Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-00023/NKEB/WPJ.07/2018 tanggal 08 Januari 2018 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf B Karena Permohonan Wajib Pajak, yang tidak disetujui oleh Pengugat;
bahwa Tergugat melakukan koreksi Peredaran Usaha, sehingga berakibat pada Dasar Pengenaan Pajak atas Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri yang harus dikoreksi juga oleh Tergugat untuk masa pajak Februari 2011 sebesar Rp599.452.411,00;
bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan nomor LAP00757/WPJ.07/KP.0305/ RIK.SIS/2015 tanggal 2 Desember 2015 diketahui sebagai berikut:
➢ |
bahwa tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Penggugat; |
➢ |
bahwa Tergugat telah melakukan kewajiban permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen dokumen:
- Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen nomor: S- 54/WPJ.07/KP.0305/2014;
- Surat Peringatan Pertama nomor : S-114/WPJ.07/KP.0300/2015;
- Surat Peringatan Kedua nomor : S-122/WPJ.07/KP.0300/2015;
|
➢ |
bahwa Penggugat tidak menyelenggarakan sepenuhnya pembukuan sebagaimana dimaksud pada pasal 28 UU PPh karena tidak dapat menunjukkan buku, catatan, dan dokumen pendukung yang menjadi dasar diselenggarakannya pembukuan; |
➢ |
bahwa berdasarkan pelaporan SPT Tahunan PPh Badan 2011, diketahui bahwa laporan keuangan Penggugat tidak dilakukan audit oleh KAP Tergugat telah mengirimkan Surat Permintaan Keterangan/Bukti kepada Pimpinan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan dengan nomor surat: S-13354/WPJ.07/KP.03/2015 tanggal 7 September 2015 dan telah dijawab dengan surat nomor : S-412/PPPK/2015 tanggal 9 September 2015 dengan jawaban bahwa tidak terdapat KAP yang melaporkan Penggugat sebagai klien audit umumnya untuk tahun buku 2011; |
➢ |
bahwa berdasarkan hal tersebut maka Tergugat melakukan pengujian atas kepatuhan pematuhan kewajiban perpajakan Penggugat dengan menggunakan data yang tersedia sehingga menghasilkan koreksi positif atas Peredaran Usaha sebesar 661.501.202,00 dan koreksi negatif atas Harga Pokok Penjualan sebesar Rp52.865.285.624,00; |
bahwa berdasarkan surat permohonan Penggugat yang kedua, Penggugat memberikan alasan permohonan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar pada intinya adalah mengakui keterbatasan data Penggugat dan melakukan perhitungan sendiri atas peredaran usaha dan harga pokok penjualan sehingga Peredaran Usaha menurut Penggugat adalah sebesar Rp23.874.345.272,00 dan Harga Pokok Penjualan menurut Penggugat adalah sebesar Rp18.933.328.221,00;
bahwa Tergugat melakukan penelitian atas penerbitan surat ketetapan pajak yang disengketakan, sebagai berikut:
➢ |
bahwa Surat Ketetapan Pajak diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) UU tentang KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Dan Surat Tagihan Pajak; |
➢ |
bahwa Pemeriksaan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Nomor PRIN00313/WPJ.07/KP.0305/RIK.SIS/2014 tanggal 9 Juni 2014 sebagaimana diubah terakhir dengan nomor PRIN-P-220/WPJ.07/KP.0305/RIK.SIS/2015 tanggal 8 Juli 2015 yang telah diberitahukan kepada Penggugat melalui surat pada tanggal 9 Juni 2014 yang diterima oleh Penggugat pada tanggal 9 Juni 2014; |
➢ |
bahwa Tergugat telah mengirimkan Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen nomor S-54/WPJ.07/KP.0305/2014 tanggal 12 Juni 2014 dan Surat Peringatan Pertama Nomor S-115/WPJ.07/KP.0300/2015 akhirnya Surat Peringatan Ketiga Nomor S-122/WPJ.07/KP.0300/2015; |
➢ |
bahwa Tergugat menyatakan bahwa sampai betas waktu yang ditentukan Penggugat tidak dapat menyediakan seluruh data, dokumen, buku dan catatan yang diminta oleh Tergugat; |
➢ |
bahwa sesuai kewenangan yang diatur dalam memori penjelasan Pasal 13 ayat (1) UU tentang KUP maka Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dihitung berdasarkan data yang tersedia; |
➢ |
Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak No. 23/PJ/2013 dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE- 65/PJ/2013 maka Pemeriksa menghitung pajak terutang berdasarkan hasil pemeriksaan dengan penerapan metode tidak langsung sesuai dengan data yang tersedia tersebut; |
➢ |
bahwa Hasil Pemeriksaan secara formal diketahui telah disampaikan kepada Penggugat melalui SPHP nomor 00678/WPJ.07/KP.0305/RIK.SIS/2015 tanggal 4 Nopember 2015 yang diterima oleh Penggugat pada tanggal 6 Nopember 2015; |
➢ |
bahwa Penggugat kemudian diberikan kesempatan untuk menanggapi yaitu melalui surat tanggapan nomor 002/TSPHP/BTS/SHET-TRR/XI/2015 tanggal 19 Nopember 2015; |
➢ |
bahwa Penggugat juga diundang dalam Pembahasan Akhir Pemeriksaan namun tidak hadir sesuai Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak pada tanggal 24 Nopember 2015 bertempat di Kantor KPP Penanaman Modal Asing Dua; |
➢ |
bahwa Penggugat diketahui tidak mengajukan Quality Assurance (QA); |
➢ |
bahwa Tergugat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak berdasarkan Hasil Pembahasan Akhir Pemeriksaan; |
bahwa atas permintaan data oleh Tergugat, Penggugat hanya memberikan data berupa data kapasitas mesin terpasang yang berbentuk fotokopi gambar yang didalam nya terdapat perhitungan kapasitas. Data berupa fotokopi gambar tersebut tidak mencantumkan untuk tahun berapa data tersebut (Penggugat mengajukan permohonan untuk tahun 2010 dan 2011) dan tidak terdapat bukti pendukung atas perhitungan tersebut;
bahwa berdasarkan data tersebut, Tergugat tidak dapat melakukan penelitian lebih lanjut atas kebenaran Peredaran Usaha dan Harga Pokok Penjualan sebagaimana dimaksud dalam alasan permohonan Penggugat;
bahwa berdasarkan uraian, data dan fakta tersebut diatas, Tergugat tidak dapat melakukan pengujian atas alasan Penggugat karena data/dokumen pendukung atas alasan yang dikemukakan oleh Penggugat adalah berupa salinan dari dokumen yang bukan berhuruf latin, penjelasan kapasitas mesin hanya berupa tulisan tangan yang tidak dapat diyakini validitasnya;
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00101/207/11/055/15 tanggal 14 Desember 2015 Masa Pajak Desember 2011 sudah tepat;
bahwa Penggugat tidak setuju dengan penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP- 00023/NKEB/WPJ.07/2018 tanggal 8 Januari 2018 dengan alasan sebagai berikut:
bahwa dalam SKPKB PPN No. 00101/207/11/055/15 tanggal 14 Desember 2015 terdapat koreksi pada pos Penyerahan yang PPN nya harus dipungut sendiri sebesar Rp599.452.411,00 yang berasal dari pengujian atas Peredaran Usaha dengan metode tidak langsung yaitu Uji Keterkaitan Produksi berdasarkan pemakaian daya listrik (pembayaran rekening listrik ke PLN);
DPP PPN Menurut SPT |
Rp 1.253.962.500 |
DPP PPN Menurut Tergugat |
Rp 1.853.414.911 |
Koreksi |
Rp 599.452.411 |
bahwa oleh karena keterbatasan data yang ada saat proses pemeriksaan, Penggugat dapat menyetujui penggunaan metode tidak langsung berdasarkan pemakaian daya listrik tersebut untuk menghitung peredaran usaha. Namun, Penggugat berpendapat bahwa penerapan metode tidak langsung oleh Tergugat tersebut perlu dilakukan penyesuaian terkait dengan kondisi Penggugat, yang tidak lagi beroperasi pada kapasitas normal (maksimal);
bahwa kondisi Penggugat pada tahun 2011 tidak beroperasi pada tingkat kapasitas normal. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat pemakaian listrik pada 6 (enam) mesin yang terpasang selama bulan Januari 2011 sampai dengan Desember 2011 yang berfluktuasi setiap bulannya dengan jumlah pemakaian listrik selama tahun 2011 sebesar 27.647.960 kWh;
bahwa pada tahun 2011 Penggugat hanya beroperasi pada tingkat kapasitas sebesar 28,57% dari Kapasitas Normal atau terdapat idle capacity sebesar 71,43%, sehingga menimbulkan inefficiency pada proses produksi;
bahwa perhitungan Peredaran Usaha untuk Tahun 2011 menurut Penggugat adalah sebagai berikut:
Peredaran Usaha Menurut Tergugat |
= Rp83.564.386.674,00 |
Peredaran Usaha Menurut Penggugat |
= 28,57% X Rp83.564.386.674,00 |
|
= Rp23.874.345.272,00 |
bahwa berdasarkan uraian diatas, maka perhitungan jumlah penyerahan yang PPN nya harus dipungut sendiri untuk masa Desember 2011 menurut Penggugat adalah sebagai berikut:
Peredaran Usaha cfm WP (Permohonan) |
= Rp23.874.345.272,00 |
Peredaran Usaha cfm SPT Tahun 2011 |
= Rp16.902.885.472,00 - |
Koreksi Objek PPN Tahun 2011 |
= Rp 6.971.459.800,00 |
Koreksi perbulan (1/12 x Rp16.902.885.472,00) |
= Rp 580.954.983,00 |
DPP PPN bulan Desember cfm WP |
= DPP bulan Desember cfm SPT + Koreksi |
|
= Rp1.253.962.500,00 +Rp580.954.983,00 |
|
= Rp1.834.917.483,00 |
bahwa berkaitan dengan surat Permohonan Pengurangan atau Pembatalan SKP yang Tidak Benar yang Penggugat ajukan untuk kedua kali yaitu No. 023/BTS-DJP/VIII/2017 tanggal 02 Agustus 2017, pihak Tergugat tidak pernah mengirim undangan untuk melakukan pembahasan dengan Penggugat;
bahwa selain mengemukakan hal-hal tersebut di atas Penggugat dalam persidangan menyampaikan penjelasan tertulis yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
bahwa Penggugat adalah suatu perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Pendirian Perseroan Nomor 223 pada tanggal 28 Juni 2004. Dimana pada tahun 2014, pemilik saham perusahaan berniat untuk menjual 100% (seratus persen) saham dari seluruh saham-saham yang telah dikeluarkan dan ditempatkan serta diambil-bagian dalam Perseroan kepada Pembeli, yaitu manajemen Penggugat yang saat ini sesuai dengan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) tertanggal 28 Mei 2014;
bahwa pada bulan Juni 2014 yaitu saat dimulai proses pemeriksaan, semua dokumendokumen terkait laporan keuangan dan transaksi perpajakan sudah tidak ada dan karyawan yang bertanggung jawab terkait laporan tersebut sudah tidak bekerja di Perusahaan Penggugat;
bahwa oleh karena keterbatasan data yang ada saat proses pemeriksaan, Penggugat dapat menyetujui penggunaan metode tidak langsung berdasarkan pemakaian daya listrik tersebut untuk menghitung peredaran usaha. Namun, Penggugat berpendapat bahwa penerapan metode tidak langsung oleh Tergugat tersebut perlu dilakukan penyesuaian terkait dengan kondisi Penggugat, yang tidak lagi beroperasi pada kapasitas normal (maksimal). Dalam hal ini, Penggugat telah berada dalam kondisi operasi jauh di bawah kapasitas normal. Dengan demikian, pemakaaian daya listrik Penggugat berada dalam kondisi yang tidak efisien, karena besarnya idle capacity;
bahwa standar pengujian (benchmark) yang digunakan oleh Tergugat dalam pengujian adalah standar pemakaian daya listrik perusahaan pada tingkat operasi normal (kapasitas maksimal), sehingga tidak sesuai dengan kondisi Penggugat pada tahun 2011;
bahwa kondisi Penggugat pada tahun 2011 tidak beroperasi pada tingkat kapasitas normal. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat pemakaian listrik pada 6 (enam) mesin yang terpasang selama bulan Januari 2011 sampai dengan Desember 2011 yang berfluktuasi setiap bulannya dengan jumlah pemakaian listrik selama tahun 2011 sebesar 27.647.960 kWh;
bahwa menurut Tergugat, selama proses pemeriksaan Penggugat tidak dapat menyediakan data, dokumen, buku dan catatan yang diminta oleh Tergugat sehingga Tergugat menghitung pajak terutang dengan menerapkan metode tidak langsung sesuai dengan data yang tersedia, namun menurut PER 17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto, Pasal 3 ayat (1):
Pasal 3
(1) Dalam hal terhadap Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dilakukan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, ternyata Wajib Pajak orang pribadi atau badan tersebut tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya, penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
bahwa berdasarkan hal tersebut, apabila selama proses pemeriksaan, Penggugat tidak memberikan seluruh data, dokumen, buku dan catatan, seharusnya Tergugat bisa menghitung Penghasilan Neto Penggugat dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang persentasenya sesuai dengan Lampiran 3 PER 17/PJ/2015 dengan perhitungan sebagai berikut:
KLU |
: 24101 |
Uraian KLU |
: Industri Besi dan Baja Dasar (Iron and Steel Making) |
Norma Penghitungan Penghasilan Neto WP Badan Pasal 14 ayat (5) = 14 %
Penghasilan Neto Tahun 2011
= 14 %x Peredaran Usaha
= 14 % x Rp 83.564.386.674
= Rp 11.699.014.134;
bahwa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Nomor 00101/207/11/055/15 tanggal 14 Desember 2015, Penggugat mengajukan Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak Yang Tidak Benar Pertama dengan Surat Nomor 058/BTS-DJP/XII/2016 tanggal 5 Desember 2016 dan dengan Keputusan Tergugat Nomor KEP-01575/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 24 Mei 2017 permohonan Penggugat tersebut ditolak kemudian Penggugat mengajukan Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak Yang Tidak Benar Kedua dengan surat Nomor 023/BTS-DJP/VIII/2017 tanggal 2 Agustus 2017 dan dengan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-00023/NKEB/WPJ.07/ 2018 tanggal 8 Januari 2018 permohonan tersebut ditolak, sehingga dengan surat Nomor 039/BTS-DJP/I/2018 tanggal 26 Januari 2018, Penggugat mengajukan gugatan;
Pasal 36 ayat (1)
(1) |
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
- mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakankarena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
- mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
- mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar; atau
- membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
- penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
- pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak;
|
(1a) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali; |
(1b) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak 1 (satu) kali; |
(1c) |
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, harus memberi keputusan atas permohonan yang diajukan; |
(1d) |
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1c) telah lewat tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap dikabulkan; |
(1e) |
Apabila diminta oleh Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1c); |
(2) |
Ketentuan pelaksanaan ayat (1), ayat (1a), ayat (1b), ayat (1c), ayat (1d), dan ayat (1e) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri |
Penjelasan Pasal 36
Ayat (1)
Dalam praktik dapat ditemukan sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak tidak tepat karena ketidaktelitian petugas pajak yang dapat membebani Wajib Pajak yang tidak bersalah atau tidak memahami peraturan perpajakan. Dalam hal demikian, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang telah ditetapkan dapat dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktur Jenderal Pajak;
Selain itu, Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar, misalnya Wajib Pajak yang ditolak pengajuan keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan formal (memasukkan surat keberatan tidak pada waktunya) meskipun persyaratan material terpenuhi;
Demikian juga, atas Surat Tagihan Pajak yang tidak benar dapat dilakukan pengurangan atau pembatalan oleh Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak.
Dalam rangka memberikan keadilan dan melindungi hak Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak atas kewenangannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membatalkan hasil pemeriksaan pajak yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau tanpa dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. Namun, dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, permohonan Wajib Pajak tidak dapat dipertimbangkan;
Ayat (1a)
Cukup jelas;
Ayat (1b)
Cukup jelas;
Ayat (1c)
Cukup jelas;
bahwa dalam penjelasan Pasal 36 ayat (1)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan
Undang undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar, misalnya Wajib Pajak yang ditolak pengajuan keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan formal (memasukkan surat keberatan tidak pada waktunya) meskipun persyaratan material terpenuhi. Hal ini menjelaskan bahwa pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar bagi Wajib Pajak yang ditolak pengajuan keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan formal (memasukkan surat keberatan tidak pada waktunya) merupakan diskresi dari Tergugat;
bahwa dalam faktanya Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak Yang Tidak Benar dari Penggugat telah diproses oleh Tergugat dan telah diterbitkan Keputusan Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak Yang Tidak Benar oleh Tergugat dan penerbitan keputusan tersebut masih dalam kurun waktu 6 bulan sejak tanggal permohonan dari Penggugat sesuai dengan Pasal 36 ayat (1c)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan;
bahwa berdasarkan fakta data serta keterangan yang diperolah dalam persidangan Majelis berpendapat bahwa penerbitan Keputusan Tergugat tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf B Karena Permohonan Wajib Pajak sudah sesuai dengan ketentuan dan oleh karenanya Majelis memutuskan untuk menolak gugatan Penggugat;
bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk menolak gugatan Penggugat;
Menolak Gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00023/NKEB/WPJ.07/2018 tanggal 08 Januari 2018 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf B Karena Permohonan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2011 Nomor 00101/207/11/055/15 tanggal 14 Desember 2015, atas nama: Pemohon Banding.
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Selasa tanggal 3 Juli 2018 oleh Majelis VIA Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:
WST, S.H., M.H., M.Sc., Ak., CA |
sebagai Hakim Ketua, |
JEW, S.E., M.M |
sebagai Hakim Anggota, |
WN, S.P., M.M |
sebagai Hakim Anggota, |
yang dibantu oleh Ir. Hendaryati, M.M |
sebagai Panitera Pengganti, |
dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Selasa tanggal 7 Agustus 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Tergugat dan tidak dihadiri oleh Penggugat.
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.