Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-115350.15
Pokok Sengketa:

bahwa nilai sengketa yang terbukti dalam sengketa banding ini Koreksi Penghasilan/(Rugi) Neto sebesar (Rp5.391.635.526,00) (Penghasilan/(Rugi) Neto menurut Pemohon Banding sebesar (Rp6.339.972.056,00), sedangkan Penghasilan/(Rugi) Neto menurut Terbanding sebesar (Rp948.336.530,00)), dengan perhitungan sebagai berikut:

Tabel Nilai Sengketa atas Objek Pajak

No Koreksi Positif atas Objek Pajak Nilai Sengketa (Rp)
1 Koreksi Positif atas Biaya Dari Luar Usaha 3.641.258.922
2 Koreksi Positif atas Koreksi Fiskal Positif
a. Koreksi Positif Imbalan Pasca Kerja
221.311.000
b. Koreksi Positif Sumbangan dan Hibah
1.487.489.603
c. Koreksi Negatif Penyesuaian Fiskal Positif Lainnya
(3.468.065)
Total
1.705.332.538
3 Koreksi Positif atas Koreksi Fiskal Negatif
a. Koreksi Positif Penyusutan atas Tanaman
64.062.500
b. Koreksi Negatif Perhitungan Ulang Penyusutan
(11.612.702)
c. Koreksi Negatif Reklasifikasi
(7.405.732)
Total
45.044.066
Nilai sengketa terbukti 5.391.635.526


Resume:
bahwa dalam berkas bandingnya, Pemohon Banding tidak memberikan penjelasan mengenai alasan mengajukan banding atas Koreksi Negatif Penyesuaian fiskal positif lainnyasebesar Rp3.468.065,00;

Menimbang:

bahwa pembahasan tiap pokok sengketa adalah sebagai berikut:

1. Koreksi Positif atas Biaya Dari Luar Usaha sebesar Rp3.641.258.922,00

Menurut Terbanding:

bahwa Terbanding melakukan koreksi Objek Pajak dengan alasan sebagaimana telah dikemukakan dalam Penjelasan Tertulis Pengganti Surat Uraian Banding a quo sebagaimana telah diuraikan pada halaman 9 s.d. 17 putusan ini;

bahwa Terbanding berpendapat pada persidangan mengenai pokok sengketa sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Uji Bukti, yang pada pokoknya mengemukakan hal sebagai berikut:

Pokok Sengketa
Koreksi Biaya dari Luar Usaha sebesar Rp3.641.258.922,00

Bukti yang diperiksa

- Perjanjian Obligasi dengan RTCE dalam bahasa asing;
- Fotokopi Laporan Transaksi Rekening Bank periode Januari – Desember 2011;


Menurut Terbanding

1. Koreksi atas penghasilan/biaya luar usaha berupa adanya kerugian atas selisih kurs sebesar Rp3.860.457.000,00 yang berasal dari pinjaman dalam bentuk obligasi tanpa bunga dan bersifat convertible dalam mata uang asing. Terbanding menilai bahwa pinjaman tersebut tidak wajar dan pada dasarnya adalah penyertaan saham atau uang muka saham, sehingga pemeriksa mengoreksi seluruh beban finansial yang timbul dari obligasi tersebut.
2. Bahwa sesuai dengan penjelasan Pasal 6 ayat (1) UU PPh dinyatakan

Biaya-biaya yang dimaksud pada ayat ini lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.

Dengan demikian, pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya.

3. Bahwa penjelasan terkait dengan obligasi tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Pemohon Banding memiliki hutang obligasi tanpa bunga yang dapat dikonversikan menjadi saham (Zero Percent Convertible Bond) kepada RTCE Limited (Pihak Ketiga) sebesar USD20,610,000 per 31 Desember 2011;
  2. Berdasarkan informasi dari Pemohon Banding mengenai pemegang obligasi serta rasio utang-saham, Terbanding menilai bahwa pinjaman tersebut tidak wajar dan substansi obligasi tersebut merupakan penyertaan saham atau uang muka saham meski berwujud obligasi;
  3. Bahwa obligasi tersebut mempunyai Debt-to-Equity Rasio (DER) yang sangat besar yaitu 12.459.43 kali;
  4. Pemegang obligasi adalah RTCE Limited (Malaysia) disebut sebagai pihak ketiga yang tidak memiliki hubungan istimewa;
  5. Pemohon Banding tidak dapat meminjamkan prospektus obligasi selama proses pemeriksaan dengan alasan tidak menggunakan prospektus saat menawarkan obligasinya;
  6. Dari hasil peminjaman keterangan Pemohon Banding mengenai pemegang obligasi, Pemohon Banding tidak memberikan informasi yang cukup mengenai hubungan Pemohon Banding dengan pemegang obligasi;
  7. Syarat dan ketentuan dalam obligasi yang sangat ringan (tanpa bunga, tanpa agunan);
  8. Obligasi dapat dikonversikan menjadi saham oleh pemegang obligasi setiap saat selama umur obligasi sampai dengan 10 hari sebelum jatuh tempo;
  9. Berdasarkan pengakuan pegawai Pemohon Banding dalam proses pemeriksaan, sampai dengan saat ini tidak ada obligasi yang telah dikonversikan menjadi saham ataupun direstrukturisasi meski telah lewat jatuh tempo;
  10. Jangka waktu obligasi adalah 3 tahun;
  11. Pemohon Banding sangat sering menerbitkan obligasi (1-2 kali tiap bulan) dengan nilai besar sedangkan selama tahun 2011 hanya melakukan 3x pembayaran dengan total nilai USD90,000.
4. Dalam persidangan banding, Pemohon Banding atas perintah Majelis Hakim berusaha menunjukkan bukti terkait dengan uang masuk atas obligasi sebesar USD20,610,000.00, atas bukti tersebut Terbanding tanggapi sebagai berikut:
a. Dari jumlah uang masuk ke Rekening Pemohon Banding selama periode tahun 2011 uang masuk ke rekening Pemohon Banding sebesar USD9,889,400.00 dengan rincian sebagai berikut :

Bulan Jumlah (USD)
Januari 149,975.00
Februari 679,925.00
Maret 859,925.00
April 999,950.00
Mei 599,590.00
Juni 1,199,950.00
Juli 499,950.00
Agustus 1,799,950.00
September -
Oktober 799,925.00
Nopember 799,975.00
Desember 1,499,925.00
Jumlah 9,889,400.00
b. Dari jumlah uang tersebut jelas sangat berbeda sekali dengan dalil Pemohon Banding yang menyatakan bahwa ada uang masuk dari obligasi dari Royal Turner sebesar USD20,610,000 ke rekening Pemohon Banding;
c. Atas jumlah kekurangan dana yang diterima oleh Pemohon Banding tersebut, sampai dengan saat ini tidak dapat dijelaskan oleh Pemohon Banding;
d. Dengan demikian Terbanding tidak meyakini bahwa uang masuk dari Royal Turner ke Rekening Koran Pemohon Banding adalah uang terkait dengan obligasi dan Terbanding menyatakan bahwa uang masuk tersebut merupakan penyertaan modal dari Royal Turner.

5. Dalam persidangan banding, Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan dokumen penawaran atas obligasi tersebut, mengingat dokumen penawaran tersebut merupakan dokumen yang penting dalam rangka mencari pendanaan bagi Pemohon Banding melalui obligasi.
6. Dalam persidangan banding, Pemohon Banding juga tidak dapat menjelaskan terkait dengan obligasi yang jatuh tempo dan seharusnya dikonversi menjadi saham.
7. Pemohon Banding juga tidak dapat menunjukkan bukti-bukti terkait dengan jatuh tempo obligasi tersebut (3 Tahun) bagaimana perlakukan atas obligasi yang jatuh tempo tersebut? Apakah dilakukan pembayaran ataukah dikonversi sebagai saham
8. Dengan tidak validnya informasi yang ditunjukkan oleh Pemohon Banding selama persidangan banding, maka Terbanding mengkoreksi seluruh beban finansial yang timbul dari obligasi tersebut telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.


bahwa pada persidangan Terbanding memberikan penjelasan lisan sebagai berikut:

- bahwa Terbanding menyerahkan Laporan Pemeriksaan Pajak dan Laporan Penelitian Keberatan;
- bahwa Terbanding tidak menyerahkan Kertas Kerja Pemeriksaan;
- bahwa Terbanding menjelaskan pada saat Keberatan, Terbanding melakukan koreksi karena Pemohon Banding tidak menyerahkan bukti dokumen pendukung, sehingga Terbanding tidak bisa meneliti kebenaran atas transaksi Pemohon Banding;
- bahwa Terbanding menyerahkan Fotokopi Dokumen kepemilikan saham Pemohon Banding;
- bahwa terkait pertanyaan Majelis mengenai koreksi biaya dari luar usaha Terbanding menjelaskan meragukan eksistensi dari obligasi Pemohon Banding berupa Zero Coupon Bond, dan pada saat proses pemeriksaan atas proses keberatan, Pemohon Banding tidak pernah menunjukan bukti terkait;
- bahwa Terbanding memberi contoh perhitungan obligasi yang dikeluarkan oleh Pemohon Banding, apabila nilai PARnya 100, maka Pemohon Banding hanya membayar 60 atau 70 dan selisihnya adalah bunga terkait Zero Coupon Bond;
- bahwa Terbanding menjelaskan terkait dengan dokumen kepemilikan saham Pemohon Banding yang diserahkan pada persidangan, Terbanding menjelaskan kepemilikan saham Pemohon Banding dimiliki oleh:
  1. PT PMJ dengan kepemilikan 80%,
  2. PT KSG dengan kepemilikan 20%;
- bahwa Terbanding menjelaskan atas saham PT PMJ dimiliki oleh:
  1. Splendid Impact Limited di British Virgin Island sebesar 1%,
  2. Environ Resources Ltd di Malaysia sebesar 99%;
- bahwa Terbanding tidak dapat mengidentifikasi lebih lanjut keterkaitan antara RTCE dengan Environt Resources Ltd, namun sama–sama berasal dari Malaysia;
- bahwa Terbanding menjelaskan terkait dengan RTCE, Terbanding memiliki beberapa sengketa terkait dengan RTCE di beberapa berkas yang lain dengan pola RTCE memberikan hutang dengan obligasi tanpa melihat Debt Equity Ratio, sehingga menyalahi kelaziman yang ada;
- bahwa Terbanding menjelaskan dalam hal ini Pemohon Banding memiliki Debt Equity Ratio sebesar 12.000 kali;
- bahwa yang menjadi masalah menurut Terbanding bukan berasal dari konsistensi pembebanan selisih kurs, melainkan eksistensi obligasi dari Pemohon Banding karena Terbanding menganggap sebagai penyertaan modal terselubung;
- bahwa Terbanding menjelaskan Pemohon Banding harus dapat membuktikan eksitensi dari obliagasinya adalah benar dengan pembuktian antara lain jangka waktu pembayaran dari pemberi pinjaman dan penerima pinjamannya;
- bahwa Terbanding menjelaskan pada saat ini sedang menangani sengketa antara RTCE dengan beberapa perusahaan, namun Terbanding belum memperoleh dokumen lebih lanjut mengenai hubungan istimewa;
- bahwa terkait dengan koreksi biaya dari luar usaha, Terbanding menjelaskan sudah meneliti di dalam LPK dan Terbanding tidak menggunakan dalil Pasal 18, namun Terbanding menggunakan Pasal 6 dan Pasal 9 Undang-Undang PPh;
- bahwa Terbanding menjelaskan pada saat proses Keberatan, biaya yang muncul ini adalah obligasi tanpa bunga, dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun dan apabila sudah jatuh tempo maka dapat dikonversi ke dalam saham;
- bahwa Terbanding menjelaskan pada saat Terbanding melakukan pemeriksaan dan Keberatan, atas obligasi ini sudah nyata-nyata jatuh tempo, dan sesuai dengan perjanjian maka seharusnya dilakukan pembayaran oleh Pemohon Banding atau dikonversi menjadi saham, namun tidak terlihat di dalam laporan keuangan Pemohon Banding, oleh karena itu Terbanding melakukan koreksi atas biaya–biaya yang terkait dengan obligasi Pemohon Banding,
- bahwa Terbanding menjelaskan sampai dengan saat ini Terbanding masih mempelajari hubungan Pemohon Banding dengan RTCE, namun yang harus ditekankan oleh Terbanding adalah Terbanding tidak menggunakan dalil Pasal 18 terkait hubungan istimewa sebagai dasar koreksinya, melainkan Pasal 6 dan Pasal 9;
- bahwa Terbanding menjelaskan terkait dengan koreksi atas dasar Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang KUP, Terbanding mendasarkan Pasal 6 dan Pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan di dalam detailnya dan menghilangkan koreksi Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan pada saat proses Keberatan Pemohon Banding;
- bahwa Terbanding menjelaskan atas koreksi biaya selisih kurs, kurs adalah berasal dari biaya atas obligasi, jadi sebenarnya Terbanding tidak melakukan koreksi atas kurs, melainkan atas eksistensi obligasinya yang tidak dapat Pemohon Banding buktikan;
- bahwa Terbanding menjelaskan proses penerbitan obligasinya yang ingin Terbanding nilai beserta dokumen pendukungnya, karena obligasi adalah pembiayaan pihak luar yang akan Terbanding nilai apakah sudah sesuai dengan ketentuan perundang–undangan yang berlaku;
- bahwa berdasarkan Fotokopi Laporan Transaksi Rekening Bank periode Januari–Desember 2011, diketahui ada uang masuk dari Royal Turner dan berdasarkan pengakuan Pemohon Banding jumlahnya adalah sebesar 20 juta USD, seharusnya paling tidak 1 (satu) bulan ada uang masuk sekitar 1.8 juta USD, namun di dalam dokumen Pemohon Banding jumlah yang disajikan tidak sebesar itu;
- bahwa Terbanding menjelaskan berdasarkan dokumen yang ada, seharusnya jatuh tempo obligasinya adalah selama 3 (tiga) tahun, dan jatuh tempo pada tahun 2014, namun di dalam dokumen Pemohon Banding tidak ada bukti bahwa Pemohon Banding telah melunasi obligasinya;
- bahwa Terbanding menjelaskan di dalam dokumen juga disebutkan apabila sudah jatuh tempo belum dilakukan pembayaran oleh Pemohon Banding maka seharusnya ada pengusaan modal tertentu oleh Royal Turner, namun Terbanding tidak melihat ada dokumen penguasaan modal oleh Royal Turner Enterprise kepada Pemohon Banding;


bahwa Terbanding melakukan koreksi Objek Pajak dengan alasan sebagaimana telah dikemukakan dalam Penjelasan Tertulis Pengganti Surat Uraian Banding a quo sebagaimana telah diuraikan pada halaman 9 s.d. 17 putusan ini;

bahwa Terbanding berpendapat pada persidangan mengenai pokok sengketa sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Uji Bukti, yang pada pokoknya mengemukakan hal sebagai berikut:

Pokok Sengketa
Koreksi Fiskal Positif sebesar Rp1.705.332.538,00 yang terdiri dari :

- Koreksi Fiskal Positif atas Imbalan Pasca Kerja sebesar Rp221.311.000,00
- Koreksi Fiskal Positif atas Sumbangan dan Hibah sebesar Rp1.487.489.603,00


Bukti yang diperiksa

- Fotokopi Dokumen Uji Bukti atas koreksi Imbalan Pasca Kerja sebesar Rp95.342.902,00 dari total sebesar Rp221.311.000,00 berupa fotokopi pembayaran dana pensiun;
- Fotokopi Dokumen Uji Bukti atas koreksi Sumbangan dan Hibah sebesar Rp172.067.400,00 dari total sebesar Rp1.487.489.603,00;


Menurut Terbanding

1. Bahwa koreksi atas Koreksi Fiskal Positif sebesar Rp1.705.332.538,00 yang terdiri dari:
  1. Koreksi Fiskal Positif atas Imbalan Pasca Kerja sebesar Rp221.311.000,00
  2. Koreksi Fiskal Positif atas Sumbangan dan Hibah sebesar Rp1.487.489.603,00
2. Bahwa atas sengketa tersebut merupakan sengketa pembuktian dan Majelis Hakim meminta kepada para pihak untuk melakukan uji bukti.
3. Dalam proses uji bukti dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Koreksi Fiskal Positif atas Imbalan Pasca Kerja sebesar Rp221.311.000,00
- Dari koreksi sebesar Rp221.311.000,00 Pemohon Banding hanya menunjukkan bukti pendukung berupa copy bukti pembayaran atas dana pension tersebut sebesar Rp95.342.902,00.
- Atas jumlah sebesar Rp125.968.098,00 (Rp221.311.000,00 – Rp95.342.902,00) Pemohon Banding sama sekali tidak menunjukkan bukti pendukungnya.
- Dari bukti copy pembayaran dana pension sebesar Rp95.342.902,00 tersebut Terbanding berpendapat sebagai berikut:
  • Bukti tersebut merupakan pembayaran Pemohon Banding kepada Dana Pensiun Smart;
  • Bukti tersebut tidak didukung dengan dokumen asli dan surat kontrak perjanjian dana pensiun antara Pemohon Banding dengan Dana Pensiun Smart;
  • Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Dana Pensiun Smart pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, karena syarat pembebanan iuran pensiun sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh adalah pembayaran iuran kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
  • Pemohon Banding juga tidak dapat menunjukkan bukti peserta dana pensiun yang merupakan karyawan dari pihak Pemohon Banding;
- Bahwa dengan tidak adanya data/bukti pendukung atas pembayaran iuran pension kepada Dana Pensiun Smart, maka Terbanding tidak dapat meyakini bahwa bukti tersebut adalah benar memenuhi ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh.
b. Koreksi Fiskal Positif atas Sumbangan dan Hibah sebesar Rp1.487.489.603,00
- Dari koreksi sebesar Rp1.487.489.603,00 Pemohon Banding hanya menunjukkan bukti pendukung berupa faktur pajak, invoice dan internal jurnal atas sumbangan tersebut sebesar Rp172.067.400,00
- Atas jumlah sebesar Rp1.315.422.203,00 (Rp1.487.489.603,00 – Rp172.067.400,00) Pemohon Banding sama sekali tidak menunjukkan bukti pendukungnya
- Dari bukti atas sumbangan dan hibah sebesar Rp172.067.400,00 tersebut Terbanding berpendapat sebagai berikut:
Bukti tersebut berupa invoice/faktur, internal jurnal atas sewa alat berat dan pekerjaan kebun terkait sawit dari PT GPJ dan PT VIP kepada Pemohon Banding
Dari bukti faktur/invoice tersebut juga tidak dapat diketahui berapa besarnya nilai CSR nya, karena nilai dalam faktur/invoice tersebut berkaitan dengan tagihan sewa alat berat;
Informasi terkait adanya biaya CSR hanya berasal dari Pemohon Banding yang hanya didukung dengan pencatatan internal saja;
Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan kontrak dari vendor atas keharusan Pemohon Banding untuk mengeluarkan CSR atas kegiatan yang berkaitan dengan perkebunan sawit tersebut;
Tidak ada bukti dari peraturan PEMDA setempat yang mengharuskan Pemohon Banding untuk mengeluarkan CSR atas kegiatan perkebunan sawit tersebut, yang pada umumnya dokumen ini yang menjadi dasar sebuah entitas mengeluarkan biaya CSR;
Berdasarkan penelitian bukti-bukti tersebut di atas, Terbanding berpendapat bukti-bukti yang ditunjukkan oleh Pemohon Banding selama proses uji bukti belum bisa mendukung argumentasi Pemohon Banding bahwa ada biaya CSR yang harus dikeluarkan;
Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 6 huruf k UU PPh dinyatakan: Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian Dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, Dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto

Pasal 1
Sumbangan dan/atau biaya yang dapat dikurangkan sampai jumlah tertentu dari penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak bagi wajib pajak terdiri atas:
a. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, yang merupakan sumbangan untuk korban bencana nasional yang disampaikan secara langsung melalui badan penanggulangan bencana atau disampaikan secara tidak langsung melalui lembaga atau pihak yang telah mendapat izin dari instansi/lembaga yang berwenang untuk pengumpulan dana penanggulangan bencana;
b. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, yang merupakan sumbangan untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia yang disampaikan melalui lembaga penelitian dan pengembangan;
c. Sumbangan fasilitas pendidikan, yang merupakan sumbangan berupa fasilitas pendidikan yang disampaikan melalui lembaga pendidikan;
d. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga, yang merupakan sumbangan untuk membina, mengembangkan dan mengoordinasikan suatu atau gabungan organisasi cabang/jenis olahraga prestasi yang disampaikan melalui lembaga pembinaan olah raga; dan
e. Biaya pembangunan infrastruktur sosial merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba

Pasal 2
Sumbangan dan/atau biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dengan syarat:
a. Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelumnya;
b. pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan diberikan;
c. didukung oleh bukti yang sah; dan
d. lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan.

Bahwa biaya CSR telah diatur secara jelas dan tegas dalam Pasal 6 UU PPh jo PP 93 Tahun 2010
Dalam proses penelitian atas data/bukti dokumen Pemohon Banding yang dikaitkan dengan syarat-syarat sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 2 PP 93 tahun 2010, Pemohon Banding tidak dapat memenuhi syarat tersebut (berdasarkan data system SIDJP diketahui Tahun 2010 dan 2011 Pemohon Banding dalam keadaan rugi) dan Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan bukti yang sah berupa kontrak/perjanjian dengan pihak yang mendapatkan bantuan CSR tersebut;
Dan juga Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan lembaga/pihak yang menerima bantuan tersebut identitas NPWP nya sebagaimana syarat yang diatur dalam Pasal 2 PP 93 tahun 2010
Sehingga berdasarkan hal tersebut di atas, baik secara bukti dokumen/data dan secara aturan perundangan perpajakan yang berlaku, Pemohon Banding tidak dapat membebankan biaya sumbangan dan hibah (CSR) tersebut dan Terbanding berpendapat koreksi Terbanding telah benar dan sesuai dengan aturan perpajakan yang berlaku.


bahwa pada persidangan Terbanding memberikan penjelasan lisan sebagai berikut:

- bahwa Terbanding menjelaskan Koreksi Positif Imbalan Pasca Kerja terkait dengan pembayaran Biaya Pensiun yang tidak disertai dengan bukti/dokumen pendukung dari Pemohon Banding;
- bahwa Terbanding menjelaskan Koreksi Positif Sumbangan dan Hibah karena Terbanding berpendapat atas biaya yang dibebankan berupa biaya CSR, yaitu terkait dengan sumbangan dan perayaan dan upacara tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Pajak Penghasilan dan tidak didukung dengan dokumen bukti pendukung dari Pemohon Banding;
- bahwa Terbanding menjelaskan koreksi atas pembebanan biaya CSR, sumbangan dan perayaan dan upacara oleh Terbanding dikarenakan Pemohon Banding pada saat pemeriksaan tidak dapat membuktikan bahwa pengeluaran atas biaya-biaya tersebut memenuhi ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf c Undang Undang Pajak Penghasilan. Terbanding tidak dapat menunjukkan bukti pendukung terkait pengeluaran biaya-biaya tersebut;


bahwa Terbanding melakukan koreksi Objek Pajak dengan alasan sebagaimana telah dikemukakan dalam Penjelasan Tertulis Pengganti Surat Uraian Banding a quo sebagaimana telah diuraikan pada halaman 9 s.d. 17 putusan ini;

bahwa Terbanding berpendapat pada persidangan mengenai pokok sengketa sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Uji Bukti, yang pada pokoknya mengemukakan hal sebagai berikut:

Pokok Sengketa

Koreksi Fiskal Negatif sebesar Rp45.044.066,00 yang terdiri atas :

- Koreksi penyusutan atas Tanaman Menghasilkan Rp 64.062.500,00
- Perhitungan ulang jumlah penyusutan fiskal (Rp 11.612.702,00)
- Reklasifikasi dari kelompok 2 menjadi kelompok 1 (Rp 7.405.732,00)


Bukti Yang Diperiksa
-
Koreksi penyusutan atas Tanaman Menghasilkan Rp64.062.500,00

1. Terbanding melakukan koreksi atas penghitungan penyusutan atas harta berupa Tanaman Menghasilkan menggunakan metode Garis Lurus sesuai dengan PMK Nomor 126/PMK.11/2012 tanggal 6 Agustus 2012 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008 tentang Penyusutan atas Pengeluaran untuk Memperoleh Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan Dalam Bidang Usaha Tertentu sebesar Rp64.062.500,00.
2. bahwa dalam Pasal 11 UU PPh terdapat ayat (7) yang mengatur bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan”.
3. Salah satu bidang usaha yang diatur dalam PMK Nomor 249/PMK.03/2008 tersebut adalah bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha perkebunan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun. Pemohon Banding bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit yang mana tanaman baru mulai menghasilkan setelah 3-4 tahun setelah tanam telah memenuhi kriteria bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam PMK tersebut.
4. Sebagaimana diatur dalam PMK tersebut (Pasal 1 ayat (1)), menyebutkan bahwa Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu dapat melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.

Menurut Terbanding kata “dapat” yang dimaksud dalam PMK tersebut adalah untuk memberikan penegasan terhadap “dapat melakukan penyusutan” sedangkan untuk metode penyusutannya adalah menggunakan metode garis lurus, atau “dalam bagian yang sama besar”;

Karena konsep dalam aturan PMK ini adalah banyaknya timbul pertanyaan terkait dengan apakah atas tanaman menghasilkan dalam industri kelapa sawit dapat dilakukan penyusutan.

Maka dalam PMK Nomor 249/PMK.03/2008 jo 126/PMK.11/2012 menjawab permasalahan tersebut dengan menyatakan bahwa atas Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha perkebunan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun dapat melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.

Jadi poin utama dengan adanya PMK Nomor 249/PMK.03/2008 jo 126/PMK.11/2012 adalah untuk tanaman menghasilkan dalam industri kelapa sawit dapat melakukan penyusutan dengan metode garis lurus.

Hal ini sekaligus menjawab argumentasi Pemohon Banding yang menyatakan bahwa dalam PMK Nomor 249/PMK.03/2008 jo 126/PMK.11/2012 tidak mengatur secara detail terkait dengan metode penyusutan yang digunakan.

5. Atas dalil Pemohon Banding yang menyatakan bahwa PMK 249/PMK.03/2008 jo 126/PMK.11/2012 membatasi penggunaan metode penyusutan dan bertentangan dengan Pasal 11 UU PPh, Terbanding berpendapat:
  1. Bahwa seharusnya apabila Pemohon Banding tidak setuju dengan PMK tersebut di atas, maka Pemohon Banding dapat melakukan judicial review atas aturan tersebut ke Mahkamah Agung. Karena selama tidak ada upaya judicial review atas aturan tersebut, maka PMK Nomor 126/PMK.11/2012 tetap sah dan berlaku sebagai dasar hukum.
  2. Dalam ketentuan Pasal 11 ayat (7) UU PPh sudah menyatakan secara jelas bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
  3. Karena usaha Pemohon Banding adalah termasuk dalam bidang usaha tertentu sebagaimana dalam Pasal 11 ayat (7) UU PPh, maka penyusutan yang dilakukan oleh Pemohon Banding harus patuh dan tunduk kepada PMK Nomor 249/PMK.03/2008 jo 126/PMK.11/2012 dimana Pemohon Banding dapat melakukan penyusutan atas tanaman menghasilkan dengan garis lurus.

Perhitungan ulang jumlah penyusutan fiskal (Rp11.612.702,00) dan Reklasifikasi dari kelompok 2 menjadi kelompok 1 (Rp7.405.732,00)

1. Terbanding melakukan koreksi atas penghitungan penyusutan fiskal sebesar Rp11.612.702,00, reklasifikasi aset tetap dari kelompok 2 menjadi kelompok 1 sebesar Rp7.405.732,00. Pemeriksa berpendapat bahwa penyusutan dilakukan sesuai dengan masa manfaat yang telah ditentukan dalam Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
2. Bahwa Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan telah mengatur mengenai masa manfaat, kelompok dan tarif penyusutan, oleh karena itu perhitungan penyusutan fiskal oleh Pemohon Banding harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tersebut.
3. Sehingga penghitungan ulang dan reklasifikasi atas penyusutan fiscal yang dibuat oleh Terbanding telah didasarkan pada aturan perpajakan yang berlaku.
4. Dalam persidangan banding, Pemohon Banding tidak membantah argumentasi yang dikemukakan oleh Terbanding, sehingga Terbanding berpendapat koreksi penyusutan tersebut telah benar.


bahwa pada persidangan Terbanding memberikan penjelasan lisan sebagai berikut:

- bahwa Terbanding menjelaskan terkait dengan Koreksi Positif Penyusutan atas Tanaman, Terbanding melakukan koreksi atas penghitungan penyusutan atas harta berupa Tanaman Menghasilkan menggunakan metode Garis Lurus sesuai dengan PMK Nomor 126/PMK.11/2011 tanggal 6 Agustus 2011 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008 Penyusutan atas Pengeluaran untuk Memperoleh Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan Dalam Bidang Usaha Tertentu sebesar Rp64.062.500,00;
- bahwa Terbanding menjelaskan nilai penyusutan tidak menjadi perkara, namun yang menjadi perkara adalah terkait dengan metode yang digunakan oleh Pemohon Banding;
- bahwa Terbanding menjelaskan terkait dengan koreksi atas penghitungan penyusutan fiskal yang terdiri dari reklasifikasi aset tetap dari kelompok 2 menjadi kelompok 1 sebesar Rp11.612.702,00 dan reklasifikasi aset tetap dari kelompok 1 menjadi kelompok bangunan tidak permanen sebesar Rp7.405.732,00, Terbanding berpendapat bahwa penyusutan dilakukan sesuai dengan masa manfaat yang telah ditentukan dalam pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
- bahwa Terbanding menjelaskan koreksi atas Koreksi Fiskal Negatif sebesar Rp45.044.066,00 berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008;
- bahwa Terbanding menjelaskan Pasal 1 ayat (1) PMK-249/PMK.09/2008 berbunyi sebagai berikut :
Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu dapat melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut”;
- bahwa Terbanding menjelaskan memaknai Pasal 1 PMK-249/PMK.03/2008 tersebut sebagai metode garis lurus;
- bahwa Terbanding menjelaskan pemahaman Terbanding atas Pasal 1 ayat (1) PMK-249/PMK.09/2008 adalah Pemohon Banding yang bergerak dalam bidang usaha tertentu dapat melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut. Menurut Terbanding kata "dapat" yang dimaksud dalam PMK tersebut adalah untuk memberikan penegasan terhadap "dapat melakukan penyusutan" sedangkan untuk metode penyusutannya adalah menggunakan metode garis lurus, atau "dalam bagian yang sama besar", sehingga frasa “dapat” ini mengandung arti “pilihan” apakah mau disusutkan atau tidak itu diserahkan kepada Pemohon Banding;
- bahwa terkait dengan pertanyaan Majelis mengenai maka apa yang harus dilakukan oleh Pemohon Banding apabila tidak melakukan penyusutan, maka Pemohon Banding dapat melakukan pembebanan;
- bahwa Terbanding menjelaskan berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Pajak Penghasilan, apabila Pemohon Banding merasa tidak perlu untuk dibiayakan, Pemohon Banding tidak perlu membiayakan;
- bahwa Terbanding menjelaskan apabila membaca Undang-Undang harus membaca seluruh ayat, di Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang PPh disebutkan metode penyusutan adalah garis lurus, namun berikutnya ada ayat (2) yang menyebutkan bahwa bangunan dapat disusutkan dengan metode lain, kemudian di dalam ayat 7 (tujuh) dijelaskan penyusutan terkait dengan bidang usaha tertentu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
- bahwa Terbanding menjelaskan di dalam Pasal 11 ayat 7 (tujuh) Undang-Undang Pajak Penghasilan ada ketentuan khusus untuk pengaturan penyusutan atas bidang usaha tertentu, untuk itu diatur dengan PMK Nomor 249/PMK.09/2008 dan perubahannya;
- bahwa Terbanding menjelaskan PMK-249/PMK.09/2008 tidak hanya mengatur metode penyusutan secara garis lurus saja;
- bahwa terkait dengan pertanyaan Majelis mengenai apakah Pemeriksa datang ke Pemohon Banding untuk memeriksa aset, Terbanding menjelaskan tidak datang ke perusahaan Pemohon Banding;
- bahwa Terbanding menjelaskan atas koreksi penyusutan tanaman menghasilkan, disebutkan sebagai berikut :
Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor: 36 tahun 2008 menyebutkan :

Pasal 11 ayat (1)
Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.

Pasal 11 ayat (2)
Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.

Penjelasan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 menyebutkan bahwa:
“Metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan ketentuan ini adalah:
  1. Dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus atau straight-line method); atau
  2. Dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining balance method).
Penggunaan metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat azas.

Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun.”

- bahwa dalam Pasal 11 UU PPh terdapat ayat (7) yang mengatur bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan”;
- bahwa Terbanding menjelaskan salah satu bidang usaha yang diatur dalam PMK Nomor 243/PMK.03/2008 tersebut adalah bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha perkebunan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun. Pemohon Banding bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit yang mana tanaman baru mulai menghasilkan setelah 3-4 tahun setelah tanam telah memenuhi kriteria bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam PMK tersebut;
- bahwa Terbanding menjelaskan sebagaimana diatur dalam PMK tersebut (pasal 1 ayat (1), menyebutkan bahwa Pemohon Banding yang bergerak dalam bidang usaha tertentu dapat melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut. Menurut Terbanding kata “dapat” yang dimaksud dalam PMK tersebut adalah untuk memberikan penegasan terhadap “dapat melakukan penyusutan” sedangkan untuk metode penyusutannya adalah menggunakan metode garis lurus, atau “dalam bagian yang sama besar”;

Menurut Pemohon Banding:

bahwa alasan Pemohon Banding mengajukan banding adalah sebagaimana telah dikemukakan dalam Surat Banding a quo seperti telah diuraikan pada halaman 2 s.d 8 putusan ini dan sebagaimana telah dikemukakan dalam Penjelasan Tertulis Pengganti Surat Bantahan a quo seperti telah diuraikan pada halaman 17 s.d 27 putusan ini;

bahwa Pemohon Banding menyerahkan Matriks Sengketa, pada pokoknya menyatakan sebagai berikut:

No. Pos Koreksi SPT (a) SKP (b) Koreksi (b)-(a)
PPh Badan
1 Peredaran Usaha 2.216.178.400 2.216.178.400
2 Harga Pokok Penjualan 1.263.336.804 1.263.336.804
Laba Bruto 952.841.596 952.841.596 -
3 Biaya Usaha Lainnya 2.667.586.530 2.667.586.530
Laba Operasi (1.714.744.934) (1.714.744.934)
4 Penghasilan dari Luar Usaha 617.644.479 617.644.479 -
5 Biaya dari Luar Usaha 3.641.258.922 (219.198.078) 3.860.457.000
6 Penghasilan Neto Luar Negeri - -
Laba Neto Komersial (4.738.359.377) (877.902.377) 3.860.457.000
7 Penyesuaian Fiskal Positif 3.468.065 1.716.470.121 1.713.002.056
8 Penyesuaian Fiskal Negatif 1.612.750.262 1.567.706.196 45.044.066
9 Fasilitas Penanaman Modal (Pengurangan) - -
Penghasilan Neto Fiskal (6.347.641.574) (729.138.452) 5.618.503.122
10 Kompensasi Kerugian - -
Penghasilan Kena Pajak (6.347.641.574) (729.138.452) -
11 PPh Badan Terutang - - -
12 Kredit Pajak -
13 PPh Badan Kurang (Lebih) Dibayar -
14 Sanksi Administrasi
15 PPh Badan ymh (Lebih) Dibayar -

No. Pos Koreksi Kep Keberatan
(c)
Dibatalkan
(c) - (b)
Permohonan Banding
(d)
Selisih
(c) - (d)
Ket.
PPh Badan
1 Peredaran Usaha 2.216.178.400 2.216.178.400
2 Harga Pokok Penjualan 1.263.336.804 - 1.263.336.804
Laba Bruto 952.841.596 952.841.596
3 Biaya Usaha Lainnya 2.667.586.530 2.667.586.530
Laba Operasi (1.714.744.934) (1.714.744.934)
4 Penghasilan dari Luar Usaha 617.644.479 - 617.644.479
5 Biaya dari Luar Usaha - 219.198.078 3.641.258.922 3.641.258.922 1
6 Penghasilan Neto Luar Negeri - -
Laba Neto Komersial (1.097.100.455) 219.198.078 (4.738.359.377) 3.641.258.922
7 Penyesuaian Fiskal Positif 1.716.470.121 11.137.583 1.705.332.538 2
8 Penyesuaian Fiskal Negatif 1.567.706.196 1.612.750.262 45.044.066 3
9 Fasilitas Penanaman Modal (Pengurangan) -
Penghasilan Neto Fiskal (948.336.530) 219.198.078 (6.339.972.056) 5.301.547.394 *
10 Kompensasi Kerugian - 219.198.078 -
Penghasilan Kena Pajak (948.336.530) - (6.339.972.056)
11 PPh Badan Terutang - - -
12 Kredit Pajak
13 PPh Badan Kurang (Lebih) Dibayar
14 Sanksi Administrasi
15 PPh Badan ymh (Lebih) Dibayar


*seharusnya Rp5.391.635.526,00


Penjelasan:

1. Koreksi Positif Biaya dari Luar Usaha sebesar Rp3.641.258.922,00

Dasar Koreksi dan Alasan Koreksi Terbanding: ­
- Berdasarkan Pasal 12 ayat (3) UU KUP
- Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU PPh beserta penjelasanny­a
- Terbanding melakukan koreksi atas Biaya dari Luar Usaha dengan penjelasan bahwa Pemohon Banding memiliki hutang obligasi tanpa bunga yang dapat dikonversikan menjadi saham (Zero Percent Convertible Bond) kepada RTCE Limited (Pihak Ketiga) sebesar USD20,610,000.00 per 31 Desember 2011. Berdasarkan informasi dari Pemohon Banding mengenai pemegang obligasi serta rasio utang-saham, pemeriksa menilai bahwa pinjaman tersebut tidak wajar dan substansi obligasi tersebut merupakan penyertaan saham atau uang muka saham meski berwujud obligasi sehingga pemeriksa mengoreksi beban finansial yang timbul dari obligasi tersebut.

Tanggapan Pemohon Banding: ­
- Bahwa RTCE adalah pihak ketiga yang tidak memiliki hubungan istimewa dan sudah diakui oleh Pemeriksa dalam SPHP dan Risalah Pembahasan. Bahwa sesuai dengan audit report untuk pemegang saham Pemohon Banding adalah PT SKS dan PT BTS. Sehingga sesuai dengan Pasal 18 UU PPh, Pemeriksa tidak berhak untuk merubah pinjaman menjadi saham.
- Bahwa pada tahun 2011, tidak ada peraturan yang berlaku yang menentukan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahan dalam penghitungan pajak sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (1) UU PPh.
- Bahwa kerugian selisih kurs tahun 2011 terjadi karena melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (USD), dimana pada tanggal 01 Januari 2011 nilai tukar rupiah terhadap USD sebesar Rp8.991,00 sedangkan pada tanggal 31 Desember 2011 nilai tukar rupiah terhadap USD sebesar Rp9.068,00. ­
- Bahwa sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan bahwa:
"Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, clan memelihara penghasilan, termasuk kerugian selisih kurs mata uang asing".
- Bahwa sesuai Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 menyebutkan bahwa:
"Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing diakui sebagai penghasilan atau biaya berdasarkan system pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia."
- Bahwa Pemohon Banding telah mengakui dan mencatat keuntungan atau kerugian dari selisih kurs dengan konsisten dan taat asas. Pemohon Banding mengakui dan mencatat laba selisih kurs di tahun 2010 dan rugi selisih kurs di tahun 2011 dalam pembukuan Pemohon Banding.
- Bahwa hal ini telah diakui dalam laporan auditor independen "Hendrawinata Eddy & Siddharta" atas laporan keuangan Pemohon Banding untuk tahun 2011 dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian.

2. ...


bahwa Pemohon Banding menyerahkan Penjelasan Tertulis Nomor 040/SMUL/IV/2018 tanggal 26 April 2018, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

bahwa sehubungan dengan permintaan Majelis Hakim kepada Pemohon Banding pada persidangan banding yaitu pada tanggal 16 April 2018 agar Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis atas koreksi dari Terbanding terkait sengketa banding PPh Badan Tahun Pajak 2011, perkenankanlah Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis sebagai berikut:

I. Sengketa atas Koreksi Biaya dari Luar Usaha sebesar Rp3.641.258.922,00

Dasar Hukum Koreksi Terbanding :
- Pasal 12 ayat (3) UU KUP
- Pasal 18 ayat (1) UU PPh berserta penjelasannya.

Tanggapan Pemohon Banding :
1. Bahwa Terbanding melakukan koreksi atas rugi selisih kurs terkait hutang obligasi berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU PPh. Bahwa obligasi tersebut diterbitkan oleh Perusahaan untuk mengumpulkan dana untuk operasional perusahaan.

2. Pasal 18 ayat (1) UU PPh dan Penjelasannya menyebutkan bahwa :

Pasal 18
(1) “Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan Undang-Undang ini.”

Penjelasan Pasal 18
(1) “Undang-Undang ini memberi wewenang kepada Menteri Keuangan untuk memberi keputusan tentang besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan yang dapat dibenarkan untuk keperluan penghitungan pajak. Dalam dunia usaha terdapat tingkat perbandingan tertentu yang wajar mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal (debt to equity ratio). Apabila perbandingan antara utang dan modal sangat besar melebihi batas-batas kewajaran, pada umumnya perusahaan tersebut dalam keadaan tidak sehat. Dalam hal demikian, untuk penghitungan Penghasilan Kena Pajak, Undang-Undang ini menentukan adanya modal terselubung.

Istilah modal disini menunjuk kepada istilah atau pengertian ekuitas menurut standar akuntansi, sedangkan yang dimaksud dengan “kewajaran atau kelaziman usaha” adalah adat kebiasaan atau praktik menjalankan usaha atau melakukan kegiatan yang sehat dalam dunia usaha.”

3. Bahwa dapat Pemohon Banding sampaikan pada tahun 2011, tidak ada Peraturan dari Menteri Keuangan yang mengatur besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (1) UU PPh. Bahwa dengan demikian koreksi dari Terbanding tidak berdasar dan harus dibatalkan.

4. Bahwa Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan bahwa:
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk kerugian selisih kurs mata uang asing”.

Bahwa Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan bahwa:
Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.”

5. Bahwa Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2010 menyebutkan bahwa :

Pasal 9
(1) Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing diakui sebagai penghasilan atau biaya berdasarkan system pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.”

6. Bahwa Pemohon Banding telah mengakui dan mencatat keuntungan atau kerugian selisih kurs dengan konsisten dan taat asas seperti diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 dan PP Nomor 94 Tahun 2010.

7. Bahwa pembukuan Pemohon Banding untuk tahun 2011 sudah diaudit oleh Auditor Independen dengan pendapat laporan keuangan tersebut telah disajikan secara wajar tanpa pengecualian.

Bahwa di dalam penjelasan laporan Audit Report nomor 3 (tiga) tentang Ikhtisar Kebijakan Akuntansi menyebutkan bahwa:
“Kebijakan akuntansi dan pelaporan yang dianut Perusahaan disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Kebijakan akuntansi yang diterapkan secara konsisten dalam penyusunan laporan keuangan untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 31 Desember 2009, 2010, dan 2011.”

8. Lebih lanjut sebagai bukti Pemohon Banding telah menghitung selisih kurs dengan konsisten dan taat asas adalah Pemohon Banding mengakui laba selisih kurs di tahun 2009 & 2010 dan rugi selisih kurs di tahun 2011 dalam pembukuan Wajib Pajak, dengan rincian sebagai berikut :

2009 2010 2011
Laba (Rugi) Selisih Kurs 683.598.249 1.621.568.598 (3.641.258.922)

Maka berdasarkan penjelasan Pemohon Banding, koreksi dari Terbanding atas biaya dari luar usaha sebesar Rp3.641.258.922,00 seharusnya dibatalkan atau menjadi NIHIL.

II. ...

III. ...


Demikian penjelasan tertulis ini disampaikan Pemohon Banding, untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam mengambil keputusan seadil-adilnya;

bahwa Pemohon Banding menyerahkan Penjelasan Tertulis terkait Pemegang Saham Pemohon Banding Nomor 042/SMUL/V/2018 tanggal 16 Mei 2018, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

bahwa sehubungan dengan permintaan Majelis Hakim kepada Pemohon Banding pada persidangan banding yaitu tanggal 07 Mei 2018 agar Pemohon Banding menyampaikan pemegang saham Pemohon Banding dan hubungan dengan pihak pemegang obligasi, maka perkenankanlah Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis Pemohon Banding sebagai berikut:

1. Bahwa berdasarkan akta nomor 18 tanggal 15 Juli 2008 (dokumen terlampir), Pemegang Saham dari Pemohon Banding pada tahun 2011 adalah sebagai berikut :
  1. PT SKS NPWP -
  2. PT BTS NPWP -;
2. Bahwa hubungan Pemohon Banding dengan pihak pemegang obligasi (RTCE Ltd) adalah pihak ketiga yang tidak memiliki hubungan istimewa dan hal ini sesuai dengan audit report dan SPT Pajak Penghasilan Badan 2011;


Demikian penjelasan tertulis ini disampaikan Pemohon Banding, untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan Majelis Hakim Pegadilan Pajak dalam mengambil keputusan yang seadil-adilnya;

bahwa Pemohon Banding menyerahkan Penjelasan Tertulis Nomor 049/SMUL/VII/2018 tanggal 02 Juli 2018, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

bahwa sehubungan dengan permintaan Majelis Hakim kepada Pemohon Banding pada persidangan banding yaitu pada tanggal 28 Mei 2018 agar Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis atas koreksi dari Terbanding terkait sengketa banding PPh Badan Tahun Pajak 2011, perkenankanlah Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis sebagai berikut:

I. Sengketa atas Koreksi Biaya dari Luar Usaha sebesar Rp3.641.258.922,00

Dasar Hukum Koreksi Terbanding :
- Pasal 12 ayat (3) UU
- Pasal 18 ayat (1) UU PPh beserta penjelasannya.

Tanggapan Pemohon Banding :
1. Bahwa Terbanding melakukan koreksi atas biaya dari luar usaha (rugi selisih kurs) dengan menggunakan dasar hukum sebagaimana tercantum dalam SPHP Nomor SPHP-011/WPJ.06/KP.1505/2016 tanggal 09 Februari 2016 adalah berdasarkan Pasal 12 ayat (3) UU KUP dan Pasal 18 ayat (1) UU PPh.

2. Pasal 12 ayat (3) UU KUP dan Pasal 18 ayat (1) UU PPh, menyebutkan bahwa:

Pasal 12 ayat (3) UU KUP
“Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan pajak yang terutang.”

Pasal 18 ayat (1) UU PPh
“Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan Undang-Undang ini.”

3. Bahwa dapat Pemohon Banding sampaikan pada tahun 2011, tidak ada Peraturan dari Menteri Keuangan yang mengatur besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (1) UU PPh. Bahwa dengan demikian koreksi dari Terbanding tidak berdasar dan harus dibatalkan.

4. Lebih lanjut, dapat Pemohon Banding informasikan bahwa Peraturan dari Menteri Keuangan yang mengatur penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (1) UU PPh, diatur dalam PMK Nomor 169/PMK.010/2015 tanggal 09 September 2015 yang mulai berlaku untuk Tahun Pajak 2016.

5. Bahwa yang menjadi sengketa dalam koreksi biaya dari luar usaha ini adalah Terbanding melakukan koreksi atas kerugian selisih kurs di tahun 2011 dalam pembukuan Pemohon Banding.

6. Bahwa Pasal 6 ayat (1) huruf e beserta penjelasannya UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan bahwa:

Pasal 6 ayat (1) Huruf e
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk kerugian selisih kurs mata uang asing”.

Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf e
Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.”

7. Bahwa Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 menyebutkan bahwa:

Pasal 9 ayat (1)
Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing diakui sebagai penghasilan atau biaya berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.”

8. Bahwa Pemohon Banding telah mengakui dan mencatat keuntungan atau kerugian selisih kurs dengan konsisten dan taat asas seperti diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 dan PP Nomor 94 Tahun 2010.

9. Bahwa pembukuan Pemohon Banding untuk tahun 2011 sudah diaudit oleh Auditor Independen dengan pendapat laporan keuangan tersebut telah disajikan secara wajar tanpa pengecualian.

Bahwa di dalam penjelasan laporan Audit Report nomor 3 (tiga) tentang Ikhtisar Kebijakan Akuntansi menyebutkan bahwa:
“Kebijakan akuntansi dan pelaporan yang dianut Perusahaan disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Kebijakan akuntansi yang diterapkan secara konsisten dalam penyusunan laporan keuangan untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 31 Desember 2009, 2010, dan 2011.”

10. Lebih lanjut sebagai bukti Pemohon Banding telah menghitung selisih kurs dengan konsisten dan taat asas adalah Pemohon Banding mengakui laba selisih kurs di tahun 2009 & 2010 dan rugi selisih kurs di tahun 2011 dalam pembukuan Wajib Pajak, dengan rincian sebagai berikut:

2009 2010 2011
Laba (Rugi) Selisih Kurs 683.598.249 1.621.568.598 (3.641.258.922)
11. Dengan demikian berdasarkan penjelasan Pemohon Banding, koreksi dari Terbanding atas biaya dari luar usaha sebesar seharusnya dibatalkan.

II. ...

III. ...


Demikian penjelasan tertulis ini disampaikan Pemohon Banding, untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan Majelis Hakim Pegadilan Pajak dalam mengambil keputusan yang seadil-adilnya;

bahwa Pemohon Banding menyerahkan Penjelasan Tertulis Nomor 049/SMUL/VII/2018 tanggal 02 Juli 2018, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

bahwa sehubungan dengan permintaan Majelis Hakim kepada Pemohon Banding pada persidangan banding yaitu pada tanggal 28 Mei 2018 agar Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis atas koreksi dari Terbanding terkait sengketa banding PPh Badan Tahun Pajak 2011, perkenankanlah Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis sebagai berikut:

I. Sengketa atas Koreksi Biaya dari Luar Usaha sebesar Rp3.641.258.922,00

Menurut Terbanding
Dasar hukum koreksi terbanding yaitu:
- Pasal 12 ayat (3) UU KUP
- Pasal 18 ayat (1) UU PPh berserta penjelasannya

Tanggapan Pemohon Banding
1. Bahwa Terbanding melakukan koreksi atas rugi selisih kurs terkait hutang obligasi dari pihak ketiga berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU PPh. Bahwa obligasi tersebut diterbitkan oleh Perusahaan untuk mengumpulkan dana untuk operasional perusahaan.
2. Pasal 18 ayat (1) UU PPh menyebutkan bahwa :

Pasal 18
“Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan Undang-Undang ini.”
3. Bahwa dapat Pemohon Banding sampaikan, pada tahun 2011 tidak ada Peraturan dari Menteri Keuangan yang mengatur besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (1) UU PPh. Bahwa dengan demikian koreksi dari Terbanding tidak berdasar dan harus dibatalkan.
4. Lebih lanjut, dapat Pemohon Banding informasikan bahwa Peraturan dari Menteri Keuangan yang mengatur penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (1) UU PPh, diatur dalam PMK Nomor 169/PMK.010/2015 tanggal 09 September 2015 yang mulai berlaku untuk Tahun Pajak 2016.
5. Bahwa penjelasan Terbanding di dalam SPHP, Risalah Pembahasan, dan Berita Acara Uji Bukti, Terbanding mengakui RTCE Limited adalah pihak ketiga yang tidak memiliki hubungan istimewa.
6. Lebih lanjut dapat Pemohon Banding sampaikan, bahwa sesuai dengan akta nomor 18 tanggal 15 Juli 2008 dan audit report tahun 2011 untuk pemegang saham Pemohon Banding adalah PT SKS dan PT BTS, sehingga sesuai dengan Pasal 18 UU PPh, Terbanding tidak berhak untuk merubah pinjaman menjadi saham.
7. Bahwa yang menjadi sengketa dalam koreksi biaya dari luar usaha ini adalah Terbanding melakukan koreksi atas kerugian selisih kurs di tahun 2011 dalam pembukuan Pemohon Banding.
8. Bahwa Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan bahwa:
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk kerugian selisih kurs mata uang asing”.

Bahwa Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan bahwa:
Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.”

9. Bahwa Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2010 menyebutkan bahwa :

Pasal 9 ayat (1)
Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing diakui sebagai penghasilan atau biaya berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.”

10. Bahwa Pemohon Banding telah mengakui dan mencatat keuntungan atau kerugian selisih kurs dengan konsisten dan taat asas seperti diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 dan PP Nomor 94 Tahun 2010.
11. Bahwa pembukuan Pemohon Banding untuk tahun 2011 sudah diaudit oleh Auditor Independen dengan pendapat laporan keuangan tersebut telah disajikan secara wajar tanpa pengecualian.

Bahwa di dalam penjelasan laporan Audit Report di halaman 9 (sembilan) tentang Ikhtisar Kebijakan Akuntansi menyebutkan bahwa:

“Kebijakan akuntansi dan pelaporan yang dianut Perusahaan disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Kebijakan akuntansi yang diterapkan secara konsisten dalam penyusunan laporan keuangan untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 31 Desember 2009, 2010, dan 2011.”

12. Lebih lanjut sebagai bukti Pemohon Banding telah menghitung selisih kurs dengan konsisten dan taat asas adalah Pemohon Banding mengakui laba selisih kurs di tahun 2009 & 2010 dan rugi selisih kurs di tahun 2011 dalam pembukuan Pemohon Banding, dengan rincian sebagai berikut :

2009 2010 2011
Laba (Rugi) Selisih Kurs 683.598.249 1.621.568.598 (3.641.258.922)

Dengan demikian berdasarkan penjelasan di atas, maka menurut Pemohon Banding koreksi dari Terbanding atas biaya dari luar usaha sebesar Rp3.641.258.922,00 seharusnya Dibatalkan atau menjadi NIHIL.

II. ...

III. ...


Demikian Kesimpulan Akhir ini disampaikan Pemohon Banding, untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam mengambil keputusan yang seadil-adilnya.

bahwa Pemohon Banding berpendapat pada persidangan mengenai pokok sengketa sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Uji Bukti, yang pada pokoknya mengemukakan hal sebagai berikut:

Pokok Sengketa
Koreksi Biaya dari Luar Usaha sebesar Rp3.641.258.922,00

Bukti yang diperiksa

- Perjanjian Obligasi dengan RTCE dalam bahasa asing;
- Fotokopi Laporan Transaksi Rekening Bank periode Januari – Desember 2011;


Menurut Pemohon Banding

1. Bahwa Terbanding melakukan koreksi atas biaya dari luar usaha (rugi selisih kurs) dengan menggunakan dasar hukum sebagaimana tercantum dalam SPHP Nomor SPHP-011/WPJ.06/KP.1505/2016 tanggal 09 Februari 2016 adalah berdasarkan Pasal 12 ayat (3) UU KUP dan Pasal 18 ayat (1) UU PPh.
2. Pasal 18 ayat (1) UU PPh menyebutkan bahwa:

Pasal 18
(2) “Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan Undang-Undang ini.”
3. Bahwa dapat Pemohon Banding sampaikan, pada tahun 2011 tidak ada Peraturan dari Menteri Keuangan yang mengatur besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (1) UU PPh. Bahwa dengan demikian koreksi dari Terbanding tidak berdasar dan harus dibatalkan.
4. Lebih lanjut, dapat Pemohon Banding informasikan bahwa Peraturan dari Menteri Keuangan yang mengatur penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (1) UU PPh, diatur dalam PMK Nomor 169/PMK.010/2015 tanggal 09 September 2015 yang mulai berlaku untuk Tahun Pajak 2016.
5. Bahwa penjelasan Terbanding di dalam SPHP, Risalah Pembahasan, dan Berita Acara Uji Bukti, Terbanding mengakui RTCE Limited adalah pihak ketiga yang tidak memiliki hubungan istimewa.
6. Lebih lanjut dapat Pemohon Banding sampaikan, bahwa sesuai dengan akta nomor 18 tanggal 15 Juli 2008 dan audit report tahun 2011 untuk pemegang saham Pemohon Banding adalah PT SKS dan PT BTS, sehingga sesuai dengan Pasal 18 UU PPh, Terbanding tidak berhak untuk merubah pinjaman menjadi saham.
7. Bahwa yang menjadi sengketa dalam koreksi biaya dari luar usaha ini adalah Terbanding melakukan koreksi atas kerugian selisih kurs di tahun 2011 dalam pembukuan Pemohon Banding.
8. Bahwa Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan bahwa:

Pasal 6 ayat (1) huruf e
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk kerugian selisih kurs mata uang asing”.

Bahwa Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan bahwa:

Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf e
Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.”

9. Bahwa Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2010 menyebutkan bahwa :

Pasal 9
(1) Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing diakui sebagai penghasilan atau biaya berdasarkan system pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.”

10. Bahwa Pemohon Banding telah mengakui dan mencatat keuntungan atau kerugian selisih kurs dengan konsisten dan taat asas seperti diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 dan Pasal 9 ayat (1) PP Nomor 94 Tahun 2010.
11. Bahwa pembukuan Pemohon Banding untuk tahun 2011 sudah diaudit oleh Auditor Independen dengan pendapat laporan keuangan tersebut, telah disajikan secara wajar tanpa pengecualian.

Bahwa di dalam penjelasan laporan Audit Report di halaman 9 (sembilan) tentang Ikhtisar Kebijakan Akuntansi menyebutkan bahwa:

“Kebijakan akuntansi dan pelaporan yang dianut Perusahaan disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Kebijakan akuntansi yang diterapkan secara konsisten dalam penyusunan laporan keuangan untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 31 Desember 2009, 2010, dan 2011.”

12. Lebih lanjut sebagai bukti Pemohon Banding telah menghitung selisih kurs dengan konsisten dan taat asas adalah Pemohon Banding mengakui laba selisih kurs di tahun 2009 & 2010 dan rugi selisih kurs di tahun 2011 dalam pembukuan Pemohon Banding, dengan rincian sebagai berikut :

2009 2010 2011
Laba (Rugi) Selisih Kurs 683.598.249 1.621.568.598 (3.641.258.922)
13. Bahwa dapat Pemohon Banding jelaskan, saldo obligasi sampai dengan akhir tahun 2011 sebesar USD20,610,000.00 dengan rincian sebagai berikut:

Bulan Nominal (USD)
Saldo Awal Tahun 2011 10.810.000
January 2011 150.000
February 2011 680.000
March 2011 860.000
April 2011 1.000.000
May 2011 550.000
June 2011 1.200.000
July 2011 470.000
August 2011 1.800.000
September 2011 290.000
October 2011 500.000
November 2011 800.000
December 2011 1.500.000
Total 20.610.000
14. Lebih lanjut dapat Pemohon Banding informasikan, bahwa untuk saldo obligasi per akhir tahun 2011 dan 2010 sudah diaudit oleh Auditor Independen dengan pendapat laporan keuangan tersebut disajikan secara wajar tanpa pengecualian. Sehingga atas nominal obligasi yang disajikan di dalam audit report dapat dipertanggungjawabkan.

15. Dengan demikian berdasarkan penjelasan di atas, maka menurut Pemohon Banding koreksi dari Terbanding atas biaya dari luar usaha sebesar Rp3.641.258.922,00 berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU PPh seharusnya Dibatalkan atau menjadi NIHIL, dikarenakan pada tahun 2011 belum ada Peraturan dari Menteri Keuangan yang mengatur besarnya perbandingan antara hutang dan modal perusahaan.


bahwa Pemohon Banding pada persidangan memberikan penjelasan lisan sebagai berikut:

- bahwa menjawab pertanyaan Majelis mengenai jenis usaha Pemohon Banding, Pemohon Banding menyatakan jenis usahanya adalah industri kelapa sawit;
- bahwa menjawab pertanyaan Majelis mengenai lokasi kebun Pemohon Banding, Pemohon Banding menyatakan lokasi kebun ada di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat;
- bahwa menjawab pertanyaan Majelis mengenai kapan perusahaan Pemohon Banding berdiri, Pemohon Banding menyatakan berdiri sejak 2006 namun belum memiliki pabrik;
- bahwa menjawab pertanyaan Majelis mengenai hubungan Pemohon Banding dengan RTCE, Pemohon Banding menyatakan RTCE memberikan pinjaman kepada Pemohon Banding dan koreksi Terbanding atas Biaya Luar Usaha sebesar Rp3.641.258.922,00 merupakan selisih kurs atas pokok pinjaman tersebut;
- bahwa Pemohon Banding menyerahkan Laporan Keuangan dan Laporan Auditor Independen untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2011 dan 2010, Salinan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Nomor SPHP-011/WPJ.06/KP.1505/2016 tanggal 09 Februari 2016, Surat Nomor 005/SMUL/II/2016 tanggal 12 Februari 2016 hal Tanggapan atas SPHP;
- bahwa pada saat proses pemeriksaan sampai dengan proses Keberatan Pemohon Banding sudah menyerahkan sertifikat utang obligasi kepada Terbanding;
- bahwa terkait dengan kerugian selisih kurs, Terbanding melakukan koreksi atas seluruh selisih kurs dari Pemohon Banding yang tercantum di dalam Audit Report tahun 2011 halaman 3 (tiga);
- bahwa koreksi Terbanding atas selisih kurs berpedoman pada Pasal 18 ayat (1) Undang–Undang Pajak Penghasilan, yang berisi sebagai berikut:
(1) Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan Undang‐undang ini;
- bahwa pada tahun 2011 tidak ada peraturan perpajakan yang mengatur perbandingan antara hutang dan modal sebagai pelaksanaan dari Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, sehingga menurut Pemohon Banding koreksi dari Terbanding harus dibatalkan;
- bahwa di dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan disebutkan:
”Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk kerugian selisih kurs mata uang asing”.
- bahwa penjelasan di dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e Undang-Undang Pajak Penghasilan disebutkan sebagai berikut :
“Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia”;
- bahwa sesuai Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2010, menyebutkan bahwa:
”Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing diakui sebagai penghasilan atau biaya berdasarkan system pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.”
- bahwa Pemohon Banding telah mencatat secara taat asas dan konsisten sebagaimana diatur di dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2010;
- bahwa pembukuan Pemohon Banding juga telah dilakukan audit oleh auditor independen dengan hasil laporan Wajar Tanpa Pengecualian;
- bahwa Pemohon Banding telah mengakui adanya laba atas selisih kurs pada tahun pajak 2010;
- bahwa terkait dengan pertanyaan Majelis mengenai transaksi selain atas pinjaman dari RTCE, apakah ada transaksi lain yang menyebabkan rugi/laba kurs valuta asing, Pemohon Banding menjawab akan melakukan pengecekan, dan pinjaman dari RTCE sudah ada dari tahun 2010, dan Pemohon Banding sudah menghitung selisih kurs secara konsisten;
- bahwa terkait dengan pertanyaan Majelis mengenai apakah pinjaman dari RTCE ada bunganya, Pemohon Banding menjelaskan bunganya 0%, karena nilai pinjaman dapat dikonversi ke dalam saham;
- bahwa terkait dengan pertanyaan Majelis di dalam laporan keuangan audited mengapa utang obligasi dimasukan ke dalam utang jangka pendek oleh Pemohon Banding, Pemohon Banding menjelaskan akan melakukan pengecekan, namun belum memberikan penjelasannya;
- bahwa terkait dengan pertanyaan Majelis tentang apakah pada saat sekarang (tahun 2018) sudah dilakukan konversi atas pinjaman dari RTCE, Pemohon Banding menjelaskan akan melakukan pengecekan, namun belum memberikan penjelasannya;
- bahwa Pemohon Banding menyerahkan Fotokopi Akta Risalah Rapat Pemohon Banding Nomor 18 tanggal 15 Juli 2008 Notaris Hardinawanti Surodjo, SH di Jakarta, Fotokopi Keputusan Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor AHU-57489.AH.01.02.Tahun 2008 tanggal 01 September 2008, Perjanjian Obligasi dengan RTCE yang telah diterjemahkan oleh penerjemah tersumpah, Fotokopi Daftar Temuan pemeriksaan Masa Pajak Januari - Desember 2011 tanggal 9 Februari 2016, dan Fotokopi Laporan Transaksi Rekening Bank periode Januari - Desember 2011;
- bahwa terkait dengan pertanyaan Majelis dokumen pendukung yang menyatakan Pemohon Banding “sudah taat azas”, Pemohon Banding membuktikan dengan perhitungan selisih kurs dari tahun 2009 – 2011, didukung dengan Laporan Keuangan dan SPT Pajak Penghasilan Badan;
- bahwa Pemohon Banding menyerahkan Laporan Keuangan dan Laporan Auditor Independen untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2010 dan 2009, Salinan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2009 dan tanda terimanya, Salinan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2010 Pembetulan 1 dan tanda terimanya, Tabel Perhitungan Selisih Kurs Tahun 2009, 2010, dan 2011;
- bahwa terkait dengan pertanyaan Majelis sebelum tahun pajak 2011 apakah sudah dilakukan pemeriksaan, Pemohon Banding menjelaskan pada tahun sebelum 2011 belum pernah dilakukan pemeriksaan;
- bahwa Pemohon Banding menjelaskan atas penjelasan yang diberikan oleh Terbanding, Pemohon Banding berpendapat pada tahun 2011 belum ada aturan yang mengatur rasio antara modal dan hutang;
- bahwa menanggapi pernyataan Terbanding terkait pemegang saham Pemohon Banding, Pemohon Banding menyatakan bahwa dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan yang dilaporkan diketahui pemegang saham Pemohon Banding adalah PT SKS dan PT BTS;
- bahwa Pemohon Banding menjelaskan terkait dengan pernyataan Terbanding mengenai pemegang saham Pemohon Banding yang berasal dari Malaysia, Pemohon Banding menjelaskan RTCE adalah merupakan pihak ketiga, dimana pemegang saham Pemohon Banding adalah PT SKS dan PT BTS;
- bahwa terkait dengan pertanyaan Majelis mengenai pengertian obligasi yang dijualbelikan di bursa atau pasar modal, Pemohon Banding menjelaskan menurut Pemohon Banding obligasi tidak harus dijualbelikan di bursa;
- bahwa terkait penjelasan Terbanding yang mengemukakan tidak melakukan koreksi atas dasar Pasal 18 UU PPh, Pemohon Banding membantahnya, karena di dalam SPHP dari Pemeriksa, dasar hukum yang digunakan adalah Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang KUP dan Undang-Undang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan dan ini konsisten sampai dengan proses Keberatan;
- bahwa Pemohon Banding menjelaskan di dalam SPHP, Pemeriksa sudah mengakui Royal Turner Enterprise adalah pihak ketiga, sehingga penjelasan Terbanding tidak sesuai dengan SPHP;


bahwa alasan Pemohon Banding mengajukan banding adalah sebagaimana telah dikemukakan dalam Surat Banding a quo seperti telah diuraikan pada halaman 2 s.d 8 putusan ini dan sebagaimana telah dikemukakan dalam Penjelasan Tertulis Pengganti Surat Bantahan a quo seperti telah diuraikan pada halaman 17 s.d 27 putusan ini;

bahwa Pemohon Banding menyerahkan Matriks Sengketa, pada pokoknya menyatakan sebagai berikut:

No. Pos Koreksi SPT (a) SKP (b) Koreksi (b)-(a)
PPh Badan
1 Peredaran Usaha 2.216.178.400 2.216.178.400
2 Harga Pokok Penjualan 1.263.336.804 1.263.336.804
Laba Bruto 952.841.596 952.841.596 -
3 Biaya Usaha Lainnya 2.667.586.530 2.667.586.530
Laba Operasi (1.714.744.934) (1.714.744.934)
4 Penghasilan dari Luar Usaha 617.644.479 617.644.479 -
5 Biaya dari Luar Usaha 3.641.258.922 (219.198.078) 3.860.457.000
6 Penghasilan Neto Luar Negeri - -
Laba Neto Komersial (4.738.359.377) (877.902.377) 3.860.457.000
7 Penyesuaian Fiskal Positif 3.468.065 1.716.470.121 1.713.002.056
8 Penyesuaian Fiskal Negatif 1.612.750.262 1.567.706.196 45.044.066
9 Fasilitas Penanaman Modal (Pengurangan) - -
Penghasilan Neto Fiskal (6.347.641.574) (729.138.452) 5.618.503.122
10 Kompensasi Kerugian - -
Penghasilan Kena Pajak (6.347.641.574) (729.138.452) -
11 PPh Badan Terutang - - -
12 Kredit Pajak -
13 PPh Badan Kurang (Lebih) Dibayar -
14 Sanksi Administrasi -
15 PPh Badan ymh (Lebih) Dibayar -

No. Pos Koreksi Kep Keberatan
(c)
Dibatalkan
(c) - (b)
Permohonan
Banding (d)
Selisih
(c) - (d)
Ket.
PPh Badan
1 Peredaran Usaha 2.216.178.400 2.216.178.400
2 Harga Pokok Penjualan 1.263.336.804 - 1.263.336.804
Laba Bruto 952.841.596 952.841.596
3 Biaya Usaha Lainnya 2.667.586.530 2.667.586.530
Laba Operasi (1.714.744.934) (1.714.744.934)
4 Penghasilan dari Luar Usaha 617.644.479 - 617.644.479
5 Biaya dari Luar Usaha - 219.198.078 3.641.258.922 3.641.258.922 1
6 Penghasilan Neto Luar Negeri - -
Laba Neto Komersial (1.097.100.455) 219.198.078 (4.738.359.377) 3.641.258.922
7 Penyesuaian Fiskal Positif 1.716.470.121 11.137.583 1.705.332.538 2
8 Penyesuaian Fiskal Negatif 1.567.706.196 1.612.750.262 45.044.066 3
9 Fasilitas Penanaman Modal (Pengurangan) -
Penghasilan Neto Fiskal (948.336.530) 219.198.078 (6.339.972.056) 5.301.547.394 *
10 Kompensasi Kerugian - 219.198.078 -
Penghasilan Kena Pajak (948.336.530) - (6.339.972.056)
11 PPh Badan Terutang
12 Kredit Pajak
13 PPh Badan Kurang (Lebih) Dibayar
14 Sanksi Administrasi
15 PPh Badan ymh (Lebih) Dibayar


*seharusnya Rp5.391.635.526,00


Penjelasan:

1. ...
2. Koreksi Penyesuaian Fiskal Positif atas Imbalan Pasca Kerja sebesar Rp1.705.332.538,00 yang terdiri dari:
a) Koreksi Positif atas Imbalan Pasca Kerja sebesar Rp221.311.000,00
Dasar Koreksi dan Alasan Koreksi Terbanding:
- Berdasarkan Pasal 6 UU PPh
- Berdasarkan Pasal 9 UU PPh­
- Berdasarkan PP Nomor 93 tahun 2010
- Terbanding melakukan koreksi fiskal atas beban imbalan pasca kerja karena Beban imbalan pasca kerja adalah pos yang digunakan sebagai alokasi pembebanan imbalan pasca kerja yang harus dibayarkan perusahaan untuk menghindari terjadinya beban yang terlalu besar apabila perusahaan harus melakukan PHK masal atau hal lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa beban imbalan pasca kerja adalah pencadangan biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh.

Tanggapan Pemohon Banding: ­
- Bahwa Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan:
"Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan."
- Bahwa Imbalan pasca kerja merupakan pembayaran iuran dana pensiun staff kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Pembayaran iuran dana pensiun staff termasuk dalam biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha. Maka sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, imbalan pasca kerja dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

b) Koreksi Positif atas Sumbangan dan Hibah sebesar Rp1.487.489.603,00

Dasar Koreksi dan Alasan Terbanding: ­
- Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UU PPh, sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah sebagai berikut:
  1. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
  2. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
  3. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
  4. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
- biaya perayaan dan upacara pada dasarnya adalah sumbangan sosial yang diberikan oleh perusahaan untuk kegiatan masyarakat sekitar lokasi perkebunan. Sehingga biaya ini bukan merupakan biaya untuk mendapat, menagih, dan memelihara penghasilan.

Tanggapan Pemohon Banding: ­
- Bahwa UU Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Bab V tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang menyebutkan bahwa:
  1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
  2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
  3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- Bahwa biaya CSR, sumbangan, juga biaya perayaan dan upacara, merupakan biaya yang dikeluarkan dalam memenuhi kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai UU PT Nomor 40 Tahun 2007.


bahwa Pemohon Banding menyerahkan Penjelasan Tertulis Nomor 040/SMUL/IV/2018 tanggal 26 April 2018, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

bahwa sehubungan dengan permintaan Majelis Hakim kepada Pemohon Banding pada persidangan banding yaitu pada tanggal 16 April 2018 agar Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis atas koreksi dari Terbanding terkait sengketa banding PPh Badan Tahun Pajak 2011, perkenankanlah Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis sebagai berikut:

I. ...

II. Sengketa atas Penyesuaian Fiskal Positif sebesar Rp1.705.332.538,00

Dasar Hukum Koreksi Terbanding:
- Pasal 9 UU PPh
- Pasal 6 UU PPh
- PP Nomor 93 Tahun 2010

Koreksi penyesuaian fiskal positif dengan rincian sebagai berikut:
- Imbalan Pasca Kerja Rp 221.311.000,00
- Sumbangan dan Hibah Rp1.487.489.603,00
Rp1.705.332.538,00
[seharusnya, Rp1.708.800.538,00]

Tanggapan Pemohon Banding:
1. Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan: “Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.”
2. Imbalan pasca kerja merupakan pembayaran iuran dana pensiun staff kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Pembayaran iuran dana pensiun staff termasuk dalam biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha. Maka sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, imbalan pasca kerja dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Maka berdasarkan penjelasan Pemohon Banding, koreksi dari Terbanding atas penyesuaian fiskal positif sebesar Rp221.311.000,00 seharusnya dibatalkan atau menjadi NIHIL.

Tanggapan Pemohon Banding atas Koreksi Sumbangan dan Hibah:
1. UU Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Bab V tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang menyebutkan bahwa:
(1) “Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
2. Biaya CSR, sumbangan, juga biaya perayaan dan upacara, merupakan biaya yang dikeluarkan dalam memenuhi kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai UU PT Nomor 40 Tahun 2007.
Maka berdasarkan penjelasan Pemohon Banding, koreksi dari Terbanding atas sumbangan dan hibah sebesar Rp1.487.489.603,00 seharusnya dibatalkan atau menjadi NIHIL.

III. ...


Demikian penjelasan tertulis ini disampaikan Pemohon Banding, untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam mengambil keputusan seadil-adilnya;

bahwa Pemohon Banding menyerahkan Penjelasan Tertulis Nomor 049/SMUL/VII/2018 tanggal 02 Juli 2018, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

bahwa sehubungan dengan permintaan Majelis Hakim kepada Pemohon Banding pada persidangan banding yaitu pada tanggal 28 Mei 2018 agar Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis atas koreksi dari Terbanding terkait sengketa banding PPh Badan Tahun Pajak 2011, perkenankanlah Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis sebagai berikut:

I. ...

II. Sengketa atas Penyesuaian Fiskal Positif sebesar Rp1.705.332.538,00

Dasar Hukum Koreksi Terbanding :
- Pasal 9 UU PPh
- Pasal 6 UU PPh
- PP Nomor 93 Tahun 2010

Koreksi penyesuaian fiskal positif dengan rincian sebagai berikut:
- Imbalan Pasca Kerja Rp 221.311.000,00
- Sumbangan dan Hibah Rp1.487.489.603,00
Rp1.705.332.538,00"
[seharusnya, Rp1.708.800.538,00]

Tanggapan Pemohon Banding atas Koreksi Imbalan Pasca Kerja :
1. Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan :

Pasal 6 ayat (1) huruf c
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.”

2. Imbalan pasca kerja merupakan pembayaran iuran dana pensiun staff kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Pembayaran iuran dana pensiun staff termasuk dalam biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha. Maka sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, imbalan pasca kerja dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

3. Dengan demikian berdasarkan penjelasan Pemohon Banding, koreksi dari Terbanding atas imbalan pasca kerja seharusnya dibatalkan.

Tanggapan Pemohon Banding atas Koreksi Sumbangan dan Hibah :
1. Bahwa yang menjadi koreksi di sumbangan dan hibah adalah atas akun Biaya CSR, Biaya Sumbangan Sosial, dan Biaya Perayaan Upacara yang terdiri dari :
- Biaya infrastruktur;
- Biaya perbaikan jalan/jembatan;
- Biaya perbaikan rumah adat;
- Biaya perayaan dan upacara dari adat setempat.
2. Lebih lanjut, dapat Pemohon Banding sampaikan bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Pemohon Banding di atas dalam rangka melaksanakan kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai diatur dalam UU Perseroan Terbatas dan UU Penanaman Modal.
3. Bahwa pengertian Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan menurut UU Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 adalah “Komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya”.
4. Lebih lanjut di dalam BAB V Pasal 74 UU Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang menyebutkan bahwa:

BAB V
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Pasal 74
(1) “Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber saya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
5. Bahwa dalam Pasal 15 huruf b UU Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 menyebutkan bahwa setiap penanam modal berkewajiban “Melaksanakan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”.
6. Biaya CSR, sumbangan, juga biaya perayaan dan upacara, merupakan biaya yang dikeluarkan dalam memenuhi kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai UU PT Nomor 40 Tahun 2007 dan UU Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007.
7. Dengan demikian berdasarkan penjelasan Pemohon Banding, koreksi dari Terbanding atas sumbangan dan hibah seharusnya dibatalkan.

III. ...


Demikian penjelasan tertulis ini disampaikan Pemohon Banding, untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam mengambil keputusan yang seadil-adilnya;

bahwa Pemohon Banding menyerahkan Kesimpulan Akhir Nomor 057/SMUL/VIII/2018 tanggal 10 Agustus 2018, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

bahwa sehubungan dengan permintaan Majelis Hakim kepada Pemohon Banding pada persidangan banding sebelumnya yaitu pada tanggal 30 Juli 2018 agar Pemohon Banding menyampaikan Kesimpulan Akhir atas sengketa Banding PPh Badan Tahun Pajak 2011, yang terdaftar dengan nomor sengketa 115350.15/2011/PP, maka perkenankanlah Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis sebagai Kesimpulan Akhir Pemohon Banding sebagai berikut :

I. ...

II. Sengketa atas Penyesuaian Fiskal Positif sebesar Rp1.705.332.538,00

Menurut Terbanding
Dasar hukum koreksi terbanding yaitu:
- Pasal 9 UU PPh
- Pasal 6 UU PPh
- PP Nomor 93 Tahun 2010

Koreksi penyesuaian fiskal positif dengan rincian sebagai berikut:
a. Imbalan Pasca Kerja Rp 221.311.000,00
b. Sumbangan dan hibah Rp1.487.489.603,00
Rp1.705.332.538,00*
[seharusnya, Rp1.708.800.538,00]

Tanggapan Pemohon Banding
a. Koreksi Atas Imbalan Pasca Kerja Sebesar Rp221.311.000,00
1. Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan :
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.”
2. Imbalan pasca kerja merupakan pembayaran iuran dana pensiun staff kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Pembayaran iuran dana pensiun staff termasuk dalam biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha. Maka sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, imbalan pasca kerja dapat dikurangkan dari penghasilan bruto .
3. Dengan demikian berdasarkan penjelasan di atas, maka menurut Pemohon Banding koreksi dari Terbanding atas imbalan pasca kerja sebesar Rp221.311.000,00 seharusnya Dibatalkan atau menjadi NIHIL.
b. Koreksi Atas Sumbangan dan hibah Sebesar Rp1.487.489.603,00
1. Bahwa yang menjadi koreksi di sumbangan dan hibah adalah atas akun Biaya CSR, Biaya Sumbangan Sosial, dan Biaya Perayaan Upacara yang terdiri dari :
- Biaya infrastruktur;
- Biaya perbaikan jalan/jembatan;
- Biaya perbaikan rumah adat;
- Biaya perayaan dan upacara dari adat setempat.
2. Lebih lanjut, dapat Pemohon Banding sampaikan bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Pemohon Banding di atas dalam rangka melaksanakan kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai diatur dalam UU Perseroan Terbatas dan UU Penanaman Modal.
3. Bahwa pengertian Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan menurut UU Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 adalah “Komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya”.
4. Lebih lanjut di dalam BAB V Pasal 74 UU Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang menyebutkan bahwa:

BAB V
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Pasal 74
(1) “Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber saya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
5. Lebih lanjut, penjelasan di dalam BAB V Pasal 74 ayat (1) UU Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan menjelaskan bahwa “Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.”
6. Bahwa dalam Pasal 15 huruf b UU Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 menyebutkan bahwa:

Pasal 15
“Setiap penanam modal berkewajiban:
b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”.
7. Biaya CSR, sumbangan, juga biaya perayaan dan upacara, merupakan biaya yang dikeluarkan dalam memenuhi kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai UU PT Nomor 40 Tahun 2007 dan UU Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007.
Dengan demikian berdasarkan penjelasan di atas, maka menurut Pemohon Banding koreksi dari Terbanding atas sumbangan dan hibah sebesar Rp1.487.489.603,00 seharusnya Dibatalkan atau menjadi NIHIL.

III. ...


Demikian Kesimpulan Akhir ini disampaikan Pemohon Banding, untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam mengambil keputusan yang seadil-adilnya.

bahwa Pemohon Banding berpendapat pada persidangan mengenai pokok sengketa sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Uji Bukti, yang pada pokoknya mengemukakan hal sebagai berikut:

Pokok Sengketa
Koreksi Fiskal Positif sebesar Rp1.705.332.538,00 yang terdiri dari :

- Koreksi Fiskal Positif atas Imbalan Pasca Kerja sebesar Rp221.311.000,00
- Koreksi Fiskal Positif atas Sumbangan dan Hibah sebesar Rp1.487.489.603,00


Bukti yang diperiksa

- Fotokopi Dokumen Uji Bukti atas koreksi Imbalan Pasca Kerja sebesar Rp95.342.902,00 dari total sebesar Rp221.311.000,00 berupa fotokopi pembayaran dana pensiun;
- Fotokopi Dokumen Uji Bukti atas koreksi Sumbangan dan Hibah sebesar Rp172.067.400,00 dari total sebesar Rp1.487.489.603,00;


Menurut Pemohon Banding

Koreksi Fiskal Positif atas Imbalan Pasca Kerja sebesar Rp221.311.000,00

8. Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan :
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.”
9. Imbalan pasca kerja merupakan pembayaran iuran dana pensiun staff kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Pembayaran iuran dana pensiun staff termasuk dalam biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha. Maka sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, imbalan pasca kerja dapat dikurangkan dari penghasilan bruto .
10. Bahwa pembayaran iuran dana pensiun yang dilakukan oleh Pemohon Banding pada tahun 2011 telah sesuai yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh yaitu Dana Pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan (fotokopi daftar nama pensiun terlampir).
11. Dengan demikian berdasarkan penjelasan di atas, maka menurut Pemohon Banding koreksi dari Terbanding atas penyesuaian fiskal positif atas imbalan pasca kerja sebesar Rp221.311.000,00 seharusnya Dibatalkan atau menjadi NIHIL.


Koreksi Fiskal Positif atas Sumbangan dan Hibah sebesar Rp1.487.489.603,00

1. Bahwa yang menjadi koreksi di sumbangan dan hibah adalah atas akun Biaya CSR, Biaya Sumbangan Sosial, dan Biaya Perayaan Upacara yang terdiri dari :
- Biaya infrastruktur;
- Biaya perbaikan jalan/jembatan;
- Biaya perbaikan rumah adat;
- Biaya perayaan dan upacara dari adat setempat.
2. Lebih lanjut, dapat Pemohon Banding sampaikan bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Pemohon Banding di atas dalam rangka melaksanakan kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai diatur dalam UU Perseroan Terbatas dan UU Penanaman Modal.
3. Bahwa pengertian Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan menurut UU Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 adalah “Komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya”.
4. Bahwa di dalam BAB V Pasal 74 UU Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang menyebutkan bahwa:

Bab V
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Pasal 74
(1) “Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber saya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
12. Lebih lanjut penjelasan di dalam BAB V Pasal 74 ayat (1) UU Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan menjelaskan bahwa “Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.”
13. Bahwa dalam Pasal 15 huruf b UU Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 juga mengatur bahwa setiap penanam modal berkewajiban “Melaksanakan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”.
14. Sehingga biaya CSR, sumbangan, juga biaya perayaan dan upacara, merupakan biaya yang dikeluarkan dalam memenuhi kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai UU PT Nomor 40 Tahun 2007 dan UU Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007


Dengan demikian berdasarkan penjelasan di atas, maka menurut Pemohon Banding koreksi dari Terbanding atas penyesuaian fiskal positif atas sumbangan dan hibah sebesar Rp1.487.489.603,00 seharusnya Dibatalkan atau menjadi NIHIL.

bahwa Pemohon Banding pada persidangan memberikan penjelasan lisan sebagai berikut:

- bahwa koreksi positif imbalan pasca kerja merupakan pembayaran iuran dana pensiun staff kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Pembayaran iuran dana pensiun staff termasuk dalam biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha. Maka sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf c UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, imbalan pasca kerja dapat dikurangkan dari penghasilan bruto;
- bahwa Pemohon Banding menyerahkan Fotokopi Dokumen Uji Bukti atas koreksi Imbalan Pasca Kerja sebesar Rp95.342.902,00 dari total sebesar Rp221.311.000,00 dan Fotokopi Dokumen Uji Bukti atas koreksi Sumbangan dan Hibah sebesar Rp172.067.400,00 dari total sebesar Rp1.487.489.603,00;


bahwa alasan Pemohon Banding mengajukan banding adalah sebagaimana telah dikemukakan dalam Surat Banding a quo seperti telah diuraikan pada halaman 2 s.d 8 putusan ini dan sebagaimana telah dikemukakan dalam Penjelasan Tertulis Pengganti Surat Bantahan a quo seperti telah diuraikan pada halaman 17 s.d 27 putusan ini;

bahwa Pemohon Banding menyerahkan Matriks Sengketa, pada pokoknya menyatakan sebagai berikut:

No. Pos Koreksi SPT (a) SKP (b) Koreksi (b)-(a)
PPh Badan
1 Peredaran Usaha 2.216.178.400 2.216.178.400
2 Harga Pokok Penjualan 1.263.336.804 1.263.336.804
Laba Bruto 952.841.596 952.841.596 -
3 Biaya Usaha Lainnya 2.667.586.530 2.667.586.530
Laba Operasi (1.714.744.934) (1.714.744.934)
4 Penghasilan dari Luar Usaha 617.644.479 617.644.479 -
5 Biaya dari Luar Usaha 3.641.258.922 (219.198.078) 3.860.457.000
6 Penghasilan Neto Luar Negeri - -
Laba Neto Komersial (4.738.359.377) (877.902.377) 3.860.457.000
7 Penyesuaian Fiskal Positif 3.468.065 1.716.470.121 1.713.002.056
8 Penyesuaian Fiskal Negatif 1.612.750.262 1.567.706.196 45.044.066
9 Fasilitas Penanaman Modal (Pengurangan) - -
Penghasilan Neto Fiskal (6.347.641.574) (729.138.452) 5.618.503.122
10 Kompensasi Kerugian - -
Penghasilan Kena Pajak (6.347.641.574) (729.138.452) -
11 PPh Badan Terutang - - -
12 Kredit Pajak -
13 PPh Badan Kurang (Lebih) Dibayar -
14 Sanksi Administrasi
15 PPh Badan ymh (Lebih) Dibayar -

No. Pos Koreksi Kep Keberatan
(c)
Dibatalkan
(c) - (b)
Permohonan Banding
(d)
Selisih
(c) - (d)
Ket.
PPh Badan
1 Peredaran Usaha 2.216.178.400 2.216.178.400
2 Harga Pokok Penjualan 1.263.336.804 - 1.263.336.804
Laba Bruto 952.841.596 952.841.596
3 Biaya Usaha Lainnya 2.667.586.530 2.667.586.530
Laba Operasi (1.714.744.934) (1.714.744.934)
4 Penghasilan dari Luar Usaha 617.644.479 - 617.644.479
5 Biaya dari Luar Usaha - 219.198.078 3.641.258.922 3.641.258.922 1
6 Penghasilan Neto Luar Negeri - -
Laba Neto Komersial (1.097.100.455) 219.198.078 (4.738.359.377) 3.641.258.922
7 Penyesuaian Fiskal Positif 1.716.470.121 11.137.583 1.705.332.538 2
8 Penyesuaian Fiskal Negatif 1.567.706.196 1.612.750.262 45.044.066 3
9 Fasilitas Penanaman Modal (Pengurangan) -
Penghasilan Neto Fiskal (948.336.530) 219.198.078 (6.339.972.056) 5.301.547.394 *
10 Kompensasi Kerugian - 219.198.078 -
Penghasilan Kena Pajak (948.336.530) - (6.339.972.056)
11 PPh Badan Terutang - - -
12 Kredit Pajak
13 PPh Badan Kurang (Lebih) Dibayar
14 Sanksi Administrasi
15 PPh Badan ymh (Lebih) Dibayar


*seharusnya Rp5.391.635.526,00


1. ...
2. ...
3. Koreksi Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar Rp45.044.0661,00
Koreksi Penyusutan Tanaman Menghasilkan Rp 64.062.500,00
Perhitungan Ulang Jumlah Penyusutan Fiskal Rp (11.612.702,00)
Reklasifikasi dari Kelompok 2 menjadi Kelompok 1 Rp (7.405.732,00)
Rp 45.044.066,00

Dasar Koreksi dan Alasan Koreksi Terbanding: ­
- Berdasarkan Pasal 11 UU PPh ­
- Berdasarkan PMK Nomor 249/PMK.03/2008
- Berdasarkan PMK Nomor 96/PMK.03/200­9
- Terbanding melakukan penghitungan ulang atas penyusutan fiskal yang dilaporkan oleh Pemohon Banding. Pemeriksa menemukan adanya beberapa harta yang pengelompokannya tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.03/2009. Pemeriksa mereklasifikasi sepeda motor dari kelompok 2 menjadi kelompok 1.
- Pemohon Banding membebankan penyusutan tanaman menghasilkan secara komersial dengan metode garis lurus, sedangkan secara fiskal dengan saldo menurun. Pemeriksa berpendapat bahwa penyusutan tanaman menghasilkan secara fiskal seharusnya dilakukan dengan metode garis lurus sesuai dengan PMK nomor 249/PMK.03/2008.

Tanggapan Pemohon Banding: ­
- Bahwa Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 menyebutkan:
"Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut."
- Bahwa Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 menyebutkan:
"Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas."
- Bahwa penjelasan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 menyebutkan bahwa:
"Metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan ketentuan ini adalah:
a. Dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus atau straight-line method); atau
b. Dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining balance method)"
- Penggunaan metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat azas.
- Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun.
- Bahwa Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 249/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 menyebutkan bahwa:
"Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu dapat melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut"
- Bahwa jadi berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang diwajibkan menggunakan metode garis lurus hanya harta berwujud bangunan, sedangkan selain bangunan dapat memilih penyusutan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun, sepanjang dilakukan secara taat asas.
- Bahwa PMK Nomor 249/PMK.03/2008 juga tidak mewajibkan wajib pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu untuk melakukan penyusutan dalam bagian-bagian yang sama besar (garis lurus) melainkan hanya disebutkan dapat melakukan penyusutan dalam bagian-bagian yang sama besar (garis lurus). Berarti Wajib Pajak diberikan kebebasan dalam memilih metode penyusutan sesuai dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.


bahwa Pemohon Banding menyerahkan Penjelasan Tertulis Nomor 040/SMUL/IV/2018 tanggal 26 April 2018, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

bahwa sehubungan dengan permintaan Majelis Hakim kepada Pemohon Banding pada persidangan banding yaitu pada tanggal 16 April 2018 agar Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis atas koreksi dari Terbanding terkait sengketa banding PPh Badan Tahun Pajak 2011, perkenankanlah Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis sebagai berikut:

I. ...
II. ...
III. Sengketa atas Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar Rp45.044.066,00

Dasar Hukum Koreksi Terbanding:
- Pasal 11 UU PPh
- PMK Nomor 96/PMK.03/2009
- PMK Nomor 249/PMK.03/2008

Tanggapan Pemohon Banding :
1. Wajib Pajak telah melakukan perhitungan penyusutan fiskal dan membebankan biaya penyusutan fiskal secara taat azas sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
2. Bahwa Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008, menyebutkan:
“Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu dapat melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.”
3. Bahwa penjelasan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) UU PPh, menyebutkan :
“...Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun.”
4. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia frase kata “hanya dapat” diartikan sebagai berikut :
Hanya :
a. adv Cuma

Dapat :
a. adv mampu; sanggup; bisa

5. Bahwa berdasarkan asas lex superior derogat legi inferior menyebutkan bahwa peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah (asas hierarki), dengan demikian PMK Nomor:249/PMK.03/2008 tidak boleh bertentangan dengan Pasal 11 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008. Bahwa Peraturan Menteri Keuangan seharusnya hanya mengatur tata cara dan bukan substansi.
6. Bahwa bila PMK Nomor:249/PMK.03/2008 mengharuskan menggunakan metode penyusutan garis lurus maka seharusnya menggunakan frase kata “hanya dapat”.
7. Bahwa dengan demikian Pasal 1 ayat (1) PMK Nomor: 249/PMK.03/2008 dapat artikan bahwa Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu diberikan pilihan (dapat / bisa) untuk menggunakan metode penyusutan garis lurus, dan bukan merupakan suatu keharusan.

bahwa maka berdasarkan penjelasan Pemohon Banding, koreksi dari Terbanding atas penyesuaian fiskal negatif sebesar Rp45.044.066,00 seharusnya dibatalkan atau menjadi NIHIL;


Demikian penjelasan tertulis ini disampaikan Pemohon Banding, untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam mengambil keputusan seadil-adilnya;

bahwa Pemohon Banding menyerahkan Perhitungan Penyusutan menurut Pemohon Banding Tahun 2011, yang pada intinya berisi hal–hal sebagai berikut :

a. Penyusutan Tanaman Menghasilkan

Pemohon Banding Menggunakan Metode Penyusutan Saldo Menurun untuk menyusutkan Tanaman Menghasilkan

Menurut Pemohon Banding

No. Jenis Harta / Bulan Perole
han
Tahun Perole
han
Harga Perolehan (Rp) Nilai Sisa Buku Awal 2011 Tarif Penyusutan 2011 (Rp)
Saldo Awal Penam
bahan
Pengu
rangan
Saldo Akhir
(a) (b) (c) (d) = (a)+(b)-)c) (e) (f) (g) = (e) x (f)
Tanaman Menghasilkan
1 TANAMAN MENGHASILKAN 6 2010 1.200.000.
000
1.200.000.
000
1.112.500.
000
12 50% 139.062.
500
Total Penyusutan menurut Pemohon Banding 139.062
500
b. Perhitungan Ulang Jumlah Penyusutan Fiskal

Pemohon Banding Menggunakan Metode Penyusutan Saldo Menurun untuk menyusutkan Kelompok 1 dan Kelompok 2

Menurut Pemohon Banding

No. Jenis Harta Bulan Perole
han
Tahun Perole
han
Harga Perolehan (Rp) Nilai Sisa Buku Awal 2011 Tarif Penyusutan 2011 (Rp)
Saldo Awal Penam
bahan
Pengu
rangan
Saldo Akhir
(a) (b) (c) (d) = (a)+(b)-(c) (e) (f) (g) = (e) x (f)
Kelompok 1
1 2 UN KASUR SPRING SINGLE 100X2 9 2009 1.390.
000
1.390.
000
582.500 50% 291.250
2 1.UN MEJA RIAS+KURSI PUFF 12 2009 1.412.
500
1.412.
500
833.073 50% 416.537
3 NOZZOR PUMP U/KOMPRESOR 5 2010 160.000 160.000 100.000 50% 50.000
4 KEDOK LAS 5 2010 30.000 30.000 18.750 50% 9.375
5 TANG LAS 5 2010 25.000 25.000 15.625 50% 7.813
6 TANG MASSA 5 2010 35.000 35.000 21.875 50% 10.938
7 SARUNG TANGAN LAS 5 2010 60.000 60.000 37.500 50% 18.750
8 KABEL LAS DIA 50 MM 5 2010 810.000 810.000 506.250 50% 253.125
9 HIGH PREASURE PUMP 600 WATT 5 2010 980.000 980.000 612.500 50% 306.250
10 REMOTE V-SAT 5 2010 159.197.
500
159.197.
500
99.498.
438
50% 49.749.
219
Total Penyusutan menurut Terbanding 51.871.
042
Kelompok 2`
1 1 UN MITSUBISHI DUMP TRUCK PS136 KBS 10 2009 237.000.
000
237.000.
000
133.312.
500
25% 33.328.
125
Total Penyusutan menurut Terbanding 33.328.
125
c. Reklasifkasi dari kelompok 2 menjadi kelompok 1

Pemohon Banding Menggunakan Metode Penyusutan Saldo Menurun untuk menyusutkan Kelompok 2

Menurut Pemohon Banding

No. Jenis Harta Bulan Perole
han
Tahun Perole
han
Harga Perolehan (Rp) Nilai Sisa Buku Awal 2011 Tarif Penyusutan 2011 (Rp)
Saldo Awal Penam
bahan
Pengu
rangan
Saldo Akhir
(a) (b) (c) (d) = (a)+(b)- (c) (e) (f) (g) = (e) x (f)
KELOMPOK 2
1 1 UN YAMAHA RX-KING 11 2008 14.140.
937
14.140.
937
7.622.
849
25% 1.905.
712
2 1 UN YAMAHA RX-KING 11 2008 14.140.
936
14.140.
936
7.622.
848
25% 1.905.
712
3 S.MTR HONDA MEGA PRO (KB5924QE) 5 2010 18.123.
091
18.123.
091
15.102.
576
25% 3.775.
644
4 1UN SPDMTR MEGAPRO (KB4203QH) 7 2010 15.775.
636
15.775.
636
13.803.
682
25% 3.450.
921
5 1UN SPDMTR MEGAPRO (KB4204QH) 7 2010 15.775.
636
15.775.
636
13.803.
682
25% 3.450.
921
6 1UN SPDMTR MEGAPRO KB4734Q 12 2011 18.700.
000
18.700.
000
25% 389.583
7 1UN SPDMTR MEGAPRO KB24820 12 2011 18.800.
000
18.800.
000
25% 391.667
Total Penyusutan menurut Pemohon Banding 15.270.
159


bahwa Pemohon Banding menyerahkan Penjelasan Tertulis Nomor 049/SMUL/VII/2018 tanggal 02 Juli 2018, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

bahwa sehubungan dengan permintaan Majelis Hakim kepada Pemohon Banding pada persidangan banding yaitu pada tanggal 28 Mei 2018 agar Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis atas koreksi dari Terbanding terkait sengketa banding PPh Badan Tahun Pajak 2011, perkenankanlah Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis sebagai berikut:

I. ...
II. ...
III. Sengketa atas Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar Rp45.044.066,00

Dasar Hukum Koreksi Terbanding :
- Pasal 11 UU PPh
- PMK Nomor 96/PMK.03/2009
- PMK Nomor 249/PMK.03/2008

Koreksi penyesuaian fiskal negatif dengan rincian sebagai berikut:
- Koreksi penyusutan atas tanaman menghasilkan Rp64.062.500,00
- Perhitungan ulang jumlah penyusutan fiskal (Rp11.612.702,00)
- Reklasifikasi dari kelompok 2 menjadi kelompok 1 (Rp 7.405.732,00)
Rp45.044.066,00

Tanggapan Pemohon Banding atas Koreksi Penyusutan Tanaman Menghasilkan:
1. Pemohon Banding telah melakukan perhitungan penyusutan fiskal dan membebankan biaya penyusutan fiskal secara taat azas sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
2. Bahwa Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008, menyebutkan :

Pasal 1 ayat (1)
“Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu dapat melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.”

3. Bahwa penjelasan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) UU PPh, menyebutkan :

Penjelasan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2)
“.......Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun.”

4. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia frase kata “hanya dapat” diartikan sebagai berikut :

Hanya :
a. adv Cuma

Dapat :
a. adv mampu; sanggup; bisa

5. Bahwa berdasarkan asas lex superior derogat legi inferior menyebutkan bahwa peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah (asas hierarki), dengan demikian PMK Nomor:249/PMK.03/2008 tidak boleh bertentangan dengan Pasal 11 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008. Bahwa Peraturan Menteri Keuangan seharusnya hanya mengatur tata cara dan bukan substansi.
6. Bahwa bila PMK Nomor:249/PMK.03/2008 mengharuskan menggunakan metode penyusutan garis lurus maka seharusnya menggunakan frase kata “hanya dapat”.
7. Bahwa dengan demikian Pasal 1 ayat (1) PMK Nomor: 249/PMK.03/2008 dapat artikan bahwa Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu diberikan pilihan (dapat / bisa) untuk menggunakan metode penyusutan garis lurus, dan bukan merupakan suatu keharusan.
8. Dengan demikian berdasarkan penjelasan Pemohon Banding, koreksi dari Terbanding atas penyusutan tanaman menghasilkan seharusnya dibatalkan.


Demikian penjelasan tertulis ini disampaikan Pemohon Banding, untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam mengambil keputusan yang seadil-adilnya;

bahwa Pemohon Banding menyerahkan Kesimpulan Akhir Nomor 057/SMUL/VIII/2018 tanggal 10 Agustus 2018, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

bahwa sehubungan dengan permintaan Majelis Hakim kepada Pemohon Banding pada persidangan banding sebelumnya yaitu pada tanggal 30 Juli 2018 agar Pemohon Banding menyampaikan Kesimpulan Akhir atas sengketa Banding PPh Badan Tahun Pajak 2011, yang terdaftar dengan nomor sengketa 115350.15/2011/PP, maka perkenankanlah Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis sebagai Kesimpulan Akhir Pemohon Banding sebagai berikut :

I. ...
II. ...
III. Sengketa atas Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar Rp45.044.066,00

Menurut Terbanding
Dasar hukum koreksi terbanding yaitu:
- Pasal 11 UU PPh
- PMK Nomor 249/PMK.03/2008
- PMK Nomor 96/PMK/2009

Koreksi Terbanding sebesar Rp45.044.066,00 dengan rincian sebagai berikut:
a. Koreksi penyusutan atas Tanaman Menghasilkan Rp64.062.500,00
b. Perhitungan ulang jumlah penyusutan fiskal (Rp11.612.702,00)
c. Reklasifikasi dari kelompok 2 menjadi kelompok 1 (Rp 7.405.73200)
Rp45.044.066,00

Tanggapan Pemohon Banding
a. Koreksi Penyusutan Atas Tanaman Menghasilkan Sebesar Rp64.062.500,00
1. Pemohon Banding telah melakukan perhitungan penyusutan fiskal dan membebankan biaya penyusutan fiskal secara taat azas sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
2. Bahwa Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 249/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008, menyebutkan :

Pasal 1 ayat (1)
“Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu dapat melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.”

3. Bahwa penjelasan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) UU PPh, menyebutkan :

Penjelasan Pasal 1 ayat (1)
“.......Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun.”

4. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia frase kata “hanya dapat” diartikan sebagai berikut :

Hanya :
a. adv Cuma

Dapat :
a. adv mampu; sanggup; bisa

5. Bahwa berdasarkan asas lex superior derogat legi inferior menyebutkan bahwa peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah (asas hierarki), dengan demikian PMK Nomor:249/PMK.03/2008 tidak boleh bertentangan dengan Pasal 11 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008. Bahwa Peraturan Menteri Keuangan seharusnya hanya mengatur tata cara dan bukan substansi.
6. Bahwa bila PMK Nomor:249/PMK.03/2008 mengharuskan menggunakan metode penyusutan garis lurus maka seharusnya menggunakan frase kata “hanya dapat”.
7. Bahwa dengan demikian Pasal 1 ayat (1) PMK Nomor: 249/PMK.03/2008 dapat artikan bahwa Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu diberikan pilihan (dapat / bisa) untuk menggunakan metode penyusutan garis lurus, dan bukan merupakan suatu keharusan.

Dengan demikian berdasarkan penjelasan di atas, maka menurut Pemohon Banding koreksi dari Terbanding atas penyusutan tanaman menghasilkan sebesar Rp64.062.500,00 seharusnya Dibatalkan atau menjadi NIHIL.

Koreksi Atas Penghitungan Ulang Jumlah Penyusutan Fiskal Sebesar Rp11.612.702,00

Pemohon Banding mengakui bahwa telah terjadi kekeliruan dalam perhitungan ulang jumlah penyusutan fiskal sebesar Rp11.612.702,00.

Dengan demikian berdasarkan penjelasan di atas, maka menurut Pemohon Banding koreksi dari Terbanding atas penghitungan ulang jumlah penyusutan fiskal sebesar Rp11.612.702,00 dapat Dipertahankan.
Koreksi Atas Reklasifikasi Dari Kelompok 2 Menjadi Kelompok 1 Sebesar Rp7.405.732,00

Pemohon Banding mengakui bahwa telah terjadi kekeliruan dalam reklasifikasi dari kelompok 2 menjadi kelompok 1 sebesar Rp7.405.732,00.

Dengan demikian berdasarkan penjelasan di atas, maka menurut Pemohon Banding koreksi dari Terbanding atas reklasifikasi dari kelompok 2 menjadi kelompok 1 sebesar Rp7.405.732,00 dapat Dipertahankan.


Demikian Kesimpulan Akhir ini disampaikan Pemohon Banding, untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam mengambil keputusan yang seadil-adilnya.

bahwa Pemohon Banding berpendapat pada persidangan mengenai pokok sengketa sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Uji Bukti, yang pada pokoknya mengemukakan hal sebagai berikut:

Pokok Sengketa

Koreksi Fiskal Negatif sebesar Rp45.044.066,00 yang terdiri atas :

- Koreksi penyusutan atas Tanaman Menghasilkan Rp 64.062.500,00
- Perhitungan ulang jumlah penyusutan fiskal (Rp 11.612.702,00)
- Reklasifikasi dari kelompok 2 menjadi kelompok 1 (Rp 7.405.732,00)


Bukti Yang Diperiksa
-
Menurut Pemohon Banding

Koreksi penyusutan atas Tanaman Menghasilkan Rp64.062.500,00

1. Pemohon Banding telah melakukan perhitungan penyusutan fiskal dan membebankan biaya penyusutan fiskal secara taat azas sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
2. Bahwa Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 249/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008, menyebutkan :

Pasal 1 ayat (1)
“Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu dapat melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.”

3. Bahwa penjelasan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) UU PPh, menyebutkan :
Penjelasan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2)
“.......Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun.”

4. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia frase kata “hanya dapat” diartikan sebagai berikut :

Hanya :
a. adv Cuma

Dapat :
a. adv mampu; sanggup; bisa

5. Bahwa berdasarkan asas lex superior derogat legi inferior menyebutkan bahwa peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah (asas hierarki), dengan demikian PMK Nomor 249/PMK.03/2008 tidak boleh bertentangan dengan Pasal 11 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008. Bahwa Peraturan Menteri Keuangan seharusnya hanya mengatur tata cara dan bukan substansi.
6. Bahwa bila PMK Nomor 249/PMK.03/2008 mengharuskan menggunakan metode penyusutan garis lurus maka seharusnya menggunakan frase kata “hanya dapat”.
7. Bahwa dengan demikian Pasal 1 ayat (1) PMK Nomor: 249/PMK.03/2008 dapat artikan bahwa Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu diberikan pilihan (dapat / bisa) untuk menggunakan metode penyusutan garis lurus, dan bukan merupakan suatu keharusan.
8. Dengan demikian berdasarkan penjelasan Pemohon Banding, koreksi dari Terbanding atas penyusutan tanaman menghasilkan seharusnya dibatalkan atau menjadi NIHIL.


Koreksi Atas Perhitungan Ulang Jumlah Penyusutan Fiskal Rp11.612.702,00

Pemohon Banding mengakui bahwa telah terjadi kekeliruan dalam perhitungan ulang jumlah penyusutan fiskal sebesar Rp11.612.702,00.

Koreksi Atas Reklasifikasi Dari Kelompok 2 Menjadi Kelompok 1 Rp7.405.732,00

Pemohon Banding mengakui bahwa telah terjadi kekeliruan dalam reklasifikasi dari kelompok 2 menjadi kelompok 1 sebesar Rp7.405.732,00.

bahwa Pemohon Banding pada persidangan memberikan penjelasan lisan sebagai berikut:

- bahwa Pemohon Banding menjelaskan terkait dengan koreksi penyusutan atas tanaman menghasilkan, menurut pemeriksa menggunakan Metode Garis Lurus sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008 sebesar Rp64.062.500,00, namun Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Pemeriksa dengan dasar Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 249/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 yang menyebutkan sebagai berikut:
Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu dapat melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.
- bahwa Pemohon Banding menjelaskan atas frase kata “dapat”, menurut Pemohon Banding tidak mengharuskan Pemohon Banding untuk melakukan penyusutan;
- bahwa Pemohon Banding menjelaskan, di dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor: 36 tahun 2008 disebutkan:
Pasal 11 ayat (1)
Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.
Pasal 11 ayat (2)
Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.”
- Penjelasan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 menyebutkan bahwa:
Metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan ketentuan ini adalah:
  1. Dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus atau straight-line method); atau
  2. Dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining balance method).
Penggunaan metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat azas.
Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun.”
- bahwa Pemohon Banding menjelaskan atas frasa kata “dapat” di dalam undang-undang maka Pemohon Banding diberikan pilihan untuk dapat menggunakan metode penyusutan dan bukan merupakan keharusan;
- bahwa terkait dengan pertanyaan Majelis apakah metode perhitungan amortisasi yang digunakan oleh Pemohon Banding berbeda dengan Terbanding, Pemohon Banding menjelaskan Terbanding melakukan amortisasi dengan menggunakan metode garis lurus, sedangkan Pemohon Banding melakukan perhitungan amortisasinya dengan menggunakan metode saldo menurun;
- bahwa terkait dengan pertanyaan Majelis apakah pada tahun sebelumnya pernah dilakukan pemeriksaan, Pemohon Banding menjawab pada tahun sebelumnya belum pernah dilakukan pemeriksaan;
- bahwa terkait dengan pertanyaan Majelis mengenai koreksi negatif perhitungan ulang penyusutan, Pemohon Banding menjelaskan telah melakukan penghitungan penyusutan secara konsisten dan taat azas;
- bahwa terkait dengan pertanyaan Majelis apa yang membedakan koreksi sebesar Rp64.062.500,00 dengan koreksi Rp7.405.732,00, Pemohon Banding menjelaskan koreksi sebesar Rp64.062.500,00 adalah koreksi atas tanaman menghasilkan, sedangkan koreksi Rp11.612.702,00 adalah koreksi bukan atas tanaman menghasilkan, yaitu berupa aset, dan bukan berhubungan dengan tanaman;
- bahwa Pemohon Banding menjelaskan Terbanding melakukan penghitungan ulang atas beberapa aset di luar tanaman menghasilkan;
- bahwa Pemohon Banding menjelaskan di dalam laporan keuangan, Pemohon Banding melakukan penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus;
- bahwa Pemohon Banding mengakui ada beberapa perhitungan dari Pemohon Banding yang keliru, namun dalam hal ini tidak seluruhnya setuju dengan perhitungan penyusutan dari Terbanding;
- bahwa Pemohon Banding menjelaskan perhitungan ulang sebesar Rp11.612.702,00 memang berasal dari kesalahan Pemohon Banding melakukan perhitungan sehingga dalam persidangan Pemohon Banding menyatakan menerima koreksi Terbanding sebesar Rp11.612.702,00;

Menurut Majelis:

bahwa dasar hukum koreksi Terbanding adalah Pasal 18 ayat (1) UU Pajak Penghasilan;

bahwa Pasal 18 ayat (1) UU Pajak Penghasilan digunakan apabila terdapat hubungan istimewa antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman;

bahwa Terbanding tidak dapat membuktikan bahwa antara PT RTCE sebagai pemberi pinjaman dengan Pemohon Banding memiliki hubungan istimewa;

bahwa Majelis berpendapat koreksi Terbanding tidak memiliki dasar hukum sehingga Majelis berpendapat untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding dan membatalkan koreksi Terbanding atas biaya dari luar usaha berupa pembebanan selisih kurs sebesar Rp3.641.258.922,00;

2. Koreksi Positif atas Koreksi Penyesuaian Fiskal Positif sebesar Rp1.705.332.538,00 terdiri dari:
a. Koreksi Positif Imbalan Pasca Kerja sebesar Rp221.311.000,00
b. Koreksi Positif Sumbangan dan Hibah sebesar Rp1.487.489.603,00
c. Koreksi Negatif Penyesuaian Fiskal Positif Lainnya sebesar (Rp3.468.065,00)

a. Koreksi Positif Imbalan Pasca Kerja sebesar Rp221.311.000,00

bahwa sengketa yang terjadi adalah sengketa pembuktian;

bahwa Pemohon Banding hanya menyampaikan bukti pendukung sebesar Rp95.342.902,00 sehingga Majelis berpendapat Pemohon Banding tidak dapat membuktikan bahwa iuran pensiun sebesar Rp125.968.068,00 dapat dibiayakan;

bahwa terhadap pembayaran iuran pensiun sebesar Rp95.342.902,00, Pemohon Banding menyampaikan bukti pembayaran pensiun atas nama pegawai tetapi Pemohon Banding tidak menyampaikan bukti keabsahan institusi dana pensiun oleh Menteri Keuangan;

bahwa berdasarkan bukti pembayaran pensiun diketahui Pemohon Banding melakukan pembayaran pensiun ke Dana Pensiun SMART;

bahwa Dana Pensiun SMART merupakan institusi Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) yang disahkan oleh Menteri Keuangan;

bahwa Majelis berpendapat Koreksi Positif Imbalan Pasca Kerja sebesar Rp221.311.000,00 yang tidak dapat dipertahankan adalah sebesar Rp95.342.902,00 sedangkan sisanya sebesar Rp125.968.068,00 tetap dipertahankan;

b. Koreksi Positif Sumbangan dan Hibah sebesar Rp1.487.489.603,00

bahwa Pemohon Banding hanya menunjukan bukti sebesar Rp172.067.400,00 berupa sewa alat berat dan pekerjaan kebun terkait sawit;

bahwa Majelis tidak dapat meyakini bahwa bukti yang disampaikan berhubungan dengan sumbangan dan hibah yang dapat dibiayakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

bahwa Majelis berpendapat untuk menolak permohonan banding Pemohon Banding dan mempertahankan koreksi Terbanding atas sumbangan dan hibah sebesar Rp1.487.489.603,00;

c. Koreksi Negatif Penyesuaian Fiskal Positif Lainnya sebesar (Rp3.468.065,00)

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Laporan Pemeriksaan Pajak dan Laporan Penelitian Keberatan, Terbanding tidak menjelaskan alasan koreksi negatif penyesuaian fiskal positif lainnya sebesar Rp3.468.065,00;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding Pemohon Banding, diketahui Pemohon Banding tidak menjelaskan alasan banding atas Koreksi Negatif Penyesuaian Fiskal Positif Lainnya sebesar (Rp3.468.065,00), sehingga Majelis berpendapat secara implisit Pemohon Banding telah setuju atas Koreksi Negatif Penyesuaian Fiskal Positif Lainnya sebesar (Rp3.468.065,00);

bahwa Majelis berpendapat untuk menolak banding Pemohon Banding dan mempertahankan koreksi Terbanding atas Penyesuaian Fiskal Positif Lainnya sebesar (Rp3.468.065,00);


bahwa Majelis berpendapat Koreksi Penyesuaian Fiskal Positif sebesar Rp1.705.332.538,00 yang tidak dipertahankan adalah sebesar Rp95.342.902,00 sedangkan sisanya sebesar Rp1.609.989.606,00 tetap dipertahankan;

3. Koreksi Positif atas Koreksi Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar Rp45.044.066,00 terdiri dari:
a. Koreksi Positif Penyusutan atas Tanaman sebesar Rp64.062.500,00
b. Koreksi Negatif Perhitungan Ulang Penyusutan sebesar (Rp11.612.702,00)
c. Koreksi Negatif Reklasifikasi sebesar (Rp7.405.732,00)

a. Koreksi penyusutan atas Tanaman Menghasilkan Rp64.062.500,00

bahwa Terbanding melakukan penghitungan ulang biaya penyusutan Tanaman Menghasilkan berdasarkan PMK Nomor 126/PMK.11/2011 tanggal 06 Agustus 2011;

bahwa Terbanding berpendapat penyusutan atas tanaman menghasilkan harus dilakukan secara garis lurus;

bahwa Majelis berpendapat prinsip penyusutan adalah pengurangan nilai suatu aset berdasarkan masa manfaat asset tersebut;

bahwa PMK Nomor 126/PMK.11/2011 menyatakan penyusutan dilakukan berdasarkan masa manfaat asset namun demikian apabila pengurangan nilai asset tidak dapat ditentukan berdasarkan manfaat yang telah diperoleh atas penggunaan asset, penyusutan dapat dilakukan dalam bagian-bagian atau nilai yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan atas asset tersebut;

bahwa Majelis berpendapat sesuai PMK dimaksud penyusutan tanaman menghasilkan tidak harus berdasarkan garis lurus sehingga pendapat Terbanding tidak memiliki dasar hukum;

bahwa Majelis berpendapat untuk mengabulkan seluruh permohonan banding Pemohon Banding dan membatalkan koreksi Terbanding sebesar Rp64.062.500,00;

b. Koreksi Atas Perhitungan Ulang Jumlah Penyusutan Fiskal Rp11.612.702,00

bahwa pada persidangan Pemohon Banding setuju atas Koreksi Negatif Perhitungan Ulang Penyusutan sebesar (Rp11.612.702,00), sehingga Majelis berpendapat untuk menolak banding Pemohon Banding dan mempertahankan koreksi Terbanding atas Koreksi Negatif Perhitungan Ulang Penyusutan sebesar (Rp11.612.702,00);

c. Koreksi Atas Reklasifikasi Dari Kelompok 2 Menjadi Kelompok 1 Rp7.405.732,00

bahwa pada persidangan Pemohon Banding setuju atas Koreksi Negatif Reklasifikasi sebesar (Rp7.405.732,00), sehingga Majelis berpendapat untuk menolak banding Pemohon Banding dan mempertahankan koreksi Terbanding atas Koreksi Negatif Reklasifikasi sebesar (Rp7.405.732,00);


bahwa atas koreksi penyesuaian fiskal negatif sebesar Rp45.044.066,00, Majelis berpendapat untuk mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding sebesar Rp64.062.500,00 dan membatalkan koreksi Terbanding sebesar (Rp19.018.434,00);

Menimbang:

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kompensasi Kerugian;

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak;

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kredit Pajak;

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, rekapitulasi pendapat Majelis atas pokok sengketa adalah sebagai berikut:

No. Uraian Jumlah Koreksi (Rp) Dipertahankan (Rp) Tidak Dipertahankan (Rp)
1 Koreksi Positif atas Biaya Dari Luar Usaha 3.641.258.922 0 3.641.258.922
2 Koreksi Positif atas Koreksi Penyesuaian Fiskal Positif 1.705.332.538 1.609.989.636 95.342.902
a. Koreksi Positif Imbalan Pasca Kerja
221.311.000 125.968.068 95.342.902
b. Koreksi Positif Sumbangan dan Hibah
1.487.489.603 1.487.489.603 0
c. Koreksi Negatif Penyesuaian Fiskal Positif Lainnya
(3.468.065) (3.468.065) 0
3 Koreksi Positif atas Koreksi Penyesuaian Fiskal Negatif 45.044.066 (19.018.434) 64.062.500
a. Koreksi Positif Penyusutan atas Tanaman
64.062.500 0 64.062.500
b. Koreksi Negatif Perhitungan Ulang Penyusutan
(11.612.702) (11.612.702) 0
c. Koreksi Negatif Reklasifikasi
(7.405.732) (7.405.732) 0
Total 5.391.635.526 1.590.971.202 3.800.664.324


bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan dan hasil Rapat Permusyawaratan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding, sehingga besarnya Pajak Penghasilan Badan Tahun 2011 dihitung kembali sebagaimana perhitungan sebagai berikut:

No. Uraian Jumlah (Rp)
1 Peredaran Usaha 2.216.178.400
2 Harga Pokok Penjualan 1.263.336.804
3 Laba Bruto 952.841.596
4 Biaya Usaha 2.667.586.530
5 Penghasilan Netto Dalam Negeri (1.714.744.934)
6 Penghasilan Netto Dalam Negeri Lainnya
a. Penghasilan (Biaya) dari Luar Usaha
- Menurut Pemohon Banding
(3.023.614.443)
- Koreksi Terbanding
3.641.258.922
- Menurut Terbanding
617.644.479
- Koreksi Terbanding yang tidak dipertahankan
3.641.258.922
- Menurut Majelis
(3.023.614.443)
b. Penghasilan Jasa/Pekerjaan Bebas
0
c. Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan
0
d. Lain-lain
0
e. Jumlah
(3.023.614.443)
7 Fasilitas penanaman modal berupa pengurangan penghasilan neto 0
8 Penyesuaian Fiskal
a. Penyesuaian Fiskal Positif
- Menurut Pemohon Banding
11.137.583
- Koreksi Terbanding
1.705.332.538
- Menurut Terbanding
1.716.470.121
- Koreksi Terbanding yang tidak dipertahankan
95.342.902
- Menurut Majelis
1.621.127.219
b. Penyesuaian Fiskal Negatif
- Menurut Pemohon Banding
1.612.750.262
- Koreksi Terbanding
45.044.066
- Menurut Terbanding
1.567.706.196
- Koreksi Terbanding yang tidak dipertahankan
64.062.500
- Menurut Majelis
1.631.768.696
c. Jumlah
(10.641.477)
9 Penghasilan Netto Luar Negeri 0
10 Jumlah Penghasilan Netto (4.749.000.854)
11 Zakat 0
12 Kompensasi Kerugian 0
13 Penghasilan Kena pajak (4.749.000.854)
14 PPh Terutang 0
15 Kredit Pajak 0
16 PPh Kurang (Lebih) dibayar 0
17 Sanksi Administrasi
- Bunga Pasal 13 ayat (2) UU KUP
0
18 PPh yang masih harus (Lebih) Dibayar 0

Mengingat:

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan sengketa ini;

Memutuskan:

Mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00264/KEB/WPJ.06/2017 tanggal 31 Mei 2017, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Nihil Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2011 Nomor 00004/506/11/076/16 tanggal 07 Maret 2016, atas nama: Pemohon Banding, sehingga besarnya Pajak Penghasilan Badan Tahun 2011 dihitung kembali sebagai berikut:

No. Uraian Jumlah (Rp)
1 Penghasilan Netto (4.749.000.854)
2 Zakat 0
3 Kompensasi Kerugian 0
4 Penghasilan Kena pajak (4.749.000.854)
5 PPh Terutang 0
6 Kredit Pajak 0
7 PPh yang kurang/(lebih) dibayar 0
8 Sanksi Administrasi
- Bunga Pasal 13 ayat (2) UU KUP 0
9 PPh yang masih harus/(lebih) dibayar 0


Demikian diputus di Jakarta berdasarkan Musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Senin tanggal 20 Agustus 2018 oleh Hakim Majelis XIA Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis Hakim sebagai berikut:

Drs. A. MW, sebagai Hakim Ketua,
Drs. AS, sebagai Hakim Anggota,
AI, S.E., Ak., M.B.A. sebagai Hakim Anggota,

dengan dibantu oleh;
WW, S.H.,


sebagai Panitera Pengganti.


Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Senin tanggal 18 Februari 2019, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, tidak dihadiri oleh Pemohon Banding maupun oleh Terbanding;

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA