Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-006572.99
Pokok Sengketa:

bahwa yang menjadi sengketa dalam Gugatan ini adalah Penerbitan Keputusan Tergugat Nomor KEP-01061/NKEB/WPJ.22/2018 tanggal 6 Juli 2018 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf C karena Permohonan Wajib Pajak, yang tidak disetujui oleh Penggugat;

Menurut Tergugat:

Dasar Hukum

1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang KUP);
Pasal 1 Angka 2;
Pasal 1 Angka 5;
Pasal 1 Angka 7;
Pasal 1 Angka 10;
Pasal 1 Angka 11;
Pasal 1 Angka 20;
Pasal 3 ayat (1);
Pasal 3 ayat (3) huruf c;
Pasal 3 ayat (3b);
Pasal 8 ayat (1);
Pasal 14 ayat (1) huruf f;
Pasal 14 ayat (2);
Pasal 14 ayat (4);
Pasal 14 ayat (6);
Pasal 36 ayat (1) huruf c;
Pasal 36 ayat (1 a);
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Undang-Undang PPN), antara lain mengatur;
Pasal 1 angka 2;
Pasal 1 angka 3;
Pasal 1 angka 4;
Pasal 1 angka 23;
Pasal 1 angka 25;
Pasal 3A ayat (1);
Pasal 3A ayat (3);
Pasal 4 ayat (1) huruf a;
Pasal 7 ayat (1);
Pasal 15A ayat (2);
1) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
Pasal 5 ayat (1) huruf b;
Pasal 35 ayat (3) huruf c;
2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015) antara lain mengatur,
Pasal 1 ayat (2);
Pasal 1 ayat (3);
Pasal 1 ayat (4);
Pasal 1 ayat (8);
Pasal 1 ayat (15);
Pasal 4 ayat (1) huruf a;
Pasal 2 ayat (2);
Pasal 8 ayat (1);
Pasal 4 ayat (1) huruf c;
Pasal 15 ayat (1);
Pasal 15 ayat (2);
Pasal 81 ayat (1);
3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) sebagaiman telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) (Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010)
Pasal 1 angka 11,
Pasal 2 ayat 1;
4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013)
Pasal 1 angka 5;
Pasal 2 ayat (1) huruf c;
Pasal 17 ayat (1);
Pasal 17 ayat (3);
Pasal 18 ayat (4);
Pasal 18 ayat (5);
Pasal 20 ayat (6);
Pasal 20 ayat (7);


bahwa berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar;

bahwa diketahui yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan pengurangan atau pembatalan STP yang tidak benar adalah sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP sebesar Rp475.257.590,00;

bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan nomor LAP-334/WPJ.22/KP0705/RIK.SIS/2017 tanggal 11 September 2017 diketahui bahwa Kriteria Pemeriksaan adalah Rutin Lapangan: SPT Masa PPN Lebih Bayar;

bahwa Penggugat melakukan pembetulan ke-3 SPT Masa PPN Masa Pajak November 2015 pada tanggal 25 Juli 2017. Dalam hal ini Penggugat melakukan pembetulan ke-3 setelah Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan No: PEMB-00589/WPJ.22/KP.0705/RIK.SIS/2016 tertanggal 26 Oktober 2016 disampaikan kepada Penggugat;

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Tergugat diperoleh informasi bahwa terdapat ekspor yang dilaporkan pada SPM PPN tidak sesuai ketentuan juridis fiskal (PER-44/PJ/2010 stdd PER-25/PJ/2014). Seharusnya ekspor dilaporkan pada Masa Pajak sesuai dengan tanggal Persetujuan Ekspor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Oleh Penggugat ekspor tersebut dilaporkan pada tanggal PEB. Merujuk pada ketentuan Pasal 14 ayat (1) jo Pasal 14 ayat (4) UU KUP, maka atas keterlambatan pelaporan PEB (sebagai sarana pelaporan ekspor) tersebut dikenakan sanksi administrasi sebesar 2% dari DPP;

bahwa terkait dengan koreksi DPP PPN sebesar Rp23.762.879.497,00 yang dilaporkan Penggugat dalam pembetulan ke-3 SPT Masa PPN Masa Pajak November 2015 pada tanggal 25 Juli 2017, Tergugat berpendapat bahwa jika tindakan pemeriksaan sudah dilakukan, hak Penggugat untuk membetulkan SPT sudah tertutup. Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang KUP dan Pasal 5 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011;

bahwa dalam persidangan, Tergugat menyampaikan Pendapat Akhir Nomor S-377/PJ.07/2019 tanggal 21 Januari 2019 yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

KRONOLOGIS GUGATAN

No. Tanggal Uraian
1 13 November 2015 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyetujui dokumen ekspor (PEB) Penggugat nomor 000000-003170-20151113-000046 Pembeli Aya Commercial Agencies Est
2 31 Desember 2015 Penggugat melaporkan SPT Masa PPN Normal Masa Pajak November 2015
3 29 Februari 2016 Penggugat melaporkan SPT Masa PPN Masa Pajak Pembetulan Ke-1 Masa Pajak November 2015
4 29 April 2016 Penggugat melaporkan SPT Masa PPN Masa Pajak Pembetulan Ke-2 Masa Pajak Desember 2015 dan melaporkan PEB Nomor 000000-003170- 20151113-000046 tanggal 13 November 2015 dalam SPT tersebut
5 31 Mei 2016 Penggugat melaporkan SPT Masa PPN Masa Pajak Pembetulan Ke-2 Masa Pajak November 2015
6 24 Oktober 2016 Tergugat menerbitkan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Nomor PEM00589/WPJ.22/KP.0705/RIK.SIS/2016
7 3 November 2016 Pemberitahuan pemeriksaan disampaikan kepada Penggugat
8 25 Juli 2017 Penggugat melaporkan SPT Masa PPN Masa Pajak Pembetulan Ke-3 Masa Pajak November 2015 dan melaprokan PEB Nomor 000000-003170- 20151113-000046 tanggal 13 November 2015 dalam SPT tersebut
9 21 Agustus 2017 Tergugat menerbitkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) Nomor SPHP-00310/WPJ.22/KP.0705/RIK.SIS/2017
10 30 Agustus 2017 Penggugat menyampaikan Tanggapan atas SPHP
11 5 September 2017 Tergugat membuat Undangan Pembahasan Akhir
12 07 September 2017 Penggugat dan Tergugat melakukan Pembahsan Akhir Hasil Pemeriksaan
13 20 September 2017 Tergugat menerbitkan STP PPN Nomor 00141/107/15/431/17 Masa Pajak November 2015
14 01 Maret 2018 Penggugat mengajukan permohonan Pengurangan Ketetapan Pajak atas STP PPN berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c KUP melalui surat nomor 02/PSTP/SKI/II/18 tanggal 28 Februari 2018 alasan permohonan yaitu:
  1. Jangka waktu pengujian melebihi 6 (enam) bulan sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Penggugat sampai dengan tanggal SPHP disampaikan kepada Penggugat
  2. Pemberitahuan Ekspor Barang tanggal 8 Oktober 2015 sebesar Rp23.762.879.497,00 telah Penggugat laporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Desember 2015;
15 16 Juli 2018 Tergugat menerbitkan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01061/NKEB/WPJ.22/2018 tentang pengurangan ketetapan pajak atas STP PPN berdasar Pasal 36 ayat (1) huruf C karena permohonan Wajib Pajak
16 21 Agustus 2018 Penggugat mengajukan gugatan atas Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01061/NKEB/WPJ.22/2018 melalui surat nomor 001/SKI/G/VII/2018


URAIAN TERGUGAT

Dasar Hukum

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009

- Pasal 23 ayat (2) huruf c dan d
- Pasal 25 ayat (3a)
- Pasal 31
- Pasal 32 ayat (2)
- Pasal 36 ayat (1) huruf b
- Pasal 36 (1c)
- Pasal 36 ayat (1d)
- Pasal 36 ayat (1e)
- Pasal 36 ayat (2)


Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009

- Pasal 4 ayat (1) huruf f
- Pasal 13 ayat (5) dan penjelasannya
- Pasal 13 ayat 6
- Pasal 13 ayat (9) dan penjelasannya
- Pasal 13 ayat (8)


Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak

- Pasal 1 angka 4, 5 dan 7
- Pasal 31 ayat (1) dan (3)
- Pasal 40
- Pasal 41 ayat (1)
- Pasal 43 ayat (1)


Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

- Pasal 38 ayat (1), ayat (2) huruf b dan ayat (3)


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak (selanjutnya disebut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013)

- Pasal 1 angka 5
- Pasal 13 ayat (3)
- Pasal 16 ayat (8) dan (9)
- Pasal 38 ayat(4)


Tanggapan Tergugat

1. Pendapat Tergugat bahwa Jangka Waktu Pemeriksaan telah Dilewati Sehingga Surat Ketetapan Pajak harus Dibatalkan
a. Daluwarsa Penerbitan Surat Ketetapan Pajak, Bukan Daluwarsa Pemeriksaan Pajak

bahwa berdasarkan Pasal 13 Ayat (1) huruf a dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dinyatakan:
a) bahwa dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
b) bahwa wewenang Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan koreksi fiskal dibatasi sampai dengan kurun 5 (lima tahun);
c) bahwa diketahuinya Wajib Pajak tidak atau kurang membayar pajak karena dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan, dan dari hasil pemeriksaan itu diketahui bahwa Wajib Pajak tidak atau kurang membayar dari jumlah pajak yang seharusnya terutang;
d) bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dapat juga diterbitkan dalam hal Direktur Jenderal Pajak memiliki data lain di luar data yang disampaikan oleh Wajib Pajak sendiri, dari data tersebut dapat dipastikan bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban pajak sebagaimana mestinya. Untuk memastikan kebenaran data itu, terhadap Wajib Pajak dapat dilakukan pemeriksaan;
e) bahwa besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan menjadi pasti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak tidak diterbitkan surat ketetapan pajak;

bahwa berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dinyatakan:
a) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
b) Untuk menampung kemungkinan terjadinya suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang ternyata telah ditetapkan lebih rendah atau pajak yang terutang dalam suatu Surat Ketetapan Pajak Nihil ditetapkan lebih rendah atau telah dilakukan pengembalian pajak yang tidak seharusnya sebagaimana telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam Jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak;
c) Apabila jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

bahwa berdasarkan Pasal 17 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dinyatakan, Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang;

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar tersebut diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak yang menyatakan kurang bayar, nihil, atau lebih bayar yang tidak disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak;


bahwa berdasarkan Pasal 17A Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dinyatakan, Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak;

bahwa berdasarkan Pasal 17B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dinyatakan, Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D, harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap;

bahwa batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum terhadap permohonan Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak sehingga bila batas waktu tersebut dilampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, permohonan tersebut dianggap dikabulkan. Selain itu, batas waktu tersebut dimaksudkan pula untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan;

bahwa berdasarkan Pasal 17B Ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dinyatakan, Apabila setelah melampaui jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar harus diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir;

bahwa berdasarkan Pasal 17C Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dinyatakan, Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang telah memperoleh pengembalian pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Surat ketetapan pajak tersebut dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;

bahwa berdasarkan Pasal 17D Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dinyatakan, Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur daluwarsa penetapan secara pasti atas wewenang Direktur Jenderal Pajak untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dapat diketahui Penggugat tidak atau kurang membayar dari jumlah pajak yang seharusnya terutang dan berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui kepastian kebenaran data lain yang belum dipenuhi kewajiban pajak oleh Wajib Pajak, sehingga atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;

bahwa daluwarsa yang diatur dalam undang-undang KUP adalah tindakan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar bukan pada proses pemeriksaan yang merupakan alat/sarana pengujian kewajiban perpajakan Penggugat;

b. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Menteri Nomor 184/PMK.03/2015 bersifat manajerial

bahwa berdasarkan UU KUP, Tergugat diberikan wewenang untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dengan jangka waktu penerbitan:
a) bahwa batas waktu penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah 5 (lima) tahun, jangka waktu dihitung dari penyampaian SPT sampai dengan 5 (lima) tahun sejak masa pajak atau tahun pajak berakhir, dengan rincian:
- Untuk PPh Badan jangka waktu penetapan selama 4 (empat) tahun 8 (delapan) bulan;
- Untuk PPh Orang Pribadi jangka waktu penetapan selama 4 (empat) tahun 9 (sembilan) bulan;
- Untuk PPh Pasal 21/26, 23/26, jangka waktu penetapan selama 4 (empat) tahun 11 (sebelas) bulan;
- Untuk PPN jangka waktu penetapan selama 4 (empat) tahun 11 (sebelas) bulan;
b) bahwa batas waktu penerbitan SKPLB untuk SPT Lengkap tanpa permohonan pengembalian adalah 5 (lima) tahun, jangka waktu dihitung dari penyampaian SPT sampai dengan 5 (lima) tahun sejak masa pajak atau tahun pajak berakhir, dengan rincian:
- Untuk PPh Badan jangka waktu penetapan selama 4 (empat) tahun 8 (delapan) bulan;
- Untuk PPh Orang Pribadi jangka waktu penetapan selama 4 (empat) tahun 9 (sembilan) bulan;
- Untuk PPh Pasal 21/26, 23/26, jangka waktu penetapan selama 4 (empat) tahun 11 (sebelas) bulan;
- Untuk PPN jangka waktu penetapan selama 4 (empat) tahun 11 (sebelas) bulan;
c) bahwa batas waktu penerbitan SKPLB atas SPT Lengkap PPh OP disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak adalah 9 (sembilan) bulan;
d) bahwa batas waktu penerbitan SKPLB atas SPT Lengkap PPh Badan disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak adalah 8 (delapan) bulan;

bahwa dalam rangka penerbitan ketetapan pajak khususnya penerbitan SKPKB harus melalui tindakan pemeriksaan terlebih dahulu, sehingga pemeriksaan dan penerbitan ketetapan pajak merupakan satu rangkaian tindakan penetapan pajak;

bahwa hal yang paling krusial pada jangka waktu yang diamanahkan Undang-Undang yaitu jangka waktu penetapan untuk penerbitan SKPLB atas SPT Lengkap PPh Badan disertai dengan permohonan selama 8 (delapan) bulan, dan pula atas keterlambatan penerbitan Tergugat diharuskan memberikan imbalan bunga sebesar 2 (dua) persen per bulan;

bahwa untuk itu diperlukan pengaturan kegiatan pemeriksaan dan penerbitan agar dapat dilaksanakan secara objektif dan profesional sehingga tidak melewati jangka waktu penetapan yang telah ditetapkan undang-undang;

2. Pendapat Tergugat bahwa Penggugat telah melaporkan PEB pada SPM PPN Masa Desember 2015

bahwa berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan stdtd Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dinyatakan, Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan;

bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan stdtd Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dinyatakan, Terhadap kekeliruan dalam pengisian Surat Pemberitahuan yang dibuat oleh Wajib Pajak, Wajib Pajak masih berhak untuk melakukan pembetulan atas kemauan sendiri dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan. Yang dimaksud dengan “mulai melakukan tindakan pemeriksaan” adalah pada saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wji Pajak, wakil, kuasa, pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak;

bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan stdtd Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dinyatakan Direktur Jenderal Pajak dapat emenerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak;

bahwa Penggugat membuat Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Nomor 000000-003170- 20151113-000046 tangal 13 November 2015 dengan lawan transaksi Aya Commercial Agencies selaku pembeli dengan DPP PPN sebesar Rp23.762.879.497,00;

bahwa Penggugat melakukan pelaporan SPT PPN Masa November 2015:
  1. SPT PPN Normal Masa Pajak November 2015 dilaporkan pada tanggal 31 Desember 2015;
  2. SPT PPN Pembetulan ke-1 Masa Pajak November 2015 dilaporkan pada tanggal 29 Februari 2016;
  3. SPT PPN Pembetulan ke-2 Masa Pajak November 2015 dilaporkan pada tanggal 31 Mei 2016;
bahwa melalui SPT PPN Normal, Pembetulan ke-1 dan Pembetulan ke-2 Masa Pajak November 2015 tersebut, Penggugat tidak melaporkan PEB Nomor 000000-003170- 20151113-000046 tangal 13 November 2015;

bahwa Penggugat melaporkan PEB a quo melalui SPT PPN Pembetulan ke-2 Masa Pajak Desember 2015 yang dilaporkan pada tanggal 29 April 2016;

bahwa Tergugat melakukan tindakan pemeriksaan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Nomor PEMB-00589/WPJ.22/KP.0705/RIK.SIS/ 2016 tanggal 26 Oktober 2016 yang disampaikan kepada Penggugat pada tanggal 3 November 2016;

bahwa Penggugat melakukan pembetulan ke 3 SPT PPN Masa Pajak November 2015 pada tanggal 25 Juli 2017 dan melaporkan PEB Nomor 000000-003170-20151113-000046 pada lampiran Formulir 1111 A1 SPT PPN tersebut;

bahwa pelaporan PEB Nomor 000000-003170-20151113-000046 tangal 13 November 2015 yang dilakukan melalui SPT PPN Pembetulan ke-2 Masa Pajak Desember 2015 tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak;

bahwa SPT PPN Pembetulan ke-3 Masa Pajak November 2015 dianggap tidak disampaikan karena telah dilakukan tindakan pemeriksaan oleh tergugat;

bahwa pengenaan sanksi administrasi dan penerbitan Surat Tagihan Pajak sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;


KESIMPULAN DAN USUL

A. Simpulan

bahwa proses pemeriksaan yang dilakukan Tergugat telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

bahwa kegiatan pemeriksaan dan penerbitan ketetapan perlu diatur agar dapat dilaksanakan secara objektif dan profesional supaya tidak melewati jangka waktu penetapan yang telah ditetapkan undang-undang;

bahwa pelaporan PEB a quo melalui pembetulan ke-2 SPT PPN Masa Pajak Desember 2015 tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak;

bahwa SPT PPN Pembetulan ke-3 Masa Pajak November 2015 dianggap tidak disampaikan karena telah dilakukan tindakan pemeriksaan Faktur Pajak;

bahwa pengenaan sanksi administrasi dan Surat Tagihan Pajak yang Tergugat terbitkan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak dapat dibatalkan;

B. Usul

bahwa oleh karena itu, diusulkan kepada Majelis Hakim untuk menolak permohonan gugatan Penggugat dan tetap mempertahankan Keputusan Tergugat Nomor KEP-01061/NKEB/WPJ.01/2017 tanggal 6 Juli 2017 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf C Karena Permohonan Wajib Pajak;

Menurut Penggugat:

bahwa yang dipersengketakan adalah Pelaporan Ekspor pada SPM PPN tidak sesuai dengan tanggal persetujuan Ekspor dari Direktorat Jenderal Bea Cukai tetapi Ekspor tersebut dilaporkan pada tanggal PEB;

bahwa dokumen ekspor yang dipersengketakan:

Pembeli Ayacommercial Agencie 000000-003170-20151113-000046 tanggal 4 Desember 2015;
DPP Rp23.762.879.497,00;
Masa Pelaporan Desember 2015 Masa Persetujuan 13 November 2015;


bahwa Penggugat melaporkan SPT Masa PPN bulan Desember 2015 sudah sesuai dengan PEB, sedangkan menurut Tergugat seharusnya dilaporkan pada Masa Pajak November karena tanggal persetujuan PEB adalah tanggal 13 November 2015;

bahwa menurut Penggugat tanggal 13 November 2015 adalah tanggal pendaftaran dimana kelengkapan dokumen ekspor dilakukan pada tanggal 4 Desember 2015;

bahwa sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 dimana Pemeriksaan Lapangan dilakukan paling lama 6 (enam) bulan sampai diterbikannya Hasil Pemeriksaan. Ternyata dari Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Nomor PEMB-00589/WPJ.22/KP.0705/RIK.SIS/2016 tanggal 24 Oktober 2016 dan Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Nomor SPHP-00310/WPJ.22/KP.0705/RIK.SIS/2017 tanggal 21 Agustus 2017 sudah melewati batas waktu 6 ( enam ) bulan;

bahwa dalam persidangan, Penggugat menyampaikan Kesimpulan Akhir Nomor 003/SKI/KA G/I/2019 tanggal 18 Januari 2019 yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

bahwa sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan No 184/PMK.03/2015, dimana Pemeriksaan Lapangan dibidang perpajakan dilakukan paling lama 6 (enam ) bulan sejak diterbikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sampai dengan diterbitkanya Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;

bahwa Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Nomor PEMB 00589/WPJ.22/KP.0705/RIK.SIS/2016 tanggal 24 Oktober 2016;

Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Nomor SPHP 00310/WPJ.22/KP.0705/RIK SIS/2017 tanggal 21 Agustus 2017;

bahwa dari uraian di atas dimana dari saat diterbitkanya Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sampai dengan diterbitkanya Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sudah melewati 6 (enam) bulan;

bahwa Pemberitahuan Ekspor Barang Nomor:000000-003170-20151113-000046 Nomor pen daftaran 766028 tanggal 13 Nopember 2015 Pemberitahuan Ekspor Barang tanggal 4 Desember 2015;

Menurut Tergugat:
Seharusnya Ekspor dilaporkan pada Masa Pajak sesuai dengan tanggal Persetujuan/Pendaftaran yaitu tanggal 13 Nopember 2015;

Menurut Penggugat:
Ekspor dilaporkan pada Masa Desember 2015 karena Dokumen PEB baru selesai tanggal 4 Desember 2015 melaui Pembetulan ke 2 tanggal 20 April 2016 sebelum dilakukan Pemeriksaan tanggal 24 Oktober 2016. Tidak mungkin Penggugat melaporkan Ekspor pada masa Nopember 2015, karena dokumen PEB baru diterima Penggugat pada tanggal 4 Desember 2015 pada tanggal Persetujuan/Pendaftaran Bea Cukai dimana barang belum keluar dari Pelabuhan;
bahwa Penggugat seharusnya tidak dikenakan sanksi administrasi 2% dari DPP;

Menurut Majelis:

bahwa pokok sengketa dalam permohonan pengurangan atau pembatalan STP yang tidak benar adalah sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP sebesar Rp475.257.590,00;

Menimbang, bahwa berdasarkan pokok sengketa sebagaimana diuraikan di atas, Majelis berpendapat sengketa a quo adalah sengketa yuridis yang berhubungan dengan pelaporan ekspor pada SPM PPN tidak sesuai dengan tanggal persetujuan Ekspor dari Direktorat Jenderal Bea Cukai;

Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalilnya, Para Pihak mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti T-1 sampai dengan T-15 dan Pemohon Banding mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan P-12;

Menimbang, bahwa berdasarkan pemeriksaan atas bukti-bukti dan keterangan yang disampaikan Para Pihak di persidangan serta peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, Majelis memberikan pertimbangan dan pendapat sebagai berikut:

Menimbang, dalil penggugat yang menyatakan Jangka waktu pengujian melebihi 6 (enam) bulan sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Penggugat sampai dengan tanggal SPHP disampaikan kepada Penggugat;


bahwa Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Nomor 184/PMK.03/2015, mengatur bahwa Pemeriksaan Lapangan dilakukan paling lama 6 (enam) bulan sampai diterbikannya Hasil Pemeriksaan.

bahwa ketentuan yang mengatur daluwarsa penerbitan Surat Ketetapan diatur dalam beberapa ketentuan sebagai berikut:

a. bahwa berdasarkan Pasal 13 Ayat (1) huruf a dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 antara lain mengatur:
b. bahwa berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dinyatakan:
c. bahwa berdasarkan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dinyatakan, Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang;
d. bahwa berdasarkan Pasal 17A ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dinyatakan, Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak;
e. bahwa berdasarkan Pasal 17B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dinyatakan, Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D, harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum terhadap permohonan Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak sehingga bila batas waktu tersebut dilampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, permohonan tersebut dianggap dikabulkan. Selain itu batas waktu tersebut dimaksudkan pula untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan;
f. bahwa berdasarkan Pasal 17B Ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dinyatakan, Apabila setelah melampaui jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar harus diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir;
g. bahwa berdasarkan Pasal 17C Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dinyatakan, Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang telah memperoleh pengembalian pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Surat ketetapan pajak tersebut dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
h. bahwa berdasarkan Pasal 17D Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dinyatakan, Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai;


bahwa berdasarkan perturan perundang-undangan perpajakan sebagaimana diuraikan di atas, Majelis berpendapat Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 merupakan kebijakan Kementerian Keuangan dalam rangka mengukur kinerja Direktorat Jenderal Pajak dalam menyelesaikan pemeriksaan pajak yang bersifat manajerial. Jangka waktu pemeriksaan paling lama 6 (enam) bulan bukan merupakan penambahan norma hukum yang dapat membatalkan keputusan Tergugat. Daluwarsa yang diatur dalam Undang-Undang KUP adalah terkait jangka waktu penerbitan surat ketetapan pajak dan bukan pada jangka waktu penyelesaian pemeriksaan pajak.

Menimbang, bahwa menurut Tergugat ekspor yang dilaporkan pada Surat Pemberitahuan Masa PPN harus tidak sesuai ketentuan PER-44/PJ/2010 stdd PER-25/PJ/2014 yaitu ekspor dilaporkan pada Masa Pajak sesuai dengan tanggal Persetujuan Ekspor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dimana Penggugat melaporkan ekspor tersebut pada tanggal PEB. Penggugat tidak setuju dengan dasar koreksi Tergugat dengan alasan bahwa tidak mungkin Penggugat melaporkan SPM PPN November 2015 sedangkan kelengkapan dokumen ekspor tanggal 4 Desember 2015. Penggugat melaporkan SPM PPN bulan Desember 2015 adalah sudah sesuai dengan tanggal PEB sesuai ketentuan Pasal 14 ayat (1) jo 14 ayat (4) UU KUP;


bahwa bahwa berdasarkan pemeriksaan di persidangan diperoleh fakta hukum sebagai berikut:

1. bahwa dokumen ekspor yang dipersengketakan:
  • Pembeli Ayacommercial Agencie 000000-003170-20151113-000046 tanggal 4 Desember 2015;
  • DPP Rp23.762.879.497,00;
  • Masa Pelaporan Desember 2015 Masa Persetujuan 13 November 2015;
2. SPT PPN Normal Masa Pajak November 2015 dilaporkan Penggugat pada tanggal 31 Desember 2015 dimana Penggugat tidak melaporkan PEB Nomor 000000-003170- 20151113-000046 tangal 13 November 2015
3. SPT PPN Pembetulan ke-1 Masa Pajak November 2015 dilaporkan pada tanggal 29 Februari 2016 dimana Penggugat tidak melaporkan PEB Nomor 000000-003170-20151113- 000046 tangal 13 November 2015
4. SPT PPN Pembetulan ke-2 Masa Pajak Desember 2015 dilaporkan pada tanggal 29 April 2016 dan Penggugat melaporkan PEB Nomor 000000-003170-20151113-000046 tanggal 13 November 2015 sebelum Tergugat melakukan tindakan pemeriksaan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Nomor PEMB-00589/WPJ.22/KP.0705/RIK.SIS/2016 tanggal 26 Oktober 2016 yang disampaikan kepada Penggugat pada tanggal 3 November 2016;
5. SPT PPN Pembetulan ke-3 Masa Pajak Nopember 2015 dilaporkan pada tanggal 25 Juli 2017 dan Penggugat melaporkan PEB Nomor 000000-003170-20151113-000046 setelah Tergugat melakukan tindakan pemeriksaan;


bahwa peraturan Perundang-undangan perpajakan yang terkait dengan pelaporan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dalam SPT Masa PPN dapat diuraikan sebagai berikut:

1. bahwa Pasal 14 ayat (4) UU KUP mengatur terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak:
  1. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
  2. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain:
    1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya; atau
    2. identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
  3. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak; atau
selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
2. bahwa Pasal 1 huruf a Perubahan Ketiga atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PP/2010 Tentang Dokumen Tertentu Yang Kedudukannya Dipersamakan Dengan Faktur Pajak mengatur dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak adalah Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) (Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010) antara lain mengatur:
Pasal 1 angka 11, bahwa dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan pengujian data adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kebenaran pengisian data elektronik Induk SPT Masa PPN dan Lampiran SPT Masa PPN.
Pasal 2 ayat 1, bahwa SPT Masa PPN sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang selanjutnya disebut dengan SPT Masa PPN 1111, terdiri dari
a) Induk SPT Masa PPN 1111-Formulir 1111 (F.1.2.32.04); dan
b) Lampiran SPT Masa PPN 1111:
(1) angka 2, bahwa Formulir 1111 Al - Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP (D.1.2.32.08);

bahwa bedasarkan ketentuan di atas, Majelis berpendapat Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dan PEB tersebut harus dilaporkan dalam SPT Masa PPN sesuai dengan masa penerbitan PEB yaitu sesuai tanggal persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;


bahwa peraturan perundang-undangan perpajakan yang terkait dengan pembetulan surat pemberitahuan dan pengungkapan ketidak benaran pengisian Surat Pemberitahuan diuraikan sebagai berikut:

1. bahwa Pasal 8 ayat (1) UU KUP mengatur : Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
2. bahwa Pasal 8 ayat (4) UU KUP mengatur walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan:
  1. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil;
  2. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar;
  3. jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau
  4. jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan;
bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan sebagaimana diuraikan di atas, Majelis berpendapat pembetulan Surat Pemberitahuan dapat dilakukan Penggugat apabila Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Meskipun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan;

bahwa Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan:
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”;

bahwa penjelasan Pasal 78 Undang-undang a quo menyatakan:
“Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-perundangan perpajakan”;


bahwa berdasarkan fakta hukum dan peraturan perundang-undangan tersebut di atas, Majelis berpendapat:

1. PEB Nomor 000000-003170-20151113-000046 dengan persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada tanggal 13 November 2015 yang dilaporkan dalam SPT PPN Pembetulan ke-2 Masa Pajak Desember 2015 pada tanggal 29 April 2016, merupakan surat pembetulan sebagaimana diatur Pasal 8 ayat (1) UU KUP,
2. bahwa PEB Nomor 000000-003170-20151113-000046 tangal 13 November 2015 dilaporkan melalui SPT PPN Pembetulan ke-2 Masa Pajak Desember 2015 tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak, sehingga sudah tepat Tergugat mengenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak sesuai Pasal 14 ayat (4) UU KUP, PER-10/PP/2010 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010;

Menimbang:

bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, Majelis berkesimpulan sebagai berikut:

1. Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP sebesar Rp475.257.590,00, tetap dipertahankan karena telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2. Perhitungan jumlah koreksi menjadi sebagai berikut:
Koreksi menurut Tergugat Rp475.257.590,00
Koreksi dibatalkan Majelis Rp 0,00
Koreksi menurut Majelis Rp475.257.590,00


bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, untuk menolak gugatan Penggugat;

Mengingat:

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan sengketa ini;

Memutuskan:

Menolak gugatan Penggugat terhadap Keputusan Tergugat Nomor KEP-01061/NKEB/WPJ.22/2018 tanggal 6 Juli 2018 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf c Karena Permohonan Wajib Pajak, atas nama Penggugat.

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan yang dicukupkan pada hari Senin, tanggal 21 Januari 2019 dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

Dr. TM, SE, Ak., M.M., M.Hum. sebagai Hakim Ketua,
RSR, S.E., MAFIS, sebagai Hakim Anggota,
AS, S.H., M.E. sebagai Hakim Anggota,
Yang dibantu oleh:
IF

sebagai Panitera Pengganti.


Putusan Nomor PUT-006572.99/2018/PP/M.XVA Tahun 2019 diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Senin, tanggal 1 April 2019 oleh Hakim Ketua Majelis XVA Pengadilan Pajak yang ditunjuk dengan Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor: PEN-052/PP/Ucp/2019 tanggal 28 Maret 2019 dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

Dr. TM, SE, Ak., M.M., M.Hum. sebagai Hakim Ketua,
RSR, S.E., MAFIS, sebagai Hakim Anggota,
AS, S.H., M.E., sebagai Hakim Anggota,
Yang dibantu oleh:
AAPN

sebagai Panitera Pengganti.


yang dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, tidak dihadiri oleh Tergugat dan dihadiri oleh Penggugat.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA