bahwa Penggugat menyampaikan penjelasan mengenai kronologis pengajuan gugatan sebagai berikut:
bahwa menurut Penggugat, PIB terbit Tanggal 09 November 2015, kemudian pada Tanggal 27 November 2015 terbit SPTNP. Penggugat mengajukan keberatan pada Tanggal 21 Desember 2015, baru setelah itu Penggugat melakukan pembayaran pada Tanggal 02 Maret 2016 karena Penggugat diberikan tenggang waktu selama 60 hari sejak hasil keputusan keberatan oleh DJBC;
bahwa Penggugat dikenakan SPTNP Nomor 000233/NOTUL/WBC05/KPP.01/2015 Tanggal 27 November 2015 pada PIB 003935 Tanggal 09 November 2015. Atas hal tersebut, Penggugat mengajukan keberatan kepada DJBC, namun permohonan keberatan Penggugat ditolak oleh DJBC. Dalam proses pengajuan keberatan, Penggugat menyampaikan Bank Garansi kemudian pada saat keberatan Penggugat ditolak oleh DJBC, bank garansi tersebut dicairkan. Tergugat (DJP) mengenakan sanksi bunga Pasal 9 ayat (2a) atas Tenggang waktu antara tanggal PIB dan tanggal pencairan tersebut kepada Penggugat melalui Surat Tagihan Pajak PPN Atas Impor Nomor 00002/127/15/511/17 Tanggal 25 April 2017;
bahwa menjawab pertanyaan Majelis mengenai apakah Penggugat mencairkan Bank Garansi dalam tempo 60 hari, Penggugat menyatakan Penggugat mencairkan Bank Garansi dalam tempo 60 hari;
bahwa menanggapi pernyataan Tergugat tentang ditolaknya SKTD yang diajukan oleh Penggugat, Penggugat menyatakan Penggugat menerima keputusan DJBC yang menolak SKTD Penggugat, yang Penggugat permasalahkan adalah diterbitkannya bunga oleh Tergugat atas penolakan tersebut;
bahwa Penggugat menyatakan atas pokok pajak yang ditolak oleh DJBC, maka Penggugat kreditkan karena memang ada aturan khusus bahwa importir boleh mengkreditkan apabila terdapat SPTNP. Pada saat Penggugat kreditkan, Penggugat dikoreksi;
bahwa Penggugat menyerahkan penjelasan tertulis berupa Kesimpulan Akhir tanpa nomor Tanggal 02 Juli 2018 yang isinya sebagai berikut:
ANALISIS
1. |
Pernyataan Tergugat bahwa pihak Tergugat menyatakan bahwa berdasarkan penelitian proses impor dengan nomor PIB 003935 tanggal 9 November 2015 terjadi keterlambatan pembayaran PPN impor, sehingga atas dasar asumsi tersebut oleh tergugat dikenakan atau diperhitungkan bunga 2% (dua persen) selama 4 (empat) bulan dari tanggal PIB (tanggal 9 November 2015) sampai dengan tanggal penerimaari pembayaran/pencairan jaminan yaitu pada tanggal 2 Maret 2016 karena proses keberatan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; |
2. |
Tanggapan Penggugat
a. |
Bahwa pada SPTNP terdapat kalimat, "Apabila tagihan tidak dilunasi atau tidak diajukan keberatan sampai dengan tanggal 25 Januari 2016, dikenakan bunga sebesar 2% setiap bulan untuk paling lama 24 bulan dari jumlah kekurangan pembayaran bea masuk dan sanksi administrasi berupa denda, bagian denda dihitung satu bulan penuh"; Pada kasus ini, SPTNP Nomor 000233/NOTUL/WBC05/KPP.01/2015 diajukan keberatan oleh Penggugat pada tanggal 21 Desember 2015 sehingga pengenaan bunga harus ditangguhkan sampai dengan proses keberatan mendapat keputusan (UU Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 Pasal 38 Ayat (3)); |
b. |
Bahwa atas SPTNP nomor 000233/NOTUL/WBC05/KPP.01/2015 Penggugat mengajukan keberatan pada tanggal 21 Desember 2015 dan sesuai dengan PMK nomor 51/PMK.04/2017 tentang Keberatan Di Bidang Kepabean dan Cukai pasal 5 ayat (1) mengatakan "Orang yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), wajib menyerahkan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar." Oleh karena itu pada saat Penggugat mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, telah Penggugat lampirkan jaminan bank dari Bank Central Asia nomor 00223/BG/CAMS/0972/2015. Setelah adanya Surat Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-57/WBC.05/2016 tanggal 23 Februari 2016 yang menyatakan menolak keberatan Penggugat, maka jaminan tersebut dicairkan pada tanggal 2 Maret 2016 sesuai perintah dari Direktorat Bea dan Cukai; |
c. |
Bahwa pemerintah (DJBC dan DJP) tidak dirugikan, demikian juga Penggugat tidak mendapatkan keuntungan apapun karena telah mengeluarkan uang dalam bentuk jaminan deposito. Dalam hal ini Penggugat telah melakukan sesuai dengan prosedur keberatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. (UU Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 Pasal 93 Ayat (3)); |
d. |
Bahwa menurut Penggugat, semua kegiatan yang terkait dengan kepabeanan (tata cara, penetapan tarif, nilai pabean, dan sanksi administrasi) adalah kewenangan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (UU Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 Pasal 1 butir 4); |
|
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT SENGKETA
1. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Atau Pejabat Bea dan Cukai Pasal 15 ayat (2) menyatakan kewajiban pembayaran bea masuk, cukai, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal wajib dibayar paling lambat 60 hari sejak tanggal keputusan; |
2. |
UU Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 Pasal 1 butir 4 yang menyatakan kantor pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; |
3. |
UU Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 Pasal 1 butir 6 yang menyatakan kewajiban pabean adalah semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang ini; |
4. |
UU Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 Pasal 38 Ayat (1) yang menyatakan utang atau tagihan kepada negara berdasarkan Undang-Undang ini yang tidak atau kurang dibayar dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal jatuh tempo sampai hari pembayarannya, dan bagian bulan dihitung 1(satu) bulan; |
5. |
UU Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 Pasal 38 Ayat (3) yang menyatakan jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai berikut:
a. |
Dalam hal tagihan negara kepada pihak yang terutang yaitu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan; |
b. |
Dalam hal tagihan pihak yang berpiutang kepada negara yaitu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat keputusan pengembalian oleh Menteri; |
|
6. |
UU Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 Pasal 93 Ayat (1) yang menyatakan orang yang berkeberatan terhadap penetapan pejabat bea dan cukai mengenai tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dalam waktu 60 hari sejak tanggal penetapan dengan menyerahkan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar; |
7. |
UU Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 Pasal Ayat (3) yang menyatakan apabila keberatan ditolak oleh Direktur Jenderal, jaminan dicairkan untuk membayar bea masuk dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan; |
KESIMPULAN
bahwa berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
- |
Bahwa SPTNP nomor 000233/NOTUL/WBC05/KPP.01/2015 tanggal 27 November 2015 yang dikeluarkan terkait PIB Nomor 003935 tanggal 9 November 2015 tidak terdapat keterlambatan pembayaran karena telah dibayar lunas sesuai dengan prosedur proses keberatan yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Bea dan Cukai; |
- |
Bahwa penerbitan Surat Tagihan Pajak Nomor 00002/127/15/511/17 tanggal 25 April 2017 oleh Tergugat tidaklah tepat sehingga seharusnya dibatalkan; |
PERMOHONAN
bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Penggugat memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang mengadili sengketa a quo kiranya berkenan memberi putusan:
- |
Membatalkan STP Nomor 00002/127 15 511/17 tanggal 25 April 2017; |
- |
Menetapkan STP Nomor 00002/127/15/511/17 tanggal 25 April 2017 yang telah dibetulkan dengan KEP-00018/WPJ.10/KP.10/2017 tanggal 22 Desember 2017 sebesar Rp553.527.280 menjadi NIHIL; |
bahwa Tergugat menerbitkan Surat Tagihan Pajak nomor 00002/127/15/511/17 tanggal 25 April 2017 sebagaimana telah dibetulkan dengan Keputusan Tergugat Nomor KEP-00018/WPJ.10/KP.10/2017 tanggal 22 Desember 2017 karena Penggugat baru melakukan pembayaran PPN impor pada tanggal 02 Maret 2016 atas impor sparepart berupa UIC54 Rails dengan nomor PIB 003935 sebesar Rp69.190.908.362,00;
bahwa menurut pendapat Penggugat, penerbitan Surat Tagihan Pajak a quo tidak benar, karena PPN yang Penggugat bayarkan adalah sesuai dengan keputusan keberatan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, sehingga seharusnya tidak dikenakan sanksi administrasi pasal 9 ayat (2a) karena masih dalam kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dalam proses keberatan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
bahwa menurut Penggugat atas PIB No. 003935 tanggal 9 November 2015 dikeluarkan Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) nomor 000233/NOTUL/WBC05/KPP.01/2015, yang mana atas SPTNP tersebut Penggugat ajukan keberatan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai karena menurut Penggugat tidak seharusnya dikenakan PPN maupun Bea Masuk. Atas pengajuan surat
keberatan tersebut, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menolak dan menetapkan lain SPTNP tersebut, sehingga menimbulkan kurang bayar PPN sebesar Rp6.919.091.000,- dan telah Penggugat bayar pada tanggal 2 Maret 2016;
bahwa atas pembayaran PPN karena surat keputusan keberatan Penggugat, diterbitkan STP atas sanksi administrasi Ps. 9 ayat (2a) nomor 00002/127/15/511/17 pada tanggal 25 April 2017 sebesar Rp415.145.460,- oleh KPP Madya Semarang dan telah dilakukan pembetulan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00018/WPJ.10/KP.10/2017 tanggal 22 Desember 2017, sehingga nilai sanksi administrasi menjadi sebesar Rp553.527.280,-;
bahwa Majelis beradasarkan keterangan dan bukti-bukti yang disampaikan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
bahwa Pasal 11 ayat (1) huruf b
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN) menyatakan bahwa “Terutangnya pajak terjadi pada saat impor Barang Kena Pajak”;
bahwa Pasal 9 ayat (2a)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), mengatur bahwa Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan;
bahwa
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 berbunyi :
• |
Pasal 17 ayat (1) huruf b, bahwa Terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terjadi pada saat impor Barang Kena Pajak; |
• |
Pasal 17 ayat (4), bahwa Impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terjadi pada saat Barang Kena Pajak tersebut dimasukkan ke dalam Daerah Pabean; |
bahwa Pasal 2 ayat (9) Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-
242/PMK.03/2014 tentang Tatacara Pembayaran dan Penyetoran Pajak mengatur bahwa PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor;
bahwa Penggugat melakukan impor BKP sesuai Pemberitahuan Impor Barang (PIB) Nomor 003935 pada tanggal 09 November 2015;
bahwa atas Pemberitahuan Impor Barang Nomor 003935 tanggal 09 November 2015 dikeluarkan Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) Nomor SPTNP- 000233/NOTUL/WBC.05/KP.01/2015 yang Penggugat ajukan keberatan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menolak dan menetapkan lain SPTNP tersebut sehingga menimbulkan kurang bayar PPN sebesar Rp6.919.091.000,00 yang sudah dibayar Penggugat tanggal 02 Maret 2016;
bahwa Penggugat ketika mengajukan PIB menyatakan PPN Impor dibebaskan tetapi tanpa dilampiri SKTD (Surat Keterangan Tidak Dipungut), yaitu surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN yang diterbitkan oleh Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar atas nama Direktur Jenderal Pajak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-
193/PMK.03/2015;
bahwa Penggugat telah mengajukan permohonan SKTD ke KPP Madya Semarang pada tanggal 18 November 2015 yaitu setelah mengajukan PIB karena PIB diajukan pada tanggal 30 Oktober 2015 dan 9 November 2015 sehingga hal ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor tersebut yang mengatur bahwa seharusnya permohonan SKTD diajukan sebelum pengajuan PIB;
bahwa dengan demikian, Penggugat tidak memiliki SKTD, tidak menyerahkan SKTD ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan tidak memberikan cap PPN TIDAK DIPUNGUT SESUAI
PP NOMOR 69 TAHUN 2015 ketika melakukan impor barang;
berdasarkan bukti yang ada dalam persidangan Penggugat membayar PPN impor dengan tanggal NTPN sama dengan tanggal pembayaran PPN Impor yaitu tanggal 02 Maret 2016 sehingga terjadi keterlambatan pembayaran PPN Impor;
bahwa atas impor sebagaimana tersebut di atas menurut Majelis seharusnya terutang PPN Impor pada tanggal 09 November 2015 sesuai dengan Pasal 11 ayat
(1) huruf b
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN);
bahwa Penggugat baru melakukan pembayaran PPN Impor pada tanggal 02 Maret 2016, sehingga Penggugat terlambat melakukan pembayaran PPN atas impor tersebut, sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (2a)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP);
bahwa dengan demikian Majelis berkesimpulan, Tergugat telah menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) Nomor 00002/127/15/511/17 tanggal 25 April 2017 sebagaimana telah dibetulkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00018/WPJ.10/KP.10/2017 tanggal 22 Desember 2017 sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
bahwa Majelis berpendapat untuk menolak permohonan gugatan Penggugat atas Keputusan Tergugat Nomor KEP-00041/NKEB/WPJ.10/2018 tanggal 16 Januari 2018;
Menolak Gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-00041/NKEB/WPJ.10/2018 tanggal 16 Januari 2018 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf C Karena Permohonan Wajib Pajak, atas nama: Pemohon Banding.
Demikian diputus pada Sidang Di Luar Tempat Kedudukan di Yogyakarta berdasarkan Musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Kamis, tanggal 19 Juli 2018, oleh Hakim Majelis II.B Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut :
Drs. BB, M.A., M.P.A. |
sebagai Hakim Ketua, |
AH, SE., Ak., Msi., CA. |
sebagai Hakim Anggota, |
YSW, S.E., M.Si. |
sebagai Hakim Anggota, |
dengan dibantu oleh MAF, S.E, M.M |
sebagai Panitera Pengganti, |
Putusan diucapkan dalam Sidang Di luar Tempat Kedudukan bertempat di Yogyakarta terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Kamis, tanggal 9 Agustus 2018, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti serta tidak dihadiri oleh Tergugat dan Penggugat.