Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-107900.12
Pokok Sengketa:
bahwa nilai sengketa terbukti dalam banding ini adalah koreksi atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (Fleet Discount) sebesar Rp9.059.241.369,00, yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;

Menurut Terbanding:
bahwa Terbanding melakukan koreksi atas obyek PPh Pasal 23, berupa Fleet Discount yang dibayarkan kepada PT WW dan PT ITN;

bahwa Fleet Discount tersebut tidak tercantum dalam faktur pajak, sehingga Fleet Discount tersebut bukan termasuk potongan harga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 UU PPN;

bahwa pemberian Fleet Discount tersebut terkait dengan suatu pencapaian yang ditentukan oleh Pemohon Banding, berupa keberhasilan dealer mendapatkan konsumen perusahaan yang membeli produk dalam jumlah besar;

bahwa Pemberian Fleet Discount tersebut, merupakan sebuah imbalan yang diberikan sehubungan dengan pencapaian prestasi tersebut oleh PT WW dan PT ITN;

bahwa hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 UU PPh;

bahwa hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 UU PPh, tidak sebatas pada hubungan kerja antara pemberi kerja dengan pekerja atau antara pengguna jasa dengan pemberi jasa;

bahwa hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 UU PPh, hanya terbatas pada hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e;

bahwa Fleet Discount tersebut diperoleh oleh PT WW dan PT ITN terkait dengan prestasinya dalam mendapatkan konsumen perusahaan yang membeli produk dalam jumlah besar dan tidak semua dealer memperolehnya;

bahwa berdasarkan hal tersebut maka pemberian Fleet Discount tersebut tidak termasuk dalam hadiah dan penghargaan yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-395/PJ./2001 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan;

bahwa Terbanding menyampaikan Penjelasan Tertulis Nomor S-4715/PJ.07/2017 tanggal 10 Agustus 2017 dan Penjelasan Tertulis Nomor S-5820/PJ.07/2017 tanggal 18 September 2017 yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

bahwa terkait dengan pemberian Fleet Discount oleh Pemohon Banding kepada PT WW dan PT ITN, Terbanding hanya mempunyai dokumen berupa Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pemohon Banding. Dalam Faktur Pajak, pemberian Fleet Discount tidak tercantum sebagai pengurang nilai penjualan Pemohon Banding;

bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 diatur antara lain bahwa Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak;

bahwa Faktur Pajak selain merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak juga merupakan salah satu dokumen tagihan nilai/harga jual dari Penjual kepada Pembeli. Berdasarkan Faktur Pajak tersebut, diketahui Penjualan Kotor, Potongan Penjualan dan Penjualan Bersih yang seharusnya diakui oleh Penjual;

bahwa pemberian Fleet Discount adalah berdasarkan tagihan dari PT WW dan PT ITN ketika PT WW dan PT ITN ketika memperolah konsumen perusahaan yang membeli dalam jumlah besar, sehingga menurut Terbanding tidak sesuai dengan pengertian potongan penjualan/diskon sebagaimana yang berlaku umumnya pada dunia usaha/perdagangan;

bahwa Terbanding berpendapat bahwa pemberian Fleet Discount yang terkait dengan prestasi yang diraih oleh dealer PT WW dan PT ITN yaitu mendapatkan konsumen perusahaan yang membeli dalam jumlah besar, substansinya merupakan pemberian bonus/insentif/hadiah/penghargaan/ imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh pihak penerima (pelanggan);

bahwa alasan Pemohon Banding yang menyatakan bahwa Fleet Discount ini dicatat sebagai pengurang sales (penjualan) untuk menentukan nilai penjualan bersih dalam Laporan Keuangan tidak menjadikan substansi Fleet Discount sebagai potongan penjualan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan kebiasaan dagang pada umumnya;

bahwa terkait dengan dokumen yang disampaikan oleh Pemohon Banding pada saat persidangan yang terdiri dari skema transaksi fleet discount, permohonan subsidi discount, invoice dari dealer, faktur penjualan kepada PT AP, bukti bank keluar pembayaran fleet discount, Terbanding berpendapat sebagai berikut:
a. bahwa dokumen terkait fleet discount sebagaimana di atas tidak pernah disampaikan oleh Pemohon Banding sampai berakhirnya proses keberatan;
b. bahwa sengketa adalah terkait dengan Masa Pajak Januari 2011 sampai dengan Maret 2011 sedangkan dokumen yang disampaikan oleh Pemohon Banding terkait transaksi untuk bulan Mei – Juni 2010;
c. bahwa namun demikian, dengan menggunakan dokumen yang ada, Terbanding juga tidak dapat menelusuri diskon yang diberikan dealer kepada konsumen (dalam hal ini PT AP) adalah tambahan diskon yang ditagih oleh dealer kepada Pemohon Banding;
d. bahwa berdasarkan skema yang disampaikan oleh Pemohon Banding, dapat dilihat bahwa fleet discount yang diberikan kepada Pemohon Banding sebagaimana diskon (potongan penjualan) pada umumnya dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Potongan penjualan pada umumnya dan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku adalah tercantum dalam faktur penjualan/faktur pajak dan mengurangi secara langsung harga jual penjual kepada pembeli;
e. bahwa dalam hal ini, fleet discount ditagih oleh dealer dengan mengenakan PPN dalam tagihannya sebagaimana dapat dilihat dari contoh invoice yang diterbitkan dealer kepada Pemohon Banding;
f. bahwa dengan demikian, Terbanding berpendapat bahwa pemberian fleet discount bukan diskon (potongan penjualan) tetapi merupakan bonus yang diberikan kepada dealer karena berhasil mendapatkan konsumen perusahaan. Bonus yang diberikan tersebut adalah sesuai dengan pengertian penghargaan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 juncto KEP-395/PJ./2001;

bahwa dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa KEP-01028/KEB/WPJ.07/2016 tanggal 20 Juli 2016 sesuai dengan data dan fakta dan diusulkan untuk menolak permohonan Pemohon Banding.

Menurut Pemohon Banding:
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding atas koreksi atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (Fleet Discount) sebesar Rp9.059.241.369,00;

bahwa Fleet Discount merupakan tambahan diskon yang Pemohon Banding berikan kepada dealer karena menjual produk Pemohon Banding kepada konsumen perusahaan yang membeli dalam kuantitas yang lebih besar daripada konsumen retail, untuk mendapatkan konsumen perusahaan besar yang membeli dalam kuantitas banyak, dibutuhkan usaha yang lebih besar dari dealer misalnya dealer akan memberi harga khusus kepada konsumen seperti ini, atas usaha dealer tersebut, Pemohon Banding selaku distributor memberikan diskon tambahan yang dapat digunakan oleh dealer untuk mendapatkan konsumen perusahaan besar serta meningkatkan penjualan, bahwa cara pemberian fleet discount dilakukan setelah penjualan dilakukan kepada dealer sehingga atas discount tersebut tidak masuk kedalam faktur pajak;

bahwa fleet discount Pemohon Banding berikan kepada PT WW dan PT ITN (Dealer) sebatas hubungan Jual Beli atau Dagang, Pemohon Banding adalah penjual, dan dealer adalah pembeli, yang membeli produk Pemohon Banding untuk dijual kepada customer, transaksi penjualan Pemohon Banding juga bukan merupakan penjualan konsinyasi, tetapi merupakan transaksi jual beli putus, tidak terdapat hubungan pemberi dan penerima jasa atas transaksi ini, tidak terdapat pekerjaan, jasa atau kegiatan lainnya selain adanya transaksi jual beli atau dagang;

bahwa menurut Pemohon Banding, suatu kegiatan dapat dikategorikan sebagai hadiah hanya jika terdapat hubungan pekerjaan, jasa dan adanya suatu kegiatan sedangkan penghargaan diberikan jika ada prestasi dalam kegiatan tertentu;

bahwa hubungan antara Pemohon Banding dan Dealer tidak termasuk sebagai hubungan kerja antara pemberi kerja dengan pekerja atau antara pengguna jasa dengan pemberi jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 UU PPh jo. Pasal 1 huruf c KEP-395/PJ./2001 melainkan hubungan dagang dimana Pemohon Banding menjual barang dan para dealer membeli barang sehingga dalam hubungan demikian pembayaran yang dilakukan Pemohon Banding kepada dealer untuk mendukung penjualan produk Nissan tidak dapat dikategorikan sebagai penghargaan;

bahwa Terbanding menyatakan bahwa tidak semua dealer memperoleh fleet discount tersebut, hal tersebut sesuai dengan KEP-395/PJ./2001 Pasal 3 berbunyi "Tidak termasuk dalam pengertian hadiah dan penghargaan yang dikenakan Pajak Penghasilan adalah hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi dan hadiah tersebut diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa”;

bahwa peraturan diatas sudah sesuai dengan transaksi yang Pemohon Banding lakukan bahwa Pemohon Banding memberikan tambahan potongan harga kepada seluruh dealer jika mendapatkan konsumen perusahaan yang berpotensi membeli dalam jumlah banyak;

bahwa Pemohon Banding menyampaikan Penjelasan Tertulis Nomor L-17/115/Appeal/VIII/2017 tanggal 11 Agustus 2017 dan Penjelasan Tertulis Nomor L-17/118/Appeal/IX/2017 tanggal 26 September 2017 yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

bahwa bentuk dari transaksi tersebut adalah berupa diskon, walaupun tidak dicantumkan dalam faktur pajak karena sifatnya merupakan diskon tambahan yang diberikan setelah penjualan terjadi. Diskon tambahan ini diberikan oleh Pemohon Banding kepada dealer karena mendapat pembeli yang membeli dalam jumlah banyak maupun karena adanya persaingan di pasar. Sehingga tidak dapat disimpulkan sebagai hadiah atau penghargaan;

bahwa fleet discount merupakan tambahan potongan harga yang Pemohon Banding berikan kepada dealer karena persaingan usaha dengan kompetitor atau menjual produk Pemohon Banding kepada konsumen perusahaan yang membeli dalam kuantitas besar. Bahwa biaya fleet discount dicatat oleh Pemohon Banding dalam komponen biaya penjualan bagian dari pos biaya usaha lainnya;

bahwa untuk mendapatkan konsumen perusahaan besar yang membeli dalam kuantitas banyak, dibutuhkan usaha yang lebih besar dari dealer misalnya dealer akan memberi harga khusus kepada konsumen seperti ini. Atas usaha dealer tersebut, Pemohon Banding selaku distributor memberikan potongan harga tambahan yang dapat digunakan oleh dealer untuk mendapatkan konsumen perusahaan besar maupun persaingan harga di pasar untuk meningkatkan penjualan;

bahwa atas transaksi yang Pemohon Banding lakukan dengan PT WW dan PT ITN atau dealer merupakan transaksi jual beli putus karena tanggung jawab menjual produk jatuh kepada dealer karena mereka menjual langsung kepada konsumen akhir dan tidak berkaitan dengan pencapaian prestasi yang dilakukan oleh PT WW dan PT ITN;

bahwa fleet discount tersebut tidak hanya diperoleh oleh PT WW dan PT ITN dalam usaha mendapatkan konsumen perusahan yang membeli produk dalam jumlah besar dan semua dealer memperolehnya. Fleet discount pada dasarnya akan dinikmati oleh konsumen akhir yaitu perusahaan yang membeli dalam jumlah besar kepada dealer yang dalam hal ini ditagihkan kembali oleh dealer kepada Pemohon Banding selaku full fledged distributor. Namun demikian keduanya ditujukan untuk mendapatkan penjualan yang besar. Hubungan Pemohon Banding dengan dealer adalah hubungan dagang, bukan pemberi kerja dan pekerja;

bahwa lebih lanjut bersama ini Pemohon Banding sampaikan juga Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-777/PJ.322/2003 tanggal 4 November 2003 tentang Permohonan Konfirmasi Tertulis mengenai Implikasi Perpajakan atas Membership Reward Program yang pada kesimpulannya menyatakan bahwa atas pemberian reward program tidak terutang PPh Pasal 23 karena hubungan antara penjual dan pembeli adalah hubungan dagang. Bahwa fleet discount tersebut ditagihkan terpisah oleh dealer dan Pemohon Banding bayarkan kepada dealer saat jatuh tempo dan terpisah dari tagihan penjualan dealer. Dalam hal ini jelas pembayaran fleet discount bukan merupakan objek PPh Pasal 23 sebagai hadiah dan penghargaan sesuai dengan penjelasan Pemohon Banding di atas;

bahwa fleet discount merupakan potongan harga tambahan yang Pemohon Banding berikan kepada dealer karena menjual produk kepada konsumen (perusahaan) dalam kuantitas yang besar. Untuk mendapatkan konsumen yang membeli dalam kuantitas yang besar, dibutuhkan usaha ekstra oleh dealer misalnya dealer akan memberi harga khusus kepada konsumen. Atas usaha ekstra dealer tersebut, Pemohon Banding selaku dealer incentive margin kepada dealer tidak dapat dikenakan sebagai objek pemberian hadiah dan penghargaan distributor memberikan potongan harga tambahan yang dapat digunakan oleh dealer untuk mendapatkan konsumen pembeli besar yang pada akhirnya akan dinikmati oleh konsumen akhir (Perusahaan) dengan mekanisme konsumen yang membeli dalam jumlah besar tersebut oleh dealer akan ditagihkan kembali kepada Pemohon Banding;

bahwa Pemohon Banding menjual BKP dan para dealer membeli barang tersebut sehingga dalam hubungan demikian pembayaran tidak dapat dikategorikan sebagai penghargaan dalam PPh Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 Undang-Undang PPh;

bahwa berikut ini Pemohon Banding sampaikan sample pemberian fleet discount yang Pemohon Banding lakukan:

- bahwa dealer mendapatkan potential buyer yang membeli dalam jumlah relatif banyak;
- bahwa biasanya pihak buyer melakukan tender (bidding) untuk memilih penjual dan salah satu faktor dominan yang dipertimbangkan adalah harga, sehingga untuk memenangkan persaingan pasar, maka dealer mengajukan permohonan penambahan diskon ke Pemohon Banding. Dalam contoh terkait pembelian dari PT AP, dealer mengajukan permohonan fleet discount sebesar Rp8.000.000,00 per unit;
- bahwa jika dari analisa masih feasible maka Pemohon Banding memberikan persetujuan;
- bahwa atas pemberian diskon tersebut pihak dealer berhasil menjual 35 unit Nissan X-Trail dan 2 unit Nissan Serena dengan jumlah diskon per unit Rp8.000.000,00 atau jumlah total Rp296.000.000,00 yang kemudian ditagihkan kembali ke Pemohon Banding. Selain itu pihak dealer juga menambahkan diskon sebesar Rp26.434.101,00 yang sebenarnya diambil dari dealer incentive margin;
- bahwa setelah terjadi penjualan maka dealer mengajukan tagihan terkait fleet discount, dalam tagihan tersebut dilampirkan bukti penjualan maupun bukti pemberian diskon (lihat lampiran Pemohon Banding menerima tagihan fleet discount). Melalui invoice nomor VI/00043/10/M, pihak dealer melakukan penagihan ke Pemohon Banding, dengan perhitungan sebagai berikut:
- Fleet discount Rp8.000.000,00 @ 37 unit Rp 296.000.000,00
- PPN Rp 29.600.000,00
- PPh Pasal 23 Rp (5.920.000,00)
- Jumlah Pembayaran Fleet discount Rp 319.680.000,00
- bahwa jika dilihat jumlah yang Pemohon Banding bayarkan tidak sama karena Pemohon Banding memotong PPh Pasal 23 sebesar 2%, sebagai bukti Pemohon Banding pun melampirkan bukti pembayaran serta SPM PPh Pasal 23 dan bukti potong sebagai bukti bahwa Pemohon Banding memotong dan melaporkan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari DPP;

bahwa pembayaran fleet discount sebenarnya merupakan diskon tambahan yang langsung dinikmati konsumen dan seharusnya bukan merupakan objek PPh Pasal 23 akan tetapi secara konservatisme Pemohon Banding melakukan pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif 2% dari DPP. Alasan dan dasar bahwa fleet discount adalah merupakan hadiah dan penghargaan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga atas koreksi yang dilakukan oleh Terbanding seharusnya dibatalkan;

Menurut Majelis:
bahwa yang menjadi sengketa dalam banding ini adalah koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 23 Tahun Pajak 2011 sebesar Rp9.059.241.369,00 yang merupakan pembayaran Fleet Discount yang belum dipotong PPh 23 sebesar Rp9.059.241.369,00 yang tidak disetujui Pemohon Banding;

bahwa Terbanding melakukan koreksi atas objek PPh Pasal 23, berupa Fleet Discount yang dibayarkan kepada PT WW dan PT ITN dikarenakan tidak tercantum dalam faktur pajak, sehingga Fleet Discount tersebut bukan termasuk potongan harga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 UU PPN;

bahwa Terbanding berpendapat bahwa pemberian Fleet Discount yang terkait dengan prestasi yang diraih oleh dealer PT WW dan PT ITN yaitu mendapatkan konsumen perusahaan yang membeli dalam jumlah besar, substansinya merupakan pemberian bonus/insentif/hadiah/penghargaan/imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh pihak penerima (pelanggan) sehingga pemberian Fleet Discount tersebut tidak termasuk dalam hadiah dan penghargaan yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-395/PJ./2001 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan;

bahwa Pemohon Banding tidak setuju terhadap koreksi yang dilakukan oleh Terbanding dengan alasan Fleet Discount merupakan tambahan diskon yang Pemohon Banding berikan kepada dealer yang dapat digunakan oleh dealer untuk mendapatkan konsumen perusahaan besar serta meningkatkan penjualan dan pemberian fleet discount dilakukan setelah penjualan dilakukan kepada dealer sehingga atas discount tersebut tidak masuk kedalam faktur pajak;

bahwa menurut Pemohon Banding pembayaran fleet discount sebenarnya merupakan diskon tambahan yang langsung dinikmati konsumen dan seharusnya bukan merupakan objek PPh Pasal 23;

bahwa Pemohon banding di dalam persidangan menyampaikan skema transaksi fleet discount berserta bukti pendukung berupa surat permohonan subsidi diskon (fleet discount) dari dealer kepada Pemohon Banding; Invoice, Faktur Pajak dan Faktur Penjualan kendaraan dari dealer kepada konsumen akhir; Invoice dari dealer kepada Pemohon Banding terkait fleet discount;

bahwa menurut Pemohon Banding pemberian fleet discount diberikan atas permintaan dealer yang akan menjual kendaraan kepada konsumen akhir dalam jumlah besar dan fleet discount tersebut akan diberikan sebagai diskon tambahan kepada konsumen tersebut;

bahwa menurut Pemohon Banding atas pemberian diskon tambahan tersebut di atas, dealer akan menagih kepada Pemohon Banding sebesar diskon yang diberikan beserta PPN;

bahwa menurut Terbanding, atas fleet discount ditagih oleh dealer dengan mengenakan PPN dalam tagihannya sebagaimana dapat dilihat dari contoh invoice yang diterbitkan dealer kepada Pemohon Banding, bukan diskon (potongan penjualan) tetapi merupakan bonus yang diberikan kepada dealer karena berhasil mendapatkan konsumen perusahaan. Bonus yang diberikan tersebut adalah sesuai dengan pengertian penghargaan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 juncto KEP-395/PJ./2001;


bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 (UU PPh) antara lain mengatur sebagai berikut:

Pasal 4

(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undangundang ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. ... dst.

bahwa berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan terhadap dokumen pendukung dan keterangan para pihak serta peraturan perpajakan yang berlaku Majelis berpendapat sebagai berikut:

bahwa Pemohon Banding melakukan penjualan kendaraan kepada dealer berdasarkan hubungan jual beli antara penjual dan pembeli yang merupakan transaksi jual beli putus dan tanggung jawab menjual produk kepada konsumen akhir merupakan tanggung jawab dealer;

bahwa apabila dealer menjual kepada konsumen akhir dengan jumlah yang banyak, maka agar dealer dapat memberikan diskon lebih kepada konsumen akhir, dealer akan mengajukan permohonan subsidi diskon kepada Pemohon Banding;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas bukti-bukti yang disampaikan Pemohon Banding dalam persidangan, terbukti Fleet Discount diberikan kepada dealer atas permohonan dealer dan sebelum terjadinya transaksi antara dealer dan konsumen akhir;

bahwa berdasarkan dokumen pendukung yang diberikan Pemohon Banding dalam persidangan, atas diskon tambahan yang di minta oleh dealer terbukti menjadi pengurang harga jual dari dealer ke konsumen akhir;

bahwa atas diskon tambahan yang diberikan dealer kepada konsumen akhir, dealer menagih kepada Pemohon Banding sebesar jumlah diskon yang diberikan kepada konsumen dan oleh Pemohon Banding dicatat sebagai biaya fleet discount;

bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas Majelis berpendapat bahwa fleet diskon yang diberikan oleh Pemohon Banding kepada dealer merupakan diskon tambahan yang diberikan kepada konsumen akhir yang akan mengurangi harga jual dari dealer kepada konsumen akhir dan bukan merupakan penghasilan dealer, sehingga bukan merupakan objek pajak penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal 4 UU PPh;

bahwa oleh karenanya Majelis berpendapat koreksi Terbanding Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 23 yang merupakan pembayaran Fleet Discount yang belum dipotong PPh 23 sebesar Rp9.059.241.369,00 tidap dapat dipertahankan dan harus dibatalkan;

Menimbang:
bahwa dalam sengketa banding ini terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak;

bahwa menurut pendapat Majelis, terdapat sengketa objek PPh Pasal 23 (Dealer Incentive) atas Jasa Perantara dan Keagenan yang Pemohon Banding hitung dengan tarif 2%, sedangkan menurut Terbanding merupakan objek Penghargaan dengan tarif sebesar 15%, yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;


Menurut Terbanding:

bahwa Terbanding melakukan koreksi reklas atas obyek PPh Pasal 23, Insentif Pengembangan Dealer yang dibayarkan kepada PT WW dan PT ITN yang besarnya dihitung berdasarkan 1% dari total Net Sales dimana semula Pemohon Banding mengenakan tarif 2% sebagai Jasa Perantara dan Keagenan menjadi obyek Penghargaan dengan tarif 15%;

bahwa berdasarkan Register Faktur Penjualan, Pemohon Banding tidak hanya menjual kepada PT WW dan PT ITN tetapi juga ke perusahaan lainnya;

bahwa pemberian insentif kepada dealer tersebut berdasarkan target yang dicapai oleh dealer berdasarkan bukti berupa actual result dari target yang dicapai setiap semesternya dan penilaian yang dilakukan oleh Pemohon Banding;

bahwa transaksi yang dilakukan oleh Pemohon Banding dengan dealer, termasuk PT WW dan PT ITN, adalah transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan bukan merupakan transaksi penyerahan Jasa Kena Pajak;

bahwa sehingga tidak terdapat adanya Penyerahan Jasa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;

bahwa pemberian insentif tersebut merupakan sebuah imbalan yang diberikan sehubungan dengan pencapaian target tertentu yang ditentukan oleh Pemohon Banding, oleh PT WW dan PT ITN. hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 UU PPh;

bahwa hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 UU PPh, tidak sebatas pada hubungan kerja antara pemberi kerja dengan pekerja atau antara pengguna jasa dengan pemberi jasa

bahwa hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 UU PPh, hanya terbatas pada hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e;

bahwa insetif tersebut diperoleh oleh PT WW dan PT ITN terkait dengan prestasinya dalam pencapain target yang diberikan oleh Pemohon Banding dan tidak semua dealer memperolehnya;

bahwa Terbanding menyampaikan Penjelasan Tertulis Nomor S-4715/PJ.07/2017 tanggal 10 Agustus 2017 dan Penjelasan Tertulis Nomor S-5820/PJ.07/2017 tanggal 18 September 2017 yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

bahwa berdasarkan data yang disampaikan oleh Pemohon Banding berupa Surat Pemohon Banding yang ditujukan kepada PT WW Nomor 024/DD-NMDI/I/11 diketahui hal-hal sebagai berikut:
a. terdapat jenis target yang ditentukan oleh Pemohon Banding yaitu Wholesales Volume, CSI, dan Dealer Development;
b. terdapat KPI atas target tersebut yaitu:
Item KPI
Wholesales Volume Keep the market share
CSI Top 2 box (45%)
Dealer Development Establish new outlet
c. terdapat actual result yang dicapai dan incentive yang diperoleh oleh PT WW;

bahwa berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-29/PJ.43/2003 tanggal 29 Januari 2003 tentang Penegasan Pengenaan PPh atas Potongan Harga dan Insentif Penjual antara lain dinyatakan:
Butir 4.
Sesuai dengan pengertian dan peristilahan perdagangan, incentive adalah penghargaan yang diberikan terhadap suatu subjek karena kinerja yang melampaui suatu standar yang telah ditetapkan;

bahwa berdasarkan dokumen yang menjadi dasar pemberian insentif dari Pemohon Banding kepada dealer dalam hal ini PT WW dapat dilihat bahwa pemberian insentif dilakukan karena terdapat pencapaian target oleh dealer yang sebelum telah ditentukan oleh Pemohon Banding. Dengan demikian, Terbanding berpendapat pemberian insentif tersebut termasuk dalam pengertian penghargaan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-395/PJ./2001 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan;

bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang digunakan oleh Terbanding yaitu Pasal 23 ayat (1) huruf a dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-395/PJ./2001 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan tidak membatasi bahwa pengenaan PPh Pasal 23 atas hadiah dan atau penghargaan hanya atas hubungan kerja antara pemberi kerja dengan pekerja atau antara pengguna jasa dengan pemberi jasa;

bahwa pemberian insentif tidak termasuk hadiah dan penghargaan yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 KEP-395/PJ./2001 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan;

bahwa pemberian insentif dari Pemohon Banding kepada dealer PT WW dan PT ITN terkait dengan transaksi jual beli/penyerahan Barang Kena Pajak dari Pemohon Banding kepada PT WW dan PT ITN bukan penyerahan Jasa Kena Pajak dari dealer kepada Pemohon Banding. Dengan demikian, pemotongan PPh Pasal 23 atas jasa perantara dan keagenan dengan tarif 2% yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah tidak tepat;

bahwa berdasarkan dokumen yang disampaikan oleh Pemohon Banding pada persidangan berupa skema transaksi dealer incentive dan contoh pengumuman dealer incentive dengan Surat Nomor 020/DD-NMDI/VII/10 tanggal 26 Agustus 2010 beserta dokumen lainnya berupa Application dor Approval dan Invoice dari dealer, Terbanding berpendapat bahwa memang terdapat target-target yang diberikan oleh Pemohon Banding kepada dealer. Dan pemberian dealer incentive adalah sesuai dengan pemenuhan target yang telah dicapai oleh dealer tersebut;

bahwa dengan memperhatikan Dasar Hukum, Data dan Fakta terkait sengketa diatas, Terbanding berpendapat bahwa koreksi Terbanding telah didukung dengan bukti kompeten yang cukup dan telah sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku sehingga diusulkan untuk tetap dipertahankan dan menolak permohonan banding Pemohon Banding;

Menurut Pemohon Banding:

bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi tarif PPh Pasal 23 (Dealer Incentive) sebesar 15%;

bahwa hubungan Pemohon Banding dengan PT WW dan PT ITN (Dealer) hanyalah sebatas hubungan Jual Beli, Pemohon Banding adalah penjual, dan dealer adalah pembeli, yang membeli produk Pemohon Banding untuk dijual kepada customer, transaksi penjualan Pemohon Banding juga bukan merupakan penjualan konsinyasi, tetapi merupakan transaksi jual beli putus;

bahwa selaku distributor produk Nissan Pemohon Banding menjual produk Pemohon Banding melalui dealer untuk selanjutnya dijual kepada konsumen akhir, untuk mendukung usaha dealer dalam menjual produk Pemohon Banding, selain dari diskon atas harga jual yang telah Pemohon Banding berikan kepada dealer, Pemohon Banding juga memberikan tambahan diskon dalam bentuk dealer incentive sebagai upaya bagi dealer untuk dapat meningkatkan bisnisnya dan menjual lebih banyak produk Pemohon Banding;

bahwa namun demikian dalam pemberian incentive tersebut selain dikaitkan dengan volume penjualan, juga dikaitkan dengan survey kepuasan pelanggan atas pemakaian produk Pemohon Banding, serta pengembangan dealer dimana pada akhirnya bertujuan unguk menaikan market share dan penjualan produk Pemohon Banding, sehingga pemberian incentive kepada dealer adalah dalam rangka jual beli produk atau dagang, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian incentive tersebut adalah biaya yang timbul dari transaksi jual beli;

bahwa bahkan pada beberapa Putusan Pengadilan yang diterbitkan Pengadilan Pajak telah memutuskan bahwa atas insentif yang diberikan pada transaksi jual beli hubungan dagang bukanlah merupakan obyek pemotongan PPh pasal 23, namun Pemohon Banding lebih konservatif dengan melakukan pemotongan PPh 23 sebesar 2%;

bahwa adapun mekanisme pemberian insentif tersebut diberikan atas tercapainya target dealer setiap semesternya yang dinilai oleh Pemohon Banding dalam rangka jual beli barang/dagang, dealer harus benar-benar memenuhi kriteria demi meningkatkan penjualan dan memperluas pangsa pasar, oleh karena itu pembayaran insentif tersebut dihitung untuk usaha mencapai suatu target tertentu yang perhitungannya berdasarkan jumlah yang dilakukan oleh pihak dealer dalam rangka hubungan dagang, dengan demikian, menurut Pemohon Banding hal itu bukan penerimaan sebagai pemberian hadiah atau penghargaan dengan tarif sebesar 15%;

bahwa berdasarkan Pasal 23 ayat 1(a)(4) UU PPh, PPh 23 dikenakan atas hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 ayat (1) huruf e;

bahwa pengertian Hadiah dan Penghargaan dan Hubungan antara Wajib Pajak dengan Dealer, dalam penjelasan pasal 4 ayat 1 huruf b UU PPh dijelaskan mengenai pengertian hadiah dan penghargaan sebagai berikut:
“Dalam pengertian hadiah termasuk hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan seperti hadiah undian tabungan, hadiah dari pertandingan olahraga dan lain sebagainya;
Yang dimaksud dengan penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan dengan penemuan benda-benda purbakala”;

bahwa dari definisi tersebut nampak bahwa pemberian dalam hubungan perdagangan tidak termasuk dalam pengertian hadiah dan penghargaan, secara umum hadiah dan penghargaan dilakukan tanpa ada kompensasi balik;

bahwa selanjutnya dalam Pasal 1 Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-395/PJ./2001 tentang Hadiah dan Penghargaan, dijelaskan sebagai berikut:
“Pasal 1, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan;
1. Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan melalui undian;
2. Hadiah atau penghargaan perlombaan adalah hadiah atau penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan;
3. Hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh penerima hadiah;
4. Penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan prestasi dalam kegiatan tertentu”;

bahwa karena hubungan antara Pemohon Banding dan dealer adalah hubungan jual beli biasa yang mana transaksi antara Pemohon Banding dan dealer adalah jual beli putus, hubungan antara Pemohon Banding dan Dealer tersebut tidak termasuk dalam pengertian hubungan kerja dengan pekerja atau antara pengguna jasa dengan pemberi jasa sebagaimana dimaksud dalam dalam KEP-395/PJ./2001;

bahwa hubungan antara Pemohon Banding dan Dealer tidak termasuk sebagai hubungan kerja antara pemberi kerja dengan pekerja atau antara pengguna jasa dengan pemberi jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 UU PPh jo. Pasal 1 huruf c KEP-395/PJ./2001 melainkan hubungan dagang dimana Pemohon Banding menjual barang dan para dealer membeli barang sehingga dalam hubungan demikian pembayaran yang dilakukan Pemohon Banding kepada dealer untuk mendukung penjualan produk Nissan tidak dapat dikategorikan sebagai penghargaan, keseluruhan pemberian insentif tersebut semata-mata untuk menaikan transaksi jual-beli dalam hubungan dagang;

bahwa perlakuan Pajak atas Dealer Incentive kepada Dealer, dikarenakan Pemohon Banding menerima Invoice dari dealer dan atas invoice tersebut diterbitkan Faktur Pajak bukan sebagai pengurang Faktur Pajak keluaran Pemohon Banding maka Pemohon Banding telah melakukan pemotongan pajak atas incentive ini dengan menggunakan PPh Pasal 23 atas Jasa sebesar 2% dimana berdasarkan Surat Direktur Jendral Pajak Nomor S-777/PJ.52/2005 dalam hal rebate/volume discount tersebut tidak tercantum dalam Faktur Pajak maka rebate/volume discount tersebut merupakan objek PPN atas jasa yang diberikan oleh pelanggan sehubungan penjualan produk apabila mencapai volume yang ditentukan, sehingga sebagaimana Pemohon Banding uraikan diatas, Pemohon Banding secara konservatif bahkan telah melakukan pemotongan PPh 23 sebesar 2% dan melaporkannya dalam SPT masa PPh pasal 23;

bahwa Pemohon Banding menyampaikan Penjelasan Tertulis Nomor L-17/115/Appeal/VIII/2017 tanggal 11 Agustus 2017 dan Penjelasan Tertulis Nomor L-17/118/Appeal/IX/2017 tanggal 26 September 2017 yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

bahwa dealer insentif margin tersebut adalah merupakan bagian margin dealer/keuntungan dealer dalam menjual produk Pemohon Banding dan sebagai strategi perusahaan dalam menjual produknya lebih banyak baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pemohon Banding memberikan pengumuman kepada dealer tentang dealer incentive sebagai syarat menerima dealer insentif margin secara penuh berupa volume penjualan, survey kepuasan pelanggan, dan pengembangan dealer tertentu. Dealer incentive margin akan diterima oleh dealer sebagaimana hal tersebut juga diakui oleh Terbanding yang telah mengenakan objek tersebut sebesar 1% dari sales;

bahwa yang Pemohon Banding lakukan dengan dealer merupakan transaksi Jual Beli Putus terkait Barang Kena Pajak selanjutnya tanggung jawab menjual produk jatuh kepada dealer karena mereka menjual langsung kepada konsumen akhir;

bahwa lebih lanjut bila melihat definisi penghargaan dalam Undang-Undang PPh yang sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf b dan dijelaskan dengan contoh “...misalnya imbalan yang diterima sehubungan dengan penemuan benda-benda purbakala”. Dalam ketentuan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bila tidak menemukan benda-benda purbakala maka penghargaan tidak akan diberikan. Berbeda dengan transaksi yang Pemohon Banding lakukan, karena selain Jual Beli Putus dan Hubungan Dagang, Dealer Insentif Margin pasti diberikan namun hanya saja ditetapkan syarat agar penggunaan Dealer Insentif Margin dapat membuat dealer menjadi lebih besar lagi;

bahwa tidak terdapat suatu perikatan pekerjaan antara Pemohon Banding dan dealer karena hubungan dealer dan Pemohon Banding melainkan semata-mata hubungan dagang. Walaupun pada dasarnya pembayaran dealer incentive tersebut seharusnya tidak terutang PPh Pasal 23 namun yang Pemohon Banding lakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% hanya karena konservatif. Hal tersebut diperkuat juga karena Pemohon Banding juga menemukan Putusan Pengadilan Pajak atas transaksi yang mirip dengan transaksi Pemohon Banding yang dalam amar putusannya menyatakan bahwa pembayaran tersebut harus dipotong PPh Pasal 23 atas Jasa Perantara;

bahwa bukti potong Pemohon Banding mengklasifikasikan sebagai Jasa Perantara dan/atau keagenan bukan karena menurut Pemohon Banding atas transaksi tersebut memang terkait dengan Jasa Perantara dan/atau Keagenan, namun berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tidak ada jasa yang sesuai dengan klasifikasi transaksi yang Pemohon Banding lakukan. Bahwa dealer insentif margin menurut Pemohon Banding tidak terutang PPh Pasal 23, namun untuk menjaga konservatifnya, maka Pemohon Banding lakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dan dilapor di bukti potong sebagai Jasa Perantara dan/atau Keagenan yang mana menurut Pemohon Banding juga tidak tepat. Bahwa bersama ini Pemohon Banding juga menyampaikan referensi Putusan Pengadilan Pajak atas sengketa yang menurut Pemohon Banding hampir sejenis berupa yang menyatakan bahwa payment incentive, cash discount dan rebate to retailer (dalam hal ini menggunakan syarat seperti insentif pengembangan dealer) bukanlah merupakan objek PPh Pasal 23. Namun perlu Pemohon Banding sampaikan dalam hal ini Pemohon Banding tidak menyengketakan dan meminta pengembalian walaupun seharusnya insentif pengembangan dealer tidak terutang PPh Pasal 23 dan tidak seharusnya dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15%;

bahwa biaya dealer insentif margin dicatat oleh Pemohon Banding dalam komponen biaya penjualan bagian dari pos biaya usaha lainnya. Dasar pencatatan Pemohon Banding sebagai biaya marketing sebagaimana Pemohon Banding sampaikan di atas adalah karena dealer insentif margin diberikan kepada dealer yang akan berdampak terhadap penjualan Pemohon Banding dengan semakin banyaknya penjualan produk, survey dealer, dan pengembangan dealer yang baru didirikan. Bersama ini Pemohon Banding lampirkan juga contoh tagihan dealer insentif margin sebagai referensi bahwa pembagian dealer insentif margin yang maksimal yaitu 1% dari penjualan;

bahwa pemberian dealer incentive margin kepada dua dealer yaitu PT WW dan PT ITN yang merupakan 2 (dua) perusahaan induk yang membawahi dealer-dealer lainnya yang ada dalam register penjualan. Penjualan kepada dealer di masing-masing cabang di seluruh Indonesia berada dalam pengawasan PT WW dan PT ITN. Hubungan Pemohon Banding dengan dealer-dealer adalah merupakan hubungan dagang dengan transaksi jual beli putus yang artinya atas transaksi jual beli unit mobil akan menjadi tanggung jawab penuh dealer jika telah terjadi penjualan. Lebih lanjut, pemberian dealer incentive margin pada dasarnya merupakan margin dealer dalam menjual unit mobil produk Pemohon Banding, sehingga dealer leluasa dan termotivasi untuk menjual ke konsumen akhir dengan harga yang kompetitif. Pada dasarnya semua pembelian yang dilakukan oleh dealer akan diberikan dealer incentive margin sebesar 1%, walaupun hal tersebut diberikan pada akhir periode program atau setelah terjadinya transaksi jual beli. Dealer menjadi leluasa memberikan harga jual yang terjangkau untuk mengejar volume penjualan jangka pendek maupun kriteria yang mempunyai jangka panjang menaikkan penjualan, dari contoh yang Pemohon Banding berikan terkait fleet discount pihak dealer sendiri juga memberikan diskon selain fleet discount, diskon tambahan tersebut diberikan dealer dengan dapat mengambil bagian dari dealer incentive ini sehingga pada dasarnya konsumen akhirlah yang menikmati harga yang kompetitif tersebut sehingga pada dasarnya konsumen akhirlah yang menikmati harga yang kompetitif tersebut. Nilai 1% dari penjualan Pemohon Banding inilah yang kemudian menjadi sengketa pajak, dimana Pemeriksa melakukan koreksi menganggap bahwa pemberian dealer incentive margin merupakan hadiah dan penghargaan;

bahwa Pemohon Banding menyampaikan bagan/skema pemberian dealer incentive margin, dari pengumuman kepada semua dealer yang berisi kriteria pemberian dealer incentive margin, jumlah yang akan diberikan maupun periode program. Termasuk didalamnya sample dokumen persetujuan pemberian dealer incentive margin dari managemen, tagihan dan Faktur Pajak dari dealer, bukti pembayaran serta SPM PPh Pasal 23 dan bukti potong sebagai bukti bahwa Pemohon Banding telah memotong dan melaporkan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari DPP;

bahwa Pemohon Banding memberikan pengumuman kepada kedua dealer tentang kriteria pemberian dealer incentive margin yang berupa volume penjualan, survey kepuasan pelanggan dan pengembangan dealer. Dealer incentive margin pasti akan diterima oleh dealer sebagaimana hal tersebut juga diakui oleh Terbanding yang telah mengenakan objek tersebut sebesar 1% dari sales, walaupun pada dasarnya nilainya tergantung dari jumlah pembelian yang dilakukan dealer;

bahwa hubungan antara Pemohon Banding dengan dealer tidak termasuk sebagai hubungan kerja antara pemberi kerja dengan pekerja sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23 Undang-Undang PPh jo. Pasal 1 huruf c KEP-395/PJ./2001 melainkan hubungan dagang dimana Pemohon Banding menjual BKP dan para dealer membeli barang tersebut sehingga dalam hubungan demikian pembayaran tidak dapat dikategorikan sebagai penghargaan dalam PPh Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 Undang-Undang PPh. Tetapi pada akhirnya berdasarkan asas konservatisme Pemohon Banding melakukan pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif 2% dari DPP;

bahwa Pemohon Banding pun telah melakukan pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif yang berlaku secara konservatif dimana salah satu alasannya adalah Putusan Pengadilan Nomor Put.44245/PP/M.VIII/12/2014 yang memutuskan bahwa transaksi yang berupa “Distributor Performance Margin” terutang PPh Pasal 23 atas jasa perantara dengan kutipan sebagai berikut: “bahwa Majelis berpendapat bahwa jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh Distributor tersebut merupakan Objek PPh Pasal 23 dan bukan penerimaan sebagai pemberian hadiah atau penghargaan dengan tarif sebesar 15% akan tetapi lebih tepat sebagai Jasa Perdagangan yang merupakan obyek PPh Pasal 23 sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-70/PJ./2007 tanggal 9 April 2007 tentang Jenis Jasa Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 (1) huruf c UU PPh dan masuk dalam kelompok Jasa Perantara yang dikenakan Tarif Pajak sebesar 4,5%, sesuai dengan pendapat akhir dari Pemohon Banding yang menyatakan “jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh Distributor tersebut seharusnya termasuk sebagai Jasa Perantara yang merupakan obyek PPh Pasal 23 dengan tarif sebesar …”;

bahwa walaupun putusan tersebut diambil untuk Tahun Pajak 2008 namun definisi hadiah dan penghargaan tidak berubah demikian juga jasa perantara juga tidak berubah. Sifat dan mekanisme pemberian “Distributor Performance Margin” pada putusan diatas pada dasarnya sama dengan dealer incentive margin yang Pemohon Banding lakukan. Dengan demikian sebagai putusan tersebut dapat Pemohon Banding gunakan sebagai yurisprudensi untuk mengklasifikan dealer incentive margin seperti halnya “Distributor Performance Margin” dalam putusan, sebagai jasa perantara yang dikenakan PPh Pasal 23 dimana pada tahun pajak yang menjadi sengketa dikenakan tarif 2%;

bahwa pemberian dealer incentive margin kepada dealer tidak dapat dikenakan sebagai obyek pemberian hadiah dan penghargaan, dalam banyak keputusan di beberapa Majelis Pengadilan Pajak selain putusan di atas, pemberian incentive pada transaksi jual beli dan hubungan dagang yang dikaitkan dengan pencapaian/pembelian/kondisi yang dicapai tertentu juga disimpulkan bukan merupakan hadiah dan penghargaan walaupun dicatat sebagai komponen biaya maupun tidak terdapat dalam Faktur Pajak diantaranya:

- Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.61374/PP/M.XIIIA/12/2015 disebutkan:

“…..Majelis berpendapat pemberian potongan display, potongan pengguna akhir, potongan lainnya, potongan volume discount, serta potongan kompensasi harga oleh Pemohon Banding kepada para pelanggan adalah didasarkan pada hubungan bisnis/dagang biasa, sehingga tidak dapat dimasukkan sebagai hadiah atau penghargaan”;

bahwa dalam putusan ini terdapat sengketa pemberian volume discount yaitu pemberian diskon yang dihubungkan kondisi tertentu yaitu jumlah pembelian pada suatu periode. Contoh putusan serupa cukup banyak yaitu pada transaksi pemberian rabat (pemberian diskon dihubungkan dengan volume penjualan pada periode tertentu) misal Put.49892/PP/M.V/12/2014, walaupun dalam contoh ini metode pembayaran berbeda namun harusnya tidak mengubah substansi dari suatu objek. Secara subtansi diskon pada rabat tersebut tidak berbeda dengan insentif yang mengaitkan dengan kondisi tertentu yang dicapai dealer. Bahwa pada Putusan Mejelis Hakim disimpulkan pemberian rabat bukan merupakan hadiah dan penghargaan. Hal tersebut sebenarnya tidak berbeda banyak dengan pemberian insentif yang Pemohon Banding lakukan yang dihubungkan salah satunya dengan jumlah pembelian pada periode program;
- Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.54135/PP/M.XB/12/2014 disebutkan:

“bahwa insentif yang diberikan oleh Pemohon Banding kepada Petani tersebut terkait dengan mutu/kualitas TBS yang dibeli sehingga merupakan tambahan harga beli TBS, oleh karenanya bukan merupakan bentuk penghargaan yang menjadi obyek Pajak Penghasilan Pasal 23;

bahwa koreksi Terbanding tidak didukung alasan yang kuat dan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan a quo;

bahwa Majelis berkesimpulan, koreksi Terbanding atas dasar Pengenaan Pajak Penghasilan PPh Pasal 23 terkait pemberian insentif kepada petani plasma sebesar Rp679.629.211,00 tidak dapat dipertahankan; bahwa koreksiTerbanding tidak didukung alasan yang kuat dan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan a quo;

bahwa Majelis berkesimpulan, koreksi Terbanding atas dasar Pengenaan Pajak Penghasilan PPh Pasal 23 terkait pemberian insentif kepada petani plasma sebesar Rp679.629.211,00 tidak dapat dipertahankan”;


bahwa dalam putusan ini terdapat sengketa pemberian insentif yang dihubungkan kondisi tertentu yaitu mutu dari TBS yang dijual belikan. Walaupun hal tersebut transaksi pembelian namun haruslah sama jika dilihat dari dua sisi yaitu penjual dan pembeli. Majelis hakim pada putusan ini berkesimpulan bahwa pemberian insentif pada transaksi jual beli dalam hubungan dagang tidak dapat dikategorikan sebagai hadiah atau penghargaan. Hal tersebut sebenarnya tidak berbeda banyak dengan pemberian insentif yang Pemohon Banding lakukan yang dihubungkan salah satunya dengan beberapa kriteria;

bahwa sesuai uraian Pemohon Banding diatas maka koreksi atas maka koreksi dealer incentive margin yang dikenakan sebagai obyek pemberian hadiah dan penghargaan harus dibatalkan, sehingga perhitungan yang seharusnya menurut Pemohon Banding disandingkan menurut Terbanding adalah:

NO URAIAN JUMLAH RUPIAH MENURUT
PERHITUNGAN SEHARUSNYA FISKUS
1 Penghasilan Kena Pajak/Dasar Pengenaan Pajak 130.607.602.868 139.666.844.237
2 PPh Pasal 23 yang terutang 2.614.564.115 12.748.200.862
3 Kredit Pajak:
a. PPh ditanggung pemerintah - -
b. Setoran masa dan tahunan 2.441.270.030 2.441.270.030
c. STP PPh Pasal 21 - -
d. Kompensasi kelebihan dari masa sebelumnya - -
e. Lain-lain - -
f. Kompensasi kelebihan ke masa …….. - -
g. Jumlah pajak yang dapat dikreditkan (a + b + c + d + e- f) 2.441.270.030 2.441.270.030
4 Pajak yang tidak/kurang dibayar (2 - 3.g) 173.294.085 10.306.930.832
5 Sanksi administrasi
a. Bunga Pasal 13 (2) KUP 83.181.161 4.947.326.799
b. Kenaikan Pasal 13 (3) KUP -
c. Bunga Pasal 13 (5) KUP - -
d. Kenaikan Pasal 13A KUP - -
e. Jumlah sanksi administrasi (a + b + c + d) 83.181.161 4.947.326.799
6 Jumlah PPh yang lebih dibayar/seharusnya tidak terutang (19.f-18) 256.475.246 15.254.257.631

Menurut Majelis:

bahwa yang menjadi sengketa adalah tarif PPh Pasal 23 atas Dealer Incentive, yang menurut Terbanding merupakan objek Penghargaan dengan tarif sebesar 15% sedangkan menurut Pemohon Banding merupakan objek Jasa Perantara dan Keagenan dengan tarif 2%;

bahwa menurut Terbanding transaksi yang dilakukan oleh Pemohon Banding dengan dealer, adalah transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan bukan merupakan transaksi penyerahan Jasa Kena Pajak sehingga tidak terdapat adanya Penyerahan Jasa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;

bahwa menurut Terbanding dealer incentive diberikan berdasarkan target yang dicapai oleh dealer berdasarkan bukti berupa actual result dari target yang dicapai setiap semesternya dan penilaian yang dilakukan oleh Pemohon Banding sehingga pemberian insentif tersebut termasuk dalam pengertian penghargaan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a dan dan tidak termasuk hadiah dan penghargaan yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-395/PJ./2001 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan;

bahwa Pemohon Banding tidak menyetujui koreksi yang dilakukan Terbanding dengan alasan Pemohon Banding menjual produk Pemohon Banding melalui dealer untuk selanjutnya dijual kepada konsumen akhir, untuk mendukung usaha dealer dalam menjual produk Pemohon Banding, selain dari diskon atas harga jual yang telah Pemohon Banding berikan kepada dealer, Pemohon Banding juga memberikan tambahan diskon dalam bentuk dealer incentive sebagai upaya bagi dealer untuk dapat meningkatkan bisnisnya dan menjual lebih banyak produk Pemohon Banding, namun dalam pemberian incentive tersebut selain dikaitkan dengan volume penjualan, juga dikaitkan dengan survey kepuasan pelanggan atas pemakaian produk Pemohon Banding, serta pengembangan dealer dimana pada akhirnya bertujuan untuk menaikan market share dan penjualan produk Pemohon Banding, sehingga pemberian incentive kepada dealer adalah dalam rangka jual beli produk atau dagang, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian incentive tersebut adalah biaya yang timbul dari transaksi jual beli;

bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 (UU PPh) antara lain mengatur sebagai berikut:

Pasal 23
(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
  1. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;
  2. bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f;
  3. royalti; dan
  4. hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e;
b. dihapus;
c. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
  1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
  2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;

bahwa Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-395/PJ./2001 tanggal 13 Juni 2001 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Atas Hadiah dan Penghargaan antara lain mengatur sebagai berikut:

Pasal 1
Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan :
a. Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan melalui undian;
b. Hadiah atau penghargaan perlombaan adalah hadiah atau penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan;
c. Hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh penerima hadiah;
d. penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan prestasi dalam kegiatan tertentu;

Pasal 3
Tidak termasuk dalam pengertian hadiah dan penghargaan yang dikenakan Pajak Penghasilan adalah hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi dan hadiah tersebut diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa;

bahwa berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan terhadap dokumen pendukung dan keterangan para pihak serta peraturan perpajakan yang berlaku Majelis berpendapat sebagai berikut:

bahwa atas pembayaran dealer incentive, Pemohon Banding melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas jasa agen penjualan dengan tarif 2 %;

bahwa dealer incentive diberikan oleh Pemohon Banding kepada dua dealer, yaitu PT WW dan PT ITN berdasarkan penilaian performance dealer yang dilakukan Pemohon Banding terhadap pencapaian target tertentu yang ditetapkan Pemohon Banding yang digunakan sebagai Key Performane Indicator (KPI) untuk mendapatkan dealer incentive;

bahwa berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan Pemohon Banding terhadap performance dealer, jika dealer tersebut memenuhi KPI yang telah ditetapkan maka Pemohon Banding memberikan dealer insentive sebesar 1% dari total penjualan yang dilakukan oleh dealer yang bersangkutan;

bahwa transaksi antara Pemohon Banding dengan PT WW dan PT ITN sebagai dealer hanyalah sebatas hubungan Jual Beli, Pemohon Banding adalah penjual, dan dealer adalah pembeli yang membeli produk Pemohon Banding untuk dijual kepada customer, transaksi tersebut juga bukan merupakan penjualan konsinyasi, tetapi merupakan transaksi jual beli putus;

bahwa dalam transaksi antara Pemohon Banding dengan kedua dealer tersebut di atas tidak terdapat penyerahan jasa tetapi hanya penyerahan barang, oleh karenanya tidak terdapat jasa keagenan dalam transaksi yang dilakukan antara Pemohon Banding dengan PT WW dan PT ITN;

bahwa Majelis berpendapat dealer incentive yang diberikan Pemohon Banding kepada PT WW dan PT ITN selaku dealer bukan merupakan pembayaran atas jasa perantara dan keagenan tetapi merupakan penghargaan berupa uang yang diberikan kepada dealer atas prestasi yang dicapai oleh dealer terhadap target tertentu yang telah ditetapkan Pemohon Banding;

bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-395/PJ./2001 tanggal 13 Juni 2001 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Atas Hadiah dan Penghargaan, pembayaran dealer incentive tidak termasuk dalam hadiah dan penghargaan yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan;

bahwa sesuai ketentuan Pasal 23 ayat (1) UU PPh, atas penghasilan yang dibayarkan oleh subyek pajak dalam negeri kepada Wajib Pajak dalam negeri berupa penghargaan dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15 %

bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas Majelis berpendapat atas pembayaran dealer incentive yang dibayarkan Pemohon Banding kepada PT WW dan PT ITN selaku dealer merupakan pembayaran penghargaan berupa uang yang harus dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15%;

bahwa oleh karenanya Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding terhadap tarif PPh Pasal 23 atas pembayaran dealer incentive sebesar 15% yang menghasilkan PPh terutang sebesar Rp10.124.712.163,00 sudah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, oleh karenanya Majelis menolak banding Pemohon Banding dan mempertahankan koreksi Terbanding;

Menimbang:
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kredit Pajak;

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi;

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, rekapitulasi pendapat Majelis atas pokok sengketa adalah sebagai berikut:

1. Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23
Uraian sengketa Nilai Sengketa Dipertahankan Majelis Tidak dapat dipertahankan
Majelis
Objek PPh Pasal 23
- Fleet Discount
Rp9.059.241.369,00 Rp0,00 Rp9.059.241.369,00
2. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 23
Uraian sengketa Menurut Terbanding Menurut Pemohon Banding Menurut Majelis
Tarif PPh Pasal 23
- Dealer Incentive
15% 2% 15%

bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding, sehingga Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2011 dihitung kembali menjadi sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak menurut Terbanding Rp 139.666.844.237,00
Koreksi tidak dapat dipertahankan Rp 9.059.241.369,00
Dasar Pengenaan Pajak menurut Majelis Rp 130.607.602.868,00


bahwa dengan demikian perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2011 dihitung kembali menjadi sebagai berikut:

No Uraian Jumlah (Rp)
1. Penghasilan Kena Pajak/Dasar Pengenaan Pajak 130.607.602.868,00
2. PPh Pasal 23 yang Terutang 11.389.314.657,00
3. Kredit Pajak
a. PPh ditanggung pemerintah 0,00
b. Setoran masa dan tahunan 2.441.270.030,00
c. STP (pokok kurang bayar) 0,00
d. Kompensasi kelebihan dari masa sebelumnya 0,00
e. Lain-lain 0,00
f. Kompensasi kelebihan ke masa ... 0,00
g. Jumlah pajak yang dapat dikreditkan (a+b+c+d+e+f) 2.441.270.030,00
4. Pajak Yang Tidak/Kurang Dibayar (2-3.g) 8.948.044.627,00
5. Sanksi Administrasi:
a. Bunga Pasal 13 (2) KUP 4.295.061.421,00
b. Kenaikan Pasal 13 (3) KUP 0,00
c. Bunga Pasal 13 (5) KUP 0,00
d. Kenaikan Pasal 13A KUP 0,00
e. Jumlah sanksi administrasi (a+b+c+d) 4.295.061.421,00
6. Jumlah Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar (4+5.e) 13.243.106.048,00

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding;

Mengingat:
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan perundangundangan lainnya yang berkaitan dengan sengketa ini;



Memutuskan:
Mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01028/KEB/WPJ.07/2016 tanggal 20 Juli 2016 tentang keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2011 Nomor 00004/203/11/056/15 tanggal 29 April 2015, atas nama Pemohon Banding, sehingga perhitungan menjadi sebagai berikut:

No Uraian Jumlah (Rp)
1. Penghasilan Kena Pajak/Dasar Pengenaan Pajak 130.607.602.868,00
2. PPh Pasal 23 yang Terutang 11.389.314.657,00
3. Kredit Pajak
a. PPh ditanggung pemerintah 0,00
b. Setoran masa dan tahunan 2.441.270.030,00
c. STP (pokok kurang bayar) 0,00
d. Kompensasi kelebihan dari masa sebelumnya 0,00
e. Lain-lain 0,00
f. Kompensasi kelebihan ke masa ... 0,00
g. Jumlah pajak yang dapat dikreditkan (a+b+c+d+e+f) 2.441.270.030,00
4. Pajak Yang Tidak/Kurang Dibayar (2-3.g) 8.948.044.627,00
5. Sanksi Administrasi:
a. Bunga Pasal 13 (2) KUP 4.295.061.421,00
b. Kenaikan Pasal 13 (3) KUP 0,00
c. Bunga Pasal 13 (5) KUP 0,00
d. Kenaikan Pasal 13A KUP 0,00
e. Jumlah sanksi administrasi (a+b+c+d) 4.295.061.421,00
6. Jumlah Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar (4+5.e) 13.243.106.048,00

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Selasa tanggal 26 September 2017 oleh Majelis VIA Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

WST, S.H., M.H., M.Sc., Ak., CA. sebagai Hakim Ketua
JEW, S.E., M.M. sebagai Hakim Anggota,
W, S.P., M.M. sebagai Hakim Anggota,
yang dibantu oleh Ir. H, M.M. sebagai Panitera Pengganti

dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Selasa tanggal 10 Juli 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Terbanding dan tidak dihadiri oleh Pemohon Banding.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA