Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-111170.13
Pokok Sengketa:
bahwa dalam banding ini terdapat sengketa koreksi positif Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Mei 2011 sebesar Rp1.777.942.815, yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
Menurut Terbanding:
bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi objek atau Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 26 yang tidak dilaporkan Pemohon Banding dalam SPT Masa PPh Pasal 26 Masa Pajak Mei 2011 sebesar Rp1.777.942.815,00;
bahwa koreksi tersebut dilakukan karena berdasarkan ekualisasi yang dilakukan Tim Pemeriksa terdapat selisih besarnya objek PPN Jasa Luar Negeri (JLN) dengan jumlah Objek (DPP) PPh Pasal 26 Masa Pajak Mei 2011 yang dilaporkan Pemohon Banding dalam SPT Masa sebagaimana tertuang dalam Kertas Kerja Keberatan, dengan perincian sebagai berikut:
No Penerima Penghasilan PPh Pasal 26 PPN DPP PPh Ps. 26
DPP (Rp) PPh (Rp) DPP (Rp) PPh (Rp) Belum Dilaporkan
1 - - 3,371,834,340 337,183,434 3,371,834,340
2 561,065,930 - 1,862,686,000 186,268,600 1,301,620,070
3 - - 18,002,600 1,800,260 18,002,600
4 19,246,500 75,894,422 - - (19,246,500)
5 19,246,500 - - - (19,246,500)
6 22,622,250 15,768,480 - - (22,622,250)
7 55,255,780 - - - (55,255,780)
8 60,829,645 12,165,929 - - (60,829,645)
9 171,060,000 34,107,376 - - (171,060,000)
10 423,396,020 152,486 - - (423,396,020)
11 2,141,857,500 3,903,122 - - (2,141,857,500)
Total DPP PPh Pasal 26 Belum Dilaporkan
1,777,942,815
bahwa berdasarkan penelitian SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Mei 2011, Pemohon Banding tidak melaporkan pembayaran jasa kepada Visa Worldwide PTE. Limited, Mastercard Asia/Pacific PTE. LTD, Nucleus Software Exports Ltd dan RBS Greenwich Futures tidak melampirkan bukti DGT/SKD dalam SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Mei 2011 sampai dengan batas akhir penyampaian SPT Masa dimaksud;
bahwa dokumen yang disampaikan Pemohon Banding pada saat pemeriksaan adalah sebagai berikut:
a) Surat Senior Tax Officer Corporate Tax Division For Comptroller Of Income Tax-Inland Revenue Authority Of Singapore No. 199306324E tanggal 12 Oktober 2011, hal Certificate Of Domicile Of Non- Resident For Indonesia Tax Withholding (Form-DGT1) yang ditujukan kepada Mastercard Asia/Pacific LTD. 152 Beach Road #35-00, The Gateway East Singapore 189721;
b) Surat Assistant Commisioner Corporate Tax Division For Comptroller Of Income Tax-Inland Revenue Authority Of Singapore No. 200719281K tanggal 18 Februari 2011, hal Certificate Of Residence For The Purpose Of Claming Benefit Under The Singapore/Indonesia DTA For Service. Fees, yang ditujukan kepada Visa Worldwide PTE.Limited 30 Raffles PL #10-00 Singapore 048622;
c) Form-DGT1 dengan informasi Part I Income Recipient Nucleus Software Exports Ltd 33-35, Iyagraj Nagar MKT, New Delhi — 110 003;
d) Dokumen pendukung yang diakui Pemohon Banding sebagai dokumen SKD atas RBS Greenwich Futures tidak disampaikan oleh Pemohon Banding;

bahwa sesuai ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010, P3B diterapkan dan manfaatnya diberikan saat Pemotong/Pemungut Pajak membayarkan penghasilan kepada WPLN (metode Relief-at-source) dengan menggunakan sarana berupa Surat Keterangan Domisili (SKD/DGT) yang telah memenuhi pesyaratan administratif:
- menggunakan formulir yang telah ditetapkan dalam Lampiran II atau Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
- telah diisi oleh WPLN dengan lengkap;
- telah ditandatangani oleh WPLN atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan kelaziman di negara mitra P3B;
- telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, wakilnya yang sah, atau pejabat kantor pajak yang berwenang di negara mitra P3B, yang dapat berupa tanda tangan atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan kelaziman di negara mitra P3B; dan
- disampaikan sebelum berakhirnya batas waktu dengan penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak;

bahwa dalam hal persyaratan administratif tidak dapat dipenuhi oleh WPLN, Pemotong/Pemungut Pajak tidak diperkenankan menerapkan ketentuan yang diatur dalam P3B dan wajib memotong atau memungut pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU PPh;
bahwa atas tanggapan Pemohon Banding tersebut Tim Pemeriksa dalam pembahasan akhir menyampaikan bahwa sesuai PER-61/PJ/2009 jo. PER-24/PJ/2010 jo SE-114/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan P3B, Pemeriksa tetap mempertahankan koreksi objek (DPP) PPh Pasal 26, karena sekalipun tidak terdapat pajak yang dipotong atau dipungut, Pemotong/Pemungut Pajak tetap wajib membuat bukti pemotongan/pemungutan pajak dengan mencantumkan besarnya penghasilan bruto, dan mencantumkan "NIHIL" pada kolom jumlah PPh yang dipotong/dipungut. Pemotong/Pemungut Pajak wajib menyampaikan fotokopi SKD yang diterima dari WPLN sebagai lampiran SPT Masa;
bahwa pernyataan Pemohon Banding dalam surat keberatannya, bahwa secara substansi, transaksi pembayaran yang dilakukan Pemohon Banding pada Visa Worldwide PTE. Limited, Mastercard Asia/Pacific PTE. LTD, Nucleus Software Exports Ltd dan RBS Greenwich Futures sesuai P3B hak pemajakannya tidak berada di Indonesia belum dapat dibuktikan kebenarannya mengingat selain Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 sehingga tidak diperkenankan menerapkan ketentuan dalam P3B saat dilakukan pembayaran ke WPLN (metode Relief-at-source). Terlebih lagi dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh pejabat otoritas IRAS Singapura atas Visa Worldwide PTE. Limited dan Mastercard Asia/Pacific PTE. LTD belum didukung bukti-bukti pembayarannya. Selain itu belum terdapat dokumen pendukung dari otoritas pajak tempat Nucleus Software Exports Ltd dan RBS Greenwich Futures terdaftar sebagai income tax resident;
Menimbang, bahwa Majelis dalam persidangan telah memerintahkan kepada Terbanding dan Pemohon Banding untuk melakukan Uji Kebenaran Materiil atas data yang disampaikan Pemohon Banding;
Menimbang, bahwa Terbanding dalam Berita Acara Uji Kebenaran Materiil Data pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
Bukti yang disampaikan Pemohon Banding
  1. Surat Keterangan Domisili/ Form DGT-1 untuk WPLN atas nama:
    - MI;
    - VISA;
  2. Invoice (tagihan) dari VISA:
  3. Agreement (Perjanjian) antara Mastercard dengan PT LB(yang sekarang bernama PT BCN Tbk);
  4. Agreement (Perjanjian) antara VISA dengan PT LB(yang sekarang bernama PT BCN Tbk);
  5. SPT PPN Masa Pajak Mei 2011;
  6. SPT PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Mei 2011;
Pendapat Terbanding
bahwa berdasarkan LHP, KKP, LPK dan bukti bukti yang disampaikan Pemohon Banding, Terbanding menanggapi sebagai berikut:
  1. Koreksi berasal dari equalisasi Objek PPN JLN dengan Objek PPh Pasal 26 berupa jasa dan royalty yang sudah dilaporkan oleh Pemohon Banding;
  2. Rincian Objek Pajak berdasarkan SPM PPN JLN dan PPh Pasal 26 serta data-data yang disampaikan pada saat pemeriksaan oleh Pemohon Banding;
  3. Sesuai pembuktian yang telah dilakukan Pemohon Banding diperoleh hasil sebagai berikut:
    1. SKD tidak disampaikan pada saat penyampaian pelaporan SPM PPh Pasal 26 sebesar 250.058.390
    2. Pemohon Banding memotong PPh Pasal 23 karena jasa/pekerjaan melebihi timetest namun tidak ada BUT di Indonesia sebesar Rp0;
    3. Tidak ada bukti yang disampaikan sebesar 002.600
  4. Penjelasan atas point nomor 3 sebagai berikut:
    a. Point 3.a : SKD tidak disampaikan pada saat penyampaian pelaporan SPM PPh Pasal 26
    bahwa atas penghasilan jasa yang dibayarkan kepada Subjek Pajak Luar Negeri pada dasarnya terutang PPh sesuai ketentuan dalam Pasal 26 UU PPh, namun dalam rangka peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan, diperlukan suatu perangkat hukum yang berlaku khusus (lex spesialis) untuk mengatur hak pemajakan dari masing-masing negara untuk memberikan kepastian hukum dan menghindari pengenaan pajak berganda serta untuk mencegah penggelapan pajak, maka, pemerintah melakukan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan negara lain;
    bahwa untuk memberi kepastian hukum dalam penerapan P3B, diterbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
    bahwa sesuai ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010, P3B diterapkan dan manfaatnya diberikan saat Pemotong/Pemungut Pajak membayarkan penghasilan kepada WPLN (metode Relief-at-source) dengan menggunakan sarana berupa Surat Keterangan Domisili (SKD/DGT) yang telah memenuhi persyaratan administratif:
    • menggunakan formulir yang telah ditetapkan dalam Lampiran II atau lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
    • telah diisi oleh WPLN dengan lengkap;
    • telah ditandatangani oleh WPLN atau diberi tanda yang setara dengan tandatangan sesuai dengan kelaziman di negara mitra P3B;
    • telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, wakilnya yang sah, atau pejabat kantor pajak yang berwenang di negara mitra P3B, yang dapat berupa tanda tangan atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan kelaziman di negara mitra P3B; dan
    • disampaikan sebelum berakhirnya batas waktu dengan penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya
    bahwa dalam hal persyaratan administratif tidak dapat dipenuhi oleh WPLN, Pemotong/Pemungut Pajak tidak diperkenankan menerapkan ketentuan yang diatur dalam P3B dan wajib memotong atau memungut pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU PPh;
    bahwa Pemotong/Pemungut Pajak wajib membuat bukti pemotongan/pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bukti pemotongan/pemungutan pajak wajib disampaikan kepada WPLN, dan dalam hal terdapat penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN tetapi tidak terdapat pajak yang dipotong atau dipungut di Indonesia berdasarkan ketentuan yang diatur dalam P3B, Pemotong/Pemungut Pajak tetap diwajibkan untuk membuat bukti pemotongan/pemungutan pajak;
    bahwa Pemotong/Pemungut Pajak wajib menyampaikan SPT Masa dengan dilampiri fotokopi SKD dan bukti pemotongan/pemungutan pajak ke Kantor Pelayanan Pajak;
    bahwa WPLN dapat menyampaikan permohonan pengembalian kelebihan pajak yang tidak seharusnya terutang (refund method) sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam hal manfaat P3B tidak diberikan akibat persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b PER-61/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 tidak terpenuhi tetapi WPLN menganggap pemotongan atau pemungutan pajak tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B

bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, koreksi Terbanding sudah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku sehingga meminta Majelis Hakim XVIA yang mulia untuk mempertahankan koreksi a quo;
Menurut Pemohon Banding:
bahwa Pemohon Banding tidak setuju terhadap koreksi positif Objek PPh Pasal 26 karena penetapan oleh Terbanding tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dengan penjelasan sebagai berikut:
  1. bahwa secara umum penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) merupakan Objek PPh Pasal 26 dengan tarif sebesar 20% sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Namun demikian terhadap WPLN yang berdomisili di Negara yang memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (“P3B”) dengan Pemerintah Indonesia, hak pemajakkan dan tarif pajak yang berlaku sepenuhnya berlaku ketentuan P3B;
  2. bahwa Pemohon Banding meyakini bahwa selisih ekualisasi DPP PPN JLN atas DPP PPh Pasal 26 sebesar Rp7.211.573.400 bukan merupakan Objek PPh Pasal 26 karena penghasilan yang diterima oleh WPLN hak pemajakannya berada di Negara domisili WPLN sesuai dengan ketentuan P3B dari masing-masing Negara;
  3. bahwa atas selisih DPP PPN JLN tersebut tidak seharusnya terutang PPh Pasal 26 dengan tarif 20% karena hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan P3B;
  4. bahwa prinsip dasar pemajakan atas penghasilan yang diterima WPLN sebagaimana Pemohon Banding sampaikan di atas juga telah sesuai dengan penjelasan Pasal 32A UU PPh, yang menyatakan:
    “Dalam rangka peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara lain diperlukan suatu perangkat hukum yang berlaku khusus (lex-spesialis) yang mengatur hak-hak pemajakan dari masing-masing negara guna memberikan kepastian hukum dan menghindarkan pengenaan pajak berganda serta mencegah pengelakan pajak. Adapun bentuk dan materinya mengacu pada konvensi internasional dan ketentuan lainnya serta ketentuan perpajakan nasional masing-masing negara.”
  5. bahwa Pemohon Banding telah menyerahkan copy SKD dari WPLN seperti Visa Worldwide PTE Limited, Mastercard Asia/ Pacific LTD, dan RBS Greenwich Futures, yang membuktikan bahwa WPLN tersebut berkedudukan di Negara yang memiliki P3B dengan Indonesia;
Menimbang, bahwa Majelis dalam persidangan telah memerintahkan kepada Terbanding dan Pemohon Banding untuk melakukan Uji Kebenaran Materiil atas data yang disampaikan Pemohon Banding;
Menimbang, bahwa Pemohon Banding dalam Berita Acara Uji Kebenaran Materiil Data pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
Bukti yang disampaikan Pemohon Banding
  1. Surat Keterangan Domisili/ Form DGT-1 untuk WPLN atas nama:
    - MI;
    - VISA;
  2. Invoice (tagihan) dari VISA:
  3. Agreement (Perjanjian) antara Mastercard dengan PT LB(yang sekarang bernama PT BCN Tbk);
  4. Agreement (Perjanjian) antara VISA dengan PT LB(yang sekarang bernama PT BCN Tbk);
  5. SPT PPN Masa Pajak Mei 2011;
  6. SPT PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Mei 2011;
Pendapat Pemohon Banding
bahwa sengketa DPP Pasal 26 Masa Pajak Mei 2011 sebesar Rp1.777.942.815 (jumah net off atas koreksi positif dan negative) berasal dari hasil ekualisasi yang dilakukan Terbanding semata-mata didasarkan pada ekualisasi antara DPP PPN JLN dan DPP PPh Pasal 26 yang telah dilaporkan pada masing-masing SPT Masa Mei 2011.

No Penerima Penghasilan DPP PPh Ps. 26 (Rp) DPP PPN JLN (Rp) Selisih DPP
1.
- 3.371.834.340 3.371.834.340
2.
561.065.930 1.862.686.000 1.301.620.070
3.
- 18.002.600 18.002.600
4.
19.246.500 - (19.246.500)
5.
19.246.500 - (19.246.500)
6.
22.622.250 - (22.622.250)
7.
55.255.780 - (55.255.780)
8.
60.829.645 - (60.829.645)
9.
171.060.000 - (171.060.000)
10.
423.396.020 - (423.396.020)
11.
2.141.857.500 - (2.141.857.500)
Total Mei 2011
3.474.580.125 5.252.522.940 1.777.942.815

bahwa berikut rincian koreksi DPP PPh Pasal 26 atas pembayaran Jasa kepada WPLN yang tercantum pada SUB-halaman 6 adalah sebagai berikut:
bahwa berkenaan dengan Uji Bukti, Pemohon Banding dan Terbanding telah melakukan Uji Bukti sebanyak 5 (lima) kali, yaitu pada tanggal 20 November 2017, 4 & 20 Desember 2017, 31 Januari 2018 dan 5 Maret 2018;
bahwa berkenaan dengan dokumen/bukti pendukung yang telah Pemohon Banding serahkan diatas, pihak Terbanding tidak pernah memberikan tanggapan apapun baik secara lisan maupun tertulis, sehingga Pemohon Banding berpendapat sebagai berikut:
  1. Terbanding tidak mempunyai bukti yang kuat untuk melakukan koreksi atas DPP PPh Pasal 26 tersebut.
  2. Terbanding menyetujui argumen Pemohon Banding dan bukti-bukti dokumen yang disampaiakan selama Uji Bukti.
bahwa berikut keterangan/ penjelasan atas dokumen pendukung yang telah diserahkan:
1. Surat Keterangan Domisili/ Form DGT-1 dari WPLN
Untuk membuktikan bahwa WPLN tersebut berkedudukan di Negara yang memiliki P3B dengan Indonesia;
2. Invoice
Untuk membuktikan bahwa tagihan tersebut riil dan jasa yang diberikan oleh WPLN tersebut juga dimanfaatkan oleh Pemohon Banding. Invoice juga dipakai sebagai dasar untuk melakukan pembayaran kepada WPLN tersebut.
2a. Transaksi dengan Mastercard Internasional
Tagihan dari Mastercard Internasional untuk menagih Operational Fee (Jasa) dan Lisence Fee (royalti).
- untuk pembayaran Royalti telah dipotong PPh Pasal 26 dan telah dilaporkan pada SPT Masa PPh Pasal 23/26.
- untuk Operation Fee (jasa), pemberian Jasa oleh Mastercard dilakukan di Luar Negeri, yang meliputi jasa untuk memanage dan mengontrol semua aktvitas yang berhubungan dengan penggunaan Kartu Kredit yang berlogo Mastercard di seluruh dunia. Tanpa adanya jasa ini maka Kartu Kredit tersebut tidak dapat dipergunakan oleh nasabah di seluruh dunia;
2b. Transaksi dengan VISA
Tagihan dari VISA untuk menagih Transactional Fee (Jasa) dan Membership Fee (royalti).
- untuk pembayaran Membership fee (royalti) telah dipotong PPh Pasal 26 dan telah dilaporkan pada SPT Masa PPh Pasal 23/26.
- untuk Transaction Fee (Jasa), pemberian Jasa oleh VISA dilakukan di Luar Negeri, yang meliputi jasa untuk memanage dan mengontrol semua aktvitas yang berhubungan dengan penggunaan Kartu Kredit yang berlogo VISA di seluruh dunia. Tanpa adanya jasa ini maka Kartu Kredit tersebut tidak dapat dipergunakan oleh nasabah di seluruh dunia;
3. Perjanjian (Agreement) dengan MI
Untuk membuktikan terdapat perikatan hukum antara pihak-pihak yang menandatanganinya, yaitu Pemohon Banding dengan MI termasuk ruang lingkup pemberian jasa serta royalti sebagai dasar penagihan/ pembayaran oleh pihak Mastercard dan Pemohon Banding;
4. Perjanjian (Agreement) dengan VISA
Untuk membuktikan terdapat perikatan hukum antara pihak-pihak yang menandatanganinya, yaitu Pemohon Banding dengan VISA termasuk ruang lingkup pemberian jasa serta royalti sebagai dasar penagihan/ pembayaran oleh pihak Mastercard dan Pemohon Banding;
5. SPT PPN Masa Pajak Mei 2011
Untuk membuktikan bahwa atas objek pembayaran PPN JLN kepada WPLN, Pemohon Banding telah memungut dan melaporkan objek PPN JLN sebesar Rp7.057.386.700;
6. SPT PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Mei 2011
Untuk membuktikan bahwa Pemohon Banding telah memotong, menyetor dan melaporkan objek PPh Pasal 26 atas pembayaran Royalti, Jasa dan Bunga kepada WPLN sebesar Rp 44.337.310.765 dengan rekap sebagai berikut:
- Objek atas Jasa dan Royalti Rp 5,279,443,885
- Objek atas Bunga (bukan sengketa) Rp 39,057,866,880
Jumlah Objek PPh Psl 26 Rp 44,337,310,765
bahwa perlu Pemohon Banding sampaiakan bahwa selama Uji Bukti Pemohon Banding tidak pernah menyampaikan dokumen dibawah ini kepada Terbanding sebagaimana yang disebutkan Terbanding pada Berita Acara ini, yaitu:
  • Pada Masa Pajak Mei 2011, tidak terdapat pemotongan PPh Pasal 23 atas pembayaran Jasa kepada WPLN, sehingga tidak ada Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 yang diserahkan kepada Terbanding selama Uji Bukti, sebagaimana yang diuraikan oleh Terbanding pada nomor 3b.
KESIMPULAN:
bahwa Pemohon Banding tetap tidak setuju dengan koreksi Terbanding sebesar Rp1.777.942.815 dengan penjelasan sebagai berikut:
  1. bahwa koreksi Terbanding tidak mempunyai dasar hukum dan bukti yang kuat karena hanya didasarkan pada ekualisasi antara DPP PPN JLN dan DPP PPh Pasal 26 yang telah dilaporkan pada masing-masing SPT Masa Mei 2011;
  2. bahwa koreksi Terbanding telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 29 ayat (2) UU KUP, yang Penjelasannya berbunyi:
    pendapat dan simpulan petugas Pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
  3. bahwa Terbanding hanya mengakui dokumen yang diserahkan oleh Pemohon Banding yang berupa SPT PPN tahun 2011 saja dan tidak mempertimbangkan dokumen pendukung lainnya yang telah Pemohon Banding serahkan tersebut Oleh karena itu pada dasarnya pihak Terbanding telah meyetujui bukti pendukung yang telah Pemohon Banding sampaikan;
  4. bahwa Koreksi Terbanding (nilai sengketa) sebesar Rp 777.942.815 tersebut merupakan pembayaran Jasa kepada WPLN yaitu Mastercard dan VISA yang secara yuridis fiscal tidak terutang PPh Pasal 26 karena sesuai dengan ketentuan P3B yang berlaku, hak pemajakannya berada di Negara domisili WPLN tersebut, atau dengan kata lain Indonesia tidak berhak memajaki atas penghasilan yang diterima oleh WPLN tersebut.;
  5. bahwa secara ketentuan perpajakan (P3B), pemberian Jasa kepada Subjek Pajak Dalam Negeri oleh Wajib Pajak Luar Negeri (“WPLN”) dapat dikenakan pajak di Indonesia apabila WPLN tersebut mempunyai Bentuk Usaha Tetap (“BUT”) di Indonesia;
bahwa berdasarkan uraian diatas, Pemohon Banding memohon kepada Majelis atas koreksi Terbanding atas DPP PPh Pasal 26 Masa Mei 2011 sebesar Rp1.777.942.815 seharusnya dibatalkan;
Menimbang, Pemohon Banding dalam persidangan tanggal 5 Juni 2018 menyampaikan closing statement nomor S-097/SDA/VI/2018 tanggal 4 Juni 2018, yang pada pokoknya sebagai berikut:
bahwa Pemohon Banding tidak dapat menyetujui/menerima koreksi yang dilakukan Terbanding karena:
  1. Berkenaan dengan Materi sengketa:
    • bahwa tidak semua pembayaran jasa ke Luar Negeri secara yuridis fiscal terutang PPh Pasal 26, karena adanya ketentuan mengenai hal itu dalam P3B yang berlaku;
    • bahwa ekualisasi yang dilakukan Terbanding tidak bersumber dari unsur-unsur biaya sebagaimana dikemukakan oleh Terbanding, tetapi semata-mata didasarkan pada DPP PPN JLN;
    • Dalam ekualisasi yang dilakukan oleh Terbanding juga terdapat hasil ekualisasi negative yang bagi Pemohon Banding amat sulit untuk bisa memahaminya;
    • bahwa uji bukti sebagaimana diperintahkan Majelis yang terhormat telah dilakukan beberapa kali, Pemohon Banding telah menjelaskan beserta bukti-buktinya (a.l. Surat Keterangan Domisili/ Form DGT-1, invoice dan agreement) berkenaan dengan ketidaksetujuan Pemohon Banding terhadap koreksi Terbanding. Namun, berkenaan dengan hal itu, Pemohon Banding tidak memperoleh tanggapan apapun dari Terbanding;
    • bahwa sebagai kesimpulannya, koreksi yang dilakukan Terbanding tidak didasarkan pada bukti yang kuat dan tidak berlandaskan ketentuan perundang- undangan perpajakan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata cara Perpajakan (“UU KUP) yang berbunyi:
      pendapat dan simpulan petugas Pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan”;
  2. Berkenaan dengan ketentuan yuridis
    • bahwa atas jumlah-jumlah yang bukan objek PPh Pasal 26 berdasarkan P3B yang berlaku, Pemohon Banding telah menyerahkan Surat Keterangan Domisili kepada Terbanding selama proses Pemeriksaan, Keberatan dan pada saat Uji Bukti selama proses Surat Keterangan Domisili yang diterbitkan oleh Competent Authority di Negara Treaty Partner, menjadi dasar bagi Pemohon Banding, selaku pihak yang membayar penghasilan, untuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai P3B yang berlaku antara Indonesia dengan Negara tempat kedudukan dari Wajib Pajak Luar Negeri tersebut;
    • bahwa Kekhilafan Pemohon Banding tidak membuat Bukti Potong PPh Pasal 26 0% sebagaimana diatur dalam PER-61/PJ/2009 jo PER-24/PJ/2010 tentang Tata Cara Penerapan P3B, secara yuridis sama sekali tidak dapat merubah fakta yang semula bukan objek menjadi objek pemungutan PPh Pasal 26. Jika terdapat sanksi yang harus dikenakan, tentunya berupa sanksi administratif, bukan serta merta merubah yang semula bukan objek menjadi objek pemungutan;
Permohonan
bahwa berdasarkan penjelasan Pemohon Banding di atas sebagai Pernyataan Akhir (Closing Statement), Pemohon Banding dengan ini mohon kepada Majelis Hakim yang terhormat untuk memeriksa perkara ini dan memutuskan sebagai berikut:
  1. Menerima seluruh permohonan Banding Pemohon Banding;
  2. Membatalkan koreksi DPP PPh Pasal 26 yang tercantum pada Keputusan Terbanding Nomor KEP-00812/KEB/WPJ.19/2016 tanggal 07 Desember 2016 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (“SKPKB”) Pajak Penghasilan (“PPh”) Pasal 26 No. 00018/204/11/091/15 tanggal 30 November 2015 Masa Pajak Mei 2011;
bahwa Pemohon Banding berharap bahwa penjelasan dan uraian Pemohon Banding diatas menjadi bahan pertimbangan yang berharga untuk memberikan persetujuan atas permohonan Banding Pemohon Banding. Pemohon Banding sangat menghargai perhatian yang tulus dari Majelis Hakim yang terhormat;
Menurut Majelis:
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding dan penjelasan para pihak di dalam persidangan, diketahui bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam perkara banding ini adalah koreksi positif Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26) Masa Pajak Mei 2011 sebesar Rp1.777.942.815,00, yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
bahwa menurut Terbanding, koreksi positif atas objek PPh Pasal 26 (Masa Pajak Januari - Desember 2011) merupakan hasil equalisasi SPT PPh Pasal 26 dengan unsur-unsur biaya Jasa Luar Negeri yang merupakan objek PPh Pasal 26, sebagai berikut:
Tabel-1
No. Masa Pajak DPP JLN Hasil Pemeriksaan Objek PPh Pasal 26 (SPT Masa) Selisih
Royalti Jasa Jumlah
1. Januari 4.616.438.450 385.952.547 1.054.175.930 1.440.128.477 3.176.309.973
2. Februari 5.637.732.090 1.332.263.450 371.941.850 1.704.205.300 3.933.526.790
3. Maret 27.531.560.270 797.706.919 19.823.832.665 20.621.539.584 6.910.020.686
4. April 10.959.521.710 1.052.178.600 2.695.769.710 3.747.948.310 7.211.573.400
5. Mei 7.057.386.700 3.148.941.700 2.130.502.185 5.279.443.885 1.777.942.815
6. Juni 9.569.256.690 2.052.214.255 2.792.235.147 4.844.449.402 4.724.807.288
7. Juli 11.301.783.230 7.373.164.295 1.998.808.975 9.371.973.270 1.929.809.960
8. Agustus 11.058.531.530 2.963.319.750 1.916.146.860 4.879.466.610 6.179.064.920
9. September 8.232.120.380 1.290.741.490 987.471.955 2.278.213.445 5.953.906.935
10. Oktober 7.016.340.320 2.192.647.450 121.489.105 2.314.136.555 4.702.203.765
11. November 18.724.205.890 9.613.794.696 1.089.192.375 10.702.987.071 8.021.218.819
12. Desember 21.405.470.990 11.984.828.310 640.100.005 12.624.928.315 8.780.542.675
Jumlah 143.110.348.250 44.187.753.462 35.621.666.762 79.809.420.224 63.300.928.026
bahwa untuk Masa Pajak Mei 2011, selisih hasil ekualisasi yang dilakukan oleh Terbanding dengan jumlah DPP PPh Pasal 26 yang dilaporkan Pemohon Banding dalam SPT masanya, rinciannya sebagai berikut:
Tabel-2
No Penerima Penghasilan DPP PPh Ps. 26 (Rp) DPP PPN JLN (Rp) Selisih DPP
1.
- 3.371.834.340 3.371.834.340
2.
561.065.930 1.862.686.000 1.301.620.070
3.
- 18.002.600 18.002.600
4.
19.246.500 - (19.246.500)
5.
19.246.500 - (19.246.500)
6.
22.622.250 - (22.622.250)
7.
55.255.780 - (55.255.780)
8.
60.829.645 - (60.829.645)
9.
171.060.000 - (171.060.000)
10.
423.396.020 - (423.396.020)
11.
2.141.857.500 - (2.141.857.500)
Total Mei 2011
3.474.580.125 5.252.522.940 1.777.942.815
bahwa penjelasan Pasal 2 UU PPh menyebutkan, bahwa dalam hal penghasilan tersebut diterima atau diperoleh tanpa melalui Bentuk Usaha Tetap, maka pengenaan pajaknya dilakukan langsung kepada subjek pajak luar negeri tersebut;
bahwa menurut Terbanding, sesuai PER-61/PJ/2009 jo. PER-24/PJ/2010 jo. SE-114/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), sekalipun tidak terdapat objek pajak yang dipotong atau dipungut, Pemohon Banding tetap wajib membuat bukti pemotongan/pemungutan pajak dengan mencantumkan besarnya penghasilan yang dibayarkan, dan mencantumkan "NIHIL" pada kolom jumlah PPh yang dipotong/dipungut, dan Pemohon Banding wajib menyampaikan fotokopi SKD yang diterima dari Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) sebagai lampiran SPT Masa;
bahwa oleh karena pada saat pelaporan SPT Masa Pemohon Banding tidak mencantumkan besarnya penghasilan bruto yang menjadi koreksi tersebut, dan Pemohon Banding tidak menyampaikan fotokopi SKD (Form DGT-1) sebagai lampiran SPT Masa, maka Terbanding tetap mempertahankan koreksi tersebut karena Pemohon Banding tidak memenuhi persyaratan formal;
bahwa menurut Pemohon Banding, secara umum penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) merupakan Objek PPh Pasal 26 dengan tarif sebesar 20% sebagaimana diatur dalam UU PPh, namun demikian terhadap WPLN yang berdomisili di Negara yang memiliki P3B dengan Pemerintah Indonesia, hak pemajakkan untuk PPh Pasal 26 dan tarif pajak yang berlaku sepenuhnya berlaku ketentuan P3B;
bahwa Pemohon Banding meyakini bahwa selisih ekualisasi DPP PPN JLN atas DPP PPh Pasal 26 sebesar Rp1.777.942.815,00 bukan merupakan Objek PPh Pasal 26 karena penghasilan yang diterima oleh WPLN hak pemajakannya berada di Negara domisili WPLN sesuai dengan ketentuan P3B dari masing-masing Negara;
bahwa menurut Pemohon Banding, atas selisih DPP PPN JLN tersebut tidak seharusnya terutang PPh Pasal 26 dengan tarif 20%, karena hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan P3B, sebagaimana memori penjelasan Pasal 32A UU PPh;
bahwa Pemohon Banding telah menyerahkan fotokopi SKD dari WPLN, seperti Visa Worldwide Pte. Ltd., TF, dan MI, yang membuktikan bahwa WPLN tersebut berkedudukan di Negara yang memiliki P3B dengan Indonesia;
bahwa menurut Majelis, sengketa a quo terkait dengan sengketa yuridis dan pembuktian atas koreksi a quo, maka pada persidangan tanggal 14 November 2018 Majelis memerintahkan Terbanding dan Pemohon Banding untuk melakukan Uji Bukti Kebenaran Materi;
bahwa berdasarkan data/bukti-bukti pada saat dilakukan Uji Bukti Kebenaran Materi, dan penjelasan para pihak dalam persidangan sebagaimana tersebut diatas, Majelis berpendapat sebagai berikut:
bahwa Pasal 26 ayat (1) dan ayat (1a) UU PPh serta penjelasannya mengatur sebagai berikut:

Pasal 26 ayat (1)
“Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:
  1. dividen;
  2. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
  3. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
  4. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
  5. hadiah dan penghargaan;
  6. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
  7. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau;
  8. keuntungan karena pembebasan utang;

Penjelasannya:
“Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia, Undang- Undang ini menganut dua sistem pengenaan pajak, yaitu pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dan pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya;
Ketentuan ini mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap;
Ayat (1): Pemotongan pajak berdasarkan ketentuan ini wajib dilakukan oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto;
Jenis-jenis penghasilan yang wajib dilakukan pemotongan dapat digolongkan dalam:
  1. Penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti, dan sewa serta penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
  2. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, atau kegiatan;
  3. hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
  4. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
  5. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
  6. keuntungan karena pembebasan utang;
Sesuai dengan ketentuan ini, misalnya suatu badan subjek pajak dalam negeri membayarkan royalti sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) kepada Wajib Pajak luar negeri, subjek pajak dalam negeri tersebut berkewajiban untuk memotong Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen) dari Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
Sebagai contoh lain, seorang atlet dari luar negeri yang ikut mengambil bagian dalam perlombaan lari maraton di Indonesia kemudian merebut hadiah uang maka atas hadiah tersebut dikenai pemotongan Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen);
Pasal 26 ayat (1a): “Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner)”;

Penjelasan pasal 26 ayat (1a):
“Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia yang menerima penghasilan dari Indonesia ditentukan berdasarkan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner). Oleh karena itu, negara domisili tidak hanya ditentukan berdasarkan Surat Keterangan Domisili, tetapi juga tempat tinggal atau tempat kedudukan dari penerima manfaat dari penghasilan dimaksud;
Dalam hal penerima manfaat adalah orang pribadi, negara domisilinya adalah negara tempat orang pribadi tersebut bertempat tinggal atau berada, sedangkan apabila penerima manfaat adalah badan, negara domisilinya adalah negara tempat pemilik atau lebih dari 50% (lima puluh persen) pemegang saham baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama berkedudukan atau efektif manajemennya berada;
bahwa Pasal 32A UU PPh dan penjelasannya, mengatur: “Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak";
Penjelasannya: “Dalam rangka peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara lain diperlukan suatu perangkat hukum yang berlaku khusus (lex-spesialis) yang mengatur hak-hak pemajakan dari masing-masing negara guna memberikan kepastian hukum dan menghindarkan pengenaan pajak berganda serta mencegah pengelakan pajak. Adapun bentuk dan materinya mengacu pada konvensi internasional dan ketentuan lainnya serta ketentuan perpajakan nasional masing-masing Negara;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 32A di atas, pemerintah melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain (negara mitra) dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak, bahwa dalam P3B antara lain mengatur mengenai pemajakan atas penghasilan-penghasilan tertentu yang diterima atau diperoleh WPLN;
bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam penerapan P3B telah diterbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 tanggal 5 November 2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghidaran Pajak Berganda (PER-61) juncto Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 tanggal 30 April 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghidaran Pajak Berganda (PER-24);
Pasal 1 ayat (2) PER-61 mengatur: ”Wajib Pajak Luar negeri selanjutnya disebut WPLN adalah Subjek Pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 baik Pribadi maupun Badan, yang menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.”;
bahwa menurut Majelis, berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1), ayat (1a) UU PPh dan penjelasannya, dan Pasal 1 ayat (1) PER-61 di atas, serta berdasarkan data/dokumen pendukung yang disampaikan para pihak dalam persidangan dan pada saat uji bukti, bahwa MI, Visa Worldwide Pte. Ltd., RBS Greewich Futures, CEIC Data Company, Internet Securities Hongkong Limited, TF, RR & DD LLP, LWB, dan EB, adalah WPLN yang memperoleh penghasilan bersumber dari Indonesia, yaitu atas jasa yang diberikan WPLN a quo kepada Pemohon Banding;
bahwa dalam uji bukti, Pemohon Banding menyampaikan bukti pendukung berupa:
  1. MI, berupa: Surat Keterangan Domisili, Form DGT-1, dan Agreement antara MI dengan LB(yang sekarang bernama PT, BCN Tbk.);
  2. VI, berupa: Surat Keterangan Domisili, dan Agreement antara VI dengan LB(yang sekarang bernama PT. BCN Tbk.);
  3. TF, berupa: Surat Keterangan Domisili, Form DGT-1;
  4. Invoice/tagihan dari Visa;
  5. SPT PPN Masa Pajak Mei 2011;
  6. SPT PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Mei 2011;
bahwa menurut Majelis, salah satu fungsi SKD atau form DGT-1 adalah untuk menentukan status Wajib Pajak apakah sebagai WPDN atau WPLN, namun untuk membuktikan Wajib Pajak adalah WPDN atau WPLN tidak hanya berdasarkan SKD atau Form DGT-1 saja, tetapi bisa dari kontrak antara Pemohon Banding dengan WPLN yang bersangkutan, bukti pembayaran Pemohon Banding kepada WPLN, serta penerbit invoice dari WPLN;
bahwa dari data Tabel-2 kolom 4 di atas, terhadap Wajib Pajak MI, Visa Worldwide Pte. Ltd., RBS Greewich Futures, CEIC Data Company, Internet Securities Hongkong Limited, TF, RR & DD LLP, LWB, dan EB, oleh Terbanding ditetapkan mempunyai objek PPN JLN, dengan demikian Majelis berkeyakinan Wajib Pajak MI, Visa Worldwide Pte. Ltd., RBS Greewich Futures, CEIC Data Company, Internet Securities Hongkong Limited, TF, RR & DD LLP, LWB, dan EB adalah WPLN;
bahwa sesuai dengan Pasal 32A, Pemerintah Indonesia telah menandatangani kesepakatan P3B dengan negara mitra, dan menurut Majelis Wajib Pajak:
  1. MI, adalah WPLN berasal dari Amerika Serikat yang P3B-nya dengan Pemerintah Indonesia ditandatangani pada tanggal 11 Juli 1988;
  2. VI, adalah WPLN berasal dari Singapura yang P3B-nya dengan Pemerintah Indonesia ditandatangani pada tanggal 8 Mei 1990;
  3. RBS Greewich Futures, adalah WPLN berasal dari Inggris yang P3B-nya dengan Pemerintah Indonesia ditandatangani pada tanggal 5 April 1993;
  4. CEIC Data Company, adalah WPLN berasal dari Hongkong yang P3B-nya dengan Pemerintah Indonesia ditandatangani pada tanggal 23 Maret 2010;
  5. Internet Securities Hongkong Limited, adalah WPLN berasal dari Hongkong yang P3B-nya dengan Pemerintah Indonesia ditandatangani pada tanggal 23 Maret 2010;
  6. TF, adalah WPLN berasal dari Amerika Serikat yang P3B-nya dengan Pemerintah Indonesia ditandatangani pada tanggal 11 Juli 1988;
  7. RR & DD LLP, adalah WPLN berasal dari Singapura yang P3B-nya dengan Pemerintah Indonesia ditandatangani pada tanggal 8 Mei 1990;
  8. LWB, adalah WPLN berasal dari Amerika Serikat yang P3B-nya dengan Pemerintah Indonesia ditandatangani pada tanggal 11 Juli 1988;
  9. EB, adalah WPLN berasal dari Malaysia yang P3B-nya dengan Pemerintah Indonesia ditandatangani pada tanggal 12 September 1991;
bahwa menurut Majelis, sesuai ketentuan Pasal 26 UU PPh, secara umum semua penghasilan dalam bentuk apapun yang diperoleh WPLN merupakan objek PPh Pasal 26 dengan tarif 20%, namun demikian terhadap WPLN yang berdomisili di negara yang memiliki P3B dengan Pemerintah Indonesia secara yuridis fiskal tidak semua pembayaran jasa ke Luar Negeri terutang PPh Pasal 26, karena hak dan kewenangan pemajakkannya dan tarif pajak PPh Pasal 26 sepenuhnya mengacu pada ketentuan P3B;
bahwa koreksi yang dilakukan oleh Terbanding adalah berdasarkan hasil equalisasi atas objek DPP PPh Pasal 26 dan objek DPP PPN JLN, dengan kata lain tidak berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 29 ayat (2) UU KUP dan penjelasannya, yang mengatur:
Pasal 29 ayat (2): “Untuk keperluan pemeriksaan, petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa”;
Penjelasan:
Pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas pemeriksa yang jelas identitasnya. Oleh karena itu, petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan, serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa. Petugas pemeriksa harus menjelaskan tujuan dilakukannya pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
Petugas pemeriksa harus telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak. Dalam menjalankan tugasnya, petugas pemeriksa harus bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengertian, sopan, dan objektif serta wajib menghindarkan diri dari perbuatan tercela.
Pendapat dan simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Petugas pemeriksa harus melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
Pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas pemeriksa yang jelas identitasnya. Oleh karena itu, petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan, serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa. Petugas pemeriksa harus menjelaskan tujuan dilakukannya pemeriksaan kepada Wajib Pajak;
Petugas pemeriksa harus telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak. Dalam menjalankan tugasnya, petugas pemeriksa harus bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengertian, sopan, dan objektif serta wajib menghindarkan diri dari perbuatan tercela;
Pendapat dan simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
Petugas pemeriksa harus melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;”
bahwa atas penghasilan yang diperoleh WPLN terkait dengan Jasa Luar Negeri yang diberikan kepada Pemohon Banding, Pemohon Banding mendalilkan bahwa atas penghasilan tersebut hak pemajakannya dan tarif pajaknya mengacu kepada ketentuan P3B antara negara mitra dengan Pemerintah Indonesia, terhadap dalil Pemohon Banding tersebut Terbanding dalam persidangan dan pelaksanaan Uji Bukti tidak membantahnya, Terbanding menyatakan bahwa koreksi atas PPh Pasal 26 adalah hasil equalisasi DPP PPh Pasal 26 dan DPP PPN JLN terdapat selisih, tidak menyampaikan bukti potong PPh Pasal 26, dan pada saat menyampaikan laporan SPT Masa PPh Pasal 26 Pemohon tidak melampirkan SKD, bahwa atas uraian tersebut Majelis berpendapat:
  • bahwa dari hasil equalisasi a quo, Terbanding melakukan koreksi, hal tersebut menunjukkan bahwa koreksi yang dilakukan Terbanding tidak didasarkan pada bukti yang kuat dan berlandaskan pada peraturan perundangan perpajakan yang berlaku sebagaimana dimaksud Pasal 29 ayat (2) UU KUP dan penjelasannya;
  • bahwa tidak membuat bukti potong PPh Pasal 26 dan tidak dilampirkannya SKD atau Form DGT-1 secara yuridis sama sekali tidak dapat mengubah fakta, bahwa yang semula bukan objek menjadi objek pemungutan PPh Pasal 26;
bahwa dari uraian di atas, terbukti WPLN atas nama MI, Visa Worldwide Pte. Ltd., RBS Greewich Futures, CEIC Data Company, Internet Securities Hongkong Limited, TF, RR & DD LLP, LWB, dan EB, masing-masing P3B-nya ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dengan negara- negara mitra sebelum tahun 2011;
bahwa karena sengketa a quo terkait dengan PPh Pasal 26 Tahun Pajak 2011, maka Majelis berpendapat bahwa ketentuan P3B antara negara mitra tempat domisili WPLN a quo dengan Pemerintah Indonesia dapat diperlakukan untuk WPLN atas nama MI, Visa Worldwide Pte. Ltd., RBS Greewich Futures, CEIC Data Company, Internet Securities Hongkong Limited, TF, RR & DD LLP, LWB, dan EB, sehingga koreksi Terbanding atas DPP PPh Pasal 26 sebesar Rp1.777.942.815,00 = (Rp3.371.834.340,00 + Rp878.224.050,00 + Rp18.002.600,00 – Rp22.622.250,00 - Rp55.255.780,00 - Rp60.829.645,00 - 171.060.000,00 - Rp2.141.857.500,00) menurut Majelis tidak tepat dan harus dibatalkan;
bahwa rekapitulasi pendapat Majelis terhadap koreksi Terbanding atas DPP PPh Pasal 26 Masa Pajak Mei 2011 sebesar Rp1.777.942.815,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding, dengan rincian pokok sengketa sebagai berikut:
Tabel-3
No. Uraian Sengketa Nilai Sengketa (Rp) Dipertahankan Majelis (Rp) Tidak Dapat Dipertahankan Majelis (Rp)
1.
3.371.834.340,00 0 3.371.834.340,00
2.
1.301.620.070,00 0 1.301.620.070,00
3.
18.002.600,00 0 18.002.600,00
4.
(19.246.500,00) 0 (19.246.500,00)
5.
(19.246.500,00) 0 (19.246.500,00)
6.
(22.622.250,00) 0 (22.622.250,00)
7.
(55.255.780,00) 0 (55.255.780,00)
8.
(60.829.645,00) 0 (60.829.645,00)
9.
(171.060.000,00) (171.060.000,00)
10.
(423.396.020,00) (423.396.020,00)
11.
(2.141.857.500,00) (2.141.857.500,00)
Jumlah
1.777.942.815,00 0 1.777.942.815,00

bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, disebutkan dalam:
Pasal 69 ayat (1e):
Alat bukti dapat berupa “pengetahuan hakim”, yang di Pasal 75 disebutkan adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya;
Pasal 74:
Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Majelis atau Hakim Tunggal;
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
Memori penjelasan Pasal 78:
Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-perundangan perpajakan;
bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dan penilaian Majelis atas bukti-bukti dan keterangan yang diberikan oleh para pihak yang terungkap di dalam persidangan serta peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, Majelis berkeyakinan dan berpendapat untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding atas koreksi Terbanding terhadap DPP PPh Pasal 26 Masa Pajak Mei 2011 sebesar Rp1.777.942.815,00;
Menimbang:
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, rekapitulasi Pendapat Majelis atas pokok sengketa adalah sebagai berikut:
Uraian Sengketa Koreksi Terbanding (Rp.) Dipertahankan Majelis (Rp.) Tidak Dapat Dipertahankan Majelis (Rp.)
DPP PPh Pasal 26
1.777.942.815,00
0,00
1.777.942.815,00
bahwa dengan demikian Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 26 Masa Pajak Mei 2011 adalah sebagai berikut:

DPP PPh Pasal 26 Menurut Pemohon Banding Rp 44.337.310.765,00
Koreksi DPP PPh Pasal 26 yang Dipertahankan Majelis Rp 0,00
DPP PPh Pasal 26 Menurut Majelis Rp 44.337.310.765,00
bahwa perhitungan PPh Pasal 26 terutang adalah sebagai berikut:
PPh Pasal 26 terutang menurut Pemohon Banding Rp 2.571.526.355,00
PPh Pasal 26 terutang atas koreksi yang dipertahankan
- 20% x Rp0,00 Rp 0,00
PPh Pasal 26 terutang menurut Majelis Rp 2.571.526.355,00

bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding, sehingga pajak yang masih harus dibayar PPh Pasal 26 Masa Pajak Mei 2011 dihitung kembali sebagai berikut:
No. Uraian Jumlah (Rp)
1 Penghasilan Kena Pajak/Dasar Pengenaan Pajak 44.337.310.765,00
2 PPh Pasal 26 terutang 2.571.526.355,00
3 Kredit Pajak:
a. PPh Ditanggung Pemerintah 0,00
b. Setoran masa 2.571.526.355,00
c. Jumlah pajak yang dapat dikreditkan 2.571.526.355,00
4 Pajak yang tidak/kurang dibayar 0,00
5 Sanksi Administrasi:
a. Bunga Pasal 13 (2) KUP 0,00
b. Jumlah sanksi administrasi 0,00
6 Jumlah PPh yang masih harus dibayar 0,00
Mengingat:
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan sengketa ini;

Memutuskan:
Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00812/KEB/WPJ.19/2016 tanggal 7 Desember 2016 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Mei 2011 Nomor 00018/204/11/091/15 tanggal 30 November 2015, atas nama Pemohon Banding sehingga Pajak yang masih harus dibayar menurut Majelis adalah Nihil.
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan Musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Selasa, tanggal 5 Juni 2018 oleh Majelis XVIA Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis sebagai berikut:

Drs. DJH, M.Si. sebagai Hakim Ketua,
RA S.E., S.H., M.M., M.H., CFrA. sebagai Hakim Anggota,
AS, S.H., M.E. sebagai Hakim Anggota,
dengan dibantu oleh:
MI, S.E, M.M.

sebagai Panitera Pengganti,
Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Selasa, tanggal 9 Oktober 2018, dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, dihadiri oleh Pemohon Banding dan tidak dihadiri oleh Terbanding.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA