tanggapan atas SPHP yang dimaksud; atau
  2. Terbanding menyetujui permohonan Pemohon Banding untuk memperpanjang waktu penyampaian tanggapan atas SPHP selama 7 (tujuh) hari setelah tanggal semula yang dijadwalkan oleh Terbanding walaupun tanpa adanya tanggapan atau jawaban dari Terbanding; atau
  3. Terbanding menyetujui permohonan Pemohon Banding untuk memperpanjang waktu penyampaian tanggapan atas SPHP tetapi hanya untuk maksimum 3 (tiga) hari kerja terhitung dari tanggal semula yang dijadwalkan oleh Terbanding sebagaimana yang diatur dalam Pasal 42 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan 184;

bahwa sebagaimana yang dibuktikan pada kalender yang disajikan, dalam hal:

a. penafsiran berdasarkan paragraph (iii).a. di atas, batas waktu atau tanggal terakhir pengiriman surat undangan oleh Terbanding kepada Pemohon Banding seharusnya adalah tanggal 10 Februari 2016; atau
b. penafsiran berdasarkan paragraph (iii).b. di atas, batas waktu atau tanggal terakhir pengiriman surat undangan oleh Terbanding seharusnya adalah tanggal 16 Februari 2016;
c. penafsiran berdasarkan paragraph (iii).c. di atas, batas waktu atau tanggal terakhir pengiriman surat undangan oleh Terbanding seharusnya adalah tanggal 12 Februari 2016;


bahwa berdasarkan penjelasan di atas, dengan surat undangan yang baru dikirim oleh Terbanding kepada Pemohon Banding pada tanggal 18 Februari 2016 sebagaimana tertera pada surat undangan yang bersangkutan, Terbanding telah melanggar atau gagal memenuhi batas waktu atau batas tanggal terkahir penyampaikan undangan PHAP yang diatur dalam Pasal 43 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan 184/2015 dengan penggunaan penafsiran manapun dari yang disampaikan pada paragraph di atas sebagaimana yang dibuktikan pada kalender yang Pemohon Banding telah sampaikan;

bahwa berdasarkan keterangan-keterangan dan pembuktian-pembuktian yang disampaikan di atas, hasil Pemeriksaan Pajak terkait berikut segala produk hukum yang dikeluarkan menjadi batal demi hukum. artinya, berita acara PHAP, SKPKB, Surat Keputusan Terbanding tentang Keberatan Pemohon Banding terhadap SKPKB menjadi batal demi hukum;

Pemeriksaan dan Produk Hukum Hasil Pemeriksaan Batal Demi Hukum Akibat Hak Hadir Pemohon Banding sebagai Wajib Pajak dalam PHAP Tidak Diberikan Secara Memadai, Patut dan Wajar

bahwa sesuai dengan aturan berdasarkan Pasal 43 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan 184, Pemohon Banding diundang oleh Terbanding untuk menghadiri PHAP. Namun demikian, jadwal atau waktu dan tanggal pembahasan yang ditetapkan oleh Terbanding sebagaimana yang tercantum pada surat undangan yang dimaksud tidak memungkinkan untuk dapat dipenuhi oleh Pemohon Banding. Sebagaimana yang dijelaskan pada paragraph di atas, surat undangan Terbanding dikirimkan kepada dan diterima oleh Pemohon Banding pada tanggal 18 Februari 2016 sore, hari Kamis, padahal jadwal penyelenggaraan PHAP yang ditetapkan dalam surat undangan tersebut adalah untuk jam 9 pagi tanggal 23 Februari 2016, hari Selasa berikutnya, kurang dari 3 (tiga) hari kerja;

bahwa sehubungan dengan jadwal yang ditetapkan dalam surat undangan yang dimaksud, perlu Pemohon Banding sampaikan hal-hal penting sebagai berikut:

a. Jarak waktu antara didapatkannya surat undangan oleh Pemohon Banding dan waktu atau tanggal Pemohon Banding diharapkan untuk hadir dalam PHAP terlalu sempit, tidak memadai dan tidak patut sehingga tidak memungkinkan Pemohon Banding untuk sempat mempersiapkan bahan-bahan dan dokumen-dokumen pembuktian yang diperlukan untuk dapat mengikuti PHAP dengan patut dan memadai. Mengingat kompleksltas dari pada temuan-temuan dan usulan-usulan koreksi yang tercantum dalam SPHP yang perlu dibahas dan dipertanggungjawabkan oleh Pemohon Banding dalam PHAP, tidak mungkin Pemohon Banding dapat mempersiapkan bahan-bahan dan dokumen-dokumen beserta bukti-bukti pendukung yang diperlukan untuk mengikuti PHAP dengan patut dan baik. Menurut hemat Pemohon Banding, hal ini sangatlah tidak adil kepada Pemohon Banding;
b. Selain alasan tidak memadai dan tidak patutnya jangka waktu yang diberikan Terbanding kepada Pemohon Banding sebagaimana yang dijelaskan pada paragraf (i) di atas, pada waktu dan tanggal yang dijadwalkan oleh Terbanding untuk menyelenggarakan PHAP, yaitu mulai Jam 9.00 pagi tanggal 23 Februari, 2016, pimpinan atau direksi yang diundang untuk mengikuti PHAP secara hukum wajib hadir dalam acara sidang verifikasi utang di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, jadwal sidang mana telah ditetapkan oleh Hakim Pengawas dan disahkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sejak 20 Januari 2016, hampir satu bulan sebelum diterimanya surat undangan dari Terbanding, sehingga pimpinan atau direksi tidak mungkln dapat memenuhi jadwal yang ditetapkan oleh Terbanding;


bahwa pada keesokan hari setelah diterimanya surat undangan PHAP tersebut di atas, yaitu tanggal 19 Februari 2016, hari Jumat, Pemohon Banding langsung menghubungl Terbanding untuk menjelaskan tentang kesulitan Pemohon Banding untuk dapat memenuhi jadwal yang ditetapkan dalam surat undangan tersebut sebagaimana yang disampaikan pada paragraf di atas, dan memohonkan kesediaan Terbanding untuk menunda jadwal yang dimaksud sampai dengan tanggal 3 Maret 2016

bahwa terhadap permintaan penjadwalan ulang sebagaimana yang dimaksudkan pada paragraf di atas, Terbanding meminta Pemohon Banding untuk menyampaikan permohonan penundaan yang dimaksud secara resmi dan tertulis. Sesuai pengarahan dariTerbanding ini, Pemohon Banding menyampaikan surat permohonan resmi pada tanggal 22 Februari 2016;

bahwa Pemohon Banding sangat dikejutkan dengan diserahkannya sejumlah SKPKB Tahun Pajak 2011 oleh Terbanding kepada Pemohon Banding pada tanggal 29 Februari 2016 sebagai hasil dari Pemeriksaan Pajak dan PHAP yang tidak dapat dihadiri oleh Pemohon Banding. Artinya, permohonan perpanjangan waktu yang dimintakan dan dikomunikasikan dengan itikad baik oleh Pemohon Banding kepada Terbanding sebagaimana yang disampaikan pada paragraf di atas beserta alasan-alasannya temyata tidak dikabulkan oleh Terbanding dan, sebagai akibatnya, Terbanding melakukan Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan sepihak;

bahwa berdasarkan:

(i) fakta-fakta yang disampaikan tentang tidak memadainya waktu yang diberikan oleh Terbanding kepada Pemohon Banding untuk dapat mengikuti PHAP dengan baik; dan
(ii) fakta-fakta yang dijelaskan tentang permohonan dan alasan-alasan permintaan penjadwalan ulang waktu dan tanggal PHAP termasuk fakta tentang pengarahan oleh Terbanding agar permohonan penjadwalan ulang disampaikan secara resmi dan tertulis oleh Pemohon Banding (pengarahan mana dipatuhi dan dilaksanakan oleh Pemohon Banding); maka

jelas bahwa Terbanding:

a. tidak menghendaki Pemohon Banding untuk dapat hadir dalam acara PHAP sehingga PHAP dilakukan, dan berita acara terkait ditandatangani, sepihak oleh Terbanding; dan
b. Pemohon Banding telah dipedakukan tidak adil dalam proses penyelesaian Pemeriksaan Pajak tahun 2011;


bahwa berdasarkan hal-hal dan fakta-fakta yang disampaikan di atas, Pemohon Banding berpendapat bahwa PHAP dan berita acara terkait yang diselesaikan secara sepihak oleh Terbanding menjadi batal demi hukum sehingga segala produk turunannya berupa SKPKB, Surat Keputusan tentang Keberatan Pemohon Banding terhadap SKPKB terkait sehanisnya juga menjadi batal demi hukum. Dengan ini, Pemohon Banding memohon pertimbangan dan putusan seadil-adilnya oleh Majelis untuk menerima dan mengabulkan permohonan banding ini;

Pemohon Banding sebagai Wajib Pajak tidak Diberikan Rincian Perhitungan yang Diatur Dalam Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku sehingga Pemeriksaan Pajak Terkait Beserta Seluruh Produk Hukumnya menjadi Batal Demi Hukum

bahwa dalam Pasal 15 Peraturan Menteri Keuangan 184/2015 yang diubah terakhirdengan Pasal 16 Peraturan Menteri Keuangan 17/2013, diatur bahwa, SPHP yang diterbitkan wajib mencantumkan temuan Pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara dari jumlah pokok pajak terhutang dan perhitungan sementara dari sanksi administrasi. Sehubungan dengan jumlah pokok pajak terhutang beserta sanksi administrasi, Peraturan Menteri Keuangan 80/2010 dan Peraturan-Peraturan Menteri Keuangan terkait sebelumnya, yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 yang telah diubah berberapa kali terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 ("UU KUP"), mengatur bahwa jenis pajak yang dimohonkan banding dan dibantah dalam Surat Bantahan ini adalah jenis pajak yang perhitungan, pembayaran dan pelaporannya wajib dilakukan berdasarkan Masa Pajak atau bulanan terkait;

bahwa sehubungan dengan jenis pajak yang dimohonkan banding dan dibantah dalam Surat Bantahan ini, dalam SPHP yang diterbitkan dan disampaikan oleh Terbanding kepada Pemohon Banding, temuan-temuan, pos-pos yang diusulkan untuk dilakukan koreksi dan jumlah-jumlah usulan koreksi masing-masing pos oleh Terbanding hanya tercantum temuantemuan, informasi-informasi dan jumlah-iumlah tahunan padahal berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana tersebut pada paragraf di atas, kepada Pemohon Banding wajib diberikan temuan-temuan dan informasi-informasi pendukung dalam iumlah-iumlah berdasarkan Masa Pajak atau bulanan masing-masing. Oleh karenanya, produk hukum dari Pemeriksaan yang menghasilkan SKP dan Surat Keputusan Terbanding tentang Keberatan Pemohon Banding atas SKP terkait seyogyanya menjadi batal demi hukum;

bahwa disamping untuk memenuhi ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana yang dijelaskan pada paragraf di atas, pada tanggal 17 Mei 2016 Pemohon Banding menyampaikan surat permohonan kepada Terbanding (dalam hal ini surat permohonan disampaikan kepada Terbanding yang diterima pada tanggal 19 Mei 2016) untuk diberikan salinan rincian temuan-temuan dan perhitungan-perhitungan Terbanding dalam jumlah-jumlah berdasarkan Masa Pajak atau bulanan masing-masing;

bahwa rincian yang dimohonkan diperlukan untuk memungkinkan Pemohon Banding untuk menindaklanjuti produk-produk hukum hasil Pemeriksaan Pajak terkait termasuk untuk keperluan penyusunan dan pengajuan Keberatan atas SKP yang diterbitkan oleh Terbanding;

bahwa tanpa rincian yang dimaksud, adalah mustahil Pemohon Banding dapat melakukan perhitungan, rekonsiliasi dan pembandingan temuan, koreksi dan penetapan jumlah pajak terutang baik untuk keperluan perhitungan pajak dan sanksi yang penetapannya oleh Terbanding sudah benar maupun bagian atau jumlah-jumlah penetapan yang tidak dapat disetujui oleh Pemohon Banding;

bahwa terhadap surat permohonan rincian yang dimaksudkan pada paragraf di atas, Terbanding sebagai penerbit SPHP dan SKP terkait tidak memberikan jawaban atau tanggapan sama sekali, termasuk tidak memberikan rincian yang diminta atau diperlukan oleh Pemohon Banding;

bahwa dengan tidak diberikannya informasi-informasi berdasarkan kewajiban Masa Pajak atau bulanan masing-masing, Pemohon Banding tidak mungkin:

a. dapat melakukan kewajiban pembayaran bagian-bagian dari SKP yang memang terhutang oleh Pemohon Banding; maupun
b. bisa memperjuangkan haknya sebagai Pemohon Banding secara adil, wajar dan patut untuk keperluan penyampalan Surat Keberatan atas SKP terkait dan proses-proses hukum seterusnya karena ketidak-tersediaan informasi-informasi yang diatur dalam Peraturan-Peraturan Menteri Keuangan yang dibahas pada paragraf di atas. Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah data-data, temuan-temuan, koreksi-koreksi dalam jumlah-jumlah berdasarkan Masa Pajak atau bukan masing-masing;


bahwa akibat tidak tersedianya informasi-informasi yang disampaikan pada paragraf di atas, dalam penyusunan dan pengajuan Keberatan, Pemohon Banding hanya dapat mendasarkan pada data-data, catatan-catatan dan bukti-bukti pendukung sepihak yang ada pada Pemohon Banding sendiri tanpa dapat membuktikan kebenaran atau kesalahan koreksi-koreksi yang dilakukan oleh Terbanding yang ditetapkan dalam SKP terkait. Adalah tidak aneh Keberatan Pemohon Banding pada akhirnya ditolak oleh Terbanding akibat ketidak-mampuan Pemeriksaan Hasil Akhir Pemeriksaan untuk menyampaikan Surat Keberatan yang patut dan balk akibat tidak diberikannya rincian-rincian yang diperlukan oleh Pemohon Banding oleh Terbanding, kewajiban mana diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut pada paragraf di atas;

bahwa demikian pula untuk keperluan pengajuan Permohonan Banding dan Surat Bantahan ini, Pemohon Banding hanya dapat mendasarkan pada catatan-catatan, dokumen-dokumen dan bukti-bukti yang tersedia pada Pemohon Banding sendiri akibat alasan yang sama dengan yang disampaikan pada paragraf di atas;

bahwa berdasarkan kejadian yang telah dijelaskan, menurut hemat Pemohon Banding segala produk hukum dari SPHP yang dimaksud menjadi batal demi hukum termasuk SKP dan Surat Keputusan Terbanding tentang Keberatan Pemohon Banding yang sedang dimohonkan banding dan dibantah oleh Pemohon Banding dalam Surat Bantahan ini;

bahwa dengan dilanggarnya aturan yang berlaku oleh Terbanding dalam hal tidak diberikannya data-data pendukung koreksi berdasarkan Masa Pajak atau bulanan masing-masing sebagaimana yang diwajibkan dalam aturan perundang-undangan tersebut pada paragraf di atas:

(i) secara Iangsung mengakibatkan Pemohon Banding tidak dapat memperjuangkan hak hukumnya secara patut dan balk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
(ii) sebagai akibatnya Keberatan Pemohon Banding ditolak oleh Terbanding;


bahwa berdasarkan keterangan-keterangan yang disampaikan di atas, dengan ini demi keadilan, Pemohon Banding sangat bermohon kepada Majelis untuk membuat Putusan bahwa Pemeriksaan Pajak beserta seluruh produk hukum yang dihasilkan termasuk Keputusan yang sedang dibandingkan menjadi batal demi hukum dan, oleh karenanya, mengabulkan keseluruhan Permohonan Banding yang diajukan Pemohon Banding;

C. Ikhtisar Nilai Sengketa Pajak Yang Sedang Dibandingkan


bahwa Pemohon Banding telah menyampaikan Ikhtisar Nilai Sengketa Pajak yang sedang dibandingkan mulai dari posisi sewaktu dalam bentuk SPHP, Keberatan, Keputusan Terbanding tentang Keberatan Pemohon Banding, posisi berdasarkan SUB sampai dengan posisi berdasarkan Surat Bantahan ini;

D. Kesimpulan


bahwa berdasarkan keterangan yang disampaikan pada Bagian BSurat Bantahan ini, Terbanding telah mengabaikan hak-hak dari Pemohon Banding berupa tidak dipenuhinya ketentuan-ketentuan perundangan undangan yang berlaku yang mengakibatkan ketidakmampuan Pemohon Banding untuk melaksanakan haknya dalam pengajuan Keberatan dan Surat Banding secara baik dan patut yang berakibat ditolaknya Keberatan Pemohon Banding. Hal ini sangatlah merugikan dan tidak adil kepada Pemohon Banding;

bahwa menurut catatan dan data-data pendukung yang ada pada Pemohon Banding, kewajiban pajak Pemohon Banding yang sedang dibandingkan telah dipenuhi dan dilaksanakan secara penuh;

bahwa demi keadilan, Pemohon Banding memohon Majelis untuk memutuskan Banding ini seadil-adilnya dengan menerima dan mengabulkan permohonan banding ini;

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding Menyampaikan Penjelasan Tertulis Nomor 0247/JSP-DBI/PP/IX/2018 tanggal 4 September 2018, yang memuat hal-hal pokok sebagai berikut:

bahwa alasan dan penjelasan tambahan atas sengketa banding yang Pemohon Banding ajukan adalah sebagai berikut:

1. Menurut Pemohon Banding, bahwa DPP PPh Pasal 23 yang dipertahankan oleh Terbanding adalah berdasarkan ekualisasi koreksi objek PPh Pasal 23 yang dilaporkan dalam SPT dengan pos-pos biaya dan neraca terdapat objek pajak yang belum dipotong dan dilaporkan Pemohon Banding;
2. Koreksi terhadap akun-akun neraca dan laba rugi sebagai objek PPh 23 hanya berdasarkan asumsi sepihak Terbanding bukan berdasarkan data, fakta, dan bukti pendukung;
3. Berdasarkan SPHP Terbanding, koreksi DPP PPh Pasal 23 disajikan secara global untuk masa Januari - Desember 2011 tidak terdapat rincian akun per masa pajak dan tidak terdapat penjelasan ditetapkan sebagai objek PPh Pasal 23;
4. Bahwa menurut Pemohon Banding, DPP PPh Pasal 23 untuk masa Agustus 2011, telah dilaporkan sesuai ketentuan yang berlaku dalam SPT masa yaitu sebesar Rp14.58.311.661,00;


bahwa menurut Pemohon Banding koreksi positif DPP PPh Pasal 23 yang dilakukan oleh Terbanding untuk masa Agustus sebesar Rp782.388.490,00 bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 23 (bukan merupakan transaksi jasa) yaitu merupakan pembelian material, denda, reimbursement, biaya transport dan terdapat pula transaksi yang dibatalkan sehingga atas transaksi tersebut tidak dapat ditetapkan sebagai objek pajak PPh Pasal 23 dan juga tidak terutang PPh Pasal 23;

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan Penjelasan Tertulis Nomor 0268/JSP-DBI/PP/IX/2018 tanggal 25 September 2018 yang isinya sama dengan yang tertuang dalam Penjelasan Tertulis Nomor 0247/JSP-DBI/PP/IX/2018 tanggal 4 September 2018;

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding Menyampaikan Closing statement Nomor 078/JSP-DBI/PP/X/2018 tanggal 30 Oktober 2018, yang memuat hal-hal pokok sebagai berikut:


A. Tambahan Penjelasan dan Alasan Permohonan Banding PPh Pasal 23 Masa Agustus 2011

I. Tidak Terpenuhinya Ketentuan Formal atas Penerbitan KEP-00560/KEB/WPJ.19/2017 tanggal 10 Mei 2017 Tentang Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Agustus 2011 Nomor 00014/203/11/091/16 tanggal 26 Februari 2016

1. Dasar Hukum


bahwa berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 disebutkan:

(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(2) Untuk keperluan pemeriksaan, petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa.
(3) Wajib Pajak yang diperiksa wajib:
  1. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
  2. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
  3. memberikan keterangan lain yang diperlukan.
(3a) Buku, catatan, dan dokumen, serta data, informasi, dan keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak permintaan disampaikan.
(3b) Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sehingga tidak dapat dihitung besarnya penghasilan kena pajak, penghasilan kena pajak tersebut dapat dihitung secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(4) Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakannya, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


bahwa berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan:

(1) Tata cara pemeriksaan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(2) Tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di antaranya mengatur tentang pemeriksaan ulang, jangka waktu pemeriksaan, kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak, dan hak Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.
(3) Apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) sehingga penghitungan penghasilan kena pajak dilakukan secara jabatan, Direktur Jenderal Pajak wajib menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan memberikan hak kepada Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan


bahwa berdasarkan Pasal 36 ayat 1 huruf d angka 2 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa” pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak”;

bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 Tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana di ubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 disebutkan:

Pasal 2
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pasal 4

(1) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilakukan dalam hal memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP;
  2. terdapat keterangan lain berupa data konkret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP;
  3. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a;
  4. Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
  5. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi;
  6. Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
  7. Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap;
  8. Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko; atau
  9. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko.
(2) Ketentuan mengenai Analisis Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dan huruf i dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 5
Ayat (1)
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor

Ayat (3) huruf b
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dilakukan dengan:

b. Pemeriksaan Lapangan dalam hal ruang lingkup pemeriksaan dilakukan tidak terbatas hanya terhadap keterangan lain berupa data konkret.


Ayat (5)
Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf h dan huruf i dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan.

Pasal 11 huruf f dan g
Dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak wajib

f. menyampaikan SPHP kepada Wajib Pajak;
g. memberikan hak untuk hadir kepada Wajib Pajak dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan;


Pasal 13 huruf e dan f
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak berhak:

e. menerima SPHP;
f. menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan;


Pasal 15
Ayat (1) huruf a dan b

1) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka waktu Pemeriksaan yang meliputi:
a. jangka waktu pengujian; dan
b. jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan.


Ayat (2)
Apabila Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 6 (enam) bulan, yang dihitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.

Ayat (5)
Jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 2 (dua) bulan, yang dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota yang telah dewasa dari Wajib Pajak sampai dengan tanggal LHP

Pasal 16
Ayat (1)
Jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan.

Pasal 18
Dalam hal dilakukan perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 atau Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, kepala unit pelaksana Pemeriksaan harus menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pengujian secara tertulis kepada Wajib Pajak.

Pasal 19
Ayat (1)
Apabila jangka waktu perpanjangan pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) atau perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) telah berakhir, SPHP harus disampaikan kepada Wajib Pajak

Pasal 42
Ayat (2)
Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya SPHP oleh Wajib Pajak.

Ayat (3)
Wajib Pajak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir.

Pasal 43
Ayat (1)
Dalam rangka melaksanakan pembahasan atas hasil Pemeriksaan yang tercantum dalam SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) kepada Wajib Pajak harus diberikan hak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.

Ayat (2)
Hak hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan melalui penyampaian undangan secara tertulis kepada Wajib Pajak dengan mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.

Ayat (3)
Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak:

a. diterimanya tanggapan tertulis atas SPHP dari Wajib Pajak sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); atau
b. berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3), dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP.

2. Kronologis Pemeriksaan


bahwa Pemohon Banding pada tanggal 3 Desember 2014 diterbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Nomor Prin-00460/WPJ.19/KP.0105/RIK.SIS/2014 dari Terbanding, untuk pemeriksaan Pajak:

Tahun Pajak : Januari s.d Desember 2011 (0111-1211)
Kode/Kriteria Pemeriksaan : 1912 Semua Jenis Pajak (All Taxes), Pemeriksaan khusus PL
Tujuan Pemeriksaan : Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan


bahwa pada 3 Desember 2014 diterbitkan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Nomor 00460/WPJ.19/KP.0105/RIK.SIS/2014, atas Surat Perintah Pemeriksaan Nomor Prin-00460/WPJ.19/KP.0105/RIK.SIS/2014 tanggal 3 Desember 2014 dimana susunan Terbanding adalah:

No Nama NIP Pangkat/Gol Jabatan
1 RSIS, S.E 197XXXXXXXXXXXXXXX Penata Tk.1/IIId Supervisor
2 MR, S.E 196XXXXXXXXXXXXXXX Penata Tk.1/IIId Ketua Tim
3 S, SE 197XXXXXXXXXXXXXXX Penata Muda Tk.1/IIIb Anggota
4 KSW 197XXXXXXXXXXXXXXX Penata Muda Tk.1/IIIb Anggota


bahwa pada tanggal 27 Januari 2016 diterbitkan surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Nomor SPHP-00088/WPJ.19/KP.0105/RIK.SIS/2016 dari Terbanding, yang diterima oleh Pemohon Banding Tanggal 28 Januari 2018;

bahwa atas Surat Pemberitahuan Hasil pemeriksaan tersebut Pemohon Banding Mengajukan Perpanjangan waktu untuk penyampaian tanggapan SPHP melalui surat Nomor 0043/DIR-AKTJKT/II/2016 tanggal 4 Februari 2016 dengan bukti penerimaan surat dari Terbanding Nomor PEM-00000737/091/feb/2016 tanggal 5 Februari 2016;

bahwa surat tanggapan SPHP Pemohon Banding sampaikan ke Terbanding pada tanggal 11 Februari 2016, surat Nomor 0053/Dir-Akt-Jkt/II/16 tanggal 11 Februari 2016 dengan bukti penerimaan surat dari Terbanding Nomor PEM-01000986/091/feb/2016;

bahwa pada tanggal 18 Februari 2016 Pemohon Banding menerima surat undangan untuk pembahasan akhir pemeriksaan Nomor S-98/WPJ.19/KP.0100/2016 tanggal 17 Februari 2016, dimana pembahasan hasil pemeriksaan akan dilakukan pada:

Hari/Tanggal : Selasa/23 Februari 2016
Pukul : 09.00 WIB
Tempat : KPP Wajib Pajak Besar Satu


bahwa atas undangan pembahasan akhir tanggal 23 Februari 2016 tersebut, Pemohon Banding mengajukan perpanjangan secara lisan kepada Terbanding, Terbanding menyarankan Pemohon Banding untuk menyampaikan secara tertulis. Pada tanggal 23 Februari 2016 Pemohon Banding menyampaikan permohonan penundaan Pembahasan akhir permeriksaan dengan surat Nomor 072/DIR-AKT-JKT/II/2016 tanggal 22 Februari 2016 dengan bukti penerimaan surat dari Terbanding Nomor PEM:01001347/091/Feb/2016;

bahwa Permohonan Penundaan Pembahasan akhir ini Pemohon Banding ajukan karena pada hari dan tanggal yang sama yaitu hari selasa tanggal 23 Februari 2016 Pemohon Banding ada sidang di Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat, sebagaimana dimuat dalam Media Indonesia pada tanggal 27 Januari 2016;

bahwa pada tanggal 26 Februari 2016 di terbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Agustus 2011 Nomor 00014/203/11/091/16 tanggal 26 Februari 2016 yang menjadi sengketa;

3. Pemenuhan Ketentuan Formal Pada Saat Pemeriksaan


Tidak Terpenuhinya Ketentuan Perundang-Undangan Yang Berlaku oleh Terbanding Yang Menyebabkan Pemeriksaan dan Produk Hukum Pemeriksaan Terbanding Menjadi Batal Demi Hukum dan Sangat Merugikan Dan Tidak Adil Kepada Pemohon Banding

A. Batas Waktu Pemeriksaan


bahwa berdasarkan Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015, pemeriksaan lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan paling lama 6 (enam) bulan dihitung sejak surat pemberitahuan pemeriksaan di sampaikan ke Wajib Pajak sampai dengan tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan;

bahwa dalam hal dilakukan perpanjangan pemeriksaan sebagaimana pada butir 1 di atas, maka berdasarkan pasal 18 Terbanding harus menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pengujian secara tertulis kepada Wajib Pajak;

bahwa surat pemberitahuan pemeriksaan diterbitkan tanggal 3 Desember 2014 dan SPHP diterbitkan pada tanggal 27 Januari 2016. Dengan demikian pemeriksaan pajak tahun pajak 2011 tersebut, telah lewat dari dari 6 (enam) bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2), Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 18 PMK 184/PMK.03/2015;

bahwa dengan lewatnya batas waktu pemeriksaan dan Pemohon Banding tidak pernah menerima Surat Pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pengujian pemeriksaan pada paragraf di atas, maka dengan demikian Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Agustus 2011 Nomor 00014/203/11/091/16 tanggal 26 Februari 2016, Batal Demi Hukum;

B. Pemeriksaan dan Produk Hukum Yang Dihasilkan Batal Demi Hukum Akibat Surat Undangan Terbanding Kepada Pemohon Banding untuk Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan Daluwarsa


bahwa undangan yang disampaikan oleh Terbanding kepada Pemohon Banding untuk menghadiri Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan melanggar atau gagal memenuhi batas waktu yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini aturan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 yang mengubah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 dan Peraturan-Peraturan Menteri Keuangan terkait sebelumnya;
bahwa berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 yang mengubah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013:

1. kepada Wajib Pajak harus diberikan hak hadir untuk melaksanakan Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (“SPHP”);
2. hak hadir Wajib Pajak harus disampaikan melalui undangan secara tertulis kepada Wajib Pajak; dan
3. undangan yang dimaksud harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak:
  1. diterimanya tanggapan tertulis atas SPHP dari Wajib Pajak sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) dan ayat (3); atau
  2. berakhirnya batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP.

bahwa Terbanding telah melanggar atau gagal memenuhi batas waktu yang ditentukan dalam Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 dalam hal batas waktu terakhir penyampaian surat undangan Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan yang diatur dalam Pasal 43 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PM.03/2015, sebagaimana yang dijelaskan lebih khusus di bawah ini:

1. SPHP dikirimkan oleh Terbanding kepada Pemohon Banding pada tanggal 27 Januari 2016 (diterima Pemohon Banding pada tanggal 28 Januari 2016) sebagaimana yang tertera pada SPHP yang bersangkutan;
2. Terhadap SPHP yang diterima, Pemohon Banding menyampaikan surat permohonan kepada Terbanding agar diberikan waktu perpanjangan selama 7 (tujuh) hari yaitu sampai dengan tanggal 12 Februari 2016;
3. Terbanding tidak memberikan tanggapan atau jawaban atas surat permohonan perpanjangan waktu yang dimaksudkan di atas. Dengan tidak diperolehnya tanggapan atau jawaban dari Terbanding, terhadap surat permohonan perpanjangan waktu ini terdapat 3 (tiga) penafsiran berbeda tentang batas waktu penyampaian surat undangan untuk Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan, sebagai berikut:
  1. Terbanding tidak menyetujui permohonan Pemohon Banding untuk memperpanjang waktu penyampaian tanggapan atas SPHP yang dimaksudkan; atau
  2. Terbanding menyetujui permohonan Pemohon Banding untuk memperpanjang waktu penyampaian tanggapan atas SPHP selama 7 (tujuh) hari setelah tanggal semula yang dijadwalkan oleh Terbanding walaupun tanpa adanya tanggapan atau jawaban dari Terbanding;
  3. Terbanding menyetujui permohonan Pemohon Banding untuk memperpanjang waktu penyampaian tanggapan atas SPHP tetapi hanya untuk maksimum 3 (tiga) hari kerja terhitung dari tanggal semula yang dijadwalkan oleh Terbanding sebagaimana yang diatur dalam Pasal 42 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015;

bahwa sebagaimana yang dibuktikan pada kalender yang Pemohon Banding sampaikan, dalam hal:

a. penafsiran berdasarkan paragraf di atas, batas waktu atau tanggal terakhir pengiriman surat undangan oleh Terbanding kepada Pemohon Banding seharusnya adalah tanggal 10 Februari 2016; atau
b. penafsiran berdasarkan paragraf di atas, batas waktu atau tanggal terakhir pengiriman surat undangan oleh Terbanding seharusnya adalah tanggal 16 Februari 2016; atau
c. penafsiran berdasarkan paragraf di atas, batas waktu atau tanggal terakhir pengiriman surat undangan oleh Terbandingseharusnya adalah tanggal 12 Februari 2016;


bahwa berdasarkan penjelasan pada paragraf di atas, dengan surat undangan yang baru dikirim oleh Terbanding kepada Pemohon Banding pada tanggal 18 Februari 2016 sebagaimana tertera pada surat undangan yang bersangkutan, Terbanding telah melanggar atau gagal memenuhi batas waktu atau batas tanggal terakhir penyampaian undangan Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan yang diatur dalam Pasal 43 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 dengan penggunaan penafsiran manapun dari yang disampaikan pada paragraph di atas sebagaimana yang dibuktikan pada kalender yang Pemohon Banding siapkan;

bahwa berdasarkan keterangan-keterangan dan pembuktian-pembuktian yang disampaikan di atas, hasil Pemeriksaan Pajak terkait berikut segala produk hukum yang dikeluarkan menjadi batal demi hukum. Artinya, berita acara Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Keputusan Terbanding tentang Keberatan Pemohon Banding terhadap Surat Ketetapan Pajak menjadi batal demi hukum;

C. Pemeriksaan dan Produk Hukum Hasil Pemeriksaan Batal Demi Hukum Akibat Hak Hadir Pemohon Banding Sebagai Wajib Pajak Dalam Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan Tidak Diberikan Secara Memadai, Patut dan Wajar


bahwa sesuai dengan aturan berdasarkan Pasal 43 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015, Pemohon Banding diundang oleh Terbanding untuk menghadiri Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan. Namun demikian, jadwal atau waktu dan tanggal pembahasan yang ditetapkan oleh Terbanding sebagaimana yang tercantum pada surat undangan yang dimaksud tidak memungkinkan untuk dapat dipenuhi oleh Pemohon Banding;

bahwa sebagaimana yang dijelaskan pada paragraf di atas, surat undangan Terbanding dikirimkan kepada dan diterima oleh Pemohon Banding pada tanggal 18 Februari 2016 sore, hari Kamis, padahal jadwal penyelenggaraan Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan yang ditetapkan dalam surat undangan tersebut adalah untuk jam 9 pagi tanggal 23 Februari 2016, hari Selasa berikutnya, kurang dari 3 (tiga) hari kerja;

bahwa sehubungan dengan jadwal yang ditetapkan dalam surat undangan yang dimaksud, perlu Pemohon Banding sampaikan hal-hal penting sebagai berikut:

a. Jarak waktu antara didapatkannya surat undangan oleh Pemohon Banding dan waktu atau tanggal Pemohon Banding diharapkan untuk hadir dalam Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan terlalu sempit, tidak memadai dan tidak patut sehingga tidak memungkinkan Pemohon Banding untuk sempat mempersiapkan bahan-bahan dan dokumen-dokumen pembuktian yang diperlukan untuk dapat mengikuti Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan dengan patut dan memadai. Mengingat kompleksitas dari pada temuan-temuan dan usulan-usulan koreksi yang tercantum dalam SPHP yang perlu dibahas dan dipertanggungjawabkan oleh Pemohon Banding dalam Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan, tidak mungkin Pemohon Banding dapat mempersiapkan bahan-bahan dan dokumen-dokumen beserta bukti-bukti pendukung yang diperlukan untuk mengikuti Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan dengan patut dan baik. Menurut hemat Pemohon Banding, hal ini sangatlah tidak adil kepada Pemohon Banding;
b. Selain alasan tidak memadai dan tidak patutnya jangka waktu yang diberikan oleh Terbanding kepada Pemohon Bandingsebagaimana yang dijelaskan pada paragraf a di atas, pada waktu dan tanggal yang dijadwalkan oleh Terbanding untuk menyelenggarakan Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan, yaitu mulai jam 9.00 pagi tanggal 23 Februari 2016, pimpinan atau direksi yang diundang untuk mengikuti Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan secara hukum wajib hadir dalam acara sidang verifikasi utang di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, jadwal sidang yang mana telah ditetapkan oleh Hakim Pengawas dan disahkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sejak 20 Januari 2016, hampir satu bulan sebelum diterimanya surat undangan dari Terbanding, sehingga pimpinan atau direksi tidak mungkin dapat memenuhi jadwal yang ditetapkan oleh Terbanding;


bahwa pada keesokan hari setelah diterimanya surat undangan Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan tersebut di atas, yaitu tanggal 19 Februari 2016, hari Jumat, Pemohon Banding langsung menghubungi Terbanding untuk menjelaskan tentang kesulitan Pemohon Banding untuk dapat memenuhi jadwal yang ditetapkan dalam surat undangan tersebut sebagaimana yang disampaikan pada paragraf di atas, dan memohonkan kesediaan Terbanding untuk menunda jadwal yang dimaksud sampai dengan tanggal 3 Maret 2016;

bahwa terhadap permintaan penjadwalan ulang sebagaimana yang dimaksudkan pada paragraf di atas, Terbanding meminta Pemohon Banding untuk menyampaikan permohonan penundaan yang dimaksud secara resmi dan tertulis. Sesuai pengarahan dari Terbanding ini, Pemohon Banding menyampaikan surat permohonan resmi pada tanggal 22 Februari 2016;

bahwa Pemohon Banding sangat dikejutkan dengan diserahkannya sejumlah Surat-Surat Ketetapan Pajak Tahun Pajak 2011 oleh Terbanding kepada Pemohon Banding pada tanggal 29 Februari 2016 sebagai hasil dari Pemeriksaan Pajak dan Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan yang tidak dapat dihadiri oleh Pemohon Banding. Artinya, permohonan perpanjangan waktu yang dimintakan dan dikomunikasikan dengan itikad baik oleh Pemohon Banding kepada Terbanding sebagaimana yang disampaikan pada paragraf di atas beserta alasan-alasan tersebut pada paragraf di atas ternyata tidak dikabulkan oleh Terbanding dan, sebagai akibatnya, Terbanding melakukan Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan sepihak;

bahwa berdasarkan:

(i) fakta-fakta yang disampaikan pada paragraph tentang tidak memadainya waktu yang diberikan oleh Terbanding kepada Pemohon Banding untuk dapat mengikuti Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan dengan baik; dan
(ii) fakta-fakta yang dijelaskan pada paragraf di atas tentang permohonan dan alasan-alasan permintaan penjadwalan ulang waktu dan tanggal Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan termasuk fakta tentang pengarahan oleh Terbanding agar permohonan penjadwalan ulang disampai-kan secara resmi dan tertulis oleh Pemohon Banding (pengarahan mana dipatuhi dan dilaksanakan oleh Pemohon Banding); makajelas bahwa Terbanding:
  1. tidak menghendaki Pemohon Banding untuk dapat hadir dalam acara Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan sehingga Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan dilakukan, dan berita acara terkait ditandatangani sepihak oleh Terbanding; dan
  2. Pemohon Banding telah diperlakukan tidak adil dalam proses penyelesaian Pemeriksaan Pajak tahun 2011;

bahwa berdasarkan hal-hal dan fakta-fakta yang disampaikan di atas, Pemohon Banding berpendapat bahwa Pembahasan Hasil Akhir Pemeriksaan dan berita acara terkait yang diselesaikan secara sepihak oleh Terbanding menjadi batal demi hukum sehingga segala produk turunannya berupa SKP, Surat Keputusan tentang Keberatan Pemohon Banding terhadap SKP terkait seharusnya juga menjadi batal demi hukum. Dengan ini, Pemohon Banding memohonkan pertimbangan dan putusan seadil-adilnya oleh Majelis dengan membatalkan Keputusan yang dibandingkan;

D. Pemohon Banding Sebagai Wajib Pajak Tidak Diberikan Rincian Perhitungan Yang Diatur Dalam Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku Sehingga Pemeriksaan Pajak Terkait Beserta Seluruh Produk Hukumnya Menjadi Batal Demi Hukum


bahwa dalam Pasal 1 angka 16 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 sebagimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015, diatur bahwa, SPHP yang diterbitkan wajib mencantumkan temuan Pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara dari jumlah pokok pajak terhutang dan perhitungan sementara dari sanksi administrasi;

bahwa sehubungan dengan jumlah pokok pajak terhutang beserta sanksi administrasi, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 dan Peraturan-Peraturan Menteri Keuangan terkait sebelumnya, yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 yang telah diubah berberapa kali terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007, mengatur bahwa jenis pajak yang dimohonkan banding ini adalah jenis pajak yang perhitungan, pembayaran dan pelaporannya wajib dilakukan berdasarkan Masa Pajak atau bulanan terkait;

bahwa adapun terkait dengan rincian koreksi fiskal dan dasar perhitungan koreksi tersebut telah Pemohon Banding sampaikan secara tertulis kepada Terbanding melalui surat Nomor 0272/DIR/AKT-JKT/V/2016 tanggal 20 Mei 2016, namun hingga saat ini terhadap surat tersebut belum mendapat jawaban dari Terbanding;

bahwa sehubungan dengan jenis pajak yang dimohonkan banding ini, dalam SPHP yang diterbitkan dan disampaikan oleh Terbanding kepada Pemohon Banding, temuan-temuan, pos-pos yang diusulkan untuk dilakukan koreksi dan jumlah-jumlah usulan koreksi masing-masing pos oleh Terbanding hanya tercantum temuan-temuan, informasi-informasi dan jumlah-jumlah tahunan padahal berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana tersebut pada paragraf di atas, kepada Pemohon Banding wajib diberikan temuan-temuan dan informasi-informasi pendukung dalam jumlah-jumlah berdasarkan Masa Pajak atau bulanan masing-masing. Oleh karenanya, produk hukum dari Pemeriksaan yang menghasilkan SKP dan Surat Keputusan Kantor Terbanding tentang Keberatan Pemohon Banding atas SKP terkait seyogyanya menjadi batal demi hukum;

bahwa dengan tidak diberikannya informasi-informasi berdasarkan kewajiban Masa Pajak atau bulanan masing-masing, Pemohon Banding tidak mungkin:

a. dapat melakukan kewajiban pembayaran bagian-bagian dari SKP yang memang terhutang oleh Pemohon Banding; maupun
b. bisa memperjuangkan haknya sebagai Pemohon Banding secara adil, wajar dan patut untuk keperluan penyampaian Surat Keberatan atas SKP terkait dan proses-proses hukum seterusnya karena ketidak-tersediaan informasi-informasi yang diatur dalam Peraturan-Peraturan Menteri Keuangan yang dibahas pada paragraf di atas. Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah data-data, temuan-temuan, koreksi-koreksi dalam jumlah-jumlah berdasarkan Masa Pajak atau bukan masing-masing;


bahwa akibat tidak tersedianya informasi-informasi yang disampaikan pada paragraf di atas, dalam penyusunan dan pengajuan Keberatan, Pemohon Banding hanya dapat mendasarkan pada data-data, catatan-catatan dan bukti-bukti pendukung sepihak yang ada pada Pemohon Banding sendiri tanpa dapat membuktikan kebenaran atau kesalahan koreksi-koreksi yang dilakukan oleh Terbanding yang ditetapkan dalam SKP terkait. Adalah tidak aneh Keberatan Pemohon Banding pada akhirnya ditolak oleh Terbanding akibat ketidak-mampuan Pemeriksaan Hasil Akhir Pemeriksaan untuk menyampaikan Surat Keberatan yang patut dan baik akibat tidak diberikannya rincian-rincian yang diperlukan oleh Pemohon Banding oleh Terbanding, kewajiban mana diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut pada paragraf di atas;

bahwa demikian pula untuk keperluan pengajuan Permohonan Banding ini, Pemohon Banding hanya dapat mendasarkan pada catatan-catatan, dokumen-dokumen dan bukti-bukti yang tersedia pada Pemohon Banding sendiri akibat alasan yang sama dengan yang disampaikan pada paragraph di atas;

bahwa berdasarkan kejadian yang dijelaskan diatas, menurut hemat Pemohon Banding segala produk hukum dari SPHP yang dimaksud menjadi batal demi hukum termasuk SKP dan Surat Keputusan Terbanding tentang Keberatan Pemohon Banding yang sedang dimohonkan banding dan dibantah oleh Pemohon Banding dalam Surat Bantahan ini;

bahwa dengan dilanggarnya aturan yang berlaku oleh Terbanding dalam hal tidak diberikannya data-data pendukung koreksi berdasarkan Masa Pajak atau bulanan masing-masing sebagaimana yang diwajibkan dalam aturan perundang-undangan tersebut pada paragraf di atas:

(i) secara langsung mengakibatkan Pemohon Banding tidak dapat memperjuangkan hak hukumnya secara patut dan baik berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
(ii) sebagai akibatnya Keberatan Pemohon Banding ditolak oleh Terbanding.


bahwa berdasarkan keterangan-keterangan yang disampaikan di atas, dengan ini demi keadilan, Pemohon Banding sangat bermohon kepada Majelis untuk membuat Putusan bahwa Pemeriksaan Pajak beserta seluruh produk hukum yang dihasilkan termasuk Keputusan yang sedang dibandingkan menjadi batal demi hukum, oleh karenanya, mengabulkan keseluruhan Permohonan Banding yang diajukan Pemohon Banding;

4. Surat Bantahan Pemohon Banding Terhadap Surat Uraian Banding dari Terbanding Nomor S-3078/WPJ.19/2017 tanggal 24 Oktober 2017


bahwa pada Surat Bantahan Pemohon Banding Nomor 0216/JSP-DBI/IV/2018 (Pemohon Banding salah tulis, seharusnya 0217/JSP-DBI/IV/2018) tanggal 3April 2018, yang disampaikan ke Pengadilan Pajak tanggal 28 Mei 2018, Pemohon Banding juga telah mengungkapkan dalam penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Agustus 2011 Nomor 00014/203/11/091/16 tanggal 26 Februari 2016 tidak memenuhi ketentuan formal sehingga Batal Demi Hukum;

II. Penutup


bahwa berdasarkan keterangan dan uraian yang disampaikan di atas maka

1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Agustus 2011 Nomor 00014/203/11/091/16 tanggal 26 Februari 2016 yang diterbitkan oleh Terbanding tidak memenuhi ketentuan formal sehingga Batal Demi Hukum. Dengan alasan sebagai berikut:
  1. Tidak terpenuhnya batas waktu pemeriksaan yaitu lebih dari 6 (enam) bulan, dimana surat pemberitahuan pemeriksaan diterbitkan tanggal 3 Desember 2014 dan SPHP diterbitkan pada tanggal 27 Januari 2016 dan dapat diperpanjang paling lama 2 (dua) bulan yang dihitung sejak SPHP disampaikan kepada Pemohon Banding, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2), Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 18 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 dan telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 Tentang Tata Cara Pemeriksaan;
  2. Tidak terpenuhinya perpanjangan waktu Pemeriksaan Yaitu Pemeriksa tidak pernah menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan secara tertulis kepada Pemohon Banding sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 dan telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 Tentang Tata Cara Pemeriksaan;
  3. Tidak terpenuhinya batas waktu penyampaian Undangan Pembahasan Akhir Pemeriksaan yaitu udangan disampaikan kepada Pemohon Banding dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterimanya tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan hasil Pemeriksaan (SPHP) dari Pemohon Banding, sebagaimana diatur pada Pasal 42 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 dan telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 Tentang Tata Cara Pemeriksaan;
  4. Terbanding tidak memberikan rincian temuan pos-pos yang menjadi koreksi, nilai koreksi dan dasar koreksi serta perhitungan sementara dari jumlah pokok pajak terhutang dan perhitungan sementara dari sanksi administrasi untuk Masa Pajak atau bulan pajak (sebagaimana diuraikan pada butirdiatas) walaupun Pemohon Banding telah mengajukan permohonan secara tertulis kepada Terbanding melalui surat Nomor 0272/DIR/AKT-JKT/V/2016 tanggal 20 Mei 2016, namun hingga saat ini terhadap surat tersebut belum mendapat jawaban dari Terbanding, sehingga Pemohon Banding tidak mungkin:
    “Bisa memperjuangkan haknya sebagai wajib pajak secara adil, wajar dan patut untuk keperluan penyampaian keberatan atas SKP maupun tingkat Banding terkait dan proses-proses hukum seterusnya kerena ketidak tersediaannya informasi-informasi dan data-data, temuan-temuan koreksi-koreksi dalam jumlah berdasarkan masa pajak/bulan Pajak”
  5. Tidak dilakukan ”pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak” dimana atas undangan pembahasan akhir pemeriksaan dilakukan pada tanggal 23 Februari 2016, Pemohon Banding telah mengajukan perpanjangan secara lisan maupun tertulis kepada TIM Pemeriksan melalui surat permohonan Nomor 072/DIR-AKT-JKT/II/2016 tanggal 22 Februari 2016 dengan bukti penerimaan surat dari Terbanding Nomor PEM:01001347/091/Feb/2016. Hal ini dilakukan karena pada hari dan tanggal yang sama yaitu hari Selasa tanggal 23 Februari 2016 Pemohon Banding ada sidang di Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat, sehingga tidak memberikan hak kepada Pemohon Banding dalam rangka pembahasan akhir pemeriksaan;
    bahwa dengan demikian Terbanding tidak mengendaki adanya Pembahasan akhir pemeriksaan dengan Pemohon Banding sehingga sesuai dengan Pasal 36 ayat 1 huruf d angka 2 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan “Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membatalkan hasil pemeriksaan”;
2) Bahwa Terbanding telah mengabaikan hak-hak dari Pemohon Banding berupa tidak dipenuhinya ketentuan-ketentuan perundangan undangan yang berlaku yang mengakibatkan ketidakmampuan Pemohon Banding untuk melaksanakan haknya dalam pengajuan Keberatan dan Surat Banding secara baik dan patut yang berakibat ditolaknya Keberatan Pemohon Banding. Hal ini sangatlah merugikan dan tidak adil kepada Pemohon Banding;
3) Demi keadilan, Pemohon Banding memohon Majelis untuk memutuskan Banding ini seadil-adilnya dengan menolak Keputusan yang dibandingkan

B. Closing Statement Pemeriksaan Permohonan Banding PPh 23 Masa Agustus Tahun 2011

I. Pokok Sengketa Banding


bahwa pokok sengketa banding adalah koreksi positif yang dilakukan oleh Terbanding atas DPP PPh Pasal 23 Masa Pajak Agustus 2011 adalah sebesar Rp782.388.490,00 dan koreksi positif PPh Pasal 23 Masa Pajak Agustus 2011 terutang sebesar Rp788.205.405,00:

No Uraian Jumlah Rupiah Menurut
Pemohon Banding Terbanding Selisih
1 Dasar Pengenaan Pajak 14.558.311.661 15.340.700.151 782.388.490
2 PPh Pasal 23 yang Terutang 297.166.233 1.085.371.638 788.205.405

II. Penjelasan Pemohon Banding


bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi positif yang dilakukan oleh Terbanding atas DPP PPh Pasal 23 Masa Pajak Agustus 2011 adalah sebesar Rp782.388.490,00 dan koreksi positif yang dilakukan oleh Terbanding atas PPh Pasal 23 terutang Masa Pajak Agustus 2011 sebesar Rp788.205.405,00;

bahwa adapun alasan dan penjelasan tambahan atas sengketa Banding yang Pemohon Banding ajukan adalah sebagai berikut:

1. Menurut Pemohon Banding, bahwa DPP PPh Pasal 23 yang dipertahankan oleh Terbanding adalah berdasarkan ekualisasi koreksi objek PPh Pasal 23 yang dilaporkan dalam SPT dengan pos-pos biaya dan neraca terdapat objek pajak yang belum dipotong dan dilaporkan Pemohon Banding;
2. Koreksi terhadap akun-akun neraca dan laba rugi sebagai objek PPh 23 hanya berdasarkan asumsi sepihak Terbanding BUKAN berdasarkan data, fakta dan bukti pendukung;
3. Bahwa menurut Pemohon Banding, DPP PPh Pasal 23 untuk masa Agustus 2011, telah dilaporkan sesuai ketentuan yang berlaku dalam SPT masa yaitu sebesar Rp14.558.311.661,00;
4. Bahwa menurut Pemohon Banding koreksi positif DPP PPh Pasal 23 yang dilakukan oleh Terbanding untuk masa Agustus sebesar Rp782.388.490,00 bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 23 (bukan merupakan transaksi jasa) yaitu merupakan pembelian material, denda, reimbursement, biaya transport dan terdapat pula transaksi yang dibatalkan sehingga atas transaksi tersebut tidak dapat ditetapkan sebagai objek pajak PPh Pasal 23 dan juga tidak terutang PPh Pasal 23;

III. Kesimpulan Dan Usul


bahwa berdasarkan sengketa dan alasan banding yang telah Pemohon Banding uraikan diatas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Bahwa koreksi DPP PPh Pasal 23 yang dilakukan oleh Terbanding dan dipertahankan oleh Terbanding hanya didasarkan asumsi dari hasil perhitungan ekualisasi akun neraca dan laba rugi dengan DPP PPh Pasal 23, BUKAN didasarkan atas data dan fakta;
2. Bahwa koreksi besarnya PPh terutang yang dilakukan Terbanding dan dipertahankan oleh Peneliti Keberatan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3. Data dan fakta menunjukkan bahwa seluruh koreksi DPP PPh Pasal 23 yang dilakukan fiskus terbukti BUKAN merupakan objek PPh Pasal 23;
4. Bahwa oleh karena itu, Pemohon Banding mohon agar:
a. Membatalkan koreksi atas DPP PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 23 terutang;
b. Mengurangkan jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Nomor 00014/203/11/091/16 tanggal 26 Februari 2016 Masa Pajak Agustus 2011 menjadi NIHIL dengan perhitungan sebagai berikut:

No Uraian Semula (Rp) Ditambah/(Dikurangi) (Rp) Menjadi (Rp)
A Dasar Pengenaan Pajak 15.340.700.151 (15.340.700.151 ) -
B Pajak Penghasilan Terutang 1.085.371.638 (1.085.371.638) -
C Kredit Pajak 297.166.233 (297.166.233) -
D Kompensasi Masa/Tahun Pajak Sebelumnya - - -
E PPh Kurang/ (lebih) dibayar 788.205.405 (788.205.405) -
F Sanksi Administrasi 378.338.594 (378.338.594) -
G Jumlah PPh ymh / (Lebih) dibayar 1.166.543.999 (1.166.543.999) -


bahwa demikianlah Pemohon Banding sampaikan tambahan Penjelasan dan Alasan Banding serta Closing Statement sengketa pajak PPh Pasal 23 Masa Agustus 2011. Pemohon Banding memohon kepada Majelis untuk memutuskan yang seadil-adilnya;

Menurut Majelis:

bahwa Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00560/KEB/WPJ.19/2017 tanggal 10 Mei 2017 tentang keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Agustus 2011 Nomor 00014/203/11/091/16 tanggal 26 Februari 2016, karena permohonan keberatannya ditolak Pemohon Banding sangat keberatan dan kemudian mengajukan banding;

Alasan pengajuan banding:

bahwa berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009, menyatakan "Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)";

bahwa surat keputusan yang diajukan banding merupakan obyek yang dapat diajukan banding sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan dan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;

bahwa berdasarkan Undang-Undang Pengadilan Pajak:

Pasal 31 ayat (1) berbunyi:
“Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus sengketa pajak”

Pasal 31 ayat (2) berbunyi:
“Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku”;

Pasal 78 berbunyi:
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan serta berdasarkan keyakinan Hakim”;

Terkait Penilaian Pembuktian, Peraturan Perundang-undangan dan Keyakinan Hakim

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyatakan sengketa yang diajukan banding terkait dengan sengketa formil dan materiil. Sengketa formil terkait dengan prosedur pemeriksaan yang tidak benar, yaitu pembahasan akhir hasil pemeriksaan dilakukan secara sepihak;

bahwa berdasarkan hasil penelitian Majelis terhadap Surat Banding Nomor 0385/DIR-AKT/JKT/VIII/2017 tanggal 9 Agustus 2017 diketahui, tidak ditemukan adanya sengketa formil terkait dengan prosedur pemeriksaan, sementara dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan surat bantahan dengan memunculkan hal baru, yaitu terkait dengan pemenuhan formil prosedur pemeriksaan;

bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak yaitu: “Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Dengan memori penjelasan: “Sengketa pajak yang menjadi obyek pemeriksaan adalah sengketa yang dikemukakan Pemohon Banding dalam permohonan keberatan yang seharusnya diperhitungkan dan diputuskan dalam keputusan keberatan”;

bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap surat permohonan keberatan Pemohon Banding Nomor 0272/DIR/AKT-JKT/V/2016 tanggal 20 Mei 2016 diketahui tidak terdapat sengketa formil tentang prosedur pemeriksaan;

bahwa terbukti dalam Surat Banding maupun Surat Keberatan tidak ditemukan adanya sengketa formil terkait dengan prosedur pemeriksaan, sehingga Majelis berpendapat sengketa formil terkait dengan prosedur pemeriksaan yang disengketakan oleh Pemohon Banding yang disampaikan dalam persidangan tidak dapat dipertimbangkan karena bukan merupakan obyek pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Pengadilan Pajak;

bahwa dengan demikian Majelis melanjutkan pemeriksaan materi banding sebagai berikut;

bahwa dalam persidangan terbukti yang menjadi sengketa banding ini adalah koreksi positif atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 23 Masa Pajak Agustus 2011 sebesar Rp782.388.490,00 dan koreksi positif PPh Pasal 23 terutang sebesar Rp788.205.405,00 dengan menggunakan tarif PPh Pasal 23 terutang sebesar 15% x Perkiraan Penghasilan Neto yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;

1. Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 23 sebesar Rp782.388.490,00


bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan diketahui Terbanding melakukan koreksi positif obyek PPh Pasal 23 untuk Masa Pajak Agustus 2011 sebesar Rp782.388.490,00 yang diperoleh berdasarkan equalisasi obyek PPh Pasal 23 yang dilaporkan dalam SPT Masa dengan pos-pos biaya dalam laporan laba rugi dan pos-pos neraca. Selisih positif hasil ekualisasi tersebut merupakan obyek PPh Pasal 23 yang belum dilaporkan oleh Pemohon Banding dengan menggunakan tarif PPh Pasal 23 terutang sebesar 15% x Perkiraan Penghasilan Neto;

bahwa Objek PPh Pasal 23 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2011 menurut Terbanding adalah:

- Objek PPh Pasal 23 pada pos biaya dalam laporan laba rugi Rp 1.097.625.129.418,00
- Objek PPh Pasal 23 pada Pos-pos neraca Rp 46.239.469.276,00
- Objek PPh Pasal 23 dari masa sebelumnya Rp 7.690.241.422,00
- Dipotong/disetor/dilaporkan masa berikutnya Rp 0,00
- Diperhitungkan sebagai Objek PPh Pemotongan lain Rp 0,00
- Dipotong/disetor/dilaporkan di KPP lain Rp 0,00 +
- Objek PPh Pasal 23 Menurut Terbanding Rp 1.151.554.840.117,00
- Objek PPh Pasal 23 Menurut SPT Pemohon Banding Rp 539.700.855.767,00 -
- Koreksi Positif Objek PPh Pasal 23 Rp 611.853.984.350,00


bahwa perincian koreksi positif objek PPh Pasal 23 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2011 sebesar Rp611.853.984.350,00 adalah sebagai berikut:

Masa Pajak DPP/Objek PPh Pasal 23 Menurut Koreksi Positif Koreksi Positif (Rp)
SPT Pemohon Banding (Rp) Terbanding (Rp)
Januari 2011 19.255.861.411 19.255.861.411 -
Februari 2011 39.029.260.036 44.240.898.048 5.211.638.012
Maret 2011 26.392.879.583 152.769.206.627 126.376.327.044
April 2011 11.850.766.939 25.855.402.921 14.004.635.982
Mei 2011 103.301.297.795 103.304.549.620 3.251.825
Juni 2011 23.132.592.044 59.432.215.183 36.299.623.139
Juli 2011 19.256.369.979 21.410.442.458 2.154.072.479
Agustus 2011 14.558.311.661 15.340.700.151 782.388.490
September 2011 10.381.565.196 99.155.724.444 88.774.159.248
Oktober 2011 18.114.158.462 19.239.962.562 1.125.804.100
November 2011 181.981.175.263 239.876.686.054 57.895.510.791
Desember 2011 72.446.617.398 351.673.190.639 279.226.573.241
Jumlah 539.700.855.767 1.151.554.840.117


bahwa rincian koreksi positif objek PPh Pasal 23 Masa Pajak Agustus 2011 adalah sebesar Rp782.388.490,00 sebagai berikut:

Uraian Jumlah Rupiah Menurut Koreksi Positif diajukan Banding
Pemohon Banding Terbanding (cfm Pemeriksa) Terbanding (cfm Tim Peneliti)
DPP PPh Pasal 23 297.166.233 1.085.371.638 1.085.371.638 788.205.405


bahwa menurut Terbanding koreksi dihasilkan dari pengujian berdasarkan dokumen sumber dengan teknik equalisasi obyek PPh Pasal 23 yang dilaporkan dalam SPT dengan pos-pos biaya dalam laporan laba rugi dan pos-pos neraca, sebagaimana hasilnya diuraikan dalam tabel tersebut di atas;

bahwa menurut Terbanding, berdasarkan dokumen sumber yang dimiliki Terbanding yang diperoleh dari Pemohon Banding pada saat pemeriksaan, diketahui bahwa dalam General Ledger baik dalam akun laba rugi maupun akun neraca, terdapat biaya-biaya yang merupakan jenis pengeluaran yang bersifat obyek pajak PPh Pasal 23 seperti pengeluaran biaya jasa perbaikan, sewa harta, jasa teknik, biaya bunga dan jasa-jasa lainnya;

bahwa atas obyek PPh Pasal 23 tersebut, Pemohon Banding belum melakukan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 atas pembayaran jasa, pekerjaan dan kegiatan, sehingga Terbanding berpendapat dasar koreksi dan penghitungan PPh Pasal 23 Masa Pajak Agustus 2011 tersebut telah sesuai fakta hukum dan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

bahwa menurut Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi obyek PPh Pasal 23 sebesar Rp782.388.490,00, dengan alasan bahwa koreksi tersebut bukan merupakan transaksi jasa melainkan merupakan pembelian material, denda, reimbursement, biaya transport dan pembatalan transaksi. Koreksi terhadap akun-akun neraca dan laba rugi sebagai obyek PPh 23 hanya berdasarkan asumsi sepihak Terbanding bukan berdasarkan data, fakta dan bukti pendukung. DPP PPh Pasal 23 untuk masa Agustus 2011 telah dilaporkan sesuai ketentuan yang berlaku dalam SPT masa yaitu dalam SPT Masa sebesar Rp14.558.311.661,00;

bahwa menurut Terbanding pada saat pemeriksaan, saat keberatan dan sampai dengan saat persidangan tidak ditunjukkan bukti pendukung sebagaimana didalilkan oleh Pemohon Banding, sehingga Terbanding tetap mempertahankan koreksinya;

bahwa dari alasan para pihak sebagaimana diuraikan tersebut di atas, Majelis berkesimpulan yang menjadi pokok sengketa koreksi ini adalah perbedaan pemahaman atas transaksi yang dilaporkan pada SPT, yaitu menurut Terbanding transaksi yang dikoreksi terkait dengan jasa (obyek PPh Pasal 23), sedangkan menurut Pemohon Banding bukan terkait dengan transaksi jasa (bukan obyek PPh Pasal 23);

bahwa Majelis akan meneliti dokumen pendukung terkait dengan transaksi yang dilakukan oleh Pemohon Banding dan memastikan dasar hukumnya;

bahwa menurut Majelis, salah satu sistem pemungutan pajak yang diterapkan di Indonesia adalah Withholding Tax system (pemotongan/pemungutan pajak). Dalam sistem Withholding Tax, pihak ketiga diberikan kepercayaan untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungut pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan sekaligus menyetorkannya ke kas Negara. Di akhir tahun pajak, pajak yang telah dipotong atau dipungut dan telah disetorkan ke kas negara itu akan menjadi pengurang pajak atau kredit pajak bagi pihak yang dipotong dengan melampirkan bukti pemotongan atau pemungutan.

bahwa Pemohon Banding merupakan salah satu pihak yang diberikan kepercayaan untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungut pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan yang berasal dari pemanfaatan modal (dividen, bunga, dan royalti), pemberian jasa (sewa, imbalan jasa), atau penyelenggaraan kegiatan (hadiah, penghargaan, dan bonus) selain yang dipotong PPh Pasal 21;

bahwa dalam persidangan terungkap, koreksi atas DPP PPh Pasal 23 Masa Agustus 2011 sebesar Rp782.388.490,00 faktanya Terbanding tidak dapat menyampaikan rincian jenis transaksi jasa, apakah jasa terkait dengan pemanfaatan modal atau pemberian jasa atau penyelenggaraan kegiatan atau jasa-jasa lainnya, melainkan hanya menyatakan dalam General Ledger baik dalam akun laba rugi maupun akun neraca, terdapat biaya-biaya yang merupakan jenis pengeluaran yang bersifat obyek pajak PPh Pasal 23 seperti pengeluaran biaya jasa perbaikan, sewa harta, jasa teknik, biaya bunga dan jasa-jasa lainnya;

bahwa atas koreksi a quo, Pemohon Banding menyampaikan sanggahan bahwa koreksi tersebut bukan merupakan transaksi jasa melainkan merupakan pembelian material, denda, reimbursement, biaya transport dan pembatalan transaksi atau bukan merupakan obyek PPh Pasal 23. Untuk memperkuat sanggahan tersebut, Pemohon Banding telah menyampaikan dokumen pendukung berupa foto copy: invoice, faktur pajak, voucher-journal serta foto copy rekapitulasi sampling non obyek PPh Pasal 23;

bahwa menurut Majelis, untuk mendapatkan kebenaran materiil sesuai azas yang dianut dalam Undang-Undang perpajakan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 76 dan Penjelasannya Undang-Undang Nomor 14 tentang Pengadilan Pajak, karena pada saat pemeriksaan maupun pada saat proses keberatan, Pemohon Banding belum menunjukkan bukti-bukti pendukung sebagaimana didalilkan oleh Terbanding, maka, kepada para pihak (Terbanding dan Pemohon Banding ) dilakukan uji bukti.

bahwa dari proses uji bukti, Pemohon Banding menunjukkan foto copy dari sebagian dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti: invoice, faktur pajak, voucher-journal serta foto copy rekapitulasi sampling non obyek PPh Pasal 23;

bahwa dari nilai sengketa Masa Pajak Februari sampai dengan Desember 2011 sebesar Rp611.853.984.350,00 (termasuk untuk Masa Pajak Agustus 2011sebesar Rp782.388.490,00), Pemohon Banding secara keseluruhan hanya dapat menunjukkan berupa foto copy dokumen senilai Rp3.140.483.134,00.

bahwa sesuai dengan hasil uji bukti Terbanding tetap mempertahankan koreksinya sebesar Rp2.154.072.479,00 karena pada proses uji bukti Pemohon Banding hanya menunjukkan dokumen foto copy tanpa memperlihatkan dokumen aslinya;

bahwa sesuai dengan hasil uji bukti Terbanding tetap mempertahankan koreksinya sebesar Rp782.388.490,00 karena pada proses uji bukti Pemohon Banding hanya menunjukkan dokumen foto copy tanpa memperlihatkan dokumen aslinya;

bahwa karena Pemohon Banding tidak dapat memberikan dan menunjukkan dokumen asli baik dalam Uji Bukti maupun pemeriksaan dipersidangan terkait dengan pokok sengketa PPh Pasal 23 Masa Pajak Agustus 2011, maka Majelis berpendapat dasar koreksi dan perhitungan PPh Pasal 23 Masa Pajak Agustus 2011 telah tepat dan sesuai dengan fakta hukum serta ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan yang berlaku;

bahwa sesuai dengan Pasal 1888 KUH Perdata disebutkan:
Kekuatan pembuktian dengan suatu tulisan terletak pada akta aslinya. Bila akta yang asli ada, maka Salinan serta kutipan hanyalah dapat dipergunakan sepanjang Salinan serta kutipan itu sesuai dengan aslinya yang senatiasa diperintahkan untuk ditunjukkan;

bahwa ketentuan lainnya mengenai kekuatan pembuktian sebuah fotokopi sebagai alat bukti tertulis dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3609 K/Pdt/1985 yaitu: Surat bukti fotokopi yang tidak pernah diajukan atau tidak pernah ada surat aslinya, tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah dan harus dikesampingkan sebagai surat bukti.

bahwa dari data dan fakta-fakta serta ketentuan aquo, Majelis berpendapat koreksi Terbanding koreksi atas DPP PPh Pasal 23 Masa Agustus 2011 sebesar Rp782.388.490,00 tetap dipertahankan

2. Koreksi positif PPh Pasal 23 terutang sebesar Rp788.205.405,00 dengan menggunakan tarif PPh Pasal 23 terutang sebesar 15% x Perkiraan Penghasilan Neto;


bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyatakan setuju dengan koreksi Terbanding atas koreksi positif PPh Pasal 23 terutang sebesar Rp788.205.405,00 dengan menggunakan tarif PPh Pasal 23 terutang sebesar 15% x Perkiraan Penghasilan Neto;

bahwa berdasarkan Pasal 33A UU PPh ayat (4) disebutkan, “Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya berdasarkan kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama penguasaan pertambangan yang masih berlaku pada saat berlakunya Undang-undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan dalam kontrak bagi hasil, kontrak karya atau perjanjian kerja sama penguasahaan pertambangan tersebut sampai dengan berakhirnya kontrak atau perjanjian kerjasama dimaksud”;

bahwa oleh karena Pemohon Banding menyatakan setuju atau tidak lagi menyengketakan tarif, maka Majelis tidak melakukan pembahasan lebih lanjut.

Menimbang:

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, rekapitulasi pendapat Majelis atas pokok sengketa DPP PPh Pasal 23 dan Tarif PPh 23 terutang adalah sebagai berikut:

No. Uraian Sengketa Nilai Sengketa (Rp) Dipertahankan Majelis (Rp) Tidak Dapat Dipertahankan Majelis (Rp)
1 Koreksi DPP PPh Pasal 23 782.388.490,00 782.388.490,00 0,00
2 Tarif PPh Pasal 23 terutang 15% x perkiraan Penghasilan Netto 15% x perkiraan Penghasilan Netto -


bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kredit Pajak;

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;

bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk menolak seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding;

Mengingat:

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini,

Memutuskan:

Menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00560/KEB/WPJ.19/2017 tanggal 10 Mei 2017 tentang keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Agustus 2011 Nomor 00014/203/11/091/16 tanggal 26 Februari 2016, atas nama Pemohon Banding.

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Selasa tanggal 16 Oktober 2018 oleh Hakim Majelis XIIIB Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut:

Drs. AW, S.H., M.PKN sebagai Hakim Ketua;
DS, S.H., M.M. sebagai Hakim Anggota;
JS, Ak sebagai Hakim Anggota;

dengan dibantu oleh

AMH, S.E., M.M.
sebagai Panitera Pengganti;


dan Putusan Nomor PUT-115341.12/2011/PP/M.XIIIB Tahun 2019 diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Selasa tanggal 2 April 2019 berdasarkan Keputusan Ketua Pengadilan Pajak Nomor KEP-011/PP/2018 tangal 23 Oktober 2018 oleh Hakim Majelis XIIIB Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut:

Drs. AW, S.H., M.PKN sebagai Hakim Ketua;
JS, Ak sebagai Hakim Anggota;
DD, S.H., M.M. sebagai Hakim Anggota;

dengan dibantu oleh

AMH, S.E., M.M.
sebagai Panitera Pengganti;


dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, namun tidak dihadiri oleh Terbanding maupun Pemohon Banding;

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA