Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-002620.26
Pokok Sengketa:

bahwa dalam banding ini terdapat sengketa mengenai NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Tahun Pajak 2015 sebesar Rp102.151.875.000,00 dengan nilai PBB terutang sebesar Rp306.455.625,00, yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;

Menurut Terbanding:

bahwa Terbanding dalam Surat Uraian Banding Nomor 1229/-1.722 tanggal 21 Juni 2018, keterangan tambahan baik tertulis maupun pernyataan secara lisan, hasil uji bukti dan bukti-bukti yang disampaikan di persidangan pada intinya menyatakan hal-hal sebagai berikut :

bahwa dasar hukum yang digunakan oleh Terbanding adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
b. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah;
c. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
d. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 91 Tahun 2013 tentang Pengenaan PBB-P2 di Bidang Pendidikan Swasta;
e. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 260 Tahun 2016 tentang Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Tahun 2016;
f. Keputusan Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 644 Tahun 2017 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah kepada Para Kepala Bidang dan Para Kepala Unit Kerja di lingkungan Badan Pajak dan Retribusi Daerah Dalam Melaksanakan Tugas Pelayanan Pemungutan Pajak Daerah;


bahwa sesuai Pasal 180 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, dengan berlakunya Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) pada tanggal 1 Januari 2013 maka Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tidak berlaku. Oleh karena itu semua produk hukum mengenai PBB-P2 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebelum berlakunya Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tidak berlaku lagi;

bahwa Pasal 77 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD dan Pasal 4 ayat (1) huruf b Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 16 Tahun 2011 tentang PBB-P2 menyebutkan bahwa: “Objek pajak yang tidak dikenakan PBB-P2 adalah objek pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan";
Penjelasan: Yang dimaksud dengan "tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan" adalah bahwa objek pajak itu diusahakan untuk melayani kepentingan umum, dan nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

bahwa Pasal 77 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 juncto Pasal 4 ayat (1) huruf b Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 diperuntukan bagi objek pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang pendidikan yang tidak dimaksud untuk memperoleh keuntungan, sedangkan Peraturan Gubernur Nomor 91 Tahun 2013 tentang Pengenaan dan Pengurangan PBB-P2 di Bidang Pendidikan Swasta ditujukan untuk objek pajak yang digunakan untuk fungsi sosial di bidang pelayanan pendidikan, yang selain menunjang program mencerdaskan kehidupan bangsa juga menitikberatkan pada upaya mencari keuntungan;

bahwa Peraturan Gubernur Nomor 91 Tahun 2013 mengatur hal yang berbeda atau atas hal yang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011. Karenanya Terbanding berpendapat bahwa Peraturan Gubernur Nomor 91 Tahun 2013 tidak bertentangan dengan kedua peraturan perundang-undangan tersebut di atasnya. Peraturan Gubernur Nomor 91 Tahun 2013 tentang Pengenaan dan Pengurangan PBB-P2 di Bidang Pendidikan Swasta, dibuat untuk mengantisipasi perkembangan Sekolah Dasar Swasta, Sekolah Menengah Pertama Swasta, Sekolah Menengah Atas Swasta dan sejenisnya serta Perguruan Tinggi Swasta yang melakukan fungsi sosial di bidang pelayanan pendidikan selain untuk menunjang program mencerdaskan kehidupan bangsa juga menitikberatkan pada upaya mencari keuntungan;

bahwa yang dimaksud objek pajak yang tidak dikenakan PBB-P2 adalah objek pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang pendidikan yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, contoh penerapannya atas SD, SMP, SMA Negeri yang dimiliki dan dibiayai oleh Pemerintah. Pada perkembangannya pendidikan swasta yang menjalankan fungsi sosial di bidang pelayanan pendidikan selain menunjang program mencerdaskan kehidupan bangsa juga menitikberatkan pada upaya mencari keuntungan. Secara nyata dapat dilihat bahwa pendidikan swasta memperolehnya dengan memungut uang iuran seperti uang pangkal, uang pembangunan, uang sumbangan dan Iainnya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, diberlakukan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 91 Tahun 2013 tentang Pengenaan dan Pengurangan PBB-P2 di Bidang Pendidikan Swasta;

bahwa Pasal 2 ayat (1) Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 91 Tahun 2013 tentang Pengenaan dan Pengurangan PBB-P2 di Bidang Pendidikan Swasta menyebutkan; "Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki atau dikuasai atau dimanfaatkan untuk pendidikan tingkat SD Swasta, SMP Swasta, dan SMA Swasta dan Sederajat dikenakan PBB-P2 sebesar 50% (lima puluh persen) dari PBB-P2 yang seharusnya terutang". Pasal 5, dalam hal Sekolah Dasar Swasta, Sekolah Menengah Pertama Swasta, Sekolah Menengah Atas Swasta dan Sederajat, PTS dan pendidikan informal yang dalam kegiatannya nyata-nyata tidak memperoleh keuntungan berdasarkan hasil perhitungan penerimaan dikurangi biaya-biaya pengeluaran rutin/operasional, dapat mengajukan permohonan pengurangan PBB-P2;

bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dalam hal keberatan dan banding telah diatur sebagai berikut :

Pasal 103

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas suatu SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDKB, SKPDN dan pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah;
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas;
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya;
(4) Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak;
(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan;
(6) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan surat keberatan;


Pasal 104

(1) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan;
(2) Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang;
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan;


Pasal 105

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Kepala Daerah;
(2) Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan tersebut;
(3) Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding;


Pasal 106

(1) Jika pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan;
(2) lmbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB;
(3) Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan;
(4) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan;
(5) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan;


bahwa Terbanding dalam Surat Uraian Banding menyatakan terdapat sifat inkonsisten dari Pemohon Banding atas ketetapan PBB-P2 NOP 31.73.070.005.005-0001.0 Tahun 2015 sebesar Rp306.455.625,00 dimana pada tanggal 22 September 2017 Pemohon Banding melakukan pembayaran atas ketetapan PBB-P2 Tahun 2015 sebesar Rp306.455.625,00, namun pada waktu yang berbeda tanggal 12 September 2017 justru Pemohon Banding mengajukan keberatan atas nilai, maka atas pembayaran PBB-P2 sebesar Rp306.455.625,00 merupakan PBB-P2 yang disetujui Pemohon Banding sehingga tidak terdapat nilai keberatan atau nilai keberatan sama dengan 0 atau NIHIL;

bahwa hal ini sesuai dengan Pasal 103 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menyebutkan bahwa keberatan dapat diajukan apabila Pemohon Banding telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Pemohon Banding, artinya bahwa terhadap PBB-P2 sebesar Rp306.455.625,00 yang telah dibayar tersebut merupakan PBB-P2 yang disetujui oleh Pemohon Banding;

bahwa berdasarkan Laporan Keuangan Pemohon Banding Tahun 2014 dan Tahun 2015 dapat dibuktikan bahwa Pemohon Banding adalah badan hukum yang bergerak di bidang pendidikan yang mencari keuntungan (laba) yang diperolehnya dari Pendapatan Sekolah, dengan penjelasan :
bahwa melihat angka pada Transkip Kutipan Elemen-Elemen dari Laporan Keuangan Tahun 2014 atas NPWP - atas nama Pemohon Banding tertera laba bersih sebesar Rp130.879.127.469,00;

bahwa melihat Laporan Keuangan Pemohon Banding tanggal 30 Juni 2015 dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut (dengan angka perbandingan 30 Juni 2014) dan Laporan Auditor Independen bahwa Pendapatan Sekolah tanggal 30 Juni 2015 adalah sebesar Rp723.496.753.149,00 dan Pendapatan Sekolah tanggal 30 Juni 2014 adalah sebesar Rp629.497.828.343,00, dengan uraian sebagai berikut :

Pendapatan Sekolah
Uraian Pendapatan 2015 (Rp) 2014 (Rp)
Uang Sekolah 639.477.709.217 569.344.720.360
Pendapatan Dana Kegiatan 1 Tahun 47.268.419.888 33.242.656.526
Keterampilan dan Kursus 11.918.049.801 10.381.130.550
Daftar Ulang 9.573.498.725 7.312.874.300
Penjualan Buku Pelajaran 1.412.880.441 920.521.704
Uang Formulir Penerimaan Siswa Baru 1.382.777.544 5.380.920.000
Penjualan Pakaian Seragam Sekolah 569.999.644 375.238.130
Uang Alat dan Perlengkapan Belajar 363.802.000 956.740.950
Penjualan Perlengkapan Seragam Sekolah 35.789.000 61.671.969
Penjualan Buku Lain-Lain 27.741.141 8.820.000
Uang OSIS 21.400.000 747.072.500
Penjualan Pakaian Seragam Olah Raga 21.019.375 18.588.500
Pendapatan Lain-lain Sekolah 11.423.666.373 746.872.854
Jumlah 723.496.753.149 629.497.828.343


bahwa berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 45 Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba (revisi 2011) ruang Iingkup 01 bahwa pernyataan ini berlaku bagi laporan keuangan yang disajikan oleh entitas nirlaba yang memenuhi karakteristik sebagai berikut:

a. Sumber daya entitas nirlaba berasal dari pemberi sumber daya yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan;
b. Menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan jika entitas nirlaba menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak dibagikan kepada pendiri atau pemilik entitas nirlaba tersebut;
c. Tidak ada kepemilikan seperti umumnya pada entitas bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam entitas nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi;


bahwa dengan memperhatikan entitas nirlaba tersebut di atas, jelas bahwa Pemohon Banding termasuk dalam entitas mencari keuntungan (laba) berupa pendapatan sekolah yang diperoleh dari orang tua murid atas pembayaran uang sekolah, dana kegiatan sekolah, keterampilan/kursus, daftar ulang dan lain sebagainya yang mana pemberi sumber dana memgharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan;

bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 34 P/HUM/2014, Menolak permohonan keberatan hak uji materi dari Pemohon Yayasan Badan Pendidikan Kristen Penabur terhadap Peraturan Gubernur Provinsi DKI Nomor 91 Tahun 2013 tentang Pengenaan dan Pengurangan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di bidang Pendidikan Swasta;

bahwa Peraturan Gubernur Provinsi DKI Nomor 91 Tahun 2013 tentang Pengenaan dan Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di bidang Pendidikan Swasta antara lain mengatur :

Pasal 5:

(1) SD Swasta, SMP Swasta, dan SMA Swasta Sederajat, PTS, dan Pendidikan Informal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 yang dalam kegiatannya nyata-nyata tidak memperoleh keuntungan berdasarkan hasil perhitungan penerimaan dikurangi biaya-biaya pengeluaran rutin/operasional SD Swasta, SMP Swasta, dan SMA Swasta Sederajat PTS dan Pendidikan Informal dapat mengajukan permohonan pengurangan PBB-P2;
(2) Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperoleh dari :
  • Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP);
  • Biaya seleksi masuk (pendaftaran);
  • Sumbangan Wajib Pembangunan/Prasarana yang dipungut dari siswa/mahasiswa;
  • penerimaan dari hasil usaha sampingan; dan
  • penerimaan lain-lainya;
(3) SD Swasta, SMP Swasta, dan SMA Swasta Sederajat, PTS dan Pendidikan Informal yang tidak memperoleh keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuktikan dengan :
  • laporan keungan (antara lain neraca awal dan neraca akhir) yang telah diaudit oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah dan/ atau akuntan publik, kecuali Pendidikan Informal;
  • laporan penerimaan den pengeluaran rutin; dan
  • data lain yang mendukung;

bahwa Peraturan Gubernur Nomor 91 Tahun 2013 mengatur kriteria tidak memperolehkeuntungan sebagai berikut:

(1) Dapat dikategorikan tidak memperoleh keuntungan berdasarkan hasil perhitungan penerimaan dikurangi biaya biaya pengeluaran rutin/operasional (Pasal 5 ayat (1) Pergub DKI Jakarta Nomor 91 Tahun 2013);
(2) Yang dimaksud penerimaan adalah:
  • Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP);
  • Biaya seleksi masuk (pendaftaran);
  • Sumbangan wajib pembangunan/prasarana yang dipungut dari siswa/mahasiswa;
  • Penerimaan dari hasil usaha sampingan;
  • Penerimaan lain-lain;
(3) Untuk membuktikan tidak memperoleh keuntungan harus dibuktikan dengan:
  • Laporan keuangan (antara lain neraca awal dan neraca akhir) yang telah diaudit oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah dan/ atau akuntan public, kecuali pendidikan informal
  • Laporan penerimaan dan pengeluaran rutin; dan
  • Data lain yang mendukung;

bahwa dalam UU PBB, UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Perda Provinsi DKI Jakarta sudah sangat jelas mengatur untuk mengetahui apakah suatu badan/yayasan bergerak di bidang pelayanan umum, termasuk pendidikan, dapat dilihat dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. Peraturan tersebut di atas tidak pernah mensyaratkan adanya perhitungan penerimaan dikurangi biaya, laporan keuangan yang sudah diaudit akuntan ataupun laporan penerimaan dan pengeluaran rutin. Undang-Undang dan Perda hanya melihat dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dari badan/yayasan yang bergerak di bidang pelayanan umum. bahwa dengan demikian Peraturan Gubernur Nomor 91 Tahun 2013 yang menentukan:

"tidak memperoleh keuntungan" adalah berdasarkan hasil perhitungan penerimaan dikurangi biaya-biaya rutin/operasional dan
menentukan "tidak memperoleh keuntungan" dibuktikan dengan laporan keuangan (neraca awal dan neraca akhir) yang diaudit dan laporan penerimaan dan pengeluaran rutin adalah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, karena peraturan peraturan yang lebih tinggi diatasnya tidak pernah mensyaratkan adanya perhitungan penerimaan dikurangai biaya, laporan keuangan yang sudah diaudit akuntan ataupun laporan penerimaan dan pengeluaran rutin. Undang-Undang dan Perda hanya melihat dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dari badan/yayasan yang bergerak di bidang pelayanan umum;
bahwa berlakunya Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 91 Tahun 2013 tentang Pengenaan Dan Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Bidang Pendidikan Swasta telah bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan perkotaan;


bahwa berdasarkan pertimbangan pertimbangan diatas dan peraturan peraturan yang berlaku pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Yayasan BPKP NOP. 31.73.070.005.005-0001.0 di Jl. Pembangunan I No.23, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat sudah sesuai dengan Ketentuan dan Peraturan yang berlaku;

Menurut Pemohon Banding:

bahwa Pemohon Banding mengajukan permohonan banding dengan Surat Nomor 159/PHP/UMU/3/2018 tanggal 19 Maret 2018 atas Keputusan Terbanding Nomor 2364 Tahun 2017 tanggal 28 Desember 2017 yang menolak keberatan Pemohon Banding atas Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Tahun 2015 Nomor Objek Pajak 31.73.070.005.005-0001.0 tanggal 7 Juli 2017;

bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor 159/PHP/UMU/3/2018 tanggal 19 Maret 2018, Surat Penjelasan Tertulis sebagai Pengganti Surat Bantahan Nomor 10.03/BPK-TT/PB/X/2018 tanggal 16 Oktober 2018, penjelasan tertulis dan pernyataan secara lisan, hasil uji bukti dan bukti-bukti pendukung yang disampaikan dalam persidangan, pada intinya Pemohon Banding menyatakan tidak setuju dengan koreksi positif Terbanding atas NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Tahun Pajak 2015 sebesar Rp102.151.875.000,00 dengan nilai PBB terutang sebesar Rp306.455.625,00 dengan alasan sebagai berikut:

bahwa Pasal 77 ayat (3) huruf b UU PDRD adalah sebagai berikut :
“Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yang :

b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan”


Penjelasan :
Pasal 77 ayat (3) huruf b UU PDRD
Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah bahwa objek pajak itu diusahakan untuk melayani kepentingan umum, dan nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

bahwa sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dari Pemohon Banding sebagaimana termuat dalam Berita Acara Negara Republik Indonesia tanggal 1 Agustus 2008 Nomor 62 Tambahan Nomor 971 Tahun 2008 dalam mukadimah huruf c adalah sebagai berikut :
“bahwa salah satu perwujudan panggilan kesaksian dan pelayanan tersebut adalah dibidang pendidikan, maka sinode Gereja Kristen Indonesia Jawa Barat mendirikan dan mengasuh suatu Yayasan Pendidikan Kristen Nirlaba yang berdasarkan iman kristen, sesuai dengan kesadaran bahwa pendidikan itu mengarah kepada pembentukan manusia seutuhnya”;

bahwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi ke Empat, Departemen Pendidikan Nasional 2011, PT Gramedia, Jakarta, hal 1567 Yayasan adalah Badan hukum yang tidak mempunyai anggota, dikelola oleh sebuah pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial (mengusahakan layanan dan bantuan seperti sekolah dan rumah sakit);

bahwa Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan Nomor 28 Tahun 2004 (selanjutnya disebut UU Yayasan) menyebutkan adalah sebagai berikut :
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota”;

bahwa walaupun undang-undang ini tidak secara tegas menyatakan Yayasan adalah badan hukum non profit/nirlaba, namun tujuannya yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusian itulah yang menjadikan yayasan sebagai suatu badan hukum non-profit/nirlaba;

bahwa Pasal 4 ayat (3) huruf m Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (selanjutnya disebut UU Pajak Penghasilan) adalah sebagai berikut :
Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

Penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf m
bahwa dalam rangka mendukung usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan diperlukan sarana dan prasarana yang memadai. Untuk itu dipandang perlu memberikan fasilitas perpajakan berupa pengecualian pengenaan pajak atas sisa lebih yang diterima atau diperoleh sepanjang sisa lebih tersebut ditanamkan kembali dalam bentuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan dimaksud. Penanaman kembali sisa lebih dimaksud harus direalisasikan paling lama dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak sisa lebih tersebut diterima atau diperoleh.

Untuk menjamin tercapainya tujuan pemberian fasilitas ini, maka lembaga atau badan yang menyelenggarakan pendidikan harus bersifat nirlaba. Pendidikan serta penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada siapa saja dan telah mendapat pengesahan dari instansi yang membidanginya”;

bahwa Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 80/PMK.03/2009, tanggal 22 April 2009 tentang Sisa Lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga Nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau Bidang Penelitian dan Pengembangan yang dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan Pasal 1;

(1) Sisa lebih yang diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada pihak manapun, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan;
(2) Sisa lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah selisih dari seluruh penerimaan yang merupakan objek Pajak Penghasilan selain penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan tersendiri, dikurangi dengan pengeluaran untuk biaya operasional sehari-hari badan atau lembaga nirlaba;
(3) Badan atau lembaga nirlaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya;
(4) Sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. Pembelian atau pembangunan gedung dan prasarana pendidikan, penelitian dan pengembangan termasuk pembelian tanah sebagai lokasi pembangunan gedung dan prasarana tersebut;
  2. pengadaan sarana dan prasarana kantor, laboratorium dan perpustakaan;
  3. pembelian/pembangunan asrama mahasiswa, rumah dinas guru, dosen atau karyawan, dan sarana prasarana olahraga, sepanjang berada di lingkungan/lokasi lembaga pendidikan formal;

bahwa Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Jakarta Utara mengeluarkan surat keputusan mengenai Pembebasan Pengenaan PBB untuk Yayasan BPKP alamat Jalan Hybrida Raya;

bahwa menurut Pemohon Banding ketetapan PBB NOP. 31.73.070.005.005-0001.0 Jl. Pembangunan I No.23, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat seharusnya Nihil dan bukan sebagai Objek Pajak Bumi dan bangunan (PBB);

Menurut Majelis:

bahwa dasar hukum yang terkait sengketa ini adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
2. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah;
3. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
4. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 91 Tahun 2013 tentang Pengenaan PBB-P2 di Bidang Pendidikan Swasta;
5. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 260 Tahun 2016 tentang Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Tahun 2016;
6. Keputusan Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 644 Tahun 2017 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah kepada Para Kepala Bidang dan Para Kepala Unit Kerja di lingkungan Badan Pajak dan Retribusi Daerah Dalam Melaksanakan Tugas Pelayanan Pemungutan Pajak Daerah;


bahwa Pemohon Banding adalah Yayasan BPKP NOP 31.73.070.005.005-0001.0, objek Pajak terletak di Jl. Pembangunan I No.23, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat dengan objek yang menjadi sengketa adalah bumi dan bangunan dengan luas bumi 4.023 m2 dan luas bangunan 11.750 m2;

bahwa Terbanding menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan NOP 31.73.070.005.005-0001.0 Tahun Pajak 2015 tertanggal 7 Juli 2017, dengan ketetapan NJOP Bumi dan Bangunan sebesar Rp306.455.625,00;

bahwa atas Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan NOP 31.73.070.005.005-0001.0 Tahun Pajak 2015 tersebut, Pemohon Banding mengajukan keberatan melalui Surat Nomor 587/PHP/UMU/9/2017 tanggal 12 September 2017 dimana NJOP Bumi dan Bangunan menurut Pemohon Banding sebesar Nihil, dengan alasan objek pajak tersebut merupakan objek pajak yang dikecualikan dari Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PDRD Pasal 77 ayat (3) huruf b: “Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yang:

b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan”;


bahwa Surat Keberatan Nomor 587/PHP/UMU/9/2017 tanggal 12 September 2017, tidak dikabulkan oleh Terbanding melalui Keputusan Nomor 2364 Tahun 2017 tanggal 28 Desember 2017, dengan alasan Yayasan BPKP tidak masuk dalam Pasal 77 ayat (3) huruf b sebagai sarana untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;

bahwa atas Keputusan Terbanding Nomor 2363 Tahun 2017 tanggal 28 Desember 2017, Pemohon Banding mengajukan banding;

bahwa ketentuan Pasal 77 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dinyatakan:
“Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yang:

b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan utnum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan”;


bahwa penjelasan Pasal 77 ayat (3) huruf b UU PDRD:
"yang dimaksud dengan "tidak dimaksudkan untuk memperoleh “keuntungan" adalah bahwa objek pajak itu diusahakan untuk melayani kepentingan umum, dan nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan;

bahwa sebagaimana dijelaskan oleh Terbanding dalam penjelasan akhirnya, kalimat “tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan” yang dinyatakan dalam penjelasan Pasal 77 ayat (3) huruf b UU PDRD, terdiri dari 2 (dua) unsur yang harus terpenuhi yaitu:

1. objek pajak untuk melayani kepentingan umum
2. objek pajak tidak ditujukan untuk mencari keuntungan;


bahwa mengenai unsur pertama yaitu objek pajak untuk melayani kepentingan umum:

1. bahwa dalam UU PDRD maupun Penjelasan UU PDRD tidak dijelaskan apa itu yang dimaksudkan dengan "kepentingan umum", sehingga definisi dari "kepentingan umum" dapat dilihat dari peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai "kepentingan umum" yaitu Pasal 1 Angka 6 UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang menyebutkan bahwa kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat;
2. bahwa objek pajak bumi seluas 4.023 m2 dan bangunan seluas 11.750 m2 tidak memenuhi kategori unsur untuk melayani kepentingan umum karena tidak sebesar besarnya untuk kepentingan umum dan kemakmuran rakyat banyak melainkan hanya terbatas pada golongan masyarakat menengah keatas saja yang sanggup membayar uang sekolah/sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) dan biaya biaya lainnya. Dan tidak dipergunakan untuk sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah.

bahwa mengenai unsur kedua yaitu obyek pajak tidak ditujukan untuk mencari keuntungan meskipun dalam penjelasan Pasal 77 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Restribusi Daerah secara formal disebutkan objek Pajak itu diusahakan untk melayani kepentingan umum dan nyata nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan yang dapat diketahui antara lain dari anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial kesehatan, pendidikan, namun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga tersebut bukan merupakan ukuran menilai apakah suatu yayasan dibebaskan dalam pengenaan pajak, tetapi hakekat yang sebenarnya adalah apakah yayasan itu mencari keuntungan atau tidak yang antara lain dapat dilihat/dibuktikan dari:
berdasarkan pengisian/pelaporan SPT Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 Pemohon Banding, tercatat Penghasilan Neto Komersial sebesar Rp130.879.127.468,00 yang artinya Pemohon Banding dalam menyelenggarakan kegiatannya dilakukan secara komersial yang masih memperhitungkan laba/rugi;


bahwa menurut Pemohon Banding Peraturan Gubernur Nomor 91 Tahun 2013 tentang Pengenaan Dan Pengurangan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Di Bidang Pendidikan Swasta bertentangan dengan Azas Lex Superior Derogat Legi Inferior, dan Pemohon Banding sudah mengajukan Uji Materi atas Peraturan Gubernur A quo, dan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 34 P/HUM/2014 tanggal 11 Desember 2014 menyatakan Permohonan Uji Materi Pemohon Banding Ditolak, artinya Peraturan Gubernur Nomor 91 Tahun 2013 tidak bertentangan dengan Undang-Undang diatasnya;

bahwa menurut Pemohon Banding Pasal 4 ayat (3) huruf m Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, disebut “sisa Lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut yang ketentuannya diatur lebih lanjuit dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, dan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2009, tanggal 22 April 2009 tentang Sisa Lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga Nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau Bidang penelitian dan Pengembangan yang dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan, bahwa menurut Majelis Undang-Undang ini mengatur tentang Pajak Penghasilan, sedangkan Pajak Bumi dan Bangunan P2 diatur oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 sehingga tidak dapat diterapkan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan;

bahwa menurut Pemohon Banding, Terbanding tidak menerbitkan SPPT PBB sejak Tahun 2005 s/d 2007, dan baru diterbitkan sekaligus Tahun 2017, hal ini tidak sesuai dengan UU PDRD Nomor 28 Tahun 2009, dan tidak mengindahkan Surat Kantor Palayanan Pajak Gambir Tiga, bahwa menurut Majelis, sesuai Pasal 180 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, dengan berlakunya Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) pada tanggal 1 Januari 2013 maka Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tidak berlaku. Oleh karena itu semua produk hukum mengenai PBB-P2 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebelum berlakunya Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tidak berlaku lagi, termasuk Surat Kepala Kantor Pelayanan Pajak Gambir Tiga a quo;

bahwa dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut diatas, bukti-bukti serta penjelasan-penjelasan yang disampaikan Pemohon Banding maupun Terbanding, Majelis berkesimpulan terdapat cukup bukti Keputusan Terbanding untuk mengenakan Pajak Bumi dan Bangunan atas obyek pajak Yayasan BPKP, Jl. Pembangunan I No.23, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat, sudah sesuai dengan ketentuan, dengan demikian permohonan Pemohon Banding ditolak.

Menimbang:

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak;

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kredit Pajak;

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi, kecuali besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;

Memperhatikan:

Surat Banding, Surat Uraian Banding, Surat Penjelasan Tertulis Pengganti Surat Bantahan, penjelasan lisan/tertulis para pihak yang bersengketa;

Mengingat:

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;

Memutuskan:

Menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Kepala Suku Badan Pajak Dan Retribusi Daerah Kota Administrasi Jakarta Pusat Nomor 2364 Tahun 2017 tanggal 28 Desember 2017 tentang Keberatan Pajak Daerah atas SPPT PBB-P2 Tahun 2015 NOP 31.73.070.005.005-0001.0 tanggal 7 Juli 2017 atas nama Pemohon Banding.

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan Musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada Hari Kamis tanggal 29 November 2018 oleh Hakim Majelis XVIIIB Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut :

Drs. KS M.Sc. sebagai Hakim Ketua,
Drs. HP, M.M. sebagai Hakim Anggota,
MA, S.E., Ak. sebagai Hakim Anggota,


dengan dibantu oleh DEB, S.E., Ak. sebagai Panitera Pengganti,

Putusan a quo diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majelis XVIIIB Pengadilan Pajak pada hari Kamis tanggal 14 Maret 2019 dengan susunan Majelis sebagai berikut :

Drs. HP, M.M. sebagai Hakim Ketua,
RSR, S.E., MAFIS. sebagai Hakim Anggota,
MA, S.E., Ak. sebagai Hakim Anggota,


dengan dibantu oleh DEB, S.E., Ak. sebagai Panitera Pengganti,

dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota dan Panitera Pengganti, namun tidak dihadiri oleh Terbanding maupun Pemohon Banding.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA