Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah koreksi positif Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp1.084.151.039,00, yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
bahwa sengketa ini terjadi karena adanya perbedaan interpretasi peraturan perundang-undangan perpajakan terkait pengenaan pajak atas premi asuransi kesehatan;
Menurut Terbanding
bahwa pemeriksaan terhadap Pemohon Banding dilakukan dalam rangka penutupan cabang dan diketahui terdapat objek PPh Pasal 21 yang belum dilaporkan oleh Pemohon Banding yang terdiri dari:
Premi asuransi kesehatan |
Rp1.084.151.039,00 |
- |
Tenaga kerja di biaya sewa genset |
Rp 7.800.000,00 |
|
Jumlah |
Rp1.091.951.039,00 |
bahwa premi asuransi kesehatan sebesar Rp1.084.151.039,00 tidak termasuk dalam penggantian atau imbalan dalam bentuk natura maupun kenikmatan. Dalam memori penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh dinyatakan penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura seperti beras, gula, dan sebagainya, dan imbalan dalam bentuk kenikmatan, seperti penggunaan mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan bukan merupakan objek pajak;
bahwa premi asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja boleh dibebankan sebagai biaya clan bagi pegawai yang bersangkutan merupakan objek pajak. Dalam memori penjelasan Pasal 6 .ayat (1) huruf a dan Pasal 9 ayat (1) huruf d dinyatakan pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, tetapi bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan yang merupakan Objek Pajak;
bahwa dalam Pasal 1 ayat (2) PER-31/2012 dinyatakan PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa,dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri;
Penjelasan Terbanding dalam persidangan:
bahwa sengketa ini terkait penghasilan yang diterima terkait pembayaran premi asuransi yang dilakukan Pemohon Banding untuk karyawannya. Menurut Terbanding masuk di kategori pembayaran lainnya yaitu premi asuransi karyawan Pemohon Banding. Pemohon Banding langsung membayar ke perusahaan asuransi namun atas nama karyawannya;
bahwa terkait dua cara pembayaran premi yang dilakukan yang menurut Pemohon Banding ada yang dibayar ke perusahaan asuransi dan ada yang merupakan penggantian karena lebih dulu dibayar oleh karyawan, dalam Surat Keberatan Terbanding tidak menemukan penjelasan bahwa pembayaran premi dilakukan dengan 2 cara tersebut. Jadi alasan ini baru diketahui dalam persidangan dan tidak mengetahui rincian yang dimaksud Pemohon Banding;
Pendapat Akhir Terbanding Nomor S-6062/PJ.07/2017 tanggal 02 Oktober 2017, dengan penjelasan sebagai berikut:
I. |
Pokok Sengketa
bahwa Pemohon Banding mengajukan banding terhadap koreksi Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 atas pembayaran Premi Asuransi Kesehatan untuk karyawan yang dibayarkan oleh Pemohon Banding sebesar Rp1.084.151.039,00; |
|
|
II. |
Pernyataan Pemohon Banding
bahwa Pemohon Banding dalam dalam Surat Banding Nomor FA170306DS1 tanggal 6 Maret 2017 menyatakan: “Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding atas Objek Pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana tercantum sebelumnya dengan alasan sebagai berikut:
1. |
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat 3 huruf (d) UU PPh yang menyatakan sbb:
”3. |
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah: …
d. |
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; |
…” |
|
2. |
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat 1 huruf (d) UU PPh yang menyatakan sbb:
”3. |
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: …
d. |
premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; |
…” |
|
3. |
Bahwa pembayaran premi asuransi yang menjadi dasar koreksi Terbanding langsung dilakukan oleh pemberi kerja (Pemohon Banding) kepada pihak asuransi. Premi tersebut bukan merupakan tunjangan yang diberikan kepada karyawan, sehingga tidak diperhitungkan sebagai penghasilan bagi karyawan yang bersangkutan. Dengan demikian pembayaran asuransi tersebut dikategorikan sebagai pemberian natura atau kenikmatan bagi karyawan yang bersangkutan; |
4. |
Bahwa Pemohon Banding telah melakukan koreksi fiskal positif atas biaya premi asuransi kesehatan dalam pelaporan SPT PPh Badan tahun 2014; |
5. |
Bahwa dalam pemeriksaan PPh Badan tahun 2014, Terbanding telah mengakui koreksi fiskal positif atas biaya premi asuransi kesehatan tersebut dan telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas PPh Badan tahun 2014. |
|
|
|
III. |
Dasar Hukum
III.1. |
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut Undang-Undang PPh)
Pasal 4 ayat (1) huruf n Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: premi asuransi
Pasal 4 ayat (3) huruf d Yang dikecualikan dari objek pajak adalah: penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
Memori Penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf d Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura seperti beras, gula, dan sebagainya, dan imbalan dalam bentuk kenikmatan, seperti penggunaan mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan bukan merupakan objek pajak. Apabila yang memberi imbalan berupa natura atau kenikmatan tersebut bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit), imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerima atau memperolehnya. Misalnya, seorang penduduk Indonesia menjadi pegawai pada suatu perwakilan diplomatik asing di Jakarta. Pegawai tersebut memperoleh kenikmatan menempati rumah yang disewa oleh perwakilan diplomatik tersebut atau kenikmatan-kenikmatan lainnya. Kenikmatan-kenikmatan tersebut merupakan penghasilan bagi pegawai tersebut sebab perwakilan diplomatik yang bersangkutan bukan merupakan Wajib Pajak.
Pasal 6 ayat (1) huruf a angka 6 Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk: biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: premi asuransi;
Memori Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a … Dengan demikian, pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya. … Pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, tetapi bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan. …
Pasal 9 ayat (1) huruf d Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
Memori Penjelasan Pasal 9 ayat (1) huruf d Premi untuk asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak orang pribadi tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, dan pada saat orang pribadi dimaksud menerima penggantian atau santunan asuransi, penerimaan tersebut bukan merupakan Objek Pajak. Apabila premi asuransi tersebut dibayar atau ditanggung oleh pemberi kerja, maka bagi pemberi kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pegawai yang bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
Pasal 21 ayat (1) Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh:
a. |
pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai; |
b. |
bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan; |
c. |
dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun; |
d. |
badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan |
e. |
penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan |
Memori Penjelasan Pasal 21 ayat (1) Ketentuan ini mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Pihak yang wajib melakukan pemotongan pajak adalah pemberi kerja, bendahara pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan.
Huruf a Pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak adalah orang pribadi ataupun badan yang merupakan induk, cabang, perwakilan, atau unit perusahaan yang membayar atau terutang gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain dengan nama apa pun kepada pengurus, pegawai atau bukan pegawai sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan. Dalam pengertian pemberi kerja termasuk juga organisasi internasional yang tidak dikecualikan dari kewajiban memotong pajak. Yang dimaksud dengan “pembayaran lain” adalah pembayaran dengan nama apa pun selain gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain, seperti bonus, gratifikasi, dan tantiem. Yang dimaksud dengan “bukan pegawai” adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pemberi kerja sehubungan dengan ikatan kerja tidak tetap, misalnya artis yang menerima atau memperoleh honorarium dari pemberi kerja. |
|
|
|
IV. |
Tanggapan dan Usul Terbanding
IV.1. |
Tanggapan Terbanding Bahwa memperhatikan dasar hukum sebagaimana telah dikemukakan di atas, Terbanding berpendapat sebagai berikut:
IV.1.1. |
Bahwa Pemohon Banding melakukan pembayaran premi asuransi kesehatan untuk karyawan sejumlah Rp1.081.151.039,00 pada tahun pajak 2014 dengan mekanisme sebagai berikut (berdasarkan wawancara dan penelitian terhadap dokumen yang diberikan Pemohon Banding dalam proses keberatan, sebagaimana tertuang dalam Laporan Penelitian Keberatan Kantor Wilayah DJP Bali Nomor LAP-9599/WPJ.17/2016 tanggal 8 Desember 2016 halaman 7):
IV.1.1.1. |
Asuransi kesehatan dimaksud adalah program asuransi kesehatan untuk karyawan, dimana polis atas nama Pemohon Banding tidak menunjuk nama karyawan (unnamed basis) |
IV.1.1.2. |
Pemohon Banding memberikan data karyawan dan/atau anggota keluarga yang memenuhi persyaratan untuk didaftarkan sebagai peserta; |
IV.1.1.3. |
Karyawan yang telah disetujui menjadi peserta akan mendapatkan kartu peserta sebagai kartu identitas peserta asuransi; |
IV.1.1.4. |
Tagihan/pembayaran premi asuransi kesehatan tersebut tidak dibayarkan per karyawan melainkan kolektif atas nama Pemohon Banding; |
IV.1.1.5. |
Pemohon Banding tidak bisa memilah pembayaran tersebut ke masing-masing karyawan sehingga untuk kepraktisan memilih untuk tidak membebankan premi asuransi kesehatan tersebut dalam menghitung SPT PPh Badan Tahun 2014; |
|
IV.1.2. |
Bahwa pembayaran premi asuransi kesehatan tersebut pada butir IV.1.1. merupakan pembayaran premi asuransi dalam bentuk uang yang dilakukan oleh Pemohon Banding, sebagai pemberi kerja, kepada perusahaan asuransi kesehatan untuk karyawan Pemohon Banding; Bahwa Memori Penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf d Undang-Undang PPh jelas mendefinisikan mengenai penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang; Bahwa karyawan Pemohon Banding memperoleh tambahan kemampuan ekonomis dari Pemohon Banding selaku Pemberi Kerja berupa ditanggungnya premi asuransi kesehatan pribadi karyawan dan/atau anggota keluarganya; Bahwa menurut Terbanding, tidak tepat pendapat Pemohon Banding bahwa pembayaran premi asuransi kesehatan karyawan yang dilakukan oleh Pemohon Banding tersebut dikategorikan sebagai natura dan/atau kenikmatan; Bahwa pembayaran premi asuransi kesehatan untuk karyawan tidak termasuk dalam penggantian atau imbalan dalam bentuk natura maupun kenikmatan; |
IV.1.3. |
Bahwa berdasarkan Memori Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 9 ayat (1) huruf d Undang-Undang PPh pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan dan bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan yang merupakan Objek Pajak; Bahwa jelas pembayaran premi asuransi kesehatan karyawan yang dibayar oleh Pemohon Banding selaku Pemberi Kerja merupakan penghasilan yang menjadi objek pajak bagi karyawan yang bersangkutan; Bahwa koreksi fiskal positif (tidak membebankan) atas biaya asuransi kesehatan karyawan dalam Laporan SPT Tahunan PPh Badan tahun 2014 yang dilakukan oleh Pemohon Banding merupakan hal yang dibolehkan berdasarkan ketentuan a quo; |
IV.1.4. |
Bahwa Pemohon Banding sebagai Pemberi Kerja yang membayar premi asuransi kesehatan untuk karyawan yang merupakan penghasilan yang diperoleh karyawan, wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang PPh; |
IV.1.5. |
Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut di atas koreksi Terbanding atas Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 atas pembayaran Premi Asuransi Kesehatan untuk karyawan yang dibayarkan oleh Pemohon Banding sebesar Rp1.084.151.039,00 telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku; |
|
IV.2. |
Usul
IV.2.1. |
Menolak permohonan banding Pemohon Banding dalam suratnya Nomor FA170306DS1 tanggal 6 Maret 2017; |
IV.2.2. |
Mempertahankan jumlah pajak yang harus dibayar dalam Keputusan Direktur Jenderal Nomor KEP-00086/KEB/WPJ.17/2016 tanggal 8 Desember 2016 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 21 Nomor 00001/201/14/904/15 tanggal 13 November 2015 Masa Pajak Januari s.d. Desember Tahun 2014 a.n. Pemohon Banding NPWP -; |
|
|
bahwa koreksi Terbanding atas objek Pajak Penghasilan Pajak Pasal 21 berasal dari perbedaan perlakuan Premi Asuransi Kesehatan sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 21 antara Pemohon Banding dengan Terbanding. Terbanding berpendapat atas Premi Asuransi Kesehatan untuk karyawan yang dibayarkan oleh Pemohon Banding sebesar Rp1.084.151.039,00 merupakan objek pemotongan PPh Pasal 21, sehingga terdapat selisih jumlah objek PPh Pasal 21 sebesar Rp1.084.151.039,00;
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding atas Objek Pemotongan PPh Pasal 21 dengan alasan sebagai berikut:
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat 3 huruf (d) UU PPh yang menyatakan sbb:
”3. |
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah: …
d. |
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; |
…” |
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat 1 huruf (d) UU PPh yang menyatakan sbb:
”3. |
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: …
d. |
premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; |
…” |
bahwa pembayaran premi asuransi yang menjadi dasar koreksi Terbanding langsung dilakukan oleh pemberi kerja (Pemohon Banding) kepada pihak asuransi. Premi tersebut bukan merupakan tunjangan yang diberikan kepada karyawan, sehingga tidak diperhitungkan sebagai penghasilan bagi karyawan yang bersangkutan. Dengan demikian pembayaran asuransi tersebut dikategorikan sebagai pemberian natura atau kenikmatan bagi karyawan yang bersangkutan;
Bahwa Pemohon Banding telah melakukan koreksi fiskal positif atas biaya premi asuransi kesehatan dalam pelaporan SPT PPh Badan tahun 2014;
Bahwa dalam pemeriksaan PPh Badan tahun 2014, Terbanding telah mengakui koreksi fiskal positif atas biaya premi asuransi kesehatan tersebut dan telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas PPh Badan tahun 2014.
Penjelasan Pemohon Banding dalam persidangan:
bahwa ada 2 hal yang menjadi sengketa yaitu premi asuransi dan penggantian biaya rumah sakit. Untuk yang asuransi merupakan premi asuransi kumpulan jadi tidak menunjuk ke masing-masing polis karyawan. Biasanya polisnya yang tertanggung atas nama karyawan tersebut jadi kalau misal dia keluar preminya akan ikut namun untuk kasus ini tidak karena merupakan premi asuransi kumpulan, jadi ini semacam kerjasama antara perusahaan untuk memberikan manfaat;
bahwa perlakuan ini sudah konsisten dilakukan oleh Pemohon Banding dan hampir tiap tahun diperiksa oleh Terbanding. Dari sisi pelaporan selalu diperlakukan sebagai natura dan di PPh Pasal 21 bukan objek PPh Pasal 21, menjadi sengketa di tahun ini saja sedangkan di tahun-tahun sebelumnya tidak pernah dikoreksi Terbanding;
bahwa yang mengenakan PPh 21 atas pembayaran premi tersebut adalah KPP lokasi;
Pendapat Akhir Pemohon Banding tanpa nomor tanggal 4 Oktober 2017 dan Pendapat Akhir Tambahan tanpa nomor tanggal 5 Oktober 2017, dengan penjelasan sebagai berikut:
I. |
ASPEK FORMAL
bahwa Pemohon Banding telah menyampaikan permohonan banding dengan tepat waktu dan telah memenuhi seluruh persyaratan berdasarkan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), serta Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, sehingga permohonan banding dapat dipertimbangkan lebih lanjut; |
|
|
II. |
ASPEK MATERIAL
a. |
Pokok Sengketa
bahwa terdapat selisih jumlah Objek PPh Pasal 21 sebesar Rp 1.084.151.039 yang berasal dari perbedaan perlakuan Premi Asuransi Kesehatan sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 21 antara Pemohon Banding dengan Terbanding. Terbanding mempertahankan koreksi yang dilakukan Pemeriksa atas objek Pajak Penghasilan Pajak Pasal 21 dan berpendapat bahwa atas Premi Asuransi Kesehatan untuk karyawan yang dibayarkan oleh Pemohon Banding sebesar Rp1.084.151.039,00 merupakan objek pemotongan PPh Pasal 21; |
|
|
b. |
Uraian Sengketa
bahwa atas koreksi Objek PPh Pasal 21 sebesar Rp1.084.151.039,00 Pemohon Banding telah melakukan kewajiban pajak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku dengan penjelasan sebagai berikut:
- |
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat 3 huruf (d) UU PPh yang menyatakan sbb:
”3. |
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah: …
d. |
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; |
…” |
Berdasarkan ketentuan tersebut telah jelas bahwa tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang dikategorikan sebagai natura/ kenikmatan; |
|
|
- |
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat 1 huruf (d) UU PPh yang menyatakan sbb:
”1. |
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: …
d. |
premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; |
…” |
|
|
|
- |
Bahwa pembayaran premi asuransi yang menjadi dasar koreksi Terbanding langsung dilakukan oleh pemberi kerja (Pemohon Banding) kepada pihak asuransi. Premi tersebut bukan merupakan tunjangan yang diberikan kepada karyawan, sehingga tidak diperhitungkan sebagai penghasilan bagi karyawan yang bersangkutan. Dengan demikian pembayaran asuransi tersebut dikategorikan sebagai pemberian natura atau kenikmatan bagi karyawan yang bersangkutan; |
|
|
- |
Bahwa Pemohon Banding telah melakukan koreksi fiskal positif atas biaya premi asuransi kesehatan dalam pelaporan SPT PPh Badan tahun 2014; |
|
|
- |
Bahwa dalam pemeriksaan PPh Badan tahun 2014, Terbanding telah mengakui koreksi fiskal positif atas biaya premi asuransi kesehatan tersebut dan telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas PPh Badan tahun 2014. |
|
|
- |
bahwa berdasarkan lampiran kertas kerja pemeriksaan PPh Pasal 21 Indeks C, Terbanding menetapkan premi asuransi yang merupakan tambahan penghasilan bagi karyawan adalah Rp3.566.286,00 untuk setiap orangnya. Untuk masing-masing tanggungan karyawan, Terbanding juga menetapkan dengan nilai yang sama sehingga diperoleh angka penghasilan karyawan dari premi asuransi adalah sebagai berikut:
Status |
Tambahan penghasilan yang menjadi dasar koreksi Terbanding
|
TK0 |
Rp 3.566.286,00 |
TK1 |
Rp 7.132.573,00 |
TK2 |
Rp10.698.859,00 |
K0 |
Rp 7.132.573,00 |
K1 |
Rp10.698.859,00 |
K2 |
Rp14.265.145,00 |
K3 |
Rp17.831.432,00 |
|
|
|
- |
bahwa penetapan yang dilakukan Terbanding tersebut tidak berdasarkan bukti kaarena pembayaran premi asuransi yang dilakukan oleh Pemohon Banding merupakan polis asuransi kumpulan sesuai bukti pembayaran kepada perusahaan asuransi; |
|
|
- |
bahwa polis asuransi kumpulan tersebut menurut Pemohon Banding merupakan fasilitas yang disediakan oleh Pemohon Banding yang mana dapat dinikmati oleh keluarga penerima asuransi dan hanya berlaku selama menjadi karyawan dari Pemohon Banding. Dengan demikian, premi asuransi tersebut bukan merupakan tuunjangan yang diberikan kepada karyawan, sehingga tidak dapat diperhitungan sebagai penghasilan bagi karyawan yang bersangkutan; |
|
|
III. |
KESIMPULAN
a. |
bahwa permohonan banding yang Pemohon Banding ajukan telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam hal ini, banding yang diajukan oleh Pemohon Banding adalah atas Keputusan Keberatan Nomor: KEP-00086/KEB/WPJ.17/2016 tanggal 8 Desember 2016; |
|
|
b. |
bahwa penetapan besaran penghasilan premi asuransi dengan menggunakan penghitungan prorata sebagaimana yang dilakukan oleh Terbanding nyata-nyata tidak tepat dan telah dapat Pemohon Banding buktikan. Dengan demikian, koreksi atas Objek PPh Pasal 21 sebesar Rp 1.084.151.039 tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 29 ayat 2 alinea ke-3 UU KUP yang menyatakan bahwa “Pendapat dan simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”; |
|
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap berkas banding diketahui Terbanding melakukan koreksi positif atas Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp1.084.151.039,00 dengan penjelasan Terbanding sebagai berikut :
1. |
Bahwa Pemohon Banding melakukan pembayaran premi asuransi kesehatan untuk karyawan sejumlah Rp1.081.151.039,00 pada tahun pajak 2014 dengan mekanisme sebagai berikut (berdasarkan wawancara dan penelitian terhadap dokumen yang diberikan Pemohon Banding dalam proses keberatan, sebagaimana tertuang dalam Laporan Penelitian Keberatan Kantor Wilayah DJP Bali Nomor LAP-9599/WPJ.17/2016 tanggal 8 Desember 2016 halaman 7):
1.1 |
Asuransi kesehatan dimaksud adalah program asuransi kesehatan untuk karyawan, dimana polis atas nama Pemohon Banding tidak menunjuk nama karyawan (unnamed basis) |
1.2 |
Pemohon Banding memberikan data karyawan dan/atau anggota keluarga yang memenuhi persyaratan untuk didaftarkan sebagai peserta; |
1.3 |
Karyawan yang telah disetujui menjadi peserta akan mendapatkan kartu peserta sebagai kartu identitas peserta asuransi; |
1.4 |
Tagihan/pembayaran premi asuransi kesehatan tersebut tidak dibayarkan per karyawan melainkan kolektif atas nama Pemohon Banding; |
1.5 |
Pemohon Banding tidak bisa memilah pembayaran tersebut ke masing-masing karyawan sehingga untuk kepraktisan memilih untuk tidak membebankan premi asuransi kesehatan tersebut dalam menghitung SPT PPh Badan Tahun 2014; |
|
|
|
2. |
Bahwa pembayaran premi asuransi kesehatan sebagaimana tersebut di atas merupakan pembayaran premi asuransi dalam bentuk uang yang dilakukan oleh Pemohon Banding, sebagai pemberi kerja, kepada perusahaan asuransi kesehatan untuk karyawan Pemohon Banding;
Bahwa Memori Penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf d Undang-Undang PPh jelas mendefinisikan mengenai penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang; Bahwa karyawan Pemohon Banding memperoleh tambahan kemampuan ekonomis dari Pemohon Banding selaku Pemberi Kerja berupa ditanggungnya premi asuransi kesehatan pribadi karyawan dan/atau anggota keluarganya; Bahwa menurut Terbanding, tidak tepat pendapat Pemohon Banding bahwa pembayaran premi asuransi kesehatan karyawan yang dilakukan oleh Pemohon Banding tersebut dikategorikan sebagai natura dan/atau kenikmatan; Bahwa pembayaran premi asuransi kesehatan untuk karyawan tidak termasuk dalam penggantian atau imbalan dalam bentuk natura maupun kenikmatan; |
|
|
3. |
Bahwa berdasarkan Memori Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 9 ayat (1) huruf d Undang-Undang PPh pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan dan bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan yang merupakan Objek Pajak;
Bahwa jelas pembayaran premi asuransi kesehatan karyawan yang dibayar oleh Pemohon Banding selaku Pemberi Kerja merupakan penghasilan yang menjadi objek pajak bagi karyawan yang bersangkutan; Bahwa koreksi fiskal positif (tidak membebankan) atas biaya asuransi kesehatan karyawan dalam Laporan SPT Tahunan PPh Badan tahun 2014 yang dilakukan oleh Pemohon Banding merupakan hal yang dibolehkan berdasarkan ketentuan a quo; |
|
|
4. |
Bahwa Pemohon Banding sebagai Pemberi Kerja yang membayar premi asuransi kesehatan untuk karyawan yang merupakan penghasilan yang diperoleh karyawan, wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang PPh; |
|
|
5. |
Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut di atas koreksi Terbanding atas Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 atas pembayaran Premi Asuransi Kesehatan untuk karyawan yang dibayarkan oleh Pemohon Banding sebesar Rp1.084.151.039,00 telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku; |
bahwa terkait dengan koreksi positif Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp1.084.151.039,00 yang dilakukan oleh Terbanding sebagaimana tersebut di atas Pemohon Banding memberikan tanggapan sebagai berikut :
1. |
bahwa terdapat selisih jumlah Objek PPh Pasal 21 sebesar Rp 1.084.151.039 yang berasal dari perbedaan perlakuan Premi Asuransi Kesehatan sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 21 antara Pemohon Banding dengan Terbanding. Terbanding mempertahankan koreksi yang dilakukan Pemeriksa atas objek Pajak Penghasilan Pajak Pasal 21 dan berpendapat bahwa atas Premi Asuransi Kesehatan untuk karyawan yang dibayarkan oleh Pemohon Banding sebesar Rp1.084.151.039,00 merupakan objek pemotongan PPh Pasal 21; |
2. |
bahwa atas koreksi Objek PPh Pasal 21 sebesar Rp1.084.151.039,00 Pemohon Banding telah melakukan kewajiban pajak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku dengan penjelasan sebagai berikut:
a. |
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat 3 huruf (d) UU PPh yang menyatakan sbb:
”3. |
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah: …
d. |
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; |
…” |
Berdasarkan ketentuan tersebut telah jelas bahwa tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang dikategorikan sebagai natura/ kenikmatan; |
b. |
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat 1 huruf (d) UU PPh yang menyatakan sbb:
”(1). |
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: …
d. |
premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; |
…” |
|
c. |
Bahwa pembayaran premi asuransi yang menjadi dasar koreksi Terbanding langsung dilakukan oleh pemberi kerja (Pemohon Banding) kepada pihak asuransi. Premi tersebut bukan merupakan tunjangan yang diberikan kepada karyawan, sehingga tidak diperhitungkan sebagai penghasilan bagi karyawan yang bersangkutan. Dengan demikian pembayaran asuransi tersebut dikategorikan sebagai pemberian natura atau kenikmatan bagi karyawan yang bersangkutan; |
d. |
Bahwa Pemohon Banding telah melakukan koreksi fiskal positif atas biaya premi asuransi kesehatan dalam pelaporan SPT PPh Badan tahun 2014; |
e. |
Bahwa dalam pemeriksaan PPh Badan tahun 2014, Terbanding telah mengakui koreksi fiskal positif atas biaya premi asuransi kesehatan tersebut dan telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas PPh Badan tahun 2014. |
|
bahwa berdasarkan penjelasan Terbanding dan Pemohon Banding sebagaimana tersebut di atas, Majelis berpendapat sebagai berikut:
1. |
Bahwa secara substansi yang menjadi sengketa dalam banding ini adalah pembayaran premi asuransi kesehatan untuk karyawan sejumlah Rp.1.081.151.039,00 yang dilakukan oleh Pemohon Banding, menurut Terbanding adalah merupakan tambahan kemampuan ekonomis bagi karyawan Pemohon Banding dan tidak termasuk dalam penggantian atau imbalan dalam bentuk natura maupun kenikmatan sehingga merupakan objek PPh Pasal 21. Sedangkan menurut Pemohon Banding bahwa pembayaran premi asuransi kesehatan karyawan yang dilakukan oleh Pemohon Banding tersebut dikategorikan sebagai natura dan/atau kenikmatan, sehingga bukan merupakan objek PPh Pasal 21; |
2. |
Bahwa pembayaran premi asuransi untuk karyawan sejumlah Rp.1.081.151.039,00 adalah asuransi kesehatan yaitu program asuransi kesehatan untuk karyawan, dimana polis atas nama Pemohon Banding tidak menunjuk nama karyawan (unnamed basis). Karyawan yang telah disetujui menjadi peserta akan mendapatkan kartu peserta sebagai kartu identitas peserta asuransi; |
3. |
Bahwa Tagihan/pembayaran premi asuransi kesehatan tersebut tidak dibayarkan per karyawan melainkan kolektif atas nama Pemohon Banding. bahwa pembayaran premi asuransi yang menjadi dasar koreksi Terbanding langsung dilakukan oleh pemberi kerja (Pemohon Banding) kepada pihak asuransi. Premi asuransi kumpulan tersebut bersifat non refundable dan karyawan dari Pemohon Banding belum tentu menerima manfaat ekonomis atas pembayaran premi tersebut setiap bulannya. Premi tersebut bukan merupakan tunjangan yang diberikan kepada karyawan, sehingga tidak diperhitungkan sebagai penghasilan bagi karyawan yang bersangkutan. |
4. |
Bahwa Pemohon Banding telah melakukan koreksi fiskal positif atas biaya premi asuransi tersebut dalam pelaporan SPT PPh Badan Tahun 2014. Dalam pemeriksaan PPh Badan tahun 2014, Terbanding telah mengakui koreksi fiskal positif atas biaya premi asuransi kesehatan tersebut dan telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas PPh Badan tahun 2014; |
bahwa dengan demikian, menurut Majelis atas pembayaran premi asurasi kesehatan sebagaimana tersebut di atas karyawan Pemohon Banding memperoleh tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang sehingga dikategorikan sebagai natura/kenikmatan dan berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang dikecualikan dari objek pajak;
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berkesimpulan koreksi positif Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp1.084.151.039,00 tidak dapat dipertahankan;
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kredit Pajak;
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi;
bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan Keputusan Terbanding Nomor KEP-00086/KEB/WPJ.17/2016 tanggal 08 Desember 2016 tidak dapat dipertahankan dan Dasar Pengenaan Pajak Pemohon Banding dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak menurut Terbanding |
Rp28.797.658.507,00 |
Koreksi yang tidak dapat dipertahankan |
Rp 1.084.151.039,00 |
Dasar Pengenaan Pajak menurut Majelis |
Rp27.713.507.468,00 |
Mengabulkan seluruhnya Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00086/KEB/WPJ.17/2016 tanggal 08 Desember 2016 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 21 Nomor 00001/201/14/904/15 tanggal 13 Nopember 2015 Masa Pajak Januari s.d Desember 2014, atas nama: Pemohon Banding, dengan perhitungan menjadi sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak/Dasar Pengenaan Pajak |
Rp27.713.507.468,00 |
PPh Pasal 21 yang terutang |
Rp 2.905.898.888,00 |
Kredit Pajak: - Setoran masa |
Rp 2.905.564.888,00 |
Pajak yang tidak/kurang bayar |
Rp 0,00 |
Demikian diputus di Surabaya berdasarkan musyawarah Hakim Majelis XIIIA Pengadilan Pajak setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Kamis tanggal 05 Oktober 2017, dengan susunan Majelis sebagai berikut:
1. |
DS, S.H., M.M. |
sebagai Hakim Ketua, |
2. |
Drs. AW, S.H., M.PKN. |
sebagai Hakim Anggota, |
3. |
Joni Surbakti, Ak. |
sebagai Hakim Anggota, |
yang dibantu oleh: FAS, S.H., M.Si |
sebagai Panitera Pengganti, |
Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Rabu tanggal 08 Agustus 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, dihadiri oleh Terbanding dan dihadiri oleh Pemohon Banding.
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.