Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah penerbitan Surat Tergugat Nomor KEP-00692/NKEB/WPJ.14/2018 tanggal 10 Juli 2018 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c karena Permohonan Wajib Pajak, yang diterbitkan oleh KPP Madya Balikpapan yang menolak permohonan pembatalan ketetapan pajak Penggugat dan mempertahankan Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 Nomor 00017/104/15/725/17 tanggal 27 September 2017 Masa Pajak Desember 2015, yang tidak disetujui oleh Penggugat;
a. | Atas STP Nomor 00017/104/15/725/17 tanggal 27 September 2017 Masa Pajak Desember 2015 pernah diajukan permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar dengan surat nomor 056/IHM/FA/PJ/XI/2017 tanggal 03 November 2017 dan telah diterbitkan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01283/NKEB/WPJ.14/2017 tanggal 28 Desember 2017 dengan keputusan menolak permohonan Penggugat; | ||||||
b. | Berdasarkan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01283/NKEB/WPJ.14/2017 tanggal 28 Desember 2017 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf C Karena Permohonan Wajib Pajak, Penggugat mengajukan permohonan yang kedua melalui surat nomor 011/IHM/FA/PJ/III/2018 tanggal 22 Maret 2018 hal Permohonan Kedua Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar dan atas permohonan tersebut, telah diterbitkan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-00692/NKEB/WPJ.14/2018 tanggal 10 Juli 2018 dengan keputusan menolak permohonan Penggugat; | ||||||
c. | Penggugat dikenai sanksi administrasi karena Penggugat melakukan pemotongan PPh Pasal 26 dengan tarif sesuai P3B namun Penggugat tidak melampirkan fotokopi formulir DGT 1 dalam SPT Masa PPh Pasal 23/26 (Normal); | ||||||
d. | Berdasarkan poin c maka Penggugat tidak berhak menggunakan tarif sesuai P3B, namun harus menggunakan tarif berdasarkan Pasal 26 UU PPh; | ||||||
e. | Berdasarkan hasil penelitian dokumen yang dilampirkan Penggugat dalam surat permohonannya, diketahui hal-hal sebagai berikut:
|
||||||
f. | Berdasarkan data pada huruf e angka 2 di atas, dapat diketahui bahwa Penggugat selaku Pemotong Pajak tidak dapat melakukan pemotongan pajak berdasarkan ketentuan dalam P3B dan harus mengikuti ketentuan dalam UU PPh, karena berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf e dan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010, mengatur bahwa persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b adalah SKD yang disampaikan oleh WPLN kepada Pemotong/Pemungut Pajak, disampaikan sebelum berakhirnya batas waktu dengan penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak, dan Penggugat sebagai Pemotong/Pemungut Pajak wajib menyampaikan fotokopi SKD yang diterima dari WPLN sebagai lampiran SPT Masa; | ||||||
g. | Bahwa berdasarkan Pasal 5 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010, diatur bahwa SKD yang menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II (Form - DGT 1) yang disampaikan kepada Pemotong/Pemungut Pajak setelah berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak, tidak dapat dipertimbangkan sebagai dasar penerapan ketentuan yang diatur dalam P3B. Atas hal tersebut, formulir DGT 1 yang dilampirkan pada SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Desember 2015 Pembetulan ke-1 tanggal 16 Februari 2017 tidak dapat dipertimbangkan sebagai dasar penerapan ketentuan yang diatur dalam P3B, karena telah melewati batas waktu penyampaian SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Desember 2015 yaitu tanggal 20 Januari 2016; | ||||||
h. | Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Tergugat berpendapat bahwa Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00692/NKEB/WPJ.14/2018 tanggal 10 Juli 2018 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf C Karena Permohonan Wajib Pajak, sudah tepat; |
bahwa Tergugat menyampaikan Penjelasan Kronologis dan Kesimpulan akhir yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
No. | Tanggal | Uraian |
1 | 25 Februari 2016 | Penggugat melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Desember 2015 (normal), dengan tidak melampirkan fotokopi SKD (Surat Keterangan Domisili) atau Formulir DGT 1. |
2 | 16 Februari 2017 | Penggugat melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Desember 2015 Pembetulan ke-1, dengan melampirkan fotokopi SKD (Surat Keterangan Domisili) atau Formulir DGT 1. |
3 | 27 September 2017 | Tergugat menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) Nomor 00017/104/15/725/17 PPh Pasal 26 Masa Pajak Desember 2015 karena Penggugat melakukan pemotongan PPh Pasal 26 dengan tarif sesuai P3B namun Penggugat tidak melampirkan fotokopi SKD (Surat Keterangan Domisili) atau Formulir DGT 1 dalam SPT Masa PPh Pasal 23/26 (Normal), sehingga Penggugat tidak berhak menggunakan tarif P3B dan terdapat kekurangan pembayaran pajak. |
4 | 03 November 2017 | Penggugat mengajukan permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak (STP) Nomor 00017/104/15/725/17 dengan surat nomor 056/IHM/FA/PJ/XI/2017 |
5 | 28 Desember 2017 | Tergugat menerbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01283/NKEB/WPJ.14/2017 dengan keputusan menolak permohonan Penggugat. |
6 | 22 Maret 2018 | Penggugat mengajukan permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak (STP) Nomor 00017/104/15/725/17 yang kedua melalui surat nomor 011/IHM/FA/PJ/III/2018. |
7 | 10 Juli 2018 | Tergugat menerbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00692/NKEB/WPJ.14/2018 dengan keputusan menolak permohonan Penggugat. |
8 | 17 Juli 2018 | Penggugat mengajukan gugatan atas Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00692/NKEB/WPJ.14/2018 melalui surat nomor 023/IHM/FA/PJ/VII/2018. |
Dasar Hukum
1. | Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut UU KUP) Pasal 3 ayat (3) huruf a Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak. Pasal 14 ayat (1) huruf a Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar. Pasal 14 ayat (1) huruf b Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung. Pasal 14 ayat (3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak. Pasal 32 ayat (2)
Pasal 36 (1c) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, harus memberi keputusan atas permohonan yang diajukan. Pasal 36 ayat (2) Ketentuan pelaksanaan ayat (1), ayat (1 a), ayat (1b), ayat (1 c), ayat (1 d), dan ayat (1e) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. |
||||||||||||
2. | Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-Undang PPh) Pasal 32 A Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak. Penjelasan Pasal 32A Dalam rangka peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara lain diperlukan suatu perangkat hukum yang berlaku khusus (lex-spesialis) yang mengatur hak-hak pemajakan dari masing-masing negara guna memberikan kepastian hukum dan menghindarkan pengenaan pajak berganda serta mencegah pengelakan pajak. Adapun bentuk dan materinya mengacu pada konvensi internasional dan ketentuan lainnya serta ketentuan perpajakan nasional masing-masing negara. |
||||||||||||
3. | Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU Pengadiian Pajak) Pasal 1 angka 4 Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Pasal 1 angka 5 Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Pasal 1 angka 7 Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pasal 31 ayat (1) Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak. Pasal 31 ayat (3) Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau, Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pasal 40
Pasal 41 ayat (1) Gugatan dapat diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya dengan disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat. Pasal 43 ayat (1) Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan Pajak atau kewajiban perpajakan. |
||||||||||||
4. | Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 s.t.d.d. PER-24/PJ/2010 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Pasal 3 ayat (1) Pemotong/Pemungut Pajak harus melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B, dalam hal:
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, Pemotong/Pemungut Pajak wajib memotong atau memungut pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Pasal 4 ayat (3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b adalah SKD yang disampaikan oleh WPLN kepada Pemotong/Pemungut Pajak:
SKD yang menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II (Form - DGT 1) yang disampaikan kepada Pemotong/Pemungut Pajak setelah berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak, tidak dapat dipertimbangkan sebagai dasar penerapan ketentuan yang diatur dalam P3B. Pasal 6 WPLN dapat menyampaikan permohonan pengembalian kelebihan pajak yang tidak seharusnya terutang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam hal manfaat P3B tidak diberikan akibat persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b tidak terpenuhi, tetapi WPLN menganggap pemotongan atau pemungutan pajak tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B. Pasal 9 ayat (1) Pemotong/Pemungut Pajak wajib menyampaikan fotokopi SKD yang diterima dari WPLN sebagai lampiran SPT Masa. |
||||||||||||
5. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak (selanjutnya disebut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013) Pasal 1 angka 5 Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak adalah surat keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang berisi mengenai:
Surat ketetapan pajak yang tidak benar yang dapat dibatalkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi surat ketetapan pajak yang seharusnya tidak diterbitkan. Pasal 16 ayat (8) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (8) harus menerbitkan Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak. Pasal 16 ayat (9) Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) berisi keputusan berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, atau menolak permohonan Wajib Pajak. Pasal 38 ayat (4) Surat Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6), Pasal 16 ayat (8), Pasal 20 ayat (6), Pasal 24 ayat (7), Pasal 29 ayat (3), Pasal 32 ayat (3), Pasal 35 ayat (3), dan Pasal 37 ayat (3), dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Tanggapan Tergugat
1. | Pendapat Tergugat atas Penerbitan Surat Tagihan Pajak
|
||||
2. | Tanggapan Tergugat Dasar Hukum Penerbitan Surat Tagihan Pajak
|
||||
3. | Tanggapan Tergugat atas Perintah Majelis Hakim Apakah Ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ./2010 Melampaui Kewenangan Pasal 8 UU KUP
|
Kesimpulan dan Usul
A. | Simpulan
|
B. | Usul bahwa oleh karena itu, diusulkan kepada Majelis Hakim untuk menolak permohonan gugatan Penggugat dan tetap mempertahankan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00692/NKEB/WPJ.14/2018 tanggal 10 Juli 2018 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf c Karena Permohonan Wajib Pajak. |
1. | bahwa menurut Penggugat, Penggugat sebagai pemotong pajak dapat melakukan pemotongan pajak dengan tarif sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B antara Indonesia dengan Singapura karena telah memenuhi persyaratan yang dimaksud dalam PER-61/PJ/2009 tanggal 05 November 2009 sttd PER-24/PJ/2010 tanggal 30 April 2010; bahwa Penggugat telah menyetorkan PPh Pasal 26 Masa Desember 2015 yang telah dipotong sesuai tarif yang diatur dalam P3B ke Kas Negara, SPT PPh 23/26 Masa Desember 2015 telah dilaporkan ke KPP beserta bukti potong dan fotokopi SKD juga telah dilampirkan dalam SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Desember 2015; bahwa pelaporan SPT dapat dibuktikan dengan Bukti Penerimaan Surat SPT Masa PPh Pasal 23/26 Desember 2015; |
||||||||||||||||||||||||
2. | Bahwa menurut Penggugat dimana Penggugat telah melaporkan SPT PPh 23/26 Masa Desember 2015 (Normal) tanggal 25 Februari 2016. Pada dasarnya Penggugat telah melaporkan/menyampaikan SKD (DGT 1) dimaksud sehingga Penggugat telah menerima BPS SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Desember 2015 (Normal) meskipun saat penyampaian SPT PPh 23/26 Masa Desember 2015 (Normal) terlambat; | ||||||||||||||||||||||||
3. | Bahwa terlambatnya pelaporan SPT PPh 23/26 Masa Desember 2015 (Normal) dikarenakan kendala internal administrasi Penggugat; | ||||||||||||||||||||||||
4. | Bahwa lebih lanjut Penggugat telah melaporkan kembali SPT PPh 23/26 Masa Desember 2015 (Pembetulan) beserta lampiran SKD (DGT 1) dan Penggugat juga telah mendapatkan kembali BPS sebagai tanda terima SPT pada tanggal 16 Februari 2017; | ||||||||||||||||||||||||
5. | Bahwa menurut Penggugat sebagaimana hal-hal yang telah dikemukakan pada angka 1 sampai angka 4 diatas, SKD (DGT 1) yang telah dilaporkan Penggugat telah memenuhi persyaratan yang dimaksud dalam PER-61/PJ/2009 tanggal 5 November 2009 sttd PER-24/PJ/2010 tanggal 30 April 2010 dan seharusnya dapat dipertimbangkan oleh Tergugat sehingga pengenaan PPh Pasal 26 terkait seharusnya mengikuti ketentuan yang diatur pada P3B; | ||||||||||||||||||||||||
6. | bahwa menurut Penggugat, prosedur yang dilakukan oleh KPP Madya Balikpapan dalam menerbitkan STP 00017/104/15/725/17 tanggal 27 September 2017 dengan alasan tidak dilampirkannya fotokopi SKD dalam SPT Masa adalah tidak tepat, karena seharusnya kelengkapan SPT Masa telah dilakukan pada saat penerimaan SPT Masa Desember 2015 (Normal) oleh KPP Madya Balikpapan. Selain itu, Penggugat juga tidak pernah menerima Surat Himbauan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku; Tatacara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda ditetapkan dalam Lampiran 1 PER-61/PJ/2009. Pada Lampiran 1 Bagian B mengenai Pengadministrasian SKD oleh Kantor Pajak, didalam kutipan angka 1 angka 2 dan angka 3 dinyatakan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||
7. | bahwa berdasarkan penjelasan diatas maka menurut Penggugat, KPP Madya Balikapapan telah menerbitkan Surat Tagihan Pajak No 00017/104/15/725/17 tanggal 27 September 2017 yang tidak seharusnya diterbitkan karena Penggugat telah memenuhi ketentuan perpajakan yang berlaku sehingga tidak ada PPh Pasal 26 Masa Desember 2015 yang kurang dibayar dan sanksi bunga-nya; bahwa sehingga menurut Penggugat Penghitungan STP Masa Desember Tahun 2015 seharusnya adalah sebagai berikut:
bahwa berdasarkan hal-hal yang dikemukakan oleh Penggugat diatas, jumlah yang masih harus dibayar menurut kami adalah Rp0,00; |
bahwa dalam persidangan Penggugat menyampaikan Penjelasan Tertulis yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
I. | DASAR HUKUM Dasar hukum adalah sebagai berikut: |
No | Dasar Hukum | Indeks Lampiran Dasar Hukum | ||||
1 | Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 (UU KUP). Pasal 36 Ayat (1) Huruf c
|
Lampiran A | ||||
2 | Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 (UU KUP). Pasal 23 ayat 2 huruf c
|
Lampiran B | ||||
3 | Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 tanggal 05 November 2009 sebagaimana telah diubah dengan PER-24/PJ/2010 tanggal 30 April 2010. Pasal 3 ayat (1) Pemotong/Pemungut Pajak harus melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B, apabila:
|
Lampiran C | ||||
4 | Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 tanggal 5 November 2009 sebagaimana telah diubah dengan PER-24/PJ/2010 tanggal 30 April 2010. Lampiran 1 Bagian B angka 1 angka 2 dan angka 3 d Pengadministrasian SKD oleh Kantor Pajak
|
Lampiran D | ||||
5 | Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 (UU KUP). Pasal 8 ayat (1) dan ayat (1a)
|
Lampiran E |
II. | KRONOLOGIS |
No. | Tanggal | Uraian | Indeks Lampiran Kronologis | ||||
1 | 25 Februari 2016 | Penggugat melaporkan SPT masa PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Desember 2015 (Normal) di KPP Madya Balikpapan.
|
Lampiran I | ||||
2 | Februari 2017 | Setahun kemudian, Account Representative (AR) Penggugat menelepon dan menyampaikan bahwa Penggugat tidak melampirkan SKD (DGT 1) dalam SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Desember 2015 tersebut.
|
- | ||||
3 | 16 Februari 2017 | Atas inisiatif sendiri, Penggugat melaporkan kembali SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Desember 2015 (Pembetulan 1) beserta lampiran berupa SKD (DGT 1) lengkap.
|
Lampiran II | ||||
4 | 27 September 2017 | KPP Madya Balikpapan menerbitkan STP Nomor 00017/104/15/725/17.
|
Lampiran III | ||||
5 | 26 Oktober 2017 | Pembayaran Pertama atas STP Nomor 00017/104/15/725/17
|
Lampiran IV | ||||
6 | 03 November 2017 | Permohonan Pembatalan yang Pertama atas STP Nomor 00017/104/15/725/17
|
Lampiran V | ||||
7 | 17 November 2017 | Pembayaran Kedua atas STP Nomor 00017/104/15/725/17
|
Lampiran VI | ||||
8 | 24 November 2017 | Pembayaran Ketiga atas STP Nomor 00017/104/15/725/17
|
Lampiran VII | ||||
9 | 28 Desember 2017 | Penerbitan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01283/NKEB/WPJ.14/2017.
|
Lampiran VIII | ||||
10 | 22 Maret 2018 | Permohonan Pembatalan yang Kedua atas STP Nomor 00017/104/15/725/17
|
Lampiran IX | ||||
11 | 10 Juli 2018 | Penerbitan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00692/NKEB/WPJ.14/2018.
|
Lampiran X | ||||
12 | 17 Juli 2018 | Penggugat mengajukan Gugatan ke Pengadilan Pajak.
|
Lampiran XI |
III. | PETITUM GUGATAN |
Bahwa ketidaksetujuan Penggugat karena tidak melampirkan SKD (DGT 1) dalam SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Desember 2015 sehingga PPh Pasal 26 terutang dikenakan tarif 20% sebagaimana tercantum dalam STP PPh pasal 26 Masa Desember 2015 Nomor: 00017/104/15/725/17 tanggal 27 September 2017.
bahwa Seharusnya tidak ada kekurangan pembayaran pajak dan tidak ada sanksi administrasi karena Penggugat telah melakukan pemotongan PPh Pasal 26 dengan tarif sebesar 10% sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B antara Indonesia dengan Singapura dan telah memenuhi persyaratan yang dimaksud dalam PER-61/PJ/2009 tanggal 5 November 2009 sebagaimana telah diubah dengan PER-24/PJ/2010 tanggal 30 April 2010.
dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. | Bahwa menurut Penggugat, Penggugat telah menyetorkan PPh Pasal 26 Masa Desember 2015 yang telah dipotong sesuai tarif yang diatur dalam P3B ke Kas Negara. SPT Masa PPh pasal 23/26 Masa Desember 2015 telah dilaporkan ke KPP beserta bukti potong dan fotokopi SKD juga telah dilampirkan dalam SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Desember 2015. Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Desember 2015 dapat dibuktikan dengan Bukti Penerimaan Surat. |
||||
2. | Bahwa menurut Penggugat dimana Penggugat telah melaporkan SPT PPh 23/26 Masa Desember 2015 (Normal) tanggal 25 Februari 2016. Pada dasarnya Penggugat telah melaporkan/menyampaikan SKD (DGT 1) dimaksud sehingga Penggugat telah menerima BPS SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Desember 2015 (Normal) meskipun saat penyampaian SPT PPh 23/26 Masa Desember 2015 (Normal) terlambat. Bahwa terlambatnya pelaporan SPT Masa PPh pasal 23/26 Masa Desember 2015 (Normal) dikarenakan kendala internal administrasi Penggugat. |
||||
3. | Bahwa Penggugat telah melaporkan kembali SPT Masa PPh pasal 23/26 Masa Desember 2015 (Pembetulan) beserta lampiran SKD (DGT 1) dan Penggugat juga telah mendapatkan kembali BPS sebagai tanda terima SPT pada tanggal 16 Februari 2017. |
||||
4. | Bahwa yang diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah agar tidak sampai terjadi adanya pengenaan pajak berganda atau tidak dikenakan pajak pada Negara Mitra P3B. Salah satu persyaratan untuk dapat diterapkannya ketentuan yang diatur dalam P3B adalah adanya SKD (DGT 1) yang diterbitkan oleh otoritas perpajakan dari negara mitra P3B yang bersangkutan. Dalam P3B tidak diatur tentang persyaratan administratif (misalnya keterlambatan melaporkan SKD (DGT 1). |
||||
5. | Bahwa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 (UU KUP) disebutkan sebagai berikut: Pasal 8 ayat (1) dan ayat (1a)
Dengan demikian, SPT Masa Des 2015 Pembetulan 1 yang dilaporkan oleh Penggugat di 16 Februari 2017 seharusnya dapat dipertimbangkan oleh Penggugat karena telah memenuhi persyaratan menurut ketentuan Undang-undang KUP. |
||||
6. | Bahwa menurut Penggugat sebagaimana hal-hal yang telah dikemukakan pada angka 1 sampai angka 5 diatas, SKD (DGT 1) yang telah dilaporkan Penggugat telah memenuhi persyaratan yang dimaksud dalam PER-61/PJ/2009 tanggal 05 November 2009 sebagaimana telah diubah dengan PER-24/PJ/2010 tanggal 30 April 2010 dan seharusnya dapat dipertimbangkan oleh Tergugat sehingga pengenaan PPh Pasal 26 terkait seharusnya mengikuti ketentuan yang diatur pada P3B. |
||||
7. | Bahwa menurut Penggugat, prosedur yang dilakukan oleh KPP Madya Balikpapan dalam menerbitkan STP 00017/104/15/725/17 tanggal 27 September 2017 dengan alasan tidak dilampirkannya fotokopi SKD dalam SPT Masa adalah tidak tepat, karena seharusnya kelengkapan SPT Masa telah dilakukan pada saat penerimaan SPT Masa Desember 2015 (Normal) oleh KPP Madya Balikpapan. Selain itu, Penggugat juga tidak pernah menerima Surat Himbauan dari Kepala KPP Madya Balikpapan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tatacara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda ditetapkan dalam Lampiran 1 PER-61/PJ/2009. Pada Lampiran 1 Bagian B mengenai Pengadministrasian SKD oleh Kantor Pajak, didalam kutipan angka 1 angka 2 dan angka 3 dinyatakan sebagai berikut:
bahwa dalam hal ini bahwa Tergugat tidak melakukan penelitian kelengkapan SPT terkait dengan SKD (DGT-1) dan menyampaikan himbauan sebagaimana ditentukan dalam PER- 61/PJ/2009. |
||||
8. | Bahwa menurut Penggugat, KPP Madya Balikapapan telah menerbitkan Surat Tagihan Pajak No 00017/104/15/725/17 tanggal 27 September 2017 yang tidak seharusnya diterbitkan karena Penggugat telah memenuhi ketentuan perpajakan yang berlaku sehingga tidak ada PPh Pasal 26 Masa Desember 2015 yang kurang dibayar dan sanksi bunga-nya. |
bahwa Penggugat dalam persidangan menyampaikan kesimpulan akhir atas gugatan terhadap Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00692/NKEB/WPJ.14/2018 tanggal 10 Juli 2018 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf C Karena Permohonan Wajib Pajak berkenaan dengan keberatan penggugat atas STP PPh 26 Masa Desember Tahun: 2015 Nomor: 00017/104/15/725/17 tanggal 27 September 2017 sebagai berikut:
No | Uraian | Menurut Tergugat | Menurut Penggugat | Koreksi yang seharusnya dibatalkan Menurut Penggugat |
1. | Pajak yang harus dibayar | Rp 6.669.954.430 | Rp 3.334.977.216 | Rp 3.334.977.216 |
2. | Telah dibayar | Rp 3.334.977.216 | Rp 3.334.977.216 | Rp 0 |
3. | Kurang dibayar (1-2) | Rp 3.334.977.216 | Rp 0 | Rp 3.334.977.216 |
4. | Sanksi Administrasi | |||
Bunga pasal 14(3) KUP | Rp 1.400.690.430 | Rp 0 | Rp 1.400.690.430 | |
g. Jumlah Sanksi Administrasi | Rp 1.400.690.430 | Rp 0 | Rp 1.400.690.430 | |
5. | Jumlah yang masih harus dibayar (3+4.g) | Rp 4.735.667.644 | Rp 0 | Rp 4.735.667.644 |
Bahwa tidak ada kekurangan pembayaran pajak dan tidak ada sanksi administrasi karena Penggugat telah melakukan pemotongan PPh Pasal 26 dengan tarif sebesar 10% sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B antara Indonesia dengan Singapura dan telah memenuhi persyaratan yang dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010.
dengan penjelasan sebagai berikut:
1. | Bahwa menurut Penggugat, Penggugat telah menyetorkan PPh Pasal 26 Masa Desember 2015 yang telah dipotong sesuai tarif yang diatur dalam P3B ke Kas Negara. SPT Masa PPh pasal 23/26 Masa Desember 2015 telah dilaporkan ke KPP beserta bukti potong dan fotokopi SKD juga telah dilampirkan dalam SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Desember 2015. Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Desember 2015 dapat dibuktikan dengan Bukti Penerimaan Surat. |
||||
2. | Bahwa menurut Penggugat dimana Penggugat telah melaporkan SPT PPh 23/26 Masa Desember 2015 (Normal) tanggal 25 Februari 2016. Pada dasarnya Penggugat telah melaporkan/menyampaikan SKD (DGT 1) dimaksud sehingga Penggugat telah menerima BPS SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Desember 2015 (Normal) meskipun saat penyampaian SPT PPh 23/26 Masa Desember 2015 (Normal) terlambat. Bahwa terlambatnya pelaporan SPT Masa PPh pasal 23/26 Masa Desember 2015 (Normal) dikarenakan kendala internal administrasi Penggugat. |
||||
3. | Bahwa Penggugat telah melaporkan kembali SPT Masa PPh pasal 23/26 Masa Desember 2015 (Pembetulan) beserta lampiran SKD (DGT 1) dan Penggugat juga telah mendapatkan kembali BPS sebagai tanda terima SPT pada tanggal 16 Februari 2017. |
||||
4. | Bahwa yang diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah agar tidak sampai terjadi adanya pengenaan pajak berganda atau tidak dikenakan pajak pada Negara Mitra P3B. Salah satu persyaratan untuk dapat diterapkannya ketentuan yang diatur dalam P3B adalah adanya SKD (DGT 1) yang diterbitkan oleh otoritas perpajakan dari negara mitra P3B yang bersangkutan. Dalam P3B tidak diatur tentang persyaratan administratif (misalnya keterlambatan melaporkan SKD (DGT 1). |
||||
5. | Bahwa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 (UU KUP) disebutkan sebagai berikut: Pasal 8 ayat (1) dan ayat (1a)
bahwa dengan demikian, SPT Masa Desember 2015 Pembetulan 1 yang dilaporkan oleh Penggugat di 16 Februari 2017 seharusnya dapat dipertimbangkan oleh Penggugat karena telah memenuhi persyaratan menurut ketentuan Undang-undang KUP. |
||||
6. | Bahwa menurut Penggugat sebagaimana hal-hal yang telah dikemukakan pada angka 1 sampai angka 5 diatas, SKD (DGT 1) yang telah dilaporkan Penggugat telah memenuhi persyaratan yang dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 dan seharusnya dapat dipertimbangkan oleh Tergugat sehingga pengenaan PPh Pasal 26 terkait seharusnya mengikuti ketentuan yang diatur pada P3B. |
||||
7. | Bahwa menurut Penggugat, prosedur yang dilakukan oleh KPP Madya Balikpapan dalam menerbitkan STP 00017/104/15/725/17 tanggal 27 September 2017 dengan alasan tidak dilampirkannya fotokopi SKD dalam SPT Masa adalah tidak tepat, karena seharusnya kelengkapan SPT Masa telah dilakukan pada saat penerimaan SPT Masa Desember 2015 (Normal) oleh KPP Madya Balikpapan. Selain itu, Penggugat juga tidak pernah menerima Surat Himbauan dari Kepala KPP Madya Balikpapan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tatacara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda ditetapkan dalam Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009. Pada Lampiran 1 Bagian B mengenai Pengadministrasian SKD oleh Kantor Pajak, didalam kutipan angka 1 angka 2 dan angka 3 dinyatakan sebagai berikut:
dalam hal ini bahwa Tergugat tidak melakukan penelitian kelengkapan SPT terkait dengan SKD (DGT-1) dan menyampaikan himbauan sebagaimana ditentukan dalam PER- 61/PJ/2009. |
||||
8. | Bahwa menurut Penggugat, KPP Madya Balikapapan telah menerbitkan Surat Tagihan Pajak No 00017/104/15/725/17 tanggal 27 September 2017 yang tidak seharusnya diterbitkan karena Penggugat telah memenuhi ketentuan perpajakan yang berlaku sehingga tidak ada PPh Pasal 26 Masa Desember 2015 yang kurang dibayar dan sanksi bunga-nya. |
Kesimpulan:
bahwa berdasarkan uraian dan penjelasan Penggugat diatas dan bukti-bukti data yang telah Penggugat sampaikan kepada Bapak Ketua dan Anggota Majelis XVB dalam sidang tanggal 23 Januari 2019, menurut pendapat Penggugat KPP Madya Balikapapan telah menerbitkan Surat Tagihan Pajak No 00017/104/15/725/17 tanggal 27 September 2017 yang tidak seharusnya diterbitkan karena Penggugat telah memenuhi ketentuan perpajakan yang berlaku sehingga tidak ada PPh Pasal 26 Masa Desember 2015 yang kurang dibayar dan sanksi bunga-nya;
sehingga menurut Penggugat Penghitungan STP Masa Desember Tahun 2015 seharusnya adalah sebagai berikut:
No | Uraian | Menurut Penggugat |
1. | Pajak yang harus dibayar | Rp 3.334.977.216 |
2. | Telah dibayar | Rp 3.334.977.216 |
3. | Kurang dibayar (1-2) | Rp 0 |
4. | Sanksi Administrasi | |
Bunga pasal 14(3) KUP | Rp 0 | |
g. Jumlah Sanksi Administrasi | Rp 0 | |
5. | Jumlah yang masih harus dibayar (3+4.g) | Rp 0 |
bahwa berdasarkan hal-hal yang dikemukakan oleh Penggugat di atas, jumlah yang masih harus dibayar menurut Penggugat adalah Rp0,00;
bahwa menurut Tergugat dasar penerbitan STP 00017/104/15/725/17 tanggal 27 September 2017 karena tidak dilampirkannya fotokopi SKD dalam SPT Masa dimana seharusnya kelengkapan SPT Masa telah disampaikan pada saat menyampaikan SPT Masa Desember 2015 oleh KPP Madya Balikpapan yang tidak disetujui Penggugat dengan alasan:
- | bahwa SPT Masa PPh pasal 23/26 Masa Desember 2015 telah dilaporkan ke KPP beserta bukti potong dan fotokopi SKD juga telah dilampirkan dalam SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Desember 2015; |
bahwa berdasarkan pokok sengketa sebagaimana diuraikan di atas, sengketa a quo adalah sengketa pembuktian dan yuridis;
bahwa untuk membuktikan dalilnya, Tergugat mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti T-1 sampai dengan T-3 dan Penggugat mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan P-30;
bahwa berdasarkan pemeriksaan atas bukti-bukti dan keterangan yang disampaikan Para Pihak dalam persidangan serta peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, Majelis memberikan pertimbangan dan pendapat sebagai berikut:
bahwa Tergugat tidak mengakui SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Desember 2015 Pembetulan ke-1 yang disampaikan pada tanggal 16 Februari 2017 (melampirkan fotokopi Surat Keterangan Domisili atau Formulir DGT 1), sedangkan STP diterbitkan pada tanggal 27 September 2017 dengan alasan sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
bahwa berdasarkan bukti dan keterangan yang disampaikan para pihak di persidangan, terdapat fakta-fakta sebagai berikut:
• | bahwa di persidangan Penggugat terbukti telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Desember 2015 Pembetulan ke-1 yang disampaikan pada tanggal 16 Februari 2017 |
• | bahwa pada tanggal 16 Februari 2017 Terbanding tidak melakukan tindakan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU KUP; |
bahwa peraturan perundang-undangan terkait sengketa a quo dapat Majelis uraikan sebagai berikut:
• | bahwa Pasal 8 ayat (1) UU KUP mengatur pembetulan Surat Pemberutahuan yaitu: Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. |
• | Pasal 5 ayat (1) PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, yang menyatakan: SKD yang menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II (Form - DGT 1) yang disampaikan kepada Pemotong/Pemungut Pajak setelah berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak, tidak dapat dipertimbangkan sebagai dasar penerapan ketentuan yang diatur dalam P3B |
bahwa berdasarkan fakta dan peraturan perpajakan sebagaimana diuraikan di atas, Majelis berpendapat sebagai berikut:
• | bahwa tindakan Tergugat dengan tidak mengakui SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Desember 2015 Pembetulan ke-1 yang disampaikan pada tanggal 16 Februari 2017 (dengan lampiran fotokopi Surat Keterangan Domisili atau Formulir DGT 1) tidak dibenarkan secara hukum karena terbukti Tergugat belum melakukan tindakan pemeriksaan sebagaimana diatur Pasal 8 ayat (1) UU KUP; |
• | bahwa Pasal 5 ayat (1) PER-61/PJ/2009 terkait frasa kata “...... setelah berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak...”, harus tetap mempertimbangkan hak Wajib Pajak untuk melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan sebagaimana diatur Pasal 8 ayat (1) UU KUP; |
• | bahwa berdasarkan uraian di atas, Penggugat berhak menggunakan ketentuan yang diatur dalam P3B, karena telah memenuhi ketentuan Pasal 5 ayat (1) PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda; |
• | bahwa dilampirkannya formulir DGT 1 oleh Penggugat di dalam SPT adalah hanya bersifat administratif atau bersifat formal sebagai persyaratan kelengkapan dokumen SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), ayat (6), dan ayat (7) UU KUP yang menyebutkan sebagai berikut: Pasal 3 ayat (1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. ayat (6) Bentuk dan isi Surat Pemberitahuan serta keterangan dan/atau dokumen yang harus dilampirkan, dan cara yang digunakan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. ayat (7) Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan apabila:
|
• | bahwa penerbitan STP oleh Tergugat atas kekurangan pokok PPh Pasal 26 berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf a dan huruf b UU KUP adalah merupakan upaya penerapan hokum yang tidak tepat karena alasan sebagai berikut:
|
• | bahwa Penggugat dalam SPT Pembetulan juga telah melampirkan formulir DGT 1 sebelum Tergugat melakukan pemeriksaan, sehingga Majelis berpendapat formulir DGT 1 masih bisa digunakan sebagai dokumen pelengkap yang dapa dipertimbangkan Tergugat dalam pemeriksaan; |
bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, Majelis BERKESIMPULAN bahwa penerbitan STP 00017/104/15/725/17 tanggal 27 September 2017 adalah tidak tepat dan harus dibatalkan karena tidak berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku.
bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya gugatan Penggugat dan membatalkan Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 Nomor 00017/104/15/725/17 tanggal 27 September 2017 Masa Pajak Desember 2015 sesuai Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Surat Gugatan Penggugat, Surat Tanggapan Tergugat, dan hasil pemeriksaan serta pembuktian di dalam persidangan;
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan sengketa ini.
Mengabulkan seluruhnya Gugatan Penggugat terhadap Keputusan Tergugat Nomor KEP-00692/NKEB/WPJ.14/2018 tanggal 10 Juli 2018 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c karena Permohonan Wajib Pajak sehubungan dengan STP Pajak Penghasilan Pasal 26 Nomor 00017/104/15/725/17 tanggal 27 September 2017 Masa Pajak Desember 2015, atas nama Penggugat, dengan membatalkan Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 Nomor 00017/104/15/725/17 tanggal 27 September 2017 Masa Pajak Desember 2015.
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan yang dicukupkan pada hari Rabu tanggal 06 Februari 2018, oleh Hakim Majelis XVB Pengadilan Pajak yang ditunjuk dengan Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor PEN-01621/PP/BR/2018 tanggal 15 Oktober 2018 dengan susunan Majelis sebagai berikut:
Dr. TM, S.E., Ak., M.M., M.Hum. | sebagai Hakim Ketua, |
RSR, S.E., MAFIS. | sebagai Hakim Anggota, |
MA, S.E., Ak. | sebagai Hakim Anggota, |
yang dibantu oleh AAPN |
sebagai Panitera Pengganti. |
dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Rabu tanggal 27 Maret 2019, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Tergugat dan tidak dihadiri oleh Penggugat.
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.