Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-086273.10
Pokok Sengketa:
bahwa nilai sengketa terbukti dalam banding ini adalah koreksi positif PPh Pasal 21 yang terutang sebesar Rp427.784.072,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
Menurut Terbanding:
Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 21 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2011
Uraian Menurut Pemohon Banding Menurut Terbanding
Dasar Pengenaan Pajak
- Tenaga Kerja Harian Lepas Outsourching
10.582.946.569,00 10.582.946.569,00
- Tenaga Kerja Harian Lepas
1.215.732.358,00 1.215.732.358,00
Jumlah
11.798.678.927,00 11.798.678.927,00
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang hanya atas Tenaga Harian Lepas outsourching tahun 2011
Uraian Menurut Pemohon Banding Menurut Terbanding
PPh Pasal 21 terutang
- Tenaga Kerja Harian Lepas Outsourching
52.241.451,00
529.147.328,00
- Tenaga Kerja Harian Lepas
60.786.618,00
60.786.618,00
Jumlah
113.028.069,00
589.933.946,00
Penjelasan Koreksi Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang bahwa koreksi Obyek PPh Pasal 21 menurut Terbanding diperoleh dari hasil equalisasi SPT Masa PPh Pasal 21 dengan biaya-biaya pada Laporan Rugi Laba yang terdapat unsur tenaga kerja menurut Terbanding merupakan obyek PPh Pasal 21 yang belum dilaporkan Pemohon Banding;
bahwa khusus berkaitan dengan Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 21 atas Tenaga Kerja Harian Lepas Outsourching yang tidak memenuhi ketentuan pengenaan PPh Pasal 21, sehingga menjadi obyek koreksi dasar pengenaan pajak PPh Pasal 21;
bahwa menurut Terbanding dengan mengacu pada pengenaan PPh Pasal 21 atas rasa lain Jumlah koreksi Obyek PPh Pasal 21 sebesar Rp10.582.946.569,00 diperoleh Terbanding dari hasil Equalisasi dengan Biaya dan setelah meneliti data yang diberikan Pemohon Banding sebagai berikut:
- Kontrak Pemohon banding dengan Penyedia Tenaga Kerja merupakan Kontrak Outsourching berupa penyediaan tenaga kerja yang mana rekanan penyedia tenaga hanya mendapatkan fee dan sekaligus sebagai pembayar gaji pada karyawan yang dikaryakan pada Pemohon Banding;
- Atas Fee tersebut telah di potong PPh Pasal 21 sebagaimana telah disetor dan dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21 dan telah dikenakan PPN sebagaimana data Faktur Pajak yang dibuat oleh Rekanan;
- Sesuai dengan SE-53/PJ/2009, maka atas pembayaran gaji terhadap karyawan outsourching tersebut merupakan obyek PPh Pasal 21, seharusnya yang bertanggung jawab atas pemungutan PPh 21 menjadi kewajiban penyedia tenaga kerja, namun karena Pemohon banding tidak bisa menunjukkan bukti pendukung berupa bukti pembayaran gaji, maka Terbanding tetap mengenakan PPh Pasal 21;
- Dalam Surat Bandingnya Pemohon Banding menyetujui koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 21 tersebut namun tidak menyetujui penghitungan PPh Pasal 21 atas karyawan outsourcing. Menurut Pemohon Banding jumlah PPh Pasal 21 terutang atas karyawan outsourcing tersebut sebesar 241.451,00 sedangkan jumlah PPh Pasal 21 terutang menurut Terbanding adalah Rp529.147.328,00 dengan perhitungan ( Rp10,582.946.569,00 x 5% ) yang merupakan tarif terendah PPh Pasal 21 atas karyawan, karena Pemohon Banding pada saat pemeriksaan tidak dapat menunjukkan rincian daftar gaji karyawan outsourching tersebut.

bahwa dengan demikian terhadap pokok sengketa atas Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 21 atas Tenaga Kerja Harian Lepas atas Outsourching Masa Pajak Januari s.d. Desember 2011 sebesar Rp10.582.946.569,00 yang berakibat pada penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas karyawan outsourching Masa Pajak Januari s.d. Desember 2011 yang menurut Pemohon Banding seharusnya Rp52.241.451,00, maka Terbanding menolak permohonan Pemohon Banding karena tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
Penjelasan Terbanding dalam persidangan:
bahwa Terbanding berpendapat bahwa yang jadi sengketa adalah atas DPP-nya, bukan perhitungannya dan dalam Surat Keberatannya Pemohon Banding tidak menyengketakan perhitungannya dimana yang disengketakan hanya atas DPP-nya dan itu sudah disetujui oleh Pemohon Banding;
bahwa sesuai dengan Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak: “Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku“, sehingga yang menjadi sengketa dalam banding ini adalah hanya atas DPP saja bukan cara perhitungannya;
bahwa DPP menurut Surat Banding sebesar Rp49.061.630.671,00 itu sama dengan keputusan keberatan, sehingga bila yang disengketakan adalah DPP, maka untuk DPP sudah tidak ada yang disengketakan lagi, dengan demikian Terbanding berpendapat dalam banding ini tidak ada lagi sengketa antara Terbanding dan Pemohon Banding;
bahwa yang menjadi objek sengketa adalah DPP, menurut SPT sebesar Rp36.246.122.203,00, menurut SKP sebesar Rp51.668.993.539,00, sehingga koreksi Pemeriksa sebesar Rp15.422.871.336,00. Menurut Surat Keberatan sebesar Rp36.246.122.203,00, menurut Keputusan Keberatan sebesar Rp49.061.630.671,00, sehingga sengketa hasil keberatan sebesar Rp12.815.508.468,00, menurut Surat Banding sebesar Rp49.061.630.671,00, maka sengketa banding menurut Terbanding adalah Rp0,00;
bahwa untuk PPh terhutang, menurut SPT sebesar Rp1.447.055.005,00, menurut SKP sebesar Rp2.218.198.572,00, koreksi Pemeriksa sebesar Rp771.143.567,00, kemudian Surat Keberatan sebesar Rp1.456.781.044,00, di Keputusan Keberatan sebesar Rp2.078.104.389,00, sehingga sengketa hasil keberatan sebesar Rp621.323.345,00, menurut Pemohon Banding di dalam Surat Banding sebesar Rp1.650.320.317,00 dan di permohonan keberatan mengenai cara perhitungan PPh terhutang itu tidak disengketakan, yang disengketakan hanya atas DPPnya;
bahwa Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak mengatur: “Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku
bahwa di permohonan keberatan tidak ada alasan mengenai cara penghitungan PPh terhutang, seharusnya PPh terhutang mengikuti koreksi dari DPP, karena yang disengketakan DPP sementara DPPnya di permohonan bandingnya sudah sama dengan Keputusan Keberatan sehingga seharusnya tidak ada sengketa;
bahwa perhitungan yang disampaikan Pemohon Banding tidak nyambung antara koreksi dengan jumlahnya. Menurut Pemohon Banding DPP sebesar Rp49.061.630.671,00 nilai DPP menurut hitungan Pemohon Banding itu sama dengan keputusan keberatan;
bahwa disebutkan DPP yang disengketakan Pemohon Banding adalah sebesar Rp10.707.633.050,00 sementara keputusan keberatan – dengan Surat Keberatan Pemohon Banding sebesar Rp12.815.508.468,00, jadi Pemohon Banding minta dikurangkan sebesar Rp10.707.633.050,00 dalam permohonan keberatannya dan itu sudah dikabulkan oleh Terbanding bahkan lebih besar yaitu Rp12.815.508.468,00;
bahwa Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang KUP menyebutkan bahwa “keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan”, Pemohon Banding hanya memberikan dasar perhitungannya atas koreksi DPP bukan atas PPh terutang yang ada alasannya, sehingga yang jadi sengketa adalah DPPnya saja karena hanya itu yang ada alasannya;
bahwa angka yang disengketakan Pemohon Banding Rp10.707.633.050,00 tersebut dari mana, sementara angka DPP menurut Surat Banding sebesar Rp49.061.630.671,00, keberatan Pemohon Banding tersebut sudah dikabulkan Terbanding pada saat pengajuan keberatan malah lebih besar yaitu sebesar Rp12.815.508.458,00;
bahwa Pemohon Banding dalam persidangan menjelaskan secara lisan sengketanya adalah sebesar Rp10.707.633.050,00 namun dipenjelasan tertulis yang disampaikan Pemohon Banding dalam persidangan tertulis angka sebesar Rp10.582.946.569,00 adalah objek PPh Pasal 21 yang terutang PPh;
bahwa koreksi Terbanding di pemeriksaan equalisasi antara biaya gaji PPh Badan dengan objek PPh Pasal 21 dikoreksi karena ada selisih saat diminta data Pemohon Banding tidak memberikan data bahwa ini benar-benar pegawai dari Pemohon Banding, sehingga Terbanding tidak bisa merinci ke masing- masing pegawai, maka dikoreksi Terbanding kenakan tarif 5%;
bahwa Pasal 21 objek dan DPP bisa menjadi hal yang lain. Pada kasus ini DPP-nya dan objeknya sama karena Pemohon Banding tidak bisa memberikan rincian gaji karyawan;
bahwa mengenai data, koreksi Terbanding adalah berdasarkan rugi laba atau di biaya karyawan ternyata tidak sama dengan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21, ketika ditanyakan ke Pemohon Banding, Pemohon Banding tidak bisa menyerahkan data-data itu pada saat pemeriksaan;
bahwa yang di laporkan dalam SPT Pemohon Banding adalah tentunya karyawan Pemohon Banding tetapi di biaya gaji Terbanding mengetahuinya total, ketika Terbanding konfirmasi ke Pemohon Banding, Pemohon Banding tidak bisa menyerahkan mana daftar gaji atas selisih tadi. Mengenai data-data yang disampaikan, semuanya adalah data-data yang masih merupakan rekap;
bahwa berdasarkan aturan PMK, untuk karyawan outsourching ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi diantaranya adalah pengusaha penyedia tenaga kerja, itu semata-mata hanya menyerahkan jasa penyediaan tenaga kerja yang tidak terkait dengan pemberian jasa;
bahwa jadi beberapa kriteria, pegawai tersebut bertanggungjawab ke siapa, kalau bertanggungjawab ke perusahaan outsourchingnya itu merupakan karyawan outsourching tetapi kalau tanggungjawabnya ke Pemohon Banding berarti dia adalah karyawan Pemohon Banding;
Penjelasn Terbanding dalam Closing Statement sebagai berikut:
bahwa SKPKB PPh Pasal 21 koreksi adalah atas DPP PPh Pasal 21. Berdasarkan surat permohonan keberatan Pemohon Banding menyengketakan atas DPP PPh Pasal 21. Berdasarkan Keputusan DJP, disebutkan bahwa DPP PPh Pasal 21 sebesar Rp49.061.630.671,00. Di permohonan banding Pemohon Banding tidak melaporkan biaya tenaga kerja harian lepas tersebut dalam SPT PPh Pasal 21 semata- mata bukan karena kesengajaan/kelalaian, namun karena ketidakpahaman Pemohon Banding bahwa atas tenaga kerja yang Pemohon Banding peroleh melalui jasa outsouce harus dilaporkan sebagai objek PPh Pasal 21, sehingga Pemohon Banding mengakui objek PPh Pasal 21 tersebut memang belum dilaporkan;
bahwa dalam Surat Bandingnya Pemohon Banding menyebutkan perhitungan menurut Pemohon Banding adalah sebagai berikut: DPP yang dibawahnya ada biaya TKL, biaya TKL Harian Lepas outsourching, biaya TKL HL, biaya gaji pemasaran dan biaya gaji administrasi dengan jumlah Rp49.061.630.671,00. Pada tanggal 5 November 2015 Pemohon Banding menyampaikan matriks sengketa tertanggal 2 November 2015 dengan DPP menurut Pemohon Banding sebesar Rp50.029.822.589,00. Pada tanggal 17 Desember 2015 Pemohon Banding menyampaikan matrik sengketa tertanggal 2 November 2015 dengan nilai DPP Rp39.446.876.020,00. Pada tanggal 10 Februari 2016 Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis yang diantaranya angka 3 menjelaskan bahwa gaji upah sebesar Rp10.707.633.050,00 yang merupakan objek PPh Pasal 21 memang belum Pemohon Banding potong dan Pemohon Banding melaporkan pajaknya dalam SPT Masa PPh Pasal 21 Pemohon Banding. Bahwa terkait dengan pengajuan banding dimana Pemohon Banding menyatakan: upah/gaji sebesar Rp10.707.633.050,00 adalah objek pajak yang terutang PPh Pasal 21, namun Pemohon Banding berpendapat bahwa dasar pengenaan PPh Pasal 21 atas upah/gaji tersebut bukanlah sebesar Rp10.707.633.050,00 seperti koreksi yang dilakukan Terbanding;
bahwa berdasarkan penjelasan tersebut di atas menurut Pemohon Banding sengketa yang terjadi masih tetap sama sejak penyampaian tanggapan atas pemberitahuan hasil pemeriksaan sampai permohonan banding yaitu atas koreksi DPP PPh Pasal 21 terkait objek pajak berupa upah/gaji sebesar Rp10.707.633.050,00. Berdasarkan hal tersebut yang menjadi objek sengketa dalam proses keberatan dan banding adalah DPP PPh Pasal 21. Pemohon Banding mengakui upah/gaji sebesar Rp10.707.633.050,00 merupakan objek pajak PPh Pasal 21;
bahwa Pemohon Banding dalam Surat Bandingnya meminta kepada Majelis untuk menghitung sengketa DPP PPh Pasal 21 (petitum) menjadi sebesar Rp49.061.630.671,00 yang nilainya sama dengan keputusan keberatan, sehingga tidak ada sengketa atas DPP PPh Pasal 21 tersebut di atas. Pemohon Banding menyengketakan cara penghitungan PPh Pasal 21 terutang yang dalam hal ini tidak menjadi objek pajak dalam proses keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Pajak dan Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang KUP;
Menurut Pemohon Banding:
bahwa jumlah pajak yang terhutang menurut ketetapan tersebut dan menurut Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
(Dalam Rupiah Penuh)
Keterangan Menurut Pemohon Banding Menurut Ketetapan Koreksi
Dasar Pengenaan Pajak
Biaya TKL
Biaya TKL Harian Lepas
Biaya Gaji Pemasaran
Biaya Gaji Administrasi

23.198.352.155
1.091.045.877
1.303.273.014
10.847.971.936

23.231.670.697
11.798.678.927
1.303.273.014
12.728.008.033

33.318.542
10.707.633.050
-
1.880.036.097
Jumlah
PPh Terhutang
Kredit Pajak
36.440.642.982
1.456.781.044
1.447.055.005
49.061.631.671
2.078.104.389
1.447.055.005
12.620.987.689
621.323.345
-
Pajak Penghasilan Pasal 21 Kurang dibayar
Sanksi Administrasi
9.726.039
3.501.374
631.049.384
227.177.778
621.323.345
223.676.404
Jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 Kurang dibayar
13.227.413 858.227.163 845.049.749
bahwa alasan permohonan banding Pemohon Banding sebagai berikut:
Koreksi Tenaga Kerja Harian lepas sebesar Rp10.707.633.050,00
bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi pemeriksaan Tenaga Kerja Harian lepas sejumlah Rp10.707.633.050,00 oleh karena Pemeriksa melakukan koreksi atas biaya tenaga kerja harian lepas hanya semata-mata membandingkan (equalisasi) jumlah biaya-biaya yang berkaitan dengan tenaga kerja dalam laporan keuangan dengan pelaporan dalam SPT PPh Pasal 21 Pemohon Banding dan mengenakan tarif sebesar 5%. Perlu Pemohon Banding sampaikan bahwa Pemohon Banding memang tidak melaporkan biaya tenaga kerja harian lepas tersebut dalam pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 semata-mata bukan karena kesengajaan atau kelalaian namun demikian lebih dikarenakan ketidakpahaman Pemohon Banding;
bahwa atas tenaga kerja yang Pemohon Banding peroleh melalui jasa outsourching harus tetap dilaporkan sebagai obyek pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam SPT Pemohon Banding, oleh karena Terbanding (pemeriksa) melakukan koreksi global maka Terbanding (pemeriksa) tidak menghitung secara detail jumlah gaji setiap karyawan yang Pemohon Banding bayarkan dimana pada kenyataannya jumlah biaya gaji yang Pemohon Banding bayarkan jumlahnya masih banyak yang dibawah PTKP;
bahwa untuk mencerminkan rasa keadilan dan kebenaran riil maka seyogyanya atas penghasilan karyawan sejumlah Rp10.582.946.569,00 yang Pemohon Banding catat dalam pembukuan Pemohon Banding dari sejumlah Rp10.707.633.050,00 dapat dihitung ulang kembali secara rinci berdasarkan riil jumlah yang diterima oleh masing-masing karyawan dan dihitung jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terhutang. Menurut Pemohon Banding jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terhutang atas Tenaga Kerja Harian Lepas tersebut adalah sebesar Rp52.241.451,00;
bahwa jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang Kurang Bayar menurut perhitungan Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
(Dalam Rupiah Penuh)
Keterangan Menurut Pemohon Banding
Dasar Pengenaan Pajak
Biaya TKL Non HL
Biaya TKL HL Outsourching
Biaya TKL HL
Biaya Gaji Pemasaran
Biaya Gaji Administrasi

23.231.670.697
10.582.946.569
1.215.732.358
1.303.273.014
12.728.008.033
Jumlah
PPh Terhutang
Kredit Pajak
49.061.630.671
1.650.320.317
1.447.055.005
Pajak Penghasilan Pasal 21 Kurang dibayar
Sanksi Administrasi
203.265.312
73.175.512
Jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 Kurang dibayar
276.440.825
Penjelasan Pemohon Banding dalam persidangan:
bahwa yang Pemohon Banding sengketakan adalah mengenai dasar pengenaan pajak atas PPh Pasal 21, dimana dalam pengenaan tarif Terbanding menghitung pajak penghasilan yang harus dipotong tanpa mengurangi penghasilan tidak kena pajak yang harusnya menjadi hak termasuk biaya catatan, oleh karena itu merupakan hasil dari pemeriksaan Pemohon Banding dalam menghitung pajak terutang menurut Pemohon Banding sejumlah Rp203.265.312,00. Pemohon Banding hanya menyampaikan PTKP untuk pajak-pajak yang kecil;
bahwa memang benar pada saat keberatan Pemohon Banding mengajukan atas DPP namun saat banding setuju dengan DPP yang disampaikan Pemeriksa. Objek pajaknya setuju namun Pemohon Banding tidak setuju atas tarifnya yang karena ini atas pegawai Outsourching yang tidak dipotong PPh Pasal 21 karena dari DPP itu ada beberapa yang pegawai Outsourching yang penghasilannya dibawah PTKP yaitu dengan total sebesar Rp10.582.946.569,00;
bahwa sengketa Pemohon Banding hanya biaya tenaga kerja outsoursing, dimana sebelumnya atas transaksi tenaga kerja outsouce tersebut Pemohon Banding masukan sebagai biaya tenaga kerja PPh Pasal 23. Oleh Pemeriksa karena jumlah sebesar Rp10.582.946.569,00 tidak disampaikan dalam SPT maka di koreksi sebagai objek PPh Pasal 21. Seharusnya Pemeriksa dalam mengoreksi tidak serta merta berdasarkan tarif 5% tanpa mengurangi PTKP, tanpa mengurangi biaya jabatan;
bahwa faktanya Pemohon Banding hanya memotong PPh Pasal 23 atas yang Pemohon Banding bayarkan;
bahwa yang sudah Pemohon Banding sampaikan dalam bukti-bukti keberatan adalah yang Pemohon Banding bayarkan kepada perusahaan outsoursing berikut rincian daftar karyawan yang seharusnya dibayar oleh perusahaan outsoursing tersebut;
bahwa DPP PPh Pasal 21 menurut SPT Pemohon Banding adalah sebesar Rp37.214.314.121,00 dan yang menjadi sengketa Pemohon Banding sebesar Rp10.582.946.569,00;
bahwa Pemohon Banding setuju dipindah dari PPh Pasal 23 ke PPh Pasal 21 asalkan PTKP diperbaiki;
bahwa di Surat Keberatan ditulis dipotong PPh Pasal 23, dan Pemohon Banding sudah menghitung PTKPnya;
bahwa dalam sengketa Pemohon Banding untuk penghitungan PPh Pasal 21 meliputi selain dasar pengenaan pajak juga pengurang dari pada penghasilan dari objek Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah PTKP;
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan Terbanding yang menyatakan yang menjadi sengketa hanya DPP saja, karena penghitungan PPh Pasal 21 tidak hanya koreksi dasar pengenaan PPh Pasal 21 saja disamping dasar koreksi tentunya Terbanding juga melakukan koreksi dengan menghitung Pajak Penghasilan terhutang atas dasar pengenaan pajak tersebut. Pada keberatan Pemohon Banding mengajukan atas transaksi ini sebenarnya adalah transaksi jasa tenaga kerja outsourcing selanjutnya Pemohon Banding juga bisa menerima jika itu dianggap PPh Pasal 21, namun penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 harus mengikuti kaidah penghitungan Pasal 21 dimana ada penghitungan penghasilan tidak kena pajak yang seharusnya diperhitungkan oleh Terbanding;
bahwa di dalam SPT Pemohon Banding DPP PPh Pasal 21 sebesar Rp36.246.122.203,00, tidak termasuk pesangon dan di SKPnya sebesar Rp51.668. 993.539,00;
bahwa di dalam Surat Keberatan Pemohon Banding mengajukan keberatan atas SKP dan ada perubahan sedikit, dimana Pemohon Banding menerima sebagian dari di Surat Banding koreksi yang tidak disetujui di Surat Banding adalah sebesar Rp11.798.678.927,00;
bahwa Terbanding menghitung secara standar status TK=0, bukan menurut data yang sebenarnya, Pemohon Banding mempunyai semua perhitungan PTKP, tidak kawin ada sekitar 192;
Penjelasan tertulis Pemohon Banding sebagai berikut:
bahwa Pemohon Banding tidak mensengketakan untuk objek pajak, namun DPP atas Pasal 21 berbeda dengan objek Pasal 21 karena untuk menghitung DPP Pasal 21 harus dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak. Pelaksanaan pemeriksaan sehingga terbit SPHP yang dikeluarkan pada tanggal 25 Juni dengan melihat tanggal tersebut Pemohon Banding sebagai Wajib Pajak mengabaikan hak-hak formal Pemohon Banding untuk menggunakan waktu menyampaikan tanggapan hasil pemeriksaan, dengan harapan melalui proses materil yang menjadi sengketa Pemohon Banding ingin memperoleh keadilan melalui proses hukum baik keberatan maupun banding;
bahwa sengketa masih sama untuk objek pajaknya tidak ada sengketa namun DPP-nya yang menjadi sengketa. Terkait dengan DPP Pemohon Banding pada dasarnya ada beda walaupun DPP bersumber pada objek pajak yang angkanya sama, pada saat pemeriksaan Terbanding koreksi atas upah yang Pemohon Banding bayarkan atas tenaga kerja untuk outsourcing namun di dalam perhitungannya Terbanding melakukan perhitungan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dimana Terbanding menghitung objek pajak tersebut sebagai DPP atas apa yang Pemohon Banding bayar dikalikan tarif 5%;
bahwa jika objek pajak sama itu hanya permukaannya saja yang menjadi masalah penerapan perhitungan sesuai ketentuan yang berlaku yang tidak diterapkan benar oleh pihak Terbanding sehingga menghasilkan perbedaan DPP;
bahwa dalam pemeriksaan Terbanding hanya melakukan equalisasi atas biaya yang menjadi objek PPh Pasal 21 dibandingkan dengan SPT PPh Pasal 21. Dalam equalisasi Pemohon Banding ditemukan tidak menghitung PPh Pasal 21 atas jasa outsourcing, atas outsourcing tersebut termasuk biaya gaji Pemohon Banding munculkan dalam laporan keuangan sebagai unsur upah, menurut Terbanding itu merupakan objek PPh Pasal 21. Sama juga dengan yang di laporkan di SPHP dasar koreksi adalah objek PPh Pasal 21 yang belum dilaporkan berdasarkan pembebanan biaya;
bahwa Surat Keberatan Pemohon Banding menyampaikan ada keberatan terhadap koreksi PPh Pasal 21 sebesar Rp15.422.871.336,00 dimana Pemohon Banding menyatakan tidak setuju atas koreksi tersebut yang dilakukan Terbanding atas equalisasi beban gaji yang sudah dilapor di SPT PPh Pasal 21. Intinya sebenarnya menurut Pemohon Banding sejak keberatan sudah menyampaikan ada ketidaksetujuan terkait dengan hal tersebut;
bahwa yang Pemohon Banding tidak setuju sebesar Rp10.707.633.050,00 bagian dari Rp49.061.630.671,00 sisanya setuju. Dari angka tersebut adalah ada jasa outsourcing;
bahwa yang disengketakan Pemohon Banding tetap sebesar Rp10.582.946.569,00, koreksi awal Terbanding untuk tenaga kerja oursource sebesar Rp10.707.633.050,00 namun hanya Rp10.582.946.569,00 yang Pemohon Banding tidak setuju sisanya silakan dikoreksi menurut versi Terbanding;
bahwa saat penulisan Surat Banding Pemohon Banding memang agak bingung yang Pemohon Banding setujui sebesar Rp49.061.630.671,00 dikurangi Rp10.707.633.050,00 mungkin sekitar Rp38M;
bahwa dari angka sebesar Rp10.707.633.050,00 yang disengketakan Pemohon Banding sebesar Rp10.582.946.569,00 jadi ini hanya untuk menjelaskan mengenai inkonsistensi bukan mengenai sengketa;
bahwa sengketa ini semata-mata adalah hanya karena cara menghitung jumlah pajak terutang. Objek pajak seperti yang dijelaskan oleh Terbanding yang belum dilaporkan atas biaya tenaga kerja outsouce, jumlah telah sama-sama disepakati namun yang beda adalah tata cara penghitungan tenaga kerja harian lepas outsourching tersebut. Pemohon Banding menyampaikan perhitungan yang menunjukkan bahwa sengketa ini adalah mengenai perhitungan dengan membawa dokumen pendukung berupa KTP dan lain sebagainya. Sebenarnya PPh Pasal 21 terutang Pemohon Banding bukan seperti yang ada di KEP Keberatan, namun berdasarkan perhitungan Pemohon Banding yaitu sebesar Rp1.650.320.317,00 dimana atas jumlah tersebut telah terbayar dan jumlah pembayarannya sama-sama diakui sebesar Rp1.447.055.005,00;
bahwa perhitungan Pemohon Banding terfokus pada angka Rp10.582.949.569,00 yang merupakan biaya tenaga kerja outsourching Pemohon Banding sajikan mulai dari penggajian dari bulan Januari – Desember yang Pemohon Banding serahkan dalam bentuk landscape, perhitungan nama orang di lampirankan yang kecil, dimana pajak terutangnya sebesar Rp52.241.451,00 sementara dari pihak Terbanding mengambil angka langsung dari gaji bruto atau biaya tersebut langsung dikalikan 5% langsung tanpa memperhitungkan besarnya PTKP. Pemohon Banding mengakui tanpa satu keterangan konklusi hal tersebut agak sulit untuk memahaminya karena ada kesalahan penangkapan di sidang sebelumnya, namun kondisinya bukan seperti apa yang dikatakan Terbanding tidak ada sengketa tapi yang menjadi masalah cara penghitungan PPh terutang yang seharusnya menurut Pemohon Banding;
bahwa Pemohon Banding tidak menyengketakan objek pajak, terkait dengan biaya tenaga kerja outsourching Pemohon Banding mengakui sebagai objek PPh Pasal 21 yang Pemohon Banding belum memotong dan laporkan;
bahwa biaya tenaga kerja outsourching sebesar Rp10.582.946.569,00 itu memang benar-benar biaya yang Pemohon Banding bayarkan dan Pemohon Banding setuju itu objek PPh Pasal 21, seharusnya Pemohon Banding potong PPh Pasal 21 orang per orang;
bahwa dalam dalam penghitungan pemotongan tersebut seharusnya untuk memperoleh DPP menurut Pemohon Banding dari objek pajak berupa biaya outsourching dikurangkan dengan PTKP-nya, itu yang tidak dilakukan Terbanding saat pemeriksaan sehingga DPP-nya beda walaupun objek pajaknya sama;
bahwa menurut Pemohon Banding seharusnya nilai DPP seharusnya adalah sebesar Rp1.044.829.020,00, namun di matriknya tidak nampak karena tercantum dengan angka negatifnya;
bahwa pada awalnya saat Pemohon Banding menyusun keberatan dalam persepsi Pemohon Banding ini adalah domain PPh Pasal 23. Dalam pandangan karena Pemohon Banding merasa telah memotong PPh Pasal 23 terkait dengan outsourching, Pemohon Banding beranggapan ini kewajiban pemotongan pajak Pemohon Banding telah selesai di ranah PPh Pasal 23 setelah di dalam lebih jauh pemotongan PPh Pasal 23 hanya sebesar fee pihak outsource tagihkan ke Pemohon Banding, sementara terhadap biaya tenaga kerja pihak outsourching (PT PY dan PT KS) menyatakan Pemohon Banding yang laporkan inilah yang Pemohon Banding miss Pemohon Banding pahami;
bahwa pada saat pembayaran gaji ada perwakilan tenaga kerja outsourching yang menerima secara langsung uang yang sudah disiapkan, jadi secara hukum pelaksanaan pembayaran dilakukan oleh tenaga kerja outsourching perhitungannya ada di Pemohon Banding tapi pelaksanaannya outsourching;
bahwa pada daftar gaji yang di tandatangani oleh masing-masing karyawan adalah kop PT perusahaan outsource bukan nama Pemohon Banding, yang membayar adalah perusahaan outsourching;
bahwa terkait harusnya ada dokumen yang menjelaskan itu siapa yang bayar yang potong pajaknya siapa, Pemohon Banding tidak sedetail itu tapi Pemohon Banding hanya melihat pertanggungjawaban ini admintrasinya ada di Pemohon Banding. Awalnya Pemohon Banding mengira semuanya adalah tanggung jawab outsourching company, dalam pengajuan banding Pemohon Banding menerima bahwa ini merupakan objek PPh Pasal 21 karena dasar seperti itu;
bahwa Pemohon Banding menyiapkan amplop uang per orang, uang tunai Pemohon Banding siapkan di pabrik tapi yang menyerahkan ke pegawai perusahaan outsourching, total gaji itu dicatat sebagai biaya tenaga kerja TKL HL (Harian Lepas);
bahwa jumlah yang ada di akuntansi Pemohon Banding untuk biaya TKL HL itu adalah sebesar Rp11.798.678.927,00, dari sejumlah itu sebesar Rp10.582.946.659,00 yang menjadi sengketa sampai sekarang ini adalah atas jasa 2 (dua) perusahaan outsource yang lainnya bukan perusahaan pengarah tenaga kerja;
bahwa pembayaran TKL biaya outsource dicatat jadi satu di biaya TKL HL, yang 1 dipotong PPh Pasal 23 jadi satu semua itu baik gaji dan jasanya;
bahwa yang menjadi sengketa sebesar Rp10.707.633.050,00 selisihnya sama-sama perusahaan outsource pribadi sehingga Pemohon Banding tidak ada administrasinya;
bahwa pada saat Pemohon Banding membahas dengan pihak outsourching company, outsourching company pada saat itu menyatakan tidak bertanggung jawab atas perhitungan dan penggajian ke masing- masing personil dan mereka juga tidak melakukan pelaporan, mereka beranggapan tanggungjawab di area Pemohon Banding;
bahwa Pemohon Banding membawa rincian karyawan dan juga bukti pembayaran gaji tadi kepada perusahaan outsourching;
bahwa yang menjadi sengketa Pemohon Banding adalah sebesar Rp10.582.946.659,00 itu outsourching semua;
Menurut Majelis:
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap berkas banding, diketahui bahwa terhadap Pemohon Banding diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 21 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2011 Nomor 00075/201/11/641/13 tanggal 23 Juli 2013 yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Madya Sidoarjo berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak Nomor LAP-00213/WP.07/KP.0800/2013 tanggal 28 Juni 2013, dengan perhitungan sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak/Dasar Pengenaan Pajak
Rp 51,668,993,539.00
PPh Pasal 21 yang terutang
Rp 2,218,198,572.00
Kredit Pajak
Rp 1,447,055,005.00
Pajak yang tidak/kurang dibayar
Rp 771,143,567.00
Sanksi Administrasi: - Bunga Pasal 13 (2) KUP
Rp 277,611,684.00
Jumlah PPh yang masih harus dibayar
Rp 1,048,755,251.00
Jumlah yang disetujui berdasarkan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebesar Rp0,00;
bahwa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 21 a quo, Pemohon Banding mengajukan keberatan dengan Surat Nomor 123/ACC/IAI/IX/2013 tanggal 11 September 2013 dan dengan Keputusan Terbanding Nomor KEP-1367/WPJ.24/2014 tanggal 18 September 2014 permohonan banding Pemohon Banding tersebut dikabulkan sebagian dan mengurangkan jumlah pajak, dengan perhitungan sebagai berikut:
URAIAN Semula (Rp) Ditambah/ (Dikurangi) (Rp) Menjadi (Rp)
Dasar Pengenaan Pajak
51.668.993.539 (2.607.362.868) 49.061.630.671
PPh Terutang
2.218.198.572 (140.094.183) 2.078.104.389
Kredit Pajak
1.117.055.005 - 1.447.055.005
Kompensasi Masa Pajak Sebelumnya
- - -
PPh Kurang/(Lebih) Bayar
771.143.567 (140.094.183) 631.049.384
Sanksi Administrasi
277.611.684 (50.433.906) 227.177.778
Jumlah PPh ymh (lebih) dibayar
1.048.755.251 (190.528.088) 858.227.163
namun Pemohon Banding masih keberatan sehingga dengan Surat Nomor 312/ACC/IAI/XI/2014 tanggal 5 Desember 2014 mengajukan banding;
bahwa Pemohon Banding dalam Surat Bandingnya menyampaikan antara lain:
  • bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi pemeriksaan Tenaga Kerja Harian lepas sejumlah 707.633.050,00 oleh karena Pemeriksa melakukan koreksi atas biaya tenaga kerja harian lepas hanya semata-mata membandingkan (equalisasi) jumlah biaya-biaya yang berkaitan dengan tenaga kerja dalam laporan keuangan dengan pelaporan dalam SPT PPh Pasal 21 Pemohon Banding dan mengenakan tarif sebesar 5%. Perlu Pemohon Banding sampaikan bahwa Pemohon Banding memang tidak melaporkan biaya tenaga kerja harian lepas tersebut dalam pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 semata-mata bukan karena kesengajaan atau kelalaian namun demikian lebih dikarenakan ketidakpahaman Pemohon Banding;
  • bahwa atas tenaga kerja yang Pemohon Banding peroleh melalui jasa outsourching harus tetap dilaporkan sebagai obyek pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam SPT Pemohon Banding, oleh karena Terbanding (pemeriksa) melakukan koreksi global maka Terbanding (pemeriksa) tidak menghitung secara detail jumlah gaji setiap karyawan yang Pemohon Banding bayarkan dimana pada kenyataannya jumlah biaya gaji yang Pemohon Banding bayarkan jumlahnya masih banyak yang dibawah PTKP;
bahwa dalam pendapat akhir Pemohon Banding sebagaimana disampaikan melalui Surat Nomor 0163/IAI/ACC/III/16 tanggal 3 Maret 2016 antara lain dinyatakan:
bahwa yang menjadi pokok sengketa PPh Pasal 21 Masa Pajak Januari - Desember 2011 adalah pada Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 21 atas Biaya Gaji TKL Harian Lepas melalui Jasa outsourcing, dengan uraian sebagai berikut :
1. Perhitungan Obyek Pajak dan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 21 menurut Terbanding
Keterangan Obyek Pajak Dasar Pengenaan Pajak
SPT Masa PPh Past 21 Januari - Desember 2011
Biaya Gaji TKL Tetap
23.198.352.155 23.198.352.155
Biaya Gaji Pemasaran
1.303.273.014 1.303.273.014
Biaya Gaji Administrasi
10.956.581.716 10.956.581.716
Biaya Gaji TKL Harian Lepas
787.915.318 787.915.318
Jumlah Sesuai SPT Masa PPh Pasal 21 Jan - Des 2011
36.246.122.203 36.246.122.203
Koreksi Terbanding (Permohonan Keberatan)
Biaya Gaji TKL Tetap
33.318.542 33.318.542
Biaya Gaji Administrasi
1.771.426.317 1.771.426.317
Biaya Gaji TKL Harian Lepas
- Melalui Jasa Outsourcing
10.582.946.569 10.582.946.569
- Lain Lain
427.817.040 427.817.040
Jumlah - Menurut Terbanding
49.061.630.671 49.061.630.671
2. Perhitungan Obyek Pajak dan DPP PPh Pasal 21 menurut Pemohon Banding
Keterangan Obyek Pajak Dasar Pengenaan Pajak
SPT Masa PPh Past 21 Januari - Desember 2011
23.198.352.155 23.198.352.155
Biaya Gaji TKL Tetap
1.303.273.014 1.303.273.014
Biaya Gaji Pemasaran
10.956.581.716 10.956.581.716
Biaya Gaji Administrasi
787.915.318 787.915.318
Biaya Gaji TKL Harian Lepas
Jumlah Sesuai SPT Masa PPh Pasal 21 Jan - Des 2011
36.246.122.203 36.246.122.203
Tanggapan Pemohon Banding atas Koreksi Terbanding
( Keputusan Keberatan )
Biaya Gaji TKL Tetap
33.318.542 33.318.542
Biaya Gaji Administrasi
1.771.426.317 1.771.426.317
Biaya Gaji TKL Harian Lepas
- Melalui Jasa Outsourcing
10.582.946.569 2.027.265.129
- Lain Lain
427.817.040 . 427.817.040
Jumlah - Menurut Pemohon Banding
49.061.630.671 40.505.949.231
3. bahwa berdasarkan uraian di atas, Pokok Sengketa Pajak yang terjadi antara Pemohon Banding dengan Terbanding adalah sebagai berikut :
Jumlah yang menjadi Sengketa sebagaimana tersebut di atas telah Pemohon Banding sampaikan melalui matrik sengketa pada saat persidangan;
4. bahwa pada saat pengajuan Banding dan pada saat Proses Banding, Pemohon Banding menghitung Penghasilan Kena Pajak atau Dasar Pengenaan Pajaknya atas seluruh pekerja Outsourcing tersebut dengan menggunakan status tidak kawin (TK 0). Untuk memperoleh perhitungan yang sebenarnya dengan menggunakan Status yang sesungguhnya dari masing- masing karyawan tersebut, maka jumlah Obyek Pajak dan DPP yang menjadi sengketa antara Pemohon Banding dengan terbanding menjadi sebagai berikut :

Keterangan Obyek Pajak Dasar Pengenaan Pajak
Menurut Terbanding
Biaya Gaji TKL Harian Lepas
- Melalui Jasa Outourcing

Menurut Pemohon Banding
Biaya Gaji TKJ Harian Lepas
- Melalui Jasa Outsourcing


10,582,946,569



10,582,946,569


10,582,946,569



1,041,5542,622
Jumlah yang menjadi Sengketa 9,541,403,947

bahwa dalam pengajuan Banding yang diajukan Pemohon Banding, Pemohon Banding telah menyatakan setuju atas koreksi Obyek Pajak yang dilakukan Terbanding karena memang Pemohon Banding belum melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dan belum melaporkannya dalam SPT masa PPh Pasal 21 pada periode-periode Januari 2011 sd Desember 2011;
bahwa Pemohon Banding tidak sependapat dengan Terbanding terhadap penentuan besarnya Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 21 atas Biaya Gaji TKL Harian Lepas melalui Jasa Outsourcing. Menurut Pemohon Banding, untuk memperoleh besaran Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 21 atas Biaya Gaji TKL Harian Lepas melalui Jasa Outsourcing diperoleh data Jumlah Obyek Pajak dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap data, fakta dan penjelasan Pemohon Banding yang disampaikan dipersidangan dapat diketahui antara lain sebagai berikut :
bahwa Biaya Gaji sebesar Rp10.582.946.694,00 merupakan Biaya Gaji TKL Harian Lepas melalui Jasa Outsourcing sebanyak 840 orang. Bahwa berdasarkan Data KTP dan Kartu Keluarga Pegawai Outsourcing diketahui bahwa tidak seluruhnya penghasilan TKL Harian Lepas melalui Jasa Outsourcing berada di atas Penghasilan Kena Pajak, sehingga penetapan Dasar Pengenaan Pajak yang dilakukan oleh Terbanding tidak tepat;
bahwa ketentuan Pasal 21 ayat (4) UU PPh mengatur:
“Penghasilan pegawai harian, mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya yang dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.”
bahwa Penjelasan Pasal 21 ayat (4) UU PPh mengatur:
“Besarnya penghasilan yang dipotong pajak bagi pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya adalah jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan bagian penghasilan yang tidak dikenai pemotongan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, dengan memperhatikan Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku.”
bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, Majelis berpendapat untuk menghitung jumlah Dasar Pengenaan Pajak Pemohon Banding harus dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak masing- masing Tenaga Kerja Harian Lepas;
bahwa perhitungan terbaru dari DPP Biaya TKL Harian Lepas tersebut menurut Pemohon Banding berdasarkan Perhitungan Gaji Bruto dan DPP atas karyawan Outsourcing, Daftar Nama berikut KTP dan KSK masing-masing Karyawan serta Matrik Sengketa Perubahan atas perhitungan baru tersebut dengan perhitungan menjadi sebagai berikut;
Keterangan Menurut Koreksi
Pemohon Banding Terbanding
Jumlah Gaji TKL Tetap
23,231,670,697 23,231,670,697
Biaya TKL Harian Lepas Objek
11,798,678,927 11,798,678,927
PTKP
(9,541,403,947)
Biaya TKL Harian Lepas DPP
2,257,274,980 11,798,678,927
Jumlah Gaji TKL
25,488,945,677 35,030,349,624
Biaya Gaji Pemasaran
1,303,273,014 1,303,273,014
Biaya Gaji Administrasi
12,728,008,033 12,728,008,033
Jumlah DPP Pajak
39,520,226,724 49,061,630,671
PPh Terutang
1,650,320,317 2,078,104,389
Kredit Pajak
1,447,055,005 1,447,055,005
PPh Pasal 21 kurang dibayar
203,265,312 631,049,384 427,784,072
Sanksi Administrasi
73,175,512 227,177,778
Jumlah PPh Pasal 21 kurang bayar
276,440,824 858,227,162
bahwa berdasarkan data, fakta, dan bukti yang disampaikan dipersidangan terbukti bahwa koreksi yang dilakukan Terbanding tidak tepat, sehingga Majelis berpendapat bahwa koreksi positif PPh Pasal 21 yang terutang sebesar Rp427.784.072,00 tidak dapat dipertahankan;
Menimbang:
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kredit Pajak;

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi administrasi;

bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan Nomor KEP-1367/WPJ.24/2014 tanggal 18 September 2014 tidak dapat dipertahankan, sehingga PPh Pasal 21 yang terutang dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
PPh Pasal 21 yang terutang menurut Terbanding Rp2.078.104.389,00
Koreksi yang tidak dapat dipertahankan Rp 427.784.072,00
PPh Pasal 21 yang terutang menurut Majelis Rp1.650.320.317,00
Mengingat:
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan sengketa ini;
Memutuskan:
Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1367/WPJ.24/2014 tanggal 18 September 2014 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 21 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2011 Nomor 00075/201/11/641/13 tanggal 23 Juli 2013, atas nama: Pemohon Banding, dengan perhitungan menjadi sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak Rp39.520.226.724,00
PPh terutang Rp 1.650.320.317,00
Kredit Pajak Rp 1.447.055.005,00
PPh kurang bayar Rp 203.265.312,00
Sanksi administrasi: Bunga Pasal 13 ayat (2) UU KUP Rp 73.175.512,00
Jumlah PPh yang masih harus dibayar Rp 276.440.824,00
Demikian diputus di Surabaya pada hari Kamis tanggal 03 Maret 2016 berdasarkan musyawarah Majelis XIIIA Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut :
1. DS, H., M.M sebagai Hakim Ketua,
2. Drs. AW, S.H., M.PKn sebagai Hakim Anggota,
3. AP, M.M., C.A sebagai Hakim Anggota,
yang dibantu oleh:
Dra. IFD, M.M

sebagai Panitera Pengganti,

Putusan Nomor PUT-086273.10/2011/PP/M.XIIIA Tahun 2018 diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Kamis tanggal 04 Oktober 2018 dengan susunan Majelis sebagai berikut:

1. DS, H., M.M sebagai Hakim Ketua,
2. Drs. AW, S.H., M.PKn sebagai Hakim Anggota,
3. AP, M.M., C.A sebagai Hakim Anggota,
yang dibantu oleh:
FAS, S.H., M.Si.

sebagai Panitera Pengganti,

dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Terbanding dan tidak dihadiri oleh Pemohon Banding.

HAKIM-HAKIM ANGGOTA

ttd

Drs. Adi Wijono, S.H., M.PKN.

ttd

Agus Purwoko, Ak. M.M., C.A.
HAKIM KETUA

ttd

Djoko Sutrisno, S.H., M.M.



PANITERA PENGGANTI

ttd

Ferdy Alfonsus Sihotang, S.H., M.Si

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA