Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-111821.16
Pokok Sengketa:

bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah koreksi Terbanding atas Pajak Masukan yang Dapat Diperhitungkan Masa Pajak Oktober 2011 sebesar Rp916.012.431,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;

Menurut Terbanding:

Ketentuan perpajakan terkait :

bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 antara lain mengatur sebagai berikut:

Pasal 9 ayat (2)
“Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama”;

Pasal 9 ayat (8)
“Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:

a. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
b. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
c. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
e. dihapus;
f. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
g. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
h. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
i. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a);
j. perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a)”;


Pasal 9 ayat (9)
“Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan”;

Pasal 13 ayat (5)
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak”;


Penjelasan Pasal 13 ayat (5)
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan, Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya, namun, keterangan mengenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f”;

bahwa Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-754/PJ./2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan, yang antara lain menyebutkan :
"tujuan dilakukannya konfirmasi Faktur Pajak adalah untuk mendapatkan keyakinan bahwa:

a. Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sehubungan dengan adanya penyerahan BKP dan atau JKP yang terutang Pajak Pertambahan Nilai;
c. Faktur Pajak tersebut telah dilaporkan PKP penerbit sebagai Pajak Keluaran pada SPT Masa PPN";


Lampiran I butir 1.4.1.3.

1.4.1.3 Apabila jawaban klarifikasi menyatakan :
  1. "ada dan sesuai" dengan penjelasan bahwa:
    1. Faktur Pajak tersebut belum direkam KPP domisili PKP Penjual;
    2. Faktur Pajak tersebut terlambat dilaporkan oleh PKP Penjual;
    maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
  2. "tidak ada" dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP Penjual dan KPP domisili PKP Penjual telah menerbitkan SKPKB/SKPKBT atas Faktur Pajak yang belum dilaporkan PKP Penjual tersebut maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
  3. "tidak ada" dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut tidak sah karena:
    1. Pengusaha yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP; atau
    2. PKP penjual tidak pernah melakukan penyerahan BKP/JKP kepada PKP Pembeli yang bersangkutan;
    maka Faktur Pajak tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;

bahwa romawi V Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-10/PJ.52/2006 Tanggal 15 Agustus 2006 tentang Perekaman SPT Masa PPN, Konfirmasi Faktur Pajak, dan Langkah-Langkah Penanganan Restitusi dalam rangka Pengamanan Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai, disebutkan:
"Perlu ditegaskan bahwa pelaksanaan konfirmasi, baik untuk Pajak Masukan, Pajak Keluaran, PIB, maupun PEB merupakan salah satu prosedur pemeriksaan yang wajib dilakukan, namun bukan merupakan satu-satunya alat uji yang dipakai untuk meyakini bahwa transaksi tersebut benar adanya baik secara formal maupun material, untuk meyakini kebenaran suatu transaksi agar pemeriksa mengajukan pengujian lainnya seperti arus uang, arus barang, arus dokumen, serta meneliti dokumen-dokumen pendukung lainnya yang berkenaan dengan transaksi tersebut”;

bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-27/PJ.52/2003 tanggal 27 Oktober 2003 s.t.d.t.d. SE-04/PJ.52/2006 tanggal 12 April 2006 Tentang Perubahan Kedelapan Atas Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-27/PJ.52/2003 tentang Daftar dan Sanksi atas Wajib Pajak yang Diduga Menerbitkan Faktur Pajak Tidak Sah, ditegaskan mengenai Daftar Wajib Pajak yang Diduga Menerbitkan Faktur Pajak Tidak Sah, Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan Wajib Pajak yang termasuk dalam daftar pada lampiran surat edaran tersebut, tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukannya, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas transaksi tersebut akan ditagih lagi beserta sanksinya, apabila dari hasil pemeriksaan arus uang dan arus barang dapat dibuktikan bahwa transaksi tersebut adalah tidak benar;

Data dan Fakta

bahwa Terbanding telah melakukan koreksi Pajak Masukan sebesar Rp1.192.313.082,00 karena jawaban menyatakan tidak ada (terdiri dari 106 Faktur Pajak);

bahwa Pemohon Banding mengajukan keberatan atas koreksi Terbanding, nilai keberatan yang diajukan adalah sebesar Rp1.192.313.082,00, yaitu koreksi atas Pajak Masukan yang atas konfirmasinya dijawab "Tidak Ada";

bahwa Pemohon Banding dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 01 Februari 2004, pembelian BKP dan atau pemanfaatan JKP dilakukan setelah Pemohon Banding dikukuhkan sebagai PKP, dalam hal sengketa keberatan ini BKP/JKP tersebut dimanfaatkan pada Masa Pajak Oktober 2011;

bahwa telah dilakukan Permintaan Keterangan Tentang Tindak Lanjut Klarifikasi Data Pajak Keluaran kepada KPP terkait dengan perincian permintaan keterangan tentang tindak lanjut klarifikasi data Pajak Keluaran dan jawaban klarifikasi sebagai berikut:

Masa Pajak Oktober 2011

Hasil Klarifikasi Jumlah Faktur Pajak Jumlah PPN (Rp)
Jawaban Ada
Jawaban Tidak Ada
Jumlah
19
87
106
276.300.651,00
916.012.431,00
1.192.313.082,00


Simpulan

bahwa atas koreksi Pajak Masukan yang menjadi sengketa terdiri dari 189 Faktur Pajak senilai Rp1.192.313.082,00 dengan hasil klarifikasi atas surat klarifikasi belum dijawab oleh KPP tempat Penerbit Faktur terdaftar, sehinga tidak dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai KEP-754/PJ./2001;

bahwa berdasarkan hasil tindak lanjut klarifikasi ulang atas Pajak Masukan yang dijawab tidak ada, diperoleh jawaban sebagai berikut:

Masa Pajak Oktober 2011

Hasil Klarifikasi Jumlah Faktur Pajak Jumlah PPN (Rp)
Jawaban Ada
Jawaban Tidak Ada
Jumlah
19
87
106
276.300.651,00
916.012.431,00
1.192.313.082,00


bahwa atas 106 FP yang menjadi dasar koreksi sudah dimintakan permintaan kelengkapan data pada saat keberatan berupa dokumen arus barang dan arus uang atas transaksi yang mendasari pajak masukan yang dikoreksi meliputi: Purchase/Service Order, Surat Jalan/ Time Sheet, Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan, Invoice, Kuitansi, Voucher Pengeluaran Kas, Cek/Giro, Rekening Koran dan dokumen lain yang menunjukan arus barang/jasa dan arus uang atas transaksi yang mendasari pajak masukan yang disengketakan dengan surat permintaan:

No. Nomor Surat Tanggal
1. S-2450/WPJ.19/BD.05/2016 14 Juni 2016
2. S-4924/WPJ.19/BD.05/2016 13 Oktober 2016


bahwa Pemohon Banding hanya memenuhi permintaan tersebut berupa Asli Faktur Pajak, sehingga tidak bisa dilakukan penelitian arus kas dan arus barang atas 87 lembar Faktur Pajak yang jawaban klarifikasinya menyatakan tidak ada dan belum dijawab;

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas diusulkan untuk menerima sebagian keberatan Pemohon Banding sebesar Rp276.300.651,00 (atas 19 lembar Faktur Pajak) dan mempertahankan sebagian koreksi Terbanding atas Pajak Masukan Yang Dapat Dikreditkan sebesar Rp916.012.431,00 (atas 87 lembar Faktur Pajak);

Menurut Pemohon Banding:

bahwa menurut Pemohon Banding, Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan adalah sebesar Rp12.725.785.969,00 dengan alasan-alasan sebagai berikut:

bahwa sesuai dokumen yang ada pada Pemohon Banding, dan Pemohon banding meyakini bahwa PPN atas transaksi dengan wajib pajak bersangkutan telah dibayar maka pemohon banding tidak setuju atas tanggung renteng yang dibebankan kepada Pemohon Banding dan sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-754/PJ/2001 tanggal 26 Desember butir 1.4.2.1:
.......dalam hal Faktur Pajak tidak atau belum dipertanggungjawabkan sebagai Pajak Keluaran oleh PKP Penjual maka segera diterbitkan surat tegoran kepada PKP Penjual agar dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal surat tegoran PKP segera melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan yang berlaku, apabila sampai batas waktu yang ditetapkan pada surat tegoran PKP Penjual tidak mempertanggungjawabkannya, maka KPP wajib menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)/Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)”;

bahwa sesuai dengan KEP-754/PJ/2001 butir nomor 1.4.1.3.2:
......apabila jawaban klarifikasi nienyatakan "tidak ada" dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP Penjual dan KPP domisili PKP Penjual telah menerbitkan SKPKB/SKPKBT atas Faktur Pajak yang belum dilaporkan PKP Penjual tersebut maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan”;

bahwa menurut Pemohon Banding, Keputusan Dirjen Pajak Nomor: KEP-754/PJ/2001 tanggal 26 Desember 2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan tersebut, merupakan pedoman internal bagi institusi DJP dalam rangka melakukan konfirmasi atas Faktur Pajak agar diperoleh kesesuaian data antara KPP PKP Penjual dan KPP PKP Pembeli, dan mencegah diterbitkannya Faktur Pajak fiktif oleh penjual yang belum dikukuhkan sebagai PKP atau atas transaksi fiktif yang sebenarnya tidak pernah ada, dalam KEP-754/PJ/2001 tersebut Faktur Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan hanya apabila hasil klarifikasi dijawab tidak ada karena Penjual belum dikukuhkan sebagai PKP atau PKP Penjual tidak pernah menyerahkan BPK/JKP kepada PKP Pembeli;

bahwa sesuai dengan KEP-754/PJ/2001 butir nomor 1.4.1.3.4:
......apabila berdasarkan hasil pengujian arus barang dan atau arus uang dapat dibuktikan bahwa Faktur Pajak tersebut sah adanya maka Faktur Pajak yang dimintakan klarifikasi tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan”;

bahwa dapat Pemohon Banding tambahkan bahwa sesuai UU PPN No.42 Tahun 2009 Pasal 16F menyebutkan bahwa:
"Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak bertanggungjawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar", dalam memori penjelasannya menyebutkan bahwa "Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa", oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggungjawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang pabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa";

bahwa sebagai pendukung, Pemohon Banding bersedia menyampaikan bukti-bukti bahwa Pemohon Banding telah melakukan pembayaran tagihan dan pajak yang terutang kepada mitra kerja sebagai penjual atau pemberi jasa;

bahwa dengan demikian Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp12.725.785.969,00 karena telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku;

bahwa berdasarkan alasan-alasan Yuridis tersebut di atas maka :

a. Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat Keputusan Terbanding adalah sebesar Rp1.355.698.398,00 adalah salah karena Pemohon Banding telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa;
b. Jumlah pajak yang terutang menurut Pemohon Banding sebesar Nihil;
c. Jumlah pajak yang terutang yang disetujui dalam pembahasan akhir pemeriksaan sebesar: NIHIL;
d. Jumlah yang telah dilunasi sebesar Nihil tanggal Nihil pada bank Nihil dengan NTPN Nihil;

Menurut Majelis:

bahwa berdasarkan Surat Uraian Banding diketahui bahwa dalam proses pemeriksaan Terbanding melakukan koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Masa Pajak Oktober 2011 sebesar Rp1.192.313.082,00 karena sesuai jawaban konfirmasi dari KPP tempat lawan transaksi terdaftar dijawab “Tidak Ada”;

bahwa dalam proses keberatan, berdasarkan Laporan Penelitian Keberatan Terbanding melakukan konfirmasi ulang atas 106 Faktur Pajak dengan nilai PPN sebesar Rp1.192.313.082,00, diperoleh jawaban klarifikasi sebagai berikut :

a. Jawaban “Ada dan Sesuai” sebanyak 19 Faktur Pajak dengan PPN sebesar Rp276.300.651,00;
b. Jawaban “Tidak Ada” sebanyak 87 Faktur Pajak dengan nilai PPN sebesar Rp916.012.431,00;


bahwa dengan demikian dalam proses keberatan dari koreksi sebesar Rp1.192.313.082,00 dikabulkan sebagian yaitu sebesar Rp276.300.651,00, sehingga dalam proses banding sengketanya sebesar Rp916.012.431,00 yang terdiri dari 87 Faktur Pajak dengan jawaban “tidak ada”;

bahwa dasar hukum yang digunakan oleh Terbanding dalam melakukan koreksi adalah Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-754/PJ/2001 tanggal 26 Desember 2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan;

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding tersebut dengan alasan antara lain sebagai berikut :

1. Sesuai dokumen yang ada pada Pemohon Banding bahwa atas transaksi dengan Wajib Pajak bersangkutan telah dibayar, maka Pemohon Banding tidak setuju atas tanggung renteng yang dibebankan kepada Pemohon Banding sesuai KEP-754/PJ/2001 butir 1.4.2.1.;
2. Sesuai KEP-754/PJ/2001 butir nomor 1.4.1.3.2 :
…… apabila jawaban klarifikasi menyatakan “tidak ada” dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP Penjual dan KPP domisili PKP Penjual telah menerbitkan SKPKB/SKPKBT atas Faktur Pajak yang belum dilaporkan PKP Penjual tersebut maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan”;
3. KEP-754/PJ/2001 merupakan pedoman internal bagi institusi DJP dalam rangka melakukan konfirmasi atas Faktur Pajak agar diperoleh kesesuaian data antara KPP PKP Penjual dan KPP PKP Pembeli, dan mencegah diterbitkannya Faktur Pajak fiktif oleh penjual yang belum dikukuhkan sebagai PKP atau atas transaksi fiktif yang sebenarnya tidak pernah ada. Dalam KEP 754/PJ/2001 tersebut Faktur Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan hanya apabila hasil klarifikasi dijawab tidak ada karena Penjual belum dikukuhkan sebagai PKP atau PKP Penjual tidak pernah menyerahkan BKP/JKP kepada PKP Pembeli;
4. KEP-754/PJ/2001 butir nomor 1.4.1.3.4. :
….. apabila berdasarkan hasil pengujian arus barang dan atau arus uang dapat dibuktikan bahwa Faktur Pajak tersebut sah adanya maka Faktur Pajak yang dimintakan klarifikasi tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan”;
5. Dalam UU PPN Pasal 16F menyebutkan bahwa :
Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak bertanggungjawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar";


bahwa menurut Majelis mengingat sengketanya terkait dengan pembuktian, maka Majelis memerintahkan Terbanding dan Pemohon Banding untuk dilakukan uji bukti, dan dari hasil pelaksanaan uji bukti diperoleh informasi sebagai berikut:

bahwa oleh karena waktu persidangan telah mendekati tanggal jatuh temponya, sedangkan Berita Acara Uji Bukti belum ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka Terbanding dan Pemohon Banding tidak membuat Berita Acara yang ditandatangani bersama, sehingga masing-masing membuat Berita Acara Uji Bukti;

bahwa Majelis telah memeriksa Berita Acara Hasil Uji Bukti yang hanya diisi dan ditandatangani oleh Terbanding, Terbanding berpendapat sebagai berikut :

1. Sengketanya adalah koreksi Faktur Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp916.012.431,00;
2. Bukti yang disampaikan Pemohon Banding:
  1. Surat Permintaan Pembayaran (SPP) (sebagian);
  2. Bukti Pengeluaran Kas/Bank, (sebagian);
  3. Rekening Koran bukti pembayaran kepada rekanan/penjual (sebagian);
  4. Kontrak/Purchase Order;
  5. Faktur Pajak (sebagian);
  6. Bukti Pengantar Barang/BA Penerimaan Barang (sebagian);
3. Pada proses uji bukti Pemohon Banding menyampaikan dokumen pembuktian arus uang dan arus barang, namun tidak semua transaksi dapat dibuktikan dengan dokumen tersebut karena dokumen yang disampaikan hanya sebagian, ada yang tidak lengkap, bahkan tidak diperlihatkan oleh Pemohon Banding pada proses uji bukti;
4. Perincian transaksi yang Faktur Pajak Masukannya disertai dokumen pembuktian arus kas dan arus barang, transaksi yang Faktur Pajak Masukannya hanya didukung oleh daftar dokumen saja tanpa disertai dokumen pembuktian arus kas dan arus barang dan transaksi yang Faktur Pajak Masukanannya sama sekali tidak disertai dan tidak diperlihatkan dokumen pembuktian arus kas dan arus barang sebagaimana tercantum dalam Lampiran Hasil Uji Bukti;
5. Untuk Masa Oktober 2011 koreksi atas Faktur Pajak Masukan (FPM) yang dilakukan oleh Terbanding meliputi :
- FPM dengan jawaban Tidak Ada Rp916.012.431,00
Jumlah Rp916.012.431,00
6. Pada proses uji bukti Pemohon Banding memberikan sebagian dokumen pembuktian sebagaimana perincian sebagai berikut :
- FPM dengan dokumen pembuktian Rp 123.789.572,00
- FPM dengan dokumen pembuktian berupa daftarnya saja Rp 72.752.866,00
- FPM tanpa dokumen pembuktian Rp 719.469.993,00
Jumlah Rp 916.012.431,00
Pada proses Uji Bukti, Pemohon Banding menyampaikan bahwa untuk dokumen yang tidak diperlihatkan, terdapat beberapa transaksi yang hanya diperoleh daftar dokumennya saja dari administrasi masing-masing kebun, dan transaksi lainnya baik daftar maupun dokumennya tidak dapat diperoleh oleh Pemohon Banding sama sekali dan tidak disampaikan baik pada saat pemeriksaan maupun pada proses penyelesaian keberatan sampai saat uji bukti pada proses persidangan banding;
7. Terkait dengan mekanisme pengkreditan pajak masukan, Faktur Pajak Masukan adalah setara dengan uang, sedangkan dalam rangka pembuktian dalam pengujian arus uang dan arus barang, Pasal 16F UU PPN mengatur bahwa Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak bertanggungjawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar;
Ketentuan tersebut jelas mengatur bahwa pembuktian pembayaran pajak harus dilakukan untuk setiap Faktur Pajak Masukan, karena setiap lembar Faktur Pajak Masukan setara dengan uang dan dalam ketentuan Pasal 16F UU PPN tidak terdapat klausul yang memperkenankan pembuktian melalui Mekanisme Sampling;
8. Terbanding sangat tidak sependapat dengan pendapat Pemohon Banding yang menyatakan bahwa pembuktian arus uang dan arus barang dengan hanya mengambil sample arus uang dan arus barang sudah cukup mewakili. Perlu dipahami bahwa koreksi pengkreditan Pajak Masukan untuk PPN tidak dapat dipersamakan dengan koreksi biaya pada PPh Badan yang dapat menerapkan sample prembuktian, koreksi Faktur Pajak Masukan harus dibuktikan untuk tiap-tiap Faktur Pajak karena menyangkut dengan Nilai Uang yang berdampak pada pengembalian pajak oleh Negara kepada Pemohon Banding;
9. Pemohon Banding juga bisa melakukan fungsi kontrol atas Pajak Masukan yang dibayarkan kepada pihak Vendor, dengan cara hanya membayar DPP nya terlebih dahulu dan PPN nya baru dibayar setelah pihak Vendor dapat menunjukkan bukti pelaporan Pajak Keluaran;
10. Dalam hal ini adalah sangat tidak adil, bila PPN yang seharusnya dibayarkan ke Kas Negara tersebut tidak disetorkan/diselewengkan oleh pihak Vendor, tetapi Pemohon Banding minta pengembalian kepada Negara tanpa melakukan fungsi kontrol atas Pajak Masukan yang dibayarkan kepada pihak Vendor, mengingat Negara tidak dapat sepenuhnya menagihkan kepada pihak Vendor karena sebagian besar Vendor menghilang setelah menyelewengkan Pajak Masukan yang telah dipungut;
11. Pasal 28 UU KUP mengatur bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan;
12. Pasal 29 ayat (3) huruf a UU KUP mengatur bahwa Wajib Pajak yang diperiksa wajib memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha pekerjaan bebas Wajib Pajak atau objek yang terutang pajak;
13. Pasal 26A ayat (4) mengatur bahwa Wajib Pajak yang mengungkap pembukuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain dalam proseskeberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan;
14. Pemohon Banding dalam hal ini tidak menyampaikan seluruh pembukuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain baik pada saat pemeriksaan maupun keberatan, bahkan pada saat proses persidangan, Pemohon Banding tidak menyampaikan seluruh pembukuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain, sehingga sesuai dengan Pasal 26A ayat (4) UU KUP dokumen tersebut tidak dapat dipertimbangkan dalam proses penyelesaian keberatan;


bahwa Majelis telah memeriksa Berita Acara Uji Bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding, yang hanya diisi dan ditandatangani oleh Pemohon Banding, dan Pemohon Banding menyampaikan hal-hal sebagai berikut :

1. bahwa untuk Masa Oktober 2011 jumlah koreksi karena jawaban konfirmasi “tidak ada” sebesar Rp1.192.313.082,00 telah dibatalkan pada proses keberatan sebesar Rp276.300.651,00 sehingga koreksi yang masih menjadi sengketa banding sebesar Rp916.012.431,00 (87 Faktur Pajak);
2. bahwa bukti yang disampaikan Pemohon Banding sebanyak 37 sample dokumen pendukung Faktur Pajak dari 87 Faktur Pajak berupa :
- Surat Permintaan Pembayaran (SPP);
- Bukti Pengeluaran Bank;
- Rekening Koran bukti pembayaran kepada rekanan/penjual;
- Kontrak/Purchase Order;
- Faktur Pajak;
3. bahwa UU PPN menyatakan tidak berlaku tanggungjawab renteng bilamana terdapat bukti bahwa pajak telah dibayar dan kepastian pembayaran PPN telah masuk Kas Negara dari hasil konfirmasi dijawab tidak ada justru itu menjadi tugas dan tanggungjawab dari Terbanding untuk menerbitkan SKBKB/SKPKBT sesuai KEP 754/PJ/2001 butir 1.4.2.1 ;


bahwa menurut Majelis, Pemohon Banding menyampaikan daftar berupa Daftar Bukti Arus Uang dan Arus Barang atas Konfirmasi/Klarifikasi yang dijawab “Tidak Ada”, yang terdiri dari 87 Faktur Pajak dengan nilai PPN sebesar Rp916.012.431,00, yang dilakukan uji bukti sebanyak 37 Faktur Pajak dengan nilai PPN sebesar Rp196.542.438,00;

bahwa menurut Majelis dalam persidangan ke -12 tanggal 2 Juli 2018 Pemohon Banding menyampaikan Pendapat Akhir yang pada pokoknya menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

1. bahwa Pemohon Banding sudah melaksanakan kewajiban PPN sesuai dengan ketentuan berupa membayar PPN kepada lawan transaksi dan melaporkan Faktur Pajak melalui SPT Masa PPN dan seharusnya PPN yang Pemohon Banding bayar atas Faktur Pajak yang sah dapat Pemohon Banding kreditkan tanpa melihat apakah lawan transaksiPemohon Banding sudah mempertanggungjawabkan Faktur Pajak tersebut atau tidak, dengan demikian telah sesuai dengan ketentuan Pasal 9 UU PPN;
2. bahwa sesuai ketentuan Pasal 16F UU PPN menyatakan:
Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak bertanggungjawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepenjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar”;
bahwa dalam Penjelasan Pasal 16F UU PPN menyatakan bahwa:
Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggungjawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa”;
3. bahwa melalui Uji Kebenaran Materi (Uji Bukti) Pemohon Banding sudah membuktikan bahwa PPN tersebut sudah Pemohon Banding bayar kepada lawan transaksi bersamaan dengan pembayaran harga barang atau jasa yang Pemohon Banding beli dari lawan transaksi, sehingga seharusnya KPP terkait meminta Wajib Pajak yang lalai untuk mempertanggungjawabkan Faktur Pajak yang dibuatnya;
4. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 UU PPN, disebutkan dalam :
Ayat (2):
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama”;

Ayat (8):
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
  1. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak …… dst “;
bahwa pendapat Pemohon Banding, jawaban klarifikasi “Tidak Ada” adalah tidak termasuk kondisi yang mengakibatkan Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN a quo;

5. bahwa dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN yang berlaku sejak 4 Januari 2012 dibahas tentang tanggungjawab renteng yang menyebutkan sebagai berikut :
Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa kena Pajak bertanggungjawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah”;

bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal (4) ayat (1) tidak diberlakukan dalam hal:
  1. Pajak yang terutang tersebut dapat ditagih kepada penjual barang atau pemberi jasa; atau
  2. Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak dapat menunjukkan bukti (Faktur Pajak) telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual barang atau pemberi jasa”;
6. bahwa PPN adalah merupakan pajak tidak langsung, dengan demikian apabila PKP Pembeli telah dipungut PPN nya dengan bukti Faktur Pajak yang sah sesuai ketentuan Pasal 13 UU PPN oleh PKP Penjual maka pada dasarnya sama dengan telah membayar PPN tersebut ke Kas Negara, dan tanggungjawab penyetoran PPN sudah beralih kepada PKP Penjual sehingga KPP domisili PKP Penjual bertanggungjawab untuk menagih penyetoran PPN yang sudah dibayar oleh PKP Pembeli;
bahwa oleh karena itu, jika PKP Penjual tidak menyetorkan PPN yang telah dipungut, maka Otoritas Pajak (Terbanding) seharusnya meminta pertanggungjawaban kepada PKP Penjual dan bukan PKP Pembeli, dengan kata lain sepanjang Wajib Pajak telah dipungut PPN nya oleh PKP Penjual dan telah membayarkannya kepada PKP Penjual (bukti Faktur Pajak) maka hak Wajib Pajak untuk mengkreditkan Pajak Masukannya dan seharusnya tidak dikaitkan dengan ada atau tidak adanya jawaban klarifikasi “TIdak Ada”, apalagi secara ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN Faktur Pajak yang dikreditkan telah memenuhi persyaratan sebagai Pajak Masukan;
7. bahwa pendapat Pemohon Banding, dengan bukti berupa Faktur Pajak yang sah sesuai dengan ketentuan Pasal 13 UU PPN (tidak fiktif), maka demi hukum sesuai dengan asas keadilan, pihak pembeli atau penerima BKP/JKP dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang telah dibayar tersebut;
bahwa pendapat Pemohon Banding tersebut sesuai dengan ketentuan KEP 754/PJ/2001 tanggal 26 Desember 2001, seharusnya KPP tempat PKP Penjual terdaftar membuat teguran dan kemudian menerbitkan SKPKB atau SKPKBT;
8. bahwa berdasarkan Lampiran 1 KEP-754/PJ/2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Klarifikasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan disebutkan dalam:

Angka 1.4.2.1. dinyatakan :
Dalam hal Faktur Pajak tidak atau belum dipertanggungjawabkan sebagai Pajak Keluaran oleh PKP Penjual maka segera diterbitkan surat tegoran kepada PKP Penjual agar dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal surat tegoran PKP segara melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila sampai batas waktu yang ditetapkan pada surat tegoran PKP Penjual tidak mempertanggungjawabkannya, maka KPP wajib menerbitkan SKPKB/SKPKBT”;

Angka 1.4.1.3.2 dinyatakan :
Apabila jawaban klarifikasi menyatakan “Tidak Ada” dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP Penjual dan KPP domosili PKP Penjual telah menerbitkan SKPKB/SKPKBT atas Faktur Pajak yang belum dilaporkan PKP Penjual tersebut, maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan”;

Angka 1.4.2.3. dinyatakan :
Permintaan klarifikasi harus dijawab paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal pengiriman surat permintaan klarifikasi. Jangkawaktu 1 (satu) bulan tersebut sudah termasuk dengan jangka waktu pengiriman himbauan dan penerbitan SKPKB/SKPKBT kepada PKP Penjual”;

9. bahwa jawaban klarifikasi “Tidak Ada” dari hasil klarifikasi tersebut adalah bukan atas “Pengusaha yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut tidak atau belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak atau PKP Penjual menyatakan tidak melakukan penyerahan kepada PKP Pembeli yang tercantum pada Faktur Pajak yang dimintakan klarifikasi tersebut, oleh karena itu tidak termasuk dalam kategori Faktur Pajak tidak sah sebagaimana dimaksud dalam KEP-754/PJ/2001 a quo;
10. bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, apabila sampai dengan batas waktu yang ditetapkan pada surat tegoran, PKP Penjual tidak mempertanggungjawabkan kewajiban perpajakannya, maka SKPKB/SKPKBT wajib diterbitkan oleh Terbanding dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal pengiriman surat permintaan klarifikasi, hal tersebut dimaksudkan agar Pemohon Banding dapat mengkreditkan Faktur Pajak Masukannya;
11. bahwa terhadap klarifikasi dengan jawaban “Tidak Ada” tersebut ternyata tidak didahului Terbanding dengan menerbitkan surat tegoran kepada PKP Penjual agar dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal surat tegoran PKP segera melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, disamping itu Terbanding juga tidak menerbitkan SKPKB atau SKPKBT kepada PKP Penjual walaupun PKP Penjual tidak melaksanakan kewajibannya, sebagaimana dimaksud KEP-754/PJ/2001 a quo;
bahwa oleh karena itu akibat hukum yang timbul dari belum diterbitkannya SKPKB/SKPKBT tersebut yaitu berupa tidak dapat dikreditkannya Faktur Pajak Masukan, tidak dapat dibebankan kepada Pemohon Banding;
12. bahwa oleh karena dalam sengketa ini jawaban klarifikasi telah diterima dengan jawaban “Tidak Ada”, maka seharusnya sesuai dengan KEP-754/PJ/2001 Lampiran I angka 1.4.1.3.2. sebagaimana tersebut di atas, KPP domisili PKP Penjual wajib menerbitkan SKPKB/SKPKBT atas Faktur Pajak yang belum dilaporkan PKP Penjual tersebut sehingga Faktur Pajak a quo dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding;
13. bahwa atas pertanyaan pihak lain dengan sengketa yang sama terdapat penegasan dari Direktur PPN dengan Surat Nomor S-43/PJ.52/2003 pada nomor 3 huruf b yang menyatakan sebagai berikut:
Berdasarkan ketentuan butir 2 memperhatikan surat Saudara pada butir 1 dengan ini ditegaskan:
  1. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan dan KPP domisili PKP Penjual telah menerbitkan SKPKB/SKPKBT atas Faktur Pajak yang belum dilaporkan PKP Penjual”;
bahwa dari penegasan tersebut, terkait dengan kewajiban KPP tempat dimana PKP Penjual terdaftar harus menerbitkan SKPKB/SKPKBT, namun fakta yang terjadi sampai dengan persidangan yang terakhir ini Terbanding tidak pernah menunjukkan bukti telah melakukan tegoran dan menerbitkan SKPKB/SKPKBT;
14. bahwa dengan demikian Terbanding telah melakukan kesalahan dalam melaksanakan ketentuan peraturan perpajakan sesuai dengan KEP-754/PJ/2001 tanggal 26 Desember 2001 a quo;
bahwa atas kesalahan dari PKP Penjual dan Terbanding tersebut tidak semestinya Pajak Masukan yang diklarifikasi “Tidak Ada” tidak dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding;
bahwa apabila Faktur Pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP Penjual dan KPP domisili PKP Penjual telah menerbitkan SKPKB/SKPKBT atas Faktur Pajak yang belum dilaporkan PKP Penjual tersebut, maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;


bahwa menurut Majelis, dalam persidangan ke -12 tanggal 2 Juli 2018, Terbanding menyatakan bahwa Terbanding tidak menyampaikan Kesimpulan Akhir karena pendapat akhir Terbanding sudah terangkum dalam Berita Acara Uji Bukti;

bahwa setelah memeriksa bukti-bukti, dokumen-dokumen, penjelasan Terbanding dan Pemohon Banding, hasil uji bukti dan Kesimpulan Akhir dari Pemohon Banding serta fakta yang terungkap dalam persidangan, Majelis berpendapat sebagai berikut:

bahwa setelah memeriksa bukti-bukti, dokumen-dokumen, penjelasan Terbanding dan Pemohon Banding, hasil uji bukti dan Kesimpulan Akhir dari Pemohon Banding serta fakta yang terungkap dalam persidangan, Majelis berpendapat sebagai berikut :

bahwa menurut Majelis sengketanya adalah koreksi Terbanding atas 87 (delapan puluh tujuh) Faktur Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dengan nilai sebesar Rp916.012.431,00 karena jawaban konfirmasi dari KPP domisili PKP Penjual menyatakan “Tidak Ada” ;

bahwa dasar hukum yang dipergunakan oleh Terbanding dalam melakukan koreksi Pajak Masukan a quo adalah UU PPN Pasal 9 ayat (2), Pasal 9 ayat (8), Pasal 9 ayat (9) dan Pasal 13 ayat (5) serta Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-754/PJ./2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan;

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi tersebut karena berdasarkan bukti dan dokumen yang telah disampaikan secara sampling, Pemohon Banding dapat membuktikan pembayaran atas Faktur Pajak yang disengketakan tersebut dan kepastian pembayaran PPN telah masuk Kas Negara dari hasil konfirmasi yang dijawab “Tidak Ada” justru itu menjadi tugas dan tanggungjawab Terbanding untuk menerbitkan SKPKB/SKPKBT sesuai KEP-754/PJ/2001;

bahwa menurut Majelis sengketanya adalah pengkreditan Faktur Pajak Masukan dikaitkan dengan hasil jawaban konfirmasi dari KPP tempat lawan transaksi terdaftar yang menyatakan “Tidak Ada”, oleh karena itu Majelis akan membahas ketentuan perundangan-undangan perpajakan yang berkaitan dengan Pengkreditan Pajak Masukan dan Konfirmasi Faktur Pajak, yaitu sebagai berikut:

bahwa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 telah diatur sebagai berikut :

Pasal 1 angka 23 :
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai“;

Pasal 1 angka 24 :
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak” ;

Pasal 1 angka 25 :
Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak atau ekspor Barang Kena Pajak";

Pasal 9 ayat (2) :
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama” ;

Pasal 9 ayat (8) :
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:

a. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
c. Perolehan dan pemeliharaan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
e. Dihapus;
f. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
g. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa kena Pajak dari Luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
h. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
i. Barang Kena Pajak atau Jasa kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan
j. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pasa ayat (2a);


Pasal 9 ayat (9) :
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan”;

Pasal 13 ayat (5) :
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan Atas`Barang Mewah yang dipungut;
f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;


Pasal 13 ayat (9) :
Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material”;

Penjelasan Pasal 13 ayat (9) :
Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi secara lengkap, jelas dan benar sesuai dengan peryaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, ekspor JKP, impor BKP, atau pemanfaatan JKP dan pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean”;

bahwa dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-754/PJ./2001 tanggal 26 Desember 2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan, telah diatur sebagai berikut:
Pasal 1 :
Klarifikasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mendapatkan keterangan tentang keabsahan Faktur Pajak";

Lampiran I :
bahwa tujuan dilakukannya konfirmasi Faktur Pajak adalah untuk mendapatkan keyakinan bahwa :

a. Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sehubungan dengan adanya penyerahan BKP dan atau JKP yang terutang Pajak Pertambahan Nilai;
c. Faktur Pajak tersebut telah dilaporkan PKP penerbit sebagai Pajak Keluaran pada SPT Masa PPN Barang dan Jasa”;


Lampiran I butir 1.4 mengatur hal-hal sebagai berikut :

1.4.1. Bagi unit/kantor yang melakukan/meminta konfirmasi ;
1.4.1.3 Apabila jawaban klarifikasi menyatakan :
1.4.1.3.1. “Ada dan sesuai” dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut belum direkam KPP domosili PKP Penjual atau Faktur Pajak tersebut terlambat dilaporkan oleh PKP Penjual, maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
1.4.1.3.2. “tidak ada” dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP penjual dan KPP domisili PKP Penjual telah menerbitkan SKPKB/SKPKBT atas Faktur Pajak yang belum dilaporkan PKP Penjual tersebut, maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
1.4.1.3.3. “tidak ada” dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut tidak sah karena Pengusaha yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP, atau PKP Penjual tidak pernah melakukan penyerahan BKP/JKP kepada PKP Pembeli yang bersangkutan, maka Faktur Pajak tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
1.4.1.3.4. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal pengiriman permintaan klarifikasi dikirimkan melalui facsimile, jawaban klarifikasi belum/tidak diterima dan apabila berdasarkan hasil pengujian arus barang dan arus uang dapat dibuktikan bahwa Faktur Pajak tersebut sah adanya, maka Faktur Pajak yang dimintakan klarifikasi tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan;
1.4.2. Bagi kantor yang dimintakan konfirmasi klarifikasi :
1.4.2.1. Dalam hal Faktur Pajak tidak atau belum dipertanggungjawabkan sebagai Pajak Keluaran oleh PKP Penjual maka segera diterbitkan surat tegoran kepada PKP Penjual agar dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal surat tegoran PKP segera melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
Apabila sampai batas waktu yang ditetapkan pada surat tegoran PKP Penjual tidak mempertanggungjawabkannya, maka KPP wajib menerbitkan SKPKB/ SKPKBT;
1.4.2.1. Permintaan klarifikasi harus dijawab paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal pengiriman surat permintaan klarifikasi. Jangka waktu 1 (satu) bulan tersebut sudah termasuk dengan jangka waktu pengiriman himbauan dan penerbitan SKPKB/SKPKBT kepada PKP Penjual;
Jawaban atas permintaan klarifikasi harus disertai dengan penjelasan.


bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, terkait dengan 87 (delapan puluh tujuh) Faktur Pajak yang disengketakan dengan nilai PPN sebesar Rp916.012.431,00 , Majelis berpendapat sebagai berikut:

1. Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan BKP dan sesuai dengan Laporan Penelitian Keberatan diketahui bahwa Pemohon Banding telah menyampaikan kepada Terbanding asli Faktur Pajak Masukan yang dikoreksi oleh Terbanding;
2. Pungutan pajak tersebut berupa Pajak Masukan PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh Pemohon Banding karena perolehan BKP;
3. Pajak Masukan yang disengketakan telah dikreditkan oleh Pemohon Banding dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama, sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (2) UU PPN;
4. Pemohon Banding telah melakukan Pengkreditan Pajak Masukan yang disengketakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN;
5. Terbanding tidak mempermasalahkan persyaratan Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) UU PPN atau dengan kata lain Faktur Pajak yang disengketakan telah memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) UU PPN;
6. bahwa berdasarkan jawaban konfirmasi dari KPP tempat PKP Penjual terdaftar diketahui bahwa terhadap tujuan konfirmasi Faktur Pajak yaitu:
  1. Terbukti bahwa Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
  2. Terbukti bahwa Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sehubungan dengan adanya penyerahan BKP yang terutang PPN;
  3. Terbukti bahwa Faktur Pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP penerbit sebagai Pajak Keluaran pada SPT Masa PPN;

bahwa menurut Majelis, tujuan konfirmasi pada huruf a dan huruf b tidak dipermasalahkan oleh Terbanding, artinya hasil konfirmasi Faktur Pajak yang disengketakan telah memenuhi ketentuan sebagai Faktur yang diterbitkan oleh Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP dan adanya penyerahan yang terutang PPN, sedangkan untuk tujuan konfirmasi pada huruf c, Terbanding memperoleh informasi bahwa Faktur Pajak yang disengketakan belum dilaporkan oleh PKP penerbit pada SPT Masa PPN nya;

bahwa menurut Majelis terkait dengan hasil konfirmasi Faktur Pajak, berdasarkan Laporan Penelitian Keberatan diperoleh Jawaban “Tidak Ada” sebanyak 87 Faktur Pajak dengan nilai sebesar Rp916.012.431,00, Majelis berpendapat bahwa berdasarkan jawaban konfirmasi tersebut tidak terdapat pernyataan dari KPP tempat PKP Penjual terdaftar yang menyatakan bahwa Faktur Pajak tersebut tidak sah, dan KPP terkait hanya memberikan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP Penjual tanpa memberikan penjelasan terkait dengan penerbitan SKPKB/SKPKBT sebagaimana diatur dalam KEP-754/PJ./2001 ;

bahwa sesuai ketentuan dalam Lampiran I KEP-754/PJ./2001 tanggal 26 Desember 2001, Majelis berpendapat bahwa jawaban hasil konfirmasi “tidak ada” mempunyai 2 (dua) implikasi hukum yaitu:

1. Pajak Masukannya dapat dikreditkan dalam hal Faktur Pajaknya belum dilaporkan oleh PKP Penjual dan KPP domisili PKP Penjual telah menerbitkan SKPKB/SKPKBT atas Faktur Pajak yang belum dilaporkan PKP Penjual tersebut;
2. Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan dalam hal Faktur Pajaknya tidak sah karena :
  1. Pengusaha yang menerbitkan Faktur Pajak belum dikukuhkan sebagai PKP, atau
  2. PKP Penjual tidak pernah melakukan penyerahan BKP/JKP kepada PKP Pembeli;

bahwa menurut Majelis berdasarkan fakta yang ada, sebanyak 87 Faktur Pajak yang dikoreksi oleh Terbanding karena jawaban konfirmasi “Tidak Ada” telah memenuhi persyaratan sebagai Faktur Pajak yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN, namun belum dilaporkan oleh PKP Penjual dan Terbanding tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam KEP-754/PJ/2001 yaitu mengirimkan surat tegoran yang dilanjutkan dengan penerbitan SKPKB/SKPKBT ;

bahwa menurut Majelis dengan tidak diterbitkannya SKPKB/SKPKBT oleh Terbanding tidak dapat merubah status ke-87 Faktur Pajak yang telah memenuhi persyaratan sebagai Faktur Pajak yang sah, sehingga seharusnya dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;

bahwa menurut Majelis dalam proses uji bukti Terbanding menyatakan antara lain hal-hal sebagai berikut :

1. Tidak semua transaksi dapat dibuktikan dengan dokumen tersebut karena dokumen yang disampaikan hanya sebagian, ada yang tidak lengkap, bahkan tidak diperlihatkan oleh Pemohon Banding dalam proses uji bukti;
2. Perincian transaksi yang Faktur Pajak Masukannya diserta dokumen pembuktian arus kas dan arus barang, transaksi yang Faktur Pajak Masukannya hanya didukung oleh daftar dokumen saja tanpa diserta dokumen pembuktian arus kas dan arus barang dan transaksi yang Faktur Pajak Masukannya sama sekali tidak disertai dan tidak diperlihatkan dokumen pembuktian arus kas dan arus barang dalam proses uji bukti;
3. Terkait dengan mekanisme pengkreditan pajak masukan, Faktur Pajak Masukan adalah setara dengan uang, sedangkan dalam rangka pembuktian dalam pengujian arus uang dan arus barang, Pasal 16F UU PPN mengatur bahwa pembeli BKP atau penerima JKP bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat membuktikan bahwa pajak telah dibayar. Ketentuan tersebut jelas mengatur bahwa pembuktian pembayaran pajak harus dilakukan untuk setiap Faktur Pajak Masukan, karena setiap lembar Faktur Pajak Masukan setara dengan uang dan dalam ketentuan Pasal 16F UU PPN tidak terdapat klausul yang memperkenankan pembuktian melalui Mekanisme Sampling;
4. Dalam hal ini adalah sangat tidak adil, bila PPN yang seharusnya dibayarkan ke kas Negara tersebut tidak disetorkan/diselewengkan oleh pihak vendor, tetapi Pemohon Banding minta pengembalian kepada Negara tanpamelakukan fungsi kontrol atas Pajak Masukan yang dibayarkan kepada pihak vendor, mengingat Negara tidak bisa sepenuhnya menagihkan kepada pihak vendor karena sebagian besar vendor menghilang setelah menyelewengkan Pajak Masukan yang telah dipungut;


bahwa menurut Majelis dalam proses uji bukti Pemohon Banding menyatakan antara lain bahwa kepastian pembayaran PPN telah masuk kas Negara dari hasil konfirmasi dijawab tidak ada, justru itu menjadi tugas dan tanggung jawab dari Terbanding untuk menerbitkan SKPKB/SKPKBT sesuai Keputusan Dirjen Pajak Nomor: KEP-754/PJ/2001 butir 1.4.2.1 ;

bahwa setelah memeriksa hasil uji bukti baik yang ditandatangani oleh Terbanding maupun oleh Pemohon Banding, Majelis berpendapat sebagai berikut:

1. bahwa sengketanya adalah koreksi Terbanding atas Pajak Masukan yang tidak bisa dikreditkan karena jawaban konfirmasi “Tidak Ada”, dengan dasar hukum koreksi adalah ketentuan yang terkait dengan pengkreditan Pajak Masukan yaitu Pasal 9 ayat (2), Pasal 9 ayat (8) dan KEP-754/PJ/2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak dan koreksi tidak terkait dengan bukti pembayaran sebagaimana diatur dalam Pasal 16F UU PPN;
2. bahwa proses uji bukti yang dilakukan oleh Terbanding dan Pemohon Banding adalah dengan melakukan uji arus uang dan barang dimana pengujian arus uang dan barang dimaksudkan untuk membuktikan bahwa pajak telah dibayar oleh Pemohon Banding sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 16F UU PPN;
3. bahwa oleh karena koreksinya terkait dengan Pajak Masukan yang tidak bisa dikreditkan karena jawaban konfirmasi “Tidak Ada”, maka seharusnya proses uji bukti dalam persidangan diarahkan untuk membuktikan alasan koreksi Terbanding, yaitu untuk memastikan apakah :
  1. Pajak Masukan dikreditkan sudah sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (2), Pasal 9 ayat (8) dan Pasal 9 ayat (9) UU PPN;
  2. Faktur Pajak sudah memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) dan Pasal 13 ayat (9) UU PPN;
  3. Hasil konfirmasi “Tidak Ada” yang menjelaskan bahwa Faktur Pajak yang disengketakan belum dilaporkan oleh PKP Penjual dan KPP domisili PKP Penjual telah menerbitkan SKPKB/SKPKBT atau Faktur Pajak yang disengketakan tidak sah;
4. bahwa sesuai ketentuan KEP-754/PJ/2001 seharusnya proses uji arus uang dan arus barang sudah dilakukan oleh Terbanding pada saat konfirmasi belum dijawab dan bukan dilakukan pada saat persidangan;
5. bahwa terkait pernyataan Terbanding bahwa sangat tidak adil bila PPN yang seharusnya dibayarkan ke kas Negara tersebut tidak disetorkan/diselewengkan oleh pihak vendor, tetapi Pemohon Banding minta pengembalian kepada Negara, Majelis berpendapat bahwa untuk PPN yang tidak disetorkan oleh vendor sebenarnya Terbanding sudah mempunyai mekanisme tersendiri sesuai ketentuan KEP-754/PJ/2001 yaitu dengan menerbitkan SKPKB/SKPKBT kepada PKP Penjual, namun hal itu tidak dilakukan oleh Terbanding;


bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas Faktur Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Masa Pajak Oktober 2011 sebesar Rp916.012.431,00 tidak dapat dipertahankan;

bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding, sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Oktober 2011 menjadi sebagai berikut:

Uraian Pemohon Banding (Rp) Terbanding (Rp) Majelis (Rp) Koreksi yang dikabulkan (Rp)
Dasar Pengenaan Pajak
- Ekspor 6.401.156.092,00 6.401.156.092,00 6.401.156.092,00 0,00
- Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri 181.409.352.849,00 181.409.352.849,00 181.409.352.849,00 0,00
- Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN 0,00 0,00 0,00 0,00
- Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut 70.387.830.000,00 70.387.830.000,00 70.387.830.000,00 0,00
- Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN 8.180.852.246,00 8.180.852.246,00 8.180.852.246,00 0,00
Jumlah seluruh penyerahan 266.379.191.187,00 266.379.191.187,00 266.379.191.187,00 0,00
Penghitungan PPN Kurang / (Lebih) Bayar
Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri 18.140.935.284,00 18.140.935.284,00 18.140.935.284,00 0,00
Dikurangi:
- PPN yang disetor di muka dalam Masa Pajak yang sama 0,00 0,00 0,00 0,00
- Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan 12.725.785.969,00 11.809.773.538,00 12.725.785.969,00 916.012.431,00
- Dibayar dengan NPWP sendiri 5.415.149.315,00 5.415.149.315,00 5.415.149.315,00 0,00
Jumlah perhitungan PPN Kurang/ (Lebih) Bayar 0,00 916.012.431,00 0,00 916.012.431,00
Kelebihan Pajak yang sudah Dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya 0,00 0,00 0,00 0,00
Jumlah PPN Kurang / (Lebih) dibayar 0,00 916.012.431,00 0,00 916.012.431,00
Sanksi Administrasi : Bunga Pasal 13 ayat (2) UU KUP 0,00 439.685.967,00 0,00 439.685.967,00
Jumlah PPN yang masih harus dibayar 0,00 1.355.698.398,00 0,00 1.355.698.398,00

Memperhatikan:

Surat Banding, Surat Uraian Banding, Surat Bantahan, hasil pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan serta kesimpulan Majelis a quo;

Mengingat:

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan peraturan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan sengketa ini;

Memutuskan:

Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-00159/KEB/WPJ.19/2017 tanggal 02 Maret 2017 tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor: 00039/207/11/051/16 tanggal 27 Januari 2016, atas nama: Pemohon Banding sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Oktober 2011 yang kurang/(lebih) dibayar menjadi sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak
- Ekspor Rp 6.401.156.092,00
- Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri Rp 181.409.352.849,00
- Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN Rp 0,00
- Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut Rp 70.387.830.000,00
- Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN Rp 8.180.852.246,00
Jumlah seluruh penyerahan Rp 266.379.191.187,00
Penghitungan PPN Kurang / (Lebih) Bayar
Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri Rp 18.140.935.284,00
Dikurangi:
- PPN yang disetor di muka dalam Masa Pajak yang sama Rp 0,00
- Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Rp 12.725.785.969,00
- Dibayar dengan NPWP sendiri Rp 5.415.149.315,00
Jumlah perhitungan PPN Kurang/ (Lebih) Bayar Rp 0,00
Kelebihan Pajak yang sudah Dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya Rp 0,00
Jumlah PPN Kurang / (Lebih) dibayar Rp 0,00


Demikian diputus di Jakarta berdasarkan Musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Senin tanggal 2 Juli 2018 oleh Hakim Majelis XIIA Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

J, SH. sebagai Hakim Ketua,
AP, Ak., M.M., C.A. sebagai Hakim Anggota,
BS, S.H., M.M. sebagai Hakim Anggota,

dengan dibantu oleh

AW, S.H., MSi



sebagai Panitera Pengganti.


Putusan Nomor : PUT-111821.16/2011/PP/M.XIIA Tahun 2019 diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Senin, tanggal 14 Januari 2019 dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

N, S.E., MSi sebagai Hakim Ketua,
AP, Ak., M.M., C.A. sebagai Hakim Anggota,
BS, S.H., M.H. sebagai Hakim Anggota,

dengan dibantu oleh

AW, S.H., MSi



sebagai Panitera Pengganti.


Dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, tidak dihadiri oleh Terbanding maupun Pemohon Banding.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA