Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-110788.15
Pokok Sengketa:
bahwa nilai sengketa yang terbukti dalam banding ini adalah koreksi positif Penghasilan Neto Tahun Pajak 2011 sebesar Rp9.736.161.814,00 dengan perincian koreksi sebagai berikut:
  1. Koreksi Penyesuaian fiskal positif berupa Pembentukan Dana Cadangan Bad Debt Expense-CF sebesar Rp9.129.372.814,00;
  2. Koreksi Penyesuaian fiskal positif berupa Gain (Loss) Sale Repo Assets sebesar Rp606.789.000,00;
bahwa pembahasan mengenai pokok sengketa di atas adalah sebagai berikut:
1. Koreksi Penyesuaian fiskal positif berupa Pembentukan Dana Cadangan Bad Debt Expense-CF sebesar Rp9.129.372.814,00

Menurut Terbanding:
bahwa berdasarkan Berita Acara Hasil Uji Bukti, Terbanding menyatakan hal-hal sebagai berikut:
bahwa dokumen yang dilakukan uji bukti adalah:
Dokumen Penghapusan Piutang berupa:
- Perjanjian Kredit antara Pemohon Banding dengan debitur;
- Jurnal Pencatatan Kredit, Detail Pembayaran Cicilan, Jurnal Pengakuan Non Performing Loan, Jurnal Penghapusan Piutang Tak Tertagih;
- Daftar Piutang Tak Tertagih yang dilampirkan dalam SPT PPh Badan 2012

bahwa dalam pelaksanaan uji bukti, Pemohon Banding memberikan dokumen tersebut dengan detail debitur sebagai berikut:
- Darma Sakti Hasibuan (debitur nomor urut 224) dengan nilai piutang tak tertagih sebesar Rp25.239.896,00
- Ayub Wismanto (debitur nomor urut 210) dengan nilai piutang tak tertagih sebesar Rp52.766.863,00
- Istri AG Laksmi Indrawat (debitur nomor urut 185) dengan nilai piutang tak tertagih sebesar Rp18.098.131,00;

bahwa atas pelaksanaan uji bukti, Terbanding berpendapat:
a.

bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor 220/WPJ.20/KP.0705/RIK.SIS/2015 tanggal 2 Oktober 2015, dijelaskan dasar koreksi sebagai berikut:

  • bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf h UU Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) antara lain diatur bahwa biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto antara lain berupa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK);
  • bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (1) PMK Nomor 105/PMK.03/2009 sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 57/PMK.03/2010 sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh diatur bahwa:
    “Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf b harus mencantumkan identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat dan jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih”
  • bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Daftar Nama Debitur Piutang Tak Tertagih Tahun Pajak 2011 dengan jumlah sebesar Rp2.790.250.250,00 diketahui:
    - Jumlah Piutang Tak Tertagih Rp14.776.814.047,00
    - Jumlah Piutang Ada NPWP Rp 4.905.622.542,00
    - Jumlah tidak ada NPWP (bayar) Rp 741.818.691,00
    - Jumlah Piutang Tidak Ada NPWP Rp 9.129.372.814,00
  • bahwa berdasarkan fakta temuan dalam pemeriksaan dikaitkan dengan ketentuan peraturan perpajakan sebagaimana diuraikan di atas, Terbanding berpendapat bahwa atas Biaya Piutang Tak Tertagih (Bad Debt Expense), yang tidak mencantumkan NPWP sebesar Rp9.129.372.814,00 tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh Pasal 4 ayat (1) PMK Nomor 105/PMK.03/2009 s.t.d.d. PMK Nomor 57/PMK.03/2010;
b. bahwa dalam surat bandingnya, Pemohon Banding berpendapat sebagai berikut:
  • bahwa kewajiban untuk mencantumkan NPWP Debitur tidak diatur dalam UU PPh;
  • bahwa Terbanding sangat tidak adil karena terkait NPWP berada di luar kontrol/kewenangan Pemohon Banding;
  • bahwa Terbanding tidak menyediakan fasilitas bagi Pemohon Banding untuk mengetahui NPWP Debitur;
c. bahwa dalam pelaksanaan uji bukti Pemohon Banding menyampaikan penjelasan beserta bukti dan dokumen sebagai berikut:
  • bahwa Pemohon Banding menjelaskan bahwa dalam Daftar Piutang Tak Tertagih sebesar Rp14.776.814.047,00 di dalamnya juga terdapat penghapusan piutang tak tertagih berupa Gain (Loss) Sale Repo Asset atau Kerugian karena penjualan aset tarikan, yang telah dikoreksi tersendiri oleh Terbanding pada penyesuaian fiskal positif (sengketa ke-2);
  • bahwa atas argumen double koreksi di atas, Pemohon Banding hanya menyampaikan 2 set dokumen transaksi berupa perjanjian pembiayaan, data pembayaran, rincian perhitungan kerugian penarikan aset, dan dokumen lainnya atas Debitur Ayub Wismanto dengan nilai piutang tak tertagih sebesar Rp18.098.131,00;
d. bahwa dalam pelaksanaan uji bukti Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan bahwa Daftar Piutang Tak Tertagih yang dikoreksi sebesar Rp9.129.372.814,00 telah mencantumkan NPWP sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 4 ayat (1) PMK Nomor 105/PMK.03/2009 t.d.d. PMK Nomor 57/PMK.03/2010;
e. bahwa Pemohon Banding juga tidak dapat membuktikan dokumen pendukung terkait double koreksi, selain atas 1 debitur (Ayub Wismanto) dengan total kerugian piutang sebesar Rp18.098.131,00, sebagaimana dijelaskan pada uraian huruf c di atas;
f. bahwa atas dasar uraian tersebut pada huruf a d. e di atas, Terbanding berpendapat sebagai berikut:
1) bahwa terkait dasar hukum atas koreksi, yaitu berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh Pasal 4 ayat (1) PMK Nomor 105/PMK.03/2009 s.t.d.d. PMK Nomor 57/PMK.03/2010, Terbanding berpendapat sebagai berikut:
a) bahwa PMK Nomor 105/PMK.03/2009 s.t.d.d. PMK Nomor 57/PMK.03/2010 diterbitkan dengan mendapat kewenangan dari Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh;
b) bahwa PMK Nomor 105/PMK.03/2009 s.t.d.d. PMK Nomor 57/PMK.03/2010 merupakan pelaksanaan atas Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh;
c) bahwa PMK Nomor 105/PMK.03/2009 s.t.d.d. PMK Nomor 57/PMK.03/2010 adalah hukum positif yang secara fakta masih berlaku dan tidak terdapat Putusan Mahkamah Agung sebagai lembaga yang berwenang melakukan uji materi Judicial Review atas peraturan di bawah UU;
d) bahwa maksud dan tujuan pencantuman NPWP dalam daftar piutang tak tertagih sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) PMK Nomor 105/PMK.03/2009 t.d.d. PMK Nomor 57/PMK.03/2010 adalah sebagai informasi bagi Direktorat Jenderal Pajak dalam menindaklanjuti penghapusan piutag dari sisi debitur yang utangnya dihapuskan;
bahwa tindak lanjut oleh Direktorat Jenderal Pajak ini adalah dalam rangka menerapkan prinsip perpajakan Taxable – Deductble, dimana pembebanan biaya di satu sisi (kreditur) akan berdampak sebagai penghasilan di sisi lain (debitur);
e) bahwa pencantuman NPWP ini bukanlah hal sulit bagi Pemohon Banding yang dalam hal transaksi pembiayaan seharusnya menjadikan NPWP sebagai syarat yang harus dipenuhi debitur;
bahwa ini juga akan menjadi kepentingan kreditur (perusahaan pembiayaan) dalam hal terdapat piutang tak tertagih yang akan dihapusbukukan;
f) bahwa atas dasar uraian di atas, koreksi Terbanding berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh Jo. PMK Nomor 105/PMK.03/2009 s.t.d.d. PMK Nomor 57/PMK.03/2010 telah benar dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta memperhatikan prinsip perpajakan dan unsur keadilan;
2) bahwa terkait adanya double koreksi, Terbanding berpendapat sebagai berikut:
a) bahwa dalam pelaksanaan uji bukti, Pemohon Banding hanya dapat membuktikan 1 debitur dengan total nilai piutang tak tertagih sebesar Rp18.098.131,00;
b) bahwa atas piutang tak tertagih sebesar Rp18.098.131,00 telah menjadi bagian koreksi pada sengketa terkait kerugian atas penjualan aset tarikan pada sengketa nomor 2;
3) bahwa dengan tidak bermaksud mengurangi independensi Majelis Hakim dalam memutus sengketa ini, Terbanding menyampaikan Putusan Pengadilan Pajak atas kasus sejenis, yaitu Putusan Nomor Put-84384/PP/PP/M.IIIB/15/2017;
bahwa dalam Putusan tersebut Majelis Hakim memutuskan menolak banding Pemohon Banding atas sengketa “tidak terdapat pencantuman NPWP dalam Daftar Piutang Tak Tertagih yang disampaikan ke Direktorat Jenderal Pajak (halaman 70-71);
bahwa dalam pertimbangannya Majelis Hakim menyatakan sebagai berikut:
  • bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (1) PMK Nomor 105/PMK.03/2009 s.t.d.d. PMK Nomor 57/PMK.03/2010, bahwa NPWP Debitur dalam daftar Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak, wajib dicantumkan;
  • bahwa pencantuman NPWP calam daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih bukan merupakan hal yang sulit bagi Pemohon Banding, karena dalam persyaratan pengajuan kredit harus dilampiri dengan NPWP, sehingga data NPWP debitur sudah ada di data Pemohon Banding;
bahwa atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put- 84384/PP/PP/M.IIIB/15/2017, sebagaimana diuraikan di atas, Terbanding berpendapat bahwa pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan dimaksud selaras dengan pendapat Terbanding sebagaimana diuraikan pada butir 2) di atas;
bahwa Koreksi Terbanding atas Penyesuaian Fiskal Positif Lainnya-Bad Debt Expense sebesar Rp9.129.372.814,00, selain Piutang Tak Tertagih yang double koreksi sebesar Rp18.098.131,00, sebagaimana dijelaskan pada uraian angka 2) di atas, telah sesuai dengan data, fakta dan dokumen serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

bahwa berdasarkan Berita Acara Hasil Uji Bukti, Terbanding menyatakan hal-hal sebagai berikut:
bahwa dokumen yang dilakukan uji bukti adalah:
Dokumen Penghapusan Piutang berupa:
- Perjanjian Kredit
- Perjanjian Kredit antara debitur dengan Pemohon Banding;
- Jurnal Pencatatan Kredit, Non Performing Loan, Penarikan Aset, Penjualan Aset;
- Berita Acara Serah Terima Kendaraan;
- Tagihan dari Balai Lelang kepada Pemohon Banding;
- Bukti penerimaan uang dari Balai Lelang kepada Pemohon Banding
- Daftar Penghapusan Piutang Tak Tertagih;

bahwa dalam pelaksanaan uji bukti, Pemohon Banding memberikan dokumen tersebut dengan detail debitur sebagai berikut:
- Istri AG Laksmi Indrawat (debitur nomor urut 185) dengan nilai piutang tak tertagih sebesar Rp18.098.131,00;

bahwa atas bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding, Terbanding berpendapat:
a. bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor 220/WPJ.20/KP.0705/RIK.SIS/2015 tanggal 7 Oktober 2015 dijelaskan dasar koreksi sebagai berikut:
- bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf d UU PPh diatur bahwa biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimilki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
- bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh PMK Nomor 105/PMK.03/2009 s.t.d.d. PMK Nomor 57/PMK.03/2010 diatur bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus memenuhi persyaratan, antara lain harus sudah melalui upaya penagihan yang maksimal;
- bahwa berdasarkan Pasal 33 dan 34 UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fiducia, diatur bahwa Kreditur (Pemohon Banding) tidak diperkenankan untuk memiliki barang yang menjadi jaminan fidusia. Dalam hal penjualan aset jaminan di bawah jumlah utang, maka Debitur tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar;
- bahwa koreksi Penyesuaian Fiskal Positif Lainnya – Gain/Loss Sale Repo Asset sebesar Rp606.789.000,00 tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto karena aset tarikan bukan milik Pemohon Banding, sehingga penjualan aset tarikan di bawah nilai sisa utang debitur masih menjadi kewajiban debitur untuk melunasi sisa utang. Dengan demikian, selisih antara Harga Jual Aktiva dan utang debitur bukan merupakan kerugian bagi kreditur. Dalam hal ini Kreditur seharusnya melakukan upaya penagihan terhadap Deditur;
b. bahwa Pemohon Banding dalam surat bandingnya menyatakan bahwa:
  • bahwa Pemohon Banding tidak melakukan write off atas Aset Yang Diambil Alih (AYDA) atau kendaraan tarikan karena bukan merupakan aset Pemohon Banding;
  • bahwa kegiatan penarikan aset, penjualan aset tarikan, dan pelunasan kewajiban debitur dari hasil penjualan aset tarikan adalah bagian dari kegiatan usaha pembiayaan Pemohon Dengan demikian kerugian yang timbul dari penjualan aset tarikan seharusnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto;
c. bahwa terkait sengketa ini, tidak terdapat pembuktian mengenai substansi transaksi;
bahwa dalam hal ini Pemohon Banding dan Terbanding memiliki pemahaman yang sama terhadap UU Fiducia dan Perjanjian Pembiayaan;
d. bahwa dalam pelaksanaan uji bukti Pemohon Banding tidak dapat memberikan bukti dan dokumen pendukung terkait upaya penagihan maksimal yang telah dilakukan dalam rangka menagih sisa utang, yaitu selisih antara utang debitur dan penjualan aset tarikan (jaminan);
bahwa Pemohon Banding juga tidak dapat menunjukkan standar akuntansi pencatatan atas kerugian penjualan aset tarikan dalam perusahaan pembiayaan;
e. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 s.t.d.d. PMK Nomor 57/PMK.03/2010 antara lain diatur:
Pasal 1 angka 2:
“Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak”
f. bahwa atas dasar uraian tersebut di atas, Terbanding berpendapat sebagai berikut:
1) bahwa berdasarkan UU Fiducia dan Perjanjian Pembiayaan aset (kendaraan) antara lain diatur dan disepakati bahwa:
  • bahwa aset (kendaraan) tarikan bukan merupakan milik Pemohon Dalam hal ini Pemohon Banding hanya diberikan kuasa untuk menjual;
  • bahwa apabila hasil penjualan aset tarikan di bawah jumlah utang, maka Debitur tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar;
  • Pemohon Banding dalam surat bandingnya juga menyatakan hal yang sama bahwa aset tarikan bukan merupakan milik Pemohon Banding;
bahwa dengan demikian, jelas bahwa hasil penjualan aset tarikan tidak dapat langsung dibukukan sebagai kerugian piutang tidak tertagih;
bahwa dalam hal ini debitur masih bertanggung jawab untuk melunasi sisa utang dan Pemohon Banding sebagai kreditur berhak melakukan penagihan kepada debitur;
bahwa dalam hal ini tidak terdapat laba (rugi) penarikan aset atau Gain/Loss Sale Repo Asset sebesar Rp606.789.000,00;
2) bahwa karena aset tarikan bukan merupakan harta yang dimilki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf d UU PPh, maka hasil penjualan kendaraan tarikan yang lebih kecil dari utang debitur bukan merupakan kerugian Pemohon Banding, sehingga tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto;
3) bahwa hasil penjualan aset tarikan yang lebih rendah dari utang Debitur, menyebabkan masih terdapat sisa utang yang harus dilunasi dan masih menjadi kewajiban debitur;
bahwa atas Piutang kepada Debitur tersebut Pemohon Banding seharusnya melakukan upaya penagihan yang maksimal sebelum menyatakan sebagai Piutang yang nyata-nyata tidak tertagih;
4) bahwa Pemohon Banding tidak dapat membuktikan upaya penagihan yang dilakukan untuk menagih Piutang sebesar Rp606.789.000,00 yang masih tersisa setelah penjualan aset tarikan;
bahwa dengan demikian Terbanding berpendapat bahwa Piutang sebesar Rp606.789.000,00 (yang menurut Pemohon Banding adalah Gain/Loss Sale Repo Asset) tidak termasuk dalam pengertian Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 PMKNo. 105/PMK.03/2009 s.t.d.d. PMK No. 57/PMK.03/2010;
5) bahwa Pemohon Banding tidak konsisten terhadap pernyataannya, di satu sisi menyatakan aset tarikan bukan merupakan milik Pemohon Banding, namun di sisi lainnya atas penjualan aset yang bukan miliknya di bawah utang debitur yang bersangkutan, diakui sebagai kerugian penjualan asset;
6) bahwa argumen Pemohon Banding terkait pengakuan kerugian karena penjualan aset tarikan tidak didukung mekanisme pencatatan pembukuan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku (PSAK). Dengan demikian perlakuan pembebanan kerugian atas penjualan aset tarikan yang dilakukan Pemohon Banding tidak berdasar pada PSAK;
7) bahwa koreksi Terbanding telah sesuai dengan data, fakta, dokumen pendukung dan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
bahwa Terbanding mengusulkan kepada Majelis Hakim IVA untuk menolak banding Pemohon Banding dan tetap mempertahankan Koreksi Penyesuaian Fiskal Positif Lainnya – Gain/Loss Sale Repo Asset sebesar Rp606.789.000,00;
Menurut Pemohon Banding:
bahwa Pemohon Banding dalam Berita Acara Uji Bukti berpendapat sebagai berikut:
Kewajiban mencantumkan NPWP debitur tidak diatur dalam UU PPh
bahwa Biaya Bad Debt Expense merupakan biaya penghapusan piutang yang tercantum di dalam laporan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan independen pada tahun 2012;
bahwa biaya ini telah sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU PPh”) yang menyebutkan bahwa:
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
  1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
  2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
  3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
  4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k.”
bahwa Undang-Undang Pajak Penghasilan (“UU PPh”) mengamanatkan bahwa pelaksanaan dari peraturan diatas diatur lebih lanjut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
bahwa menurut Tata Cara Perundangan yang berlaku, peraturan pelaksanaan tidak boleh bertentangan secara substantif maupun secara formal (prosedural);
bahwa pertentangan dengan Undang-Undang terjadi ketika suatu peraturan pelaksanaan Undang-Undang menyimpangi, memperluas, atau mempersempit ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang;
bahwa menurut pendapat Pemohon Banding, Pasal 6 ayat (1) huruf (h) UU PPh No. 36 Tahun 2008 tidak mensyaratkan Wajib Pajak untuk melampirkan NPWP debitur, akan tetapi PMK 105/PMK.03/2009 sebagaimana telah diubah terakhir dengan (stdd) PMK No. 57/PMK.03/2010 menambahkan persyaratan yang tidak ada di dalam Pasal 6 ayat (1) huruf (h) yaitu adanya keharusan untuk melampirkan NPWP;
bahwa dengan demikian, tambahan persyaratan tersebut batal demi hukum;
bahwa dalam daftar nominatif penghapusan piutang yang dilaporkan pada SPT PPh Badan 2012, Pemohon Banding tidak diwajibkan untuk mengukuhkan debitur apabila tidak mempunyai NPWP, namun Pemohon Banding sudah mencantumkan alamat jelas dan KTP berikut tanggal lahir (apabila orang pribadi) sehingga DJP seharusnya dapat mengetahui apakah debitur tersebut mempunyai NPWP atau tidak;
Tidak Terdapat Kewajiban NPWP dalam pemberian kredit di perusahaan Multifinance
bahwa dalam memberikan kredit, tidak seperti industri perbankan yang mempersyaratkan debitur dengan pemberian kredit melebihi Rp50.000.000,00 (lima puluh juta) diwajibkan untuk memiliki NPWP oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK);
bahwa sedangkan industri multifinance tidak mempersyaratkan debiturnya untuk memiliki NPWP dalam pemberian kreditnya, sehingga menurut Pemohon Banding dalam praktiknya sangat sulit untuk melampirkan NPWP debitur pada saat penghapusan piutang;
Terbanding perlu mempertimbangkan Asas Keadilan
bahwa sangatlah tidak adil bagi Pemohon Banding apabila tidak dapat mengakui beban penghapusan piutang apabila debitur tidak dapat menyediakan NPWP kepada Pemohon Banding dan/atau tidak mempunyai NPWP;
bahwa hal ini harus dipertimbangkan karena sistem perpajakan Indonesia berpedoman pada asas keadilan, dan NPWP debitur tersebut diluar kontrol atau wewenang Pemohon Banding apabila debitur tidak mempunyai NPWP, mengingat hal-hal berikut di bawah ini:
  1. bahwa Pemohon Banding telah mengalami kerugian dengan dihapuskannya piutang tak tertagih tersebut dan harus menanggung beban pajak atas penghapusan piutang tak tertagih tersebut hanya karena semata-mata Pemohon Banding tidak dapat memberikan informasi mengenai NPWP debitur;
  2. bahwa dalam daftar nominatif penghapusan piutang yang dilaporkan pada SPT PPh Badan 2012, Pemohon Banding tidak diwajibkan untuk mengukuhkan debitur apabila tidak mempunyai NPWP, namun Pemohon Banding mencantumkan alamat jelas dan KTP berikut tanggal lahir (apabila orang pribadi) sehingga Terbanding seharusnya dapat mengetahui apakah debitur tersebut mempunyai NPWP atau Informasi NPWP ini tidak menjadi persyaratan pada saat pemberian kredit dan pengakuan penghasilan dari kredit bagi Pemohon Banding. Pemohon Banding bahkan tidak dapat lagi menemukan debitur yang dimaksud;
  3. bahwa lebih lanjut, Terbanding tidak menyediakan fasilitas bagi Pemohon Banding untuk dapat membuat Pemohon Banding mengetahui NPWP debitur berdasarkan data yang ada dan memverifikasi keabsahan NPWP & SKT debitur tersebut;
  4. bahwa selain daripada itu, apabila Pemohon Banding menerima kembali piutang yang awalnya telah dihapuskan (recovery) dan diakui sebagai penghasilan (sebagai penambah penghasilan kena pajak), Terbanding tidak melakukan koreksi negatif atas recovery tersebut, dikarenakan Terbanding tidak mewajibkan untuk mencantumkan NPWP;
    bahwa dengan demikian, Terbanding mengenakan pajak dua kali untuk objek yang sama dikarenakan pada saat penghapusan tanpa NPWP dikenakan pajak atau tidak boleh sebagai pengurang penghasilan kena pajak;
  5. bahwa adanya koreksi ganda yang dikenakan oleh Terbanding kepada Pemohon Banding
Contoh Bukti Pendukung Sengketa telah diserahkan kepada Terbanding
bahwa sesuai dengan Proses Uji Bukti yang dilaksanakan antara Pemohon Banding dan Terbanding pada 17 Nopember 2017, 24 Nopember 2017, dan 13 Desember 2007;
bahwa Pemohon Banding telah menyampaikan dokumen lengkap atas alur proses pembukaan kredit hingga penghapusan piutang tak tertagih, Pemohon Banding menyampaikan dokumen sebagai berikut:
  1. Aplikasi pembukaan kredit;
  2. Perjanjian kredit antara debitur dengan Pemohon Banding;
  3. Jurnal Pencatatan Kredit, Jurnal Pencatatan Non-Performing Loan, Jurnal Penghapusan Piutang Tak Tertagih;
  4. Daftar Penghapusan Piutang Tak Tertagih;
bahwa detail debitur yag Pemohon Banding sampaikan selama proses uji bukti adalah untuk debitur:
- Darma Sakti Hasibuan (debitur nomor urut 224) dengan nilai piutang tak tertagih sebesar Rp25.239.896,00
- Ayub Wismanto (debitur nomor urut 210) dengan nilai piutang tak tertagih sebesar Rp52.766.863,00;
Terdapat koreksi ganda dalam sengketa yang diajukan Banding
bahwa dalam proses persidangan, terbanding secara mengakui adanya koreksi ganda atas sengeketa ketidaksediaan Nomor Pokok Wajib Pajak (“NPWP”) didalam daftar nominatif Penghapusan Piutang dan Rugi atas Aset Repo;
bahwa Pemohon Banding menjelaskan bahwa atas debitur yang asetnya ditarik oleh Pemohon Banding selama proses pencarian, atas kerugian yang terjadi selama proses tersebut akan dihapuskan dan termasuk dalam daftar penghapusan piutang tak tertagih yang juga disampaikan sebagai lampiran dalam penyampaian SPT PPh Badan Tahun 2012;
bahwa berikut Pemohon Banding sampaikan ringkasan atas Penghapusan Piutang yang dilakukan oleh Pemohon Banding pada tahun 2012:
Penghapusan Piutang
Debitur memiliki NPWP (Rp)
Debitur Tidak Memiliki NPWP (Rp)
Jumlah (Rp)
LOR
879.265.493,00
1.356.394.993,00
2.235.660.489,00
WO
4.768.175.741,00
7.772.977.821,00
12.541.153.562,00
TOTAL
5.647.441.234,00
9.129.372.814,00
14.776.814.048,00
bahwa sesuai dengan tabel di atas, bahwa sudah dengan benar daftar piutang tak tertagih Pemohon Banding sebesar Rp14.776.814.047,00, yang terdiri atas penghapusan AR melalui WO sebesar Rp16.348.683.447,00 dan penghapusan AR melalui LOR sebesar Rp2.195.003.787,00, sehingga atas koreksi Terbanding sebesar Rp9.129.372.814,00 tersebut tedapat koreksi LOR sebesar Rp1.830.190.306,00 yang menjadi koreksi ganda atas sengketa yang sama;
bahwa Pemohon Banding juga telah memberikan dokumen pendukung atas terjadinya koreksi ganda yang dilakukan oleh Terbanding;
bahwa Pemohon Banding memberikan dokumen pendukung berupa:
  1. Perjanjian Kredit;
  2. Perjanjian kredit antara debitur dengan Pemohon Banding;
  3. Jurnal Pencatatan Kredit, Non Performing Loan, Penarikan Aset, Penjualan Aset;
  4. Berita Acara Serah Terima Kendaraan;
  5. Tagihan dari Balai Lelang kepada Pemohon Banding;
  6. Bukti Penerimaan Uang dari Balai Lelang atas Penjualan Aset;
  7. Daftar Penghapusan Piutang Tak Tertagih;
bahwa hal tersebut terbukti dengan adanya pengakuan rugi penjualan Aset Repo dalam daftar penghapusan piutang tak tertagih;
bahwa Pemohon Banding telah memberikan dokumen pendukung atas penjelasan tersebut atas detail debitur sebagai berikut:
  1. Istri AG Laksmi Indrawat (debitur nomor urut 185) dengan nilai piutang tak tertagih sebesar Rp18.098.131,00;
Putusan Mahkamah Agung
bahwa dengan tidak bermaksud mengurangi independensi Majelis Hakim dalam memutus sengketa ini, Terbanding menyampaikan Putusan Mahkamah Agung atas kasus sejenis, yaitu Putusan Nomor Put-1556/B/PK/PJK/2017 sebagai penegasan atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.69238/PP/M.IIA/15/2016;
bahwa dalam Putusan tersebut Majelis Hakim memutuskan menolak Peninjauan Kembali Pemohon PK atas sengketa “tidak terdapat pencantuman NPWP dalam Daftar Piutang Tak Tertagih yang disampaikan ke Direktorat Jenderal Pajak (halaman 29)”;
bahwa dalam pertimbangannya Majelis Hakim menyatakan sebagai berikut:
bahwa atas koreksi Pemohon Peninjauan Kembali tersebut dibatalkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak dengan pertimbangan bahwa Termohon Peninjauan Kembali telah dapat membuktikan memenuhi semua persyaratan yang diatur dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf (h) UU PPh yaitu:
  • menyerahkannya daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepadaDirektorat Jenderal Pajak sebagai lampiran SPT TahunanPemohon Banding tahun pajak 2010;
  • telah mengumumkan jumlah piutang yang dihapusbukukan sebagaipiutang yang tidak dapat ditagih dalam penerbitan khusus, yaitu majalah Probank edisi XXVIII dan Majalah Sinergi edisi XXXV;
  • biaya piutang tak tertagih telah dibebankan pada laba rugi komersial;
bahwa atas Putusan Mahkamah Agung Nomor Put-1556/B/PK/PJK/2017, sebagaimana diuraikan di atas, Pemohon Banding berpendapat bahwa pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan dimaksud selaras dengan pendapat Terbanding sebagaimana diuraikan pada butir 5 di atas;

bahwa atas pendapat Terbanding, Pemohon Banding berpendapat dalam Berita Acara Uji Bukti sebagai berikut:
bahwa sejalan dengan fakta hukum dimana sesuai perjanjian pembiayaan Pemohon Banding dengan customer, customer memberi kuasa kepada Perusahaan untuk menjual atau melakukan tindakan lainnya dalam upaya penyelesaian pinjaman konsumen bila terjadi wanprestasi terhadap perjanjian pembiayaan;
bahwa berdasarkan perjanjian pembiayaan tersebut, customer hanya memberi kuasa untuk menjual, dan customer tidak menyerahkan atau menjual asetnya kepada Pemohon Banding;
bahwa setelah melakukan upaya pemberitahuan dan memberikan jangka waktu kepada customer untuk melunasi aset tersebut, maka dilakukan penarikan aset yang kemudian atas kuasa yang dimiliki untuk menjual atau tindakan lainnya untuk melunasi pinjaman customer setelah adanya wanprestasi, maka Pemohon Banding melakukan penjualan melalui juru lelang;
bahwa untuk kepentingan pembukuan, atas aset/kendaraan tarikan yang diambil alih oleh Pemohon Banding dari debitur harus dicatat dalam pembukuan sebagai aktiva dalam rangka penyelesaian sisa kewajiban debitur;
bahwa debitur berhak atas selisih lebih antara nilai penjualan aset dengan sisa kewajiban debitur;
bahwa jika terjadi selisih kurang, Pemohon Banding akan mencatat sebagai kerugian penjualan aset yang diambil alih (loan sale repo asset);
bahwa menurut Pemohon Banding, kegiatan penjualan aktiva berupa aset tarikan yang diserahkan oleh debitur kepada Pemohon Banding dalam rangka pelunasan kewajban dan merupakan bagian dari kegiatan usaha pembiayaan Pemohon Banding;
bahwa atas hasil penjualan lelang aset tarikan tersebut akan menjadi bagian dari pelunasan dari pembiayaan debitur;
bahwa apabila terjadi adanya selisih kurang antara hasil penjualan aset tarikan dengan saldo kredit debitur, maka atas kerugian tersebut akan menjadi bagian penghapusan piutang tak tertagih Pemohon Banding yang dilampirkan dalam penyampaian SPT PPh Badan 2012;
bahwa kerugian yang timbul dari penjualan aset tarikan seharusnya dapat dikurangkan dikarenakan biaya tersebut merupakan rugi atas penghapusan piutang tak tertagih, sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU PPh”) yang menyebutkan bahwa:
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
  1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
  2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
  3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
  4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k.”
bahwa Pemohon Banding telah melaksanakan segala daya upaya maksimal agar debitur tersebut dapat melunasi kewajibannya kepada Pemohon Banding, sehingga atas kerugian yang timbul atas kerugian penjualan aset tarikan tersebut sudah seharusnya dapat diklasifikan usaha maksimal dan terakhir oleh Pemohon Banding;
bahwa seperti telah dijelaskan di atas, secara akuntansi aset jaminan yang diserahkan oleh debitur (pemberi fidusia) untuk pelunasan kewajibannya dicatat sebagai aset tarikan Pemohon Banding;
bahwa apabila terjadi kerugian atas penjualan aset tersebut maka kerugian tersebut menjadi beban pihak kreditur sendiri, bukan debitur;
bahwa dalam proses persidangan, terbanding secara mengakui adanya koreksi ganda atas sengeketa ketidaksediaan Nomor Pokok Wajib Pajak (“NPWP”) didalam daftar nominatif Penghapusan Piutang dan Rugi atas Aset Repo;
bahwa Pemohon Banding menjelaskan bahwa atas debitur yang asetnya ditarik oleh Pemohon Banding selama proses pencarian, atas kerugian yang terjadi selama proses tersebut akan dihapuskan dan termasuk dalam daftar penghapusan piutang tak tertagih yang juga disampaikan sebagai lampiran dalam penyampaian SPT PPh Badan Tahun 2011;
bahwa berikut Pemohon Banding sampaikan ringkasan atas Penghapusan Piutang yang dilakukan oleh Pemohon Banding pada tahun 2011:
Penghapusan Piutang
Debitur memiliki NPWP (Rp)
Debitur Tidak Memiliki NPWP (Rp)
Jumlah (Rp)
LOR
879.265.493,00
1.356.394.993,00
2.235.660.489,00
WO
4.768.175.741,00
7.772.977.821,00
12.541.153.562,00
TOTAL
5.647.441.234,00
9.129.372.814,00
14.776.814.048,00
bahwa Pemohon Banding juga telah memberikan dokumen pendukung atas terjadinya koreksi ganda yang dilakukan oleh Terbanding. Pemohon Banding memberikan dokumen pendukung berupa:
  1. Perjanjian Kredit;
  2. Perjanjian kredit antara debitur dengan Pemohon Banding;
  3. Jurnal Pencatatan Kredit, Non Performing Loan, Penarikan Aset, Penjualan Aset;
  4. Berita Acara Serah Terima Kendaraan;
  5. Tagihan dari Balai Lelang kepada Pemohon Banding;
  6. Bukti Penerimaan Uang dari Balai Lelang atas Penjualan Aset;
  7. Daftar Penghapusan Piutang Tak Tertagih;
bahwa hal tersebut terbukti dengan adanya pengakuan rugi penjualan Aset Repo dalam daftar penghapusan piutang tak tertagih;
bahwa Pemohon Banding telah memberikan dokumen pendukung atas penjelasan tersebut atas detail debitur sebagai berikut:
1. Istri AG Laksmi Indrawat (debitur nomor urut 185) dengan nilai piutang tak tertagih sebesar Rp18.098.131,00;
Menurut Majelis:
bahwa pada dasarnya koreksi Terbanding berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 tanggal 10 Juni 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010 tanggal 9 Maret 2010 Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan sebagai berikut:
“daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf b harus mencantumkan identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat dan jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih”
bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Bad Debt Expense sebesar Rp9.129.372.814,00, yang menurut Terbanding adalah piutang yang tidak dapat ditagih;
bahwa menurut Terbanding, untuk dapat menghapuskan biaya yang tidak dapat ditagih harus melampirkan daftar nominatif dari piutang yang tidak dapat ditagih dan dalam daftar nominatif piutang yang tidak dapat ditagih tersebut harus mencantumkan NPWP debitur;
bahwa dalam daftar nominatif yang dilampirkan dalam SPT Pemohon Banding pada kolom NPWP ada yang tidak mencantumkan NPWP debitur, sehingga atas tidak dicantumkannya NPWP debitur tersebut, Terbanding melakukan koreksi atas piutang yang tidak dapat ditagih sebanyak daftar debitur yang tidak dicantumkan NPWP-nya;
bahwa dengan demikian Majelis berpendapat bahwa koreksi Terbanding semata-mata hanya berdasarkan atas tidak adanya NPWP debitur pada daftar nominatif piutang yang tidak dapat ditagih;
bahwa Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, antara lain mengatur:
“besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
  1. piutang yang tidak dapat ditagih dengan syarat:
    1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
    2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak;
    3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang /pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah tertentu;
    4. Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;
    yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
bahwa Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010 tanggal 9 Maret 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 tanggal 10 Juni 2009 tentang Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, antara lain mengatur:
  1. Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf b harus mencantumkan identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamatdan jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat
  2. Pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara melampirkan:
    1. fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya ke Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau
    2. fotokopi perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang usaha yang telah diiegalisir oleh notaris;atau
    3. fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum atau penerbitan khusus; atau
    4. surat yang berisi pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan yang disetujui oleh kreditur tentang penghapusan piutang untuk jumlah utang tertentu.yang disetujui oleh kreditur
  3. Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukti/dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)
bahwa Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tersebut mengatur biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, namun Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010 tanggal 9 Maret 2010 mengatur juga tentang biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yaitu daftar piutang yang tidak dapat ditagih yang tidak mencantumkan NPWP;
bahwa dengan mengacu pada azas lex superior derogat legi inferior, maka Majelis berpendapat karena Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010 tanggal 9 Maret 2010 bertentangan dengan Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, maka seharusnya sebagai dasar menentukan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus mengacu kepada Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis, atas piutang yang tidak dapat ditagih telah sesuai dengan syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, maka koreksi Terbanding atas Bad Debt Expense sebesar Rp9.129.372.814,00 tidak dapat dipertahankan;
2. Koreksi Penyesuaian fiskal positif berupa Gain (Loss) Sale Repo Assets sebesar Rp606.789.000,00
bahwa pada dasarnya Terbanding menyatakan bahwa dengan demikian Terbanding berpendapat bahwa Piutang sebesar Rp606.789.000,00 (yang menurut Pemohon Banding adalah Gain/Loss Sale Repo Asset) tidak termasuk dalam pengertian Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 tanggal 10 Juni 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010 tanggal 9 Maret 2010);
bahwa Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 tanggal 10 Juni 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010 tanggal 9 Maret 2010 menyatakan:
“Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak”
bahwa menurut Pemohon Banding bahwa Gain (Loss) Sale Repo Assets merupakan keuntungan/kerugian atas penarikan aset yang dijual oleh Pemohon Banding karena debitur tidak bisa melunasi utangnya, dalam sengketa a quo, yang dikoreksi Terbanding adalah kerugian dari barang tarikan yang dijual oleh Pemohon Banding;
bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 tanggal 10 Juni 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010 tanggal 9 Maret 2010 tersebut, Terbanding menyatakan bahwa Pemohon Banding belum melakukan upaya penagihan yang maksimal, atas dalil Terbanding tersebut Majelis berpendapat bahwa dengan ditariknya asset debitur dan kemudian dijual, hal tersebut sudah merupakan upaya penagihan yang maksimal atau terakhir dari Pemohon Banding sehingga ketentuan Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 tanggal 10 Juni 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010 tanggal 9 Maret 2010 telah terpenuhi;
bahwa menurut pendapat majelis, kegiatan penjualan aset tarikan tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan usaha dari Pemohon Banding karena hasil dari penjualan aset tarikan tersebut dipergunakan untuk pelunasan kewajiban debitur atau untuk pelunasan pembiayaan debitur;
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berkesimpulan bahwa kerugian dari penjualan repo asset dapat dikatagorikan sebagai piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, sehingga koreksi Terbanding atas penyesuaian fiskal positif Gain (Loss) Sale Repo Assets sebesar Rp606.789.000,00 tidak dapat dipertahankan;
Menimbang:
bahwa kesimpulan Majelis terhadap hasil pemeriksaan dalam persidangan atas koreksi Penghasilan Neto Tahun Pajak 2011 sebesar Rp9.736.161.814,00 adalah sebagai berikut:
Sengketa Penghasilan Neto Tahun Pajak 2012 Nilai Koreksi Terbanding yang menjadi sengketa
(Rp)
Koreksi yang tidak dapat dipertahankan
Majelis (Rp)
Koreksi yang dipertahankan Majelis (Rp)
1. Koreksi Penyesuaian fiskal positif berupa Pembentukan Dana Cadangan Bad Debt Expense-CF
9.129.372.814,00 9.129.372.814,00 0,00
2. Koreksi Penyesuaian fiskal positif berupa Gain (Loss) Sale Repo Assets
606.789.000,00 606.789.000,00 0,00
Jumlah
9.736.161.814,00 9.736.161.814,00 0,00
bahwa Majelis berkesimpulan koreksi Penghasilan Neto Tahun Pajak Pajak 2012 yang dilakukan oleh Terbanding sebesar Rp9.736.161.814,00 tidak dapat dipertahankan;
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai kredit pajak;
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai tarif pajak;
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;

bahwa berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding, sehingga Penghasilan Neto Tahun Pajak 2012 dihitung kembali sebagai berikut:
Penghasilan Neto menurut Terbanding Rp62.988.838.030,00
Koreksi yang tidak dapat dipertahankan Rp 9.736.161.814,00
Penghasilan Neto menurut Majelis Rp53.252.676.216,00
Memperhatikan:
penjelasan dan fakta persidangan serta bukti-bukti yang disampaikan dalam persidangan;

Mengingat:
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan peraturan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan sengketa ini;

Memutuskan:
Mengabulkan seluruhnya Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-00265/KEB/WPJ.20/2016 tanggal 27 Desember 2016 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2012 Nomor: 00021/206/12/007/15 tanggal 08 Oktober 2015 atas nama: Pemohon Banding, sehingga Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2012 dihitung kembali menjadi sebagai berikut:

Penghasilan Neto Rp53.252.676.216,00
Kompensasi Kerugian Rp 0,00
Penghasilan Kena Pajak Rp53.252.676.216,00
Pajak Penghasilan Terutang Rp13.313.169.054,00
Kredit Pajak Rp13.246.901.500,00
Pajak Penghasilan Kurang/(Lebih) Bayar Rp 66.267.554,00
Sanksi Administrasi Bunga Pasal 13 ayat (2) UU KUP Rp 31.808.426,00
Jumlah Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar
Rp 98.075.980,00
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan terakhir pada hari Selasa tanggal 30 Januari 2018 oleh Hakim Majelis IVA Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut:

IW, S.H., M.Sc sebagai Hakim Ketua,
NS, S.E., M.Si sebagai Hakim Anggota,
A R. H, S.IP., M.M sebagai Hakim Anggota,
dengan dibantu oleh
M. AA, S.E., M.M

sebagai Panitera Pengganti,
Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majelis IVA pada hari Selasa tanggal 28 Agustus 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, tanpa oleh Pemohon Banding maupun Terbanding.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA