Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-111321.16
Pokok Sengketa:
bahwa nilai sengketa terbukti dalam banding ini adalah koreksi atas nilai Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Masa Pajak Mei 2013 sebesar Rp638.775.807,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
Menurut Terbanding:
bahwa dasar hukum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN), antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 1 angka (24)
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak;
Pasal 9 ayat (2)
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama;
Pasal 9 ayat (8) huruf f
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
  1. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat 9 atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
Pasal 9 ayat (9)
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan;
Pasal 13 ayat (5)
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
  1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Penjelasan Pasal 13 ayat (5)
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun, keterangan mengenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f;
Pasal 13 ayat (9)
Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material;

Penjelasan Pasal 13 ayat (9)
Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6);
Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenamya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, Ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
Dengan demikian, walaupun Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sudah memenuhi ketentuan formal dan sudah dibayar Pajak Pertambahan Nilainga, apabila keterangan yang tercantum dalam Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tidaksesuai dengan kenyataan yang sebenarnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tersebut tidak memenuhi syarat material;
bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak;
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
....
  1. Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oieh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
  2. Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
Pasal 5
Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mencantumkan:
  1. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur
Pasal 6
(1) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib diisi secara lengkap, jelas dan benar serta ditandatangani oleh PKP atau pejabatlpegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya;
(2) Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai dengan tata cars dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Pasal 7
(1) PKP harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran ill yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
(2) Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 16 (enam belas) digit yaitu :
  1. 2 (dua) digit Kode Transaksi;
  2. 1 (satu) digit Kode Status; dan
  3. 13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
Pasal 12
Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Pasal 17
(1) PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
(3) PKP Pembefi Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
1. bahwa Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
2. bahwa nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak digunakan untuk membuat Faktur Pajak pada tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak atau tanggal sesudahnya dalam tahun yang sama dengan Kode Tahun yang tertera pada Nomor Seri Faktur Pajak tersebut. Contoh:
  • PKP A menerima Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tertanggal 10 November 2014 dengan Nomor Seri Faktur Pajak 004-14.00000001.
  • Dengan demikian, PKP A hanya dapat menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut untuk membuat Faktur Pajak tanggal 10 November 2014 atau tanggal setelahnya dalam tahun 2014;
  • PKP A dilarang menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut untuk membuat Faktur Pajak sebelum tanggal 10 November 2014;
3. bahwa sesuai dengan Pasal 1 angka 8 dan angka 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 dan perubahannya, Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya, sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.

Contoh:
  • PKP A menerima Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tertanggal 10 November 2014 dengan Nomor Seri Faktur Pajak 004-14.00000001.
  • PKP A menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut di atas untuk pembuatan Faktur Pajak tertanggal 1 November 2014;
1 Jan 2014 1 Nov 2014 10 Nov 2014 31 Des 2014
Faktur Pajak oleh PKP Tanggal Surat Pemberiaan NSF

Ketentuan terkait contoh di atas adalah:
  1. Pasal 1 angka 8 PER-24/PJ/2012 dan perubahannya dan perubahannya Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
  2. Pasal 1 angka 9 PER-24/PJ/2012 dan perubahannya : Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
bahwa Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP A telah mencantumkan keterangan berupa tanggal pembuatan Faktur Pajak yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya. Tanggal pembuatan Faktur Pajak yang sebenarnya atau sesungguhnya dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut baru dapat dilakukan oleh PKP A paling cepat tanggal 10 November 2014, dengan demikian, Faktur Pajak yang telah dibuat oleh PKP A dengan tanggal 1 November 2014 tersebut merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
4. bahwa PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Sedangkan bagi PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
Pembahasan Sengketa
bahwa pada saat proses pemeriksaan koreksi karena Pemohon Banding mengkreditkan Faktur Pajak dimana Penerbit Faktur Pajak tidak melaporkan Faktur Pajak dimaksud, Faktur Pajak yang digunakan sebelum tanggal pemberitahuan NSFP dan Faktur Pajak yang penerbitannya tidak sesuai dengan jatah NSFP;
Keberatan
bahwa tidak terdapat jawaban klarifikasi yang dijawab menjadi "ada" dan memperhatikan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-754/PJ./2001 tanggal 26 Desember 2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan, Tim Peneliti berpendapat bahwa atas Faktur Pajak Masukan yang Wajib Pajak Lawan Transaksinya tidak lapor SPT tidak dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 8 PER-24/PJ/2012 diatur bahwa "Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak";
bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 9 PER-24/PJ/2012 diatur bahwa "Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dantatau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini";
bahwa berdasarkan Pasal 17 ayat (3) PER-24/PJ/2012 diatur bahwa "PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
bahwa hal tersebut juga ditegaskan dalam butir 4 SE-26/PJ/2015 yang antara lain menyatakan PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sedangkan bagi PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
bahwa Faktur Pajak yang diterbitkan sebelum tanggal surat persetujuan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap karena mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya yaitu keterangan mengenai tanggal penerbitan Faktur Pajak;
bahwa dengan demikian Tim Peneliti mengusulkan untuk tetap mempertahankan koreksi Pemeriksa atas Pajak Masukan sebesar Rp677.368.924,00,00;
Menurut Pemohon Banding:
bahwa berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tanggal 22 November 2012 Tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, Lampiran III huruf B angka 3 PER-24/PJ/2012 tentang kode dan nomor seri faktur pajak:
1. Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 11 (sebelas) digit nomor urut yang dipisahkan oleh 2 (dua) digit tahun penerbitan;
2. Nomor Seri Faktur Pajak diberikan dalam bentuk blok jumlah sesuai permintaan PKP; Contoh PKP meminta 100 Nomor Seri Faktur Pajak, maka Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa:
900.13.00000001 s.d. 900.13.00000100;
900.13.99999901 s.d. 901.13.00000000;
900.13.99999999 s.d. 901.13.00000098, dan sebagainya.
3. Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak;
bahwa nomor seri Faktur Pajak yang digunakan oleh Vendor Pemohon Banding dalam penerbitan Faktur Pajak adalah telah sesuai jatah NSFP yang diberikan oleh Terbanding dan digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak;
bahwa berdasarkan peraturan perpajakan terkait penerbitan Faktur Pajak yang berlaku pada saat penerbitan Faktur Pajak untuk tahun 2013, yaitu sebagai berikut:
  • Pasal 9 dan Pasal 13 Undang-Undang PPN;
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012; dan
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2013;
bahwa Terbanding mengabaikan ketentuan dalam lampiran III huruf B angka 3 huruf c yang menyatakan bahwa “ Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak”;
bahwa berdasarkan peraturan yang berlaku terkait penerbitan Faktur Pajak, tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa Pemohon Banding / Pembeli berkewajiban untuk melakukan verifikasi jatah nomor seri faktur pajak yang diberikan kepada lawan transaksi / penjual oleh Terbanding, sehingga Pemohon Banding tidak dapat mengetahui keabsahan jatah nomor seri faktur pajak lawan transaksi;
bahwa oleh sebab itu sepanjang Faktur Pajak Masukan yang Pemohon Banding terima sudah memenuhi persyaratan untuk dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 dan Pasal 13 Undang-Undang PPN dan ketentuan perpajakan lainnya sebagaimana disebutkan di atas, kemudian PPN juga sudah Pemohon Banding bayarkan seluruhnya kepada vendor, maka Pemohon Banding meyakini bahwa Faktur Pajak Masukan tersebut adalah sah untuk dapat dikreditkan;
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding sebagaimana yang terdapat pada halaman 6 dan 7 yang intinya berpendapat bahwa Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau sesungguhnya, sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
bahwa adapun argumentasi Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
bahwa SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak diterbitkan pada tanggal 2 April 2015 sedangkan koreksi atas pajak masukan yang digunakan sebelum tanggal pemberitahuan NSFP tersebut merupakan koreksi atas pajak masukan yang dikreditkan Pemohon Banding pada Masa Pajak Juli 2013, sehingga sangat tidak memberikan keadilan bagi Pemohon Banding karena SE-26/PJ/2015 berlaku surut;
bahwa hal yang diatur pada SE-26/PJ/2015 tidak ada dasar hukumnya karena di PER-24/PJ/2012 tidak mengatur mengenai tanggal penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak, disamping itu SE-26/PJ/2015 juga tidak dapat dijadikan dasar hukum karena Surat Edaran tidak mempunyai kekuatan untuk menjadi dasar hukum;
bahwa koreksi pajak masukan yang dilakukan Terbanding tidak tepat dan tidak didasarkan atas ketentuan perpajakan yang berlaku.
Pemeriksaan Majelis:
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap LHP, KKP, dan Risalah Pembahasan, diketahui bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Pajak Masukan sebesar Rp677.368.924,00,00 yang terdiri atas:
  1. Pemohon Banding menggunakan Faktur Pajak Masukan yang digunakan sebelum tanggal pemberitahuan NSFP sebesar Rp638.775.807,00;
  2. bahwa Pemohon Banding mengkreditkan Faktur Pajak yang tidak sesuai jatah NSFP sebesar Rp38.593.117,00,00;
bahwa Majelis akan melakukan pemeriksaan terhadap ketiga koreksi tersebut sebagai berikut:
1. Koreksi PM atas Faktur Pajak yang digunakan sebelum tanggal pemberitahuan NFSP sebesar Rp638.775.807,00
bahwa dasar koreksi Pajak Masukan sebesar Rp638.775.807,00 adalah karena tanggal faktur pajak dibuat sebelum tanggal surat persetujuan nomor seri faktur pajak yang diterbitkan oleh KPP;
bahwa menurut Terbanding dengan memperhatikan alur dan mekanisme penerbitan Nomor Seri Faktur Pajak seharusnya tidak mendahului tanggal surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) dari KPP;
bahwa berdasarkan penelitian terhadap aplikasi portal DJP menu pengawasan PPN diketahui bahwa faktur pajak yang PPN masukannya dikoreksi oleh Terbanding diberikan penanggalan yang mendahului tanggal surat pemberitahuan mengenai NSFP dari KPP tempat PKP penjual dikukuhkan, berarti faktur pajak tersebut diterbitkan sebelum terdapat surat pemberitahuan NSFP sehingga tanggal yang dicantumkan dalam faktur pajak menjadi tidak benar;
bahwa dengan demikian menurut Terbanding faktur pajak tersebut dikategorikan sebagai Faktur Pajak Tidak Lengkap yaitu faktur pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN dan atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 9 dan Pasal 12 PER-24/PJ/2012 jo Per-17/PJ/2014 sehingga terhadap PKP Pembeli (Pemohon banding) tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam faktur pajak tidak lengkap;
bahwa menurut Terbanding faktur pajak yang tidak mencantumkan data yang sebenarnya tidak memenuhi persyaratan material faktur pajak dan dikategorikan sebagai Faktur Pajak Tidak Lengkap, sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang-Undang PPN tidak dapat dikreditkan;
bahwa menurut Terbanding dapat disimpulkan bahwa PPN Masukan yang ada dalam suatu faktur pajak dapat dikreditkan apabila memenuhi syarat formal dan syarat material. Kedua persyaratan dimaksud harus secara kumulatif dipenuhi sehingga sekalipun PPN masukan tersebut sudah dibayar namun apabila faktur pajak yang bersangkutan tidak memuat keterangan yang sebenarnya maka PPN Masukan dimaksud tidak dapat dikreditkan;
bahwa menurut Pemohon banding berdasarkan peraturan perpajakan terkait penerbitan Faktur Pajak yang berlaku pada saat penerbitan Faktur Pajak untuk tahun 2013, yaitu sebagai berikut:
  • Pasal 9 dan Pasal 13 Undang-Undang PPN;
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012; dan
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2013;
bahwa Terbanding mengabaikan ketentuan dalam lampiran III huruf B angka 3 huruf c yang menyatakan bahwa “Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak”;
bahwa NSFP yang digunakan dalam penerbitan faktur pajak yang digunakan dalam penerbitan faktur pajak adalah telah sesuai jatah NSFP yang diberikan oleh KPP penerbit faktur pajak terdaftar;
bahwa menurut Pemohon Banding tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa Pemohon Banding pada saat menerima faktur pajak berkewajiban untuk menanyakan kepada penjual bahwa NSFP yang digunakan/diterbitkan telah sesuai dengan nomor yang diberikan oleh Terbanding;
bahwa oleh sebab itu sepanjang Faktur Pajak Masukan yang Pemohon Banding terima sudah memenuhi persyaratan untuk dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 dan Pasal 13 Undang-Undang PPN dan ketentuan perpajakan lainnya sebagaimana disebutkan di atas, kemudian PPN juga sudah Pemohon Banding bayarkan seluruhnya kepada vendor, maka Pemohon Banding meyakini bahwa Faktur Pajak Masukan tersebut adalah sah untuk dapat dikreditkan;
bahwa untuk menguatkan dalil yang dikemukakan oleh para pihak, maka Majelis memerintahkan kepada para pihak untuk melakukan uji bukti sesuai dengan ketentuan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
bahwa Majelis dalam memeriksa dan memutus perkara berdasarkan data dan bukti dalam persidangan serta keyakinan Majelis;
bahwa pada saat melakukan uji bukti Pemohon Banding menyampaikan bukti-bukti terkait koreksi peredaran usaha sebagai berikut:
- PO,
- Kontrak,
- Faktur Pajak,
- invoice,
- BA
- rekening koran
bahwa berdasarkan penelitian Terbanding atas bukti pendukung yang disampaikan Pemohon Banding dalam uji bukti, Terbanding dan Pemohon Banding menyatakan hal-hal sebagai berikut:
Pendapat Terbanding berdasarkan Berita Acara Uji Bukti:
bahwa Majelis Hakim memerintahkan Terbanding dan Pemohon Banding untuk melakukan uji bukti terkait dengan arus uang dan arus barang;
bahwa pada saat uji bukti, Pemohon Banding memberikan dokumen arus uang dan arus barang berupa invoice, faktur, Delivery Order, BA, rekening koran;
bahwa berdasarkan penelitian dokumen yang diberikan Pemohon Banding tersebut diketahui bahwa Pajak Masukan tersebut atas Sewa kendaraan, pembelian sparepart, jasa perbaikan, pembelian pelumas, perbaikan ban, pembelian botol sample;
bahwa pada saat uji bukti, Pemohon Banding tidak dapat memberikan dokumen berupa kontrak perjanjian dengan CV Catur Wira Bahana atas penyerahan jasa sewa kendaraan dengan nilai PPN masing-masing Rp1.200.000,00 dan Rp1.800.000,00 (no urut 31 dan 32);
bahwa Pemohon Banding tidak dapat memberikan dokumen berupa Faktur Pajak beserta kelengkapan atas nama PT DKT atas perolehan spare part dengan nilai PPN Rp24.476,00 (no urut 101);
Penjelasan Terbanding dari sisi Yuridis
A. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan atau Penjualan atas Barang Mewah sebagimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
Pasal 9 ayat (2b)
Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9);
Penjelasan:
Untuk keperluan mengkreditkan Pajak Masukan, Pengusaha Kena Pajak menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5); Selain itu, Pajak Masukan yang akan dikreditkan juga harus memenuhi persyaratan kebenaran formal dan material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (9);
Pasal 9 ayat (8) huruf f
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk: ...(f) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
Pasal 13 ayat (5)
Dalam Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :
  1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Penjelasan Pasal 13 ayat (5)
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. ;

Pasal 13 ayat (8)
Ketentuan lebih Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
Pasal 13 ayat (9)
Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material;
Penjelasan Pasal 13 ayat (9)
Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak............................................ ;
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak
Pasal 9
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :
  1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Pasal 10
(1) Faktur Pajak wajib diisi secara lengkap,jelas dan benar;
(2) Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak tidak sesuai ketentuan sebagimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan umum dan tata cara perpajakan;
Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
  1. bentuk dan ukuran Faktur Pajak
  2. prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan Faktur Pajak
  3. tata cara pembuatan dan pengisian keterangan Faktur Pajak
  4. tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak
  5. tata cara pembatalan Faktur Pajak; dan
  6. tata cara pengajuan permintaan dan pemberian data Faktur Pajak berbentuk elektronik yang rusak atau hilang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak;
Pasal 21
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
  1. Peraturan Menteri Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
  2. Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dan/atau belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini;
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 ;
Pasal 1 angka 8
Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
Pasal 1 angka 9
Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasai 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
Pasal 2 ayat (1)
Faktur Pajak harus dibuat pada:
  1. Saat penyerahana Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
  2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
Pasal 5
Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan /atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mencantumkan :
  1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Pasal 6 ayat (1)
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Wajib diisi secara lengkap,jelas dan benar serta ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menadatangani;
Pasal 6 ayat (2)
Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Pasal 12
Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Pasal 7 ayat (1)
PKP harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan DirekturJenderal Pajak ini;
Pasal 9 ayat (1)
PKP menyampaikan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran IVD yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan;
Pasal 10 ayat (1)
PKP yang membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak ganda atau Nomor seri Faktur Pajak yang sama lebih dari 1 (satu) dalam tahun pajak yang sama, maka seluruh Faktur Pajak dengan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Pasal 12
Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Pasal 17 ayat (3)
PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
Pasal 19 ayat (1) huruf a
Pengusaha Kena Pajak yang telah memperoleh surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak wajib menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012;
Pasal 19 ayat (2)
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b kemudian memperoleh surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak,maka Pengusaha Kena Pajak tersebut wajib menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sejak tanggal surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak;
Pasal 19 ayat (3)
Terhitung mulai tanggal 1 Juni 2013 seluruh Pengusaha Kena Pajak wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012;
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-52/PJ./2012 tanggal 22 Nopember 2012 tentang Tata Cara Permohonan Kode Aktivasi dan Password Serta Permintaan,Pengembalian dan Pengawasan Nomor Seri Faktur Pajak
Lampiran II butir I
  1. PKP mengajukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak ke KPP tempat PKP dikukuhkan;
  2. Dalam hal PKP telah memenuh persyaratan, PKP akan menerima Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak;
Lampiran II Butir II
  1. Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak diterbitkan pada hari yang sama sejak permintaan diterima secara lengkap;
5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak;
Huruf E angka 1
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
Huruf E angka 3
Sesuai dengan Pasal 1 angka 8 dan angka 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 dan perubahannya, Faktur Pajak dengan tanggal mendahuiui (sebelumj tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya, sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Huruf E angka 4
PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sedangkan bagi PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nitai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
B. Data dan Fakta
bahwa berdasarkan dokumen,data dan keterangan yang disampaikan Pemohon Banding dalam Surat Bandingnya Nomor SR.046/TAX-SIS/III/2017 tanggal 7 Maret 2017 dan pembahasan selama proses persidangan dapat diketahui hal-hal sebagai berikut :
  1. Pokok sengketa dalam hal ini adalah pengkreditan Pajak Masukan sebesar Rp638.775.807,00 karena tanggal Faktur Pajak dibuat sebelum tanggal surat persetujuan nomor seri faktur pajak yang diterbitkan oleh pihak KPP;
  2. Bahwa berdasarkan Portal DJP Aplikasi Pengawasan PPN diketahui pengkreditan Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan NSFP terdiri dari 120 Faktur Pajak;
C. Penjelasan Terbanding
bahwa tanggapan Terbanding atas pendapat Pemohon Banding dalam Surat Bandingnya Nomor SR.046/TAX-SIS/III/2017 tanggal 7 Maret 2017 dan pembahasan dalam proses persidangan adalah sebagai berikut:
1. Dasar koreksi Pajak Masukan sebesar Rp638.775.807,00 adalah karena tanggal Faktur Pajak dibuat sebelum tanggal surat persetujuan nomor seri faktur pajak yang diterbitkan oleh pihak KPP;
2. Bahwa alur dan mekanisme penerbitan Nomor Seri Faktur Pajak diatur dalam ketentuan Pasal 9 ayat (1), Pasal 9 ayat (2), Pasal 9 ayat (5), Pasal 9 ayat (6), Pasal 12 dan Pasal 17 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-17/PJ/2014 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak;
3. Dengan memperhatikan alur dan mekanisme penerbitan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 di atas, maka tanggal Nomor Seri Faktur Pajak seharusnya tidak mendahului tanggal surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari KPP;
4. Berdasarkan hasil penelitian terhadap data pada Aplikasi Portal DJP - Menu Pengawasan PPN sebagaimana tersebut pada butir B, diketahui bahwa Faktur Pajak yang PPN Masukannya dikoreksi oleh Pemeriksa senilai Rp638.775.807,00 memang diberikan penanggalan yang mendahului tanggal penerbitan surat pemberitahuan mengenai Nomor Seri Faktur Pajak dari KPP tempat PKP Penjual dikukuhkan;
Hal ini berarti Faktur Pajak tersebut diterbitkan sebelum terdapat Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari KPP terkait sehingga tanggal yang dicantumkan dalam Faktur Pajak menjadi tidak benar karena nomor seri Faktur Pajak seharusnya belum diterbitkan pada tanggal yang tercantum dalam Faktur Pajak;
5. Dengan demikian, Faktur Pajak tersebut dikategorikan sebagai Faktur Pajak tidak lengkap yaitu Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 9 dan Pasal 12 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sehingga terhadap PKP Pembeli (Pemohon Banding) tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f UU PPN jo. Pasal 17 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012;
6. bahwa Faktur Pajak yang tidak mencantumkan data yang benar tidak memenuhi persyaratan material Faktur Pajak dan dikategorikan sebagai Faktur Pajak Tidak Lengkap;
7. bahwa sesuai dengan Pasal 9 ayat (2b), Pasal 13 ayat (5) dan Pasal 13 ayat (9) UU PPN beserta penjelasannya ditegaskan antara lain bahwa Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan persyaratan material. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f;
8. bahwa isi Pasal 13 ayat (5) dan Pasal 13 ayat (9) UU PPN sebagaimana tersebut pada butir b dipertegas lagi dalam peraturan pelaksanaan UU PPN yaitu dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013, Pasal 1 angka 8, Pasal 6 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), serta Pasal 17 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 s.t.d.t.d. PER-17/PJ/2014 ;
9. Dengan memperhatikan ketentuan perpajakan di atas, dapat disimpulkan bahwa PPN Masukan yang ada dalam suatu Faktur Pajak dapat dikreditkan apabila memenuhi persyaratan formal dan persyaratan material. Kedua persyaratan dimaksud harus secara kumulatif dipenuhi sehingga walaupun PPN Masukan sudah dibayar namun apabila Faktur Pajak yang bersangkutan tidak memuat keterangan yang sebenarnya (yang dalam hal ini dapat dikategorikan ke dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap) maka PPN Masukan yang terdapat di dalam Faktur Pajak dimaksud tetap tidak dapat dikreditkan;
10. bahwa dengan memperhatikan alur dan mekanisme pemberian Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam PER-24/PJ/2012 sebagaimana telah diubah dengan PER-17/PJ/2014 dan ketentuan mengenai Faktur Pajak Tidak Lengkap sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN dan Pasal 13 ayat (9) UU PPN beserta peraturan pelaksanaannya sebagaimana tersebut pada butir 7, maka penegasan yang dimuat dalam SE-26/PJ/2015 yang antara lain menyatakan bahwa :
“Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya, sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap”, pada dasarnya tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya. Dalam hal ini SE-26/PJ/2015 memberikan penjelasan lebih rinci mengenai bagaimana seharusnya PER-24/PJ/2012 sebagaimana telah diubah dengan PER-17/PJ/2014 dilaksanakan;
11. Bahwa penegasan secara khusus sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Nomor Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak, yaitu:
huruf E angka 1
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
huruf E angka 3
Sesuai dengan Pasal 1 angka 8 dan angka 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 dan perubahannya, Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya, sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
12. bahwa aturan dalam Huruf E angka 1 dan angka 3 SE-26/PJ./2015 bersifat menegaskan aturan dalam Pasal 1 angka 8, angka 9, dan Pasal 12 yang menyatakan bahwa Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya yang merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
13. Dengan demikian, Terbanding berpendapat bahwa koreksi Terbanding telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

bahwa dengan demikian Terbanding mengusulkan kepada Majelis untuk menolak banding Pemohon Banding dan tetap mempertahankan koreksi Terbanding atas Faktur Pajak yang Digunakan sebelum tanggal Pemberitahuan NSFP sebesar Rp638.775.807,00;
Pendapat Pemohon Banding berdasarkan Berita Acara Uji Bukti:
bahwa Majelis Hakim memerintahkan Terbanding dan Pemohon Banding untuk melakukan uji bukti terkait dengan arus uang dan arus barang;
bahwa berdasarkan penelitian dokumen yang diberikan Pemohon Banding di ketahui bahwa Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pemohon Banding adalah atas perolehan barang dan atau jasa yang yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha;
bahwa Terbanding telah melakukan uji bukti terhadap arus kas dan arus barang, bahwa dalam pelaksanaan uji bukti, Pemohon Banding telah menunjukkan seluruh dokumen arus uang dan arus barang berupa Invoice, Faktur Pajak, Berita Acara, Rekening Koran, Purchase Order danKontrak Kerja;
bahwa tidak semua transaksi yang dilakukan Pemohon Banding berdasarkan pada SPK atau Kontrak Kerja;
bahwa benar Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan dokumen atas nama PT DKT (no urut 101) dengan nilai PPN sebesar Rp24.476,00 tetapi Pemohon Banding dapat memberikan Rekening Koran atas pembayaran transaksi tersebut;
bahwa berdasarkan uji bukti diketahui bahwa semua faktur pajak yang disengketakan telah dilakukan pembayaran kepada lawan transaksi dan Pemohon banding telah memberikan dokumen secara lengkap;
Penjelasan Pemohon Banding dari sisi Yuridis
A. Dasar Hukum
bahwa peraturan perpajakan terkait penerbitan Faktur Pajak yang berlaku pada saat penerbitan Faktur Pajak untuk tahun 2013, adalah sebagai berikut:
- Pasal 9 dan Pasal 13 UU PPN;
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012; dan
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2013;

B. Data dan Fakta
bahwa berdasarkan dokumen, data dan penjelasan yang telah disampaikan oleh Pomohon Banding dalam Surat Banding Nomor SR.044/TAX-SIS/III/2017 tanggal 7 Maret 2017 dan pembahasan selama proses persidangan diketahui bahwa pokok sengketa adalah:
bahwa Pemohon Banding mengkreditkan Faktur Pajak Masukan yang mengunakan nomor seri Faktur Pajak sebelum tanggal Pemberitahuan NSFP sebesar Rp638.775.807,00;

C. Penjelasan Pemohon Banding
bahwa berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 Tanggal 22 Nopember 2012 Tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, Lampiran III huruf B angka 3 PER-24/PJ/2012 tentang kode dan nomor seri faktur pajak:
1) Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 11 (sebelas) digit nomor urut yang dipisahkan oleh 2 (dua) digit tahun penerbitan;
2) Nomor Seri Faktur Pajak diberikan dalam bentuk blok jumlah sesuai permintaan PKP;
Contoh :
PKP meminta 100 Nomor Seri Faktur Pajak, maka Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa:
900.13.00000001 s.d. 900.13.00000100;
900.13.99999901 s.d. 901.13.00000000;
900.13.99999999 s.d. 901.13.00000098, dan sebagainya;
3) Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak;

bahwa nomor seri Faktur Pajak yang digunakan dalam penerbitan Faktur Pajak adalah telah sesuai jatah NSFP yang diberikan oleh KPP penerbit faktur pajak terdaftar dan digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak;
berdasarkan peraturan perpajakan terkait penerbitan Faktur Pajak yang berlaku pada saat penerbitan Faktur Pajak untuk tahun 2013, yaitu sebagai berikut:
- Pasal 9 dan Pasal 13 UU PPN;
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012; dan
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2013;
bahwa tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa Pemohon Banding pada saat menerima Faktur Pajak berkewajiban untuk menanyakan kepada penjual bahwa NSFP Faktur Pajak yang digunakan/diterbitkan telah sesuai dengan nomor yang diberikan oleh DJP;
bahwa oleh sebab itu sepanjang Faktur Pajak Masukan yang Pemohon Banding terima sudah memenuhi persyaratan untuk dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 dan Pasal 13 UU PPN dan ketentuan perpajakan lainnya, kemudian PPN juga sudah Pemohon Banding bayarkan seluruhnya kepada vendor, maka Pemohon Banding meyakini bahwa Faktur Pajak Masukan tersebut adalah sah untuk dapat dikreditkan;
bahwa Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan:
Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan JasaKenaPajakyangpaling sedikit mencantumkan:
a) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c) Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f) kode, Nomor seri,dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g) nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;

bahwa Terbanding melakukan penelitian terhadap Faktur Pajak yang menjadi sengketa;
bahwa berdasarkan penelitian Terbanding, Faktur Pajak yang dikreditkan Pemohon Banding memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak dan mencantumkan:
a) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atauJasaKenaPajak;
b) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima JasaKenaPajak;
c) jenis barang atau jasa,jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e) Pajak Penjuatan atas Barang Mewah yang dipungut;
f) kode, Nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g) nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
bahwa Pemohon Banding berpendapat Faktur Pajak yang dikreditkan oleh Pemohon Banding memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
bahwa dengan demikian Pemohon Banding memohon kepada Majelis untuk mengabulkan permohonan banding dan membatalkan koreksi Terbanding atas Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp638.775.807,00;
Menurut Majelis:
bahwa Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 menyatakan:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
bahwa menurut pendapat Majelis dalam pelaksanaan uji bukti Pemohon banding telah dapat menunjukkan seluruh dokumen arus uang dan arus barang berupa invoice, faktur pajak, Delivery Order, BA, Rekening koran, PO dan kontrak;
bahwa menurut Majelis berdasarkan peraturan yang berlaku terkait penerbitan Faktur Pajak, tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa Pemohon Banding/Pembeli berkewajiban untuk melakukan verifikasi jatah nomor seri faktur pajak yang diberikan kepada lawan transaksi/penjual oleh Terbanding, sehingga Pemohon Banding tidak dapat mengetahui keabsahan jatah nomor seri faktur pajak lawan transaksi;
bahwa menurut Majelis diketahui dalam uji bukti bahwa semua faktur pajak yang disengketakan telah dilakukan pembayaran kepada lawan transaksi dan Pemohon banding telah memberikan dokumen secara lengkap;
bahwa Majelis berpendapat faktur pajak yang dibuat oleh lawan transaksi Pemohon Banding tidak dapat dikategorikan sebagai faktur pajak tidak lengkap, karena faktur pajak tersebut telah mencantumkan nomor faktur pajak dan telah mengisi sesuai unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN dan telah sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 8 dan 9 PER-24/PJ/2012;
bahwa dengan demikian menurut Majelis dapat disimpulkan bahwa PPN Masukan yang ada dalam faktur pajak tersebut telah memenuhi persyaratan formal dan material sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dengan demikian faktur pajak tersebut dapat dikreditkan sebagai pajak masukan oleh Pemohon banding sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf UU PPN;
bahwa dengan demikian berdasarkan data, dokumen dan penjelasan Terbanding dan Pemohon banding dalam persidangan serta berdasarkan data yang ada dan fakta yang terungkap dalam uji bukti, Majelis berpendapat koreksi Terbanding atas PPN Masukan sebesar Rp638.775.807,00 tidak dapat dipertahankan;
2. Koreksi Pajak Masukan atas Faktur Pajak yang Tidak Sesuai Jatah NSFP sebesar Rp 38.593.117,00
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diketahui bahwa Terbanding melakukan koreksi karena NSFP atas Faktur Pajak tidak sesuai dengan jatah NSFP yang diberikan oleh DJP, sesuai Pasal 1 angka 8 PER-24/PJ/2012 jo PER 17/PJ/2014;
bahwa NSFP adalah nomor seri yang diberikan oleh DJP kepada PKP dengan mekanisme tertentu untuk penomoran faktur pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh DJP;
bahwa menurut Terbanding faktur pajak tersebut dikategorikan sebagai Faktur Pajak Tidak Lengkap yaitu faktur pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (5) UUPPN dan atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 9 dan Pasal 12 PER-24/PJ/2012 jo PER-17/PJ/2014 sehingga terhadap PKP Pembeli (Pemohon banding) tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam faktur pajak tidak lengkap;
bahwa menurut Terbanding faktur pajak yang tidak mencantumkan data yang sebenarnya tidak memenuhi persyaratan material faktur pajak dan dikategorikan sebagai Faktur Pajak Tidak Lengkap dan sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf f UUPPN tidak dapat dikreditkan;
bahwa menurut Terbanding dapat disimpulkan bahwa PPN Masukan yang ada dalam suatu faktur pajak dapat dikreditkan apabilan memenuhi syarat formal dan syarat material, kedua persyaratan dimaksud harus secara kumulatif dipenuhi sehingga sekalipun PPN masukan teresbut sudah dibayar namun apabila faktur pajak yang bersangkutan tidak memuat keterangan yang sebenarnya maka PPN Masukan dimaksud tidak dapat dikreditkan;
bahwa untuk menguatkan dalil yang dikemukakan oleh para pihak, maka Majelis memerintahkan kepada para pihak untuk melakukan uji bukti sesuai dengan ketentuan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
bahwa Majelis dalam memeriksa dan memutus perkara berdasarkan data dan bukti dalam persidangan serta keyakinan Majelis;
bahwa pada saat melakukan uji bukti Pemohon Banding menyampaikan bukti-bukti terkait koreksi peredaran usaha sebagai berikut:
- PO,
- Kontrak,
- Faktur Pajak,
- invoice,
- BA
- rekening koran
bahwa berdasarkan penelitian Terbanding atas bukti pendukung yang disampaikan Pemohon Banding dalam uji bukti, Terbanding dan Pemohon Banding menyatakan hal-hal sebagai berikut:
Pendapat Terbanding berdasarkan Berita Acara Uji Bukti:
bahwa Majelis memerintahkan Terbanding dan Pemohon Banding untuk melakukan uji bukti terkait dengan arus uang dan arus barang;
bahwa pada saat uji bukti, Pemohon Banding memberikan dokumen arus uang dan arus barang berupa invoice, faktur, Delivery Order, BA, rekening koran;
No. PO No. Invoice Tanggal
Invoice
No Faktur Pajak Tanggal
Faktur Pajak
DPP
(Rp)
PPN
(Rp)
G16475 0161/AJ/VI/2013 17/06/2013 010.900-13.99006905 17/06/2013 33,000,000 3,300,000
G17536 0163/AJ/VI/2013 18/06/2013 010.900-13.99006906 18/06/2013 75,500,000 7,550,000
G17137 0164/AJ/VI/2013 18/06/2013 010.900-13.99006907 18/06/2013 30,276,210 3,027,621
G17132 0165/AJ/VI/2013 18/06/2013 010.900-13.99006908 18/06/2013 42,433,468 4,243,347
G17133 0166/AJ/VI/2013 18/06/2013 010.900-13.99006909 18/06/2013 49,975,000 4,997,500
G17135 0167/AJ/VI/2013 18/06/2013 010.900-13.99006910 18/06/2013 58,052,419 5,805,242
G17134 0168/AJ/VI/2013 18/06/2013 010.900-13.99006911 18/06/2013 54,767,177 5,476,718
J11239 SIS/082/05/13 31/05/2013 010.900-13.81181999 31/05/2013 2,230,000 223,000
D00054 340300308 08/07/2013 010.900-13.15382682 08/07/2013 17,255,987 1,725,598
G17512 K2-731315 21/05/2013 010.900-13.55851021 21/05/2013 290,909 29,091
G17907 394/SBE-
SS/VI/2013
25/06/2013 010.901-13.15242394 25/06/2013 22,150,000 2,215,000
Jumlah 38.593.117
PKP No. BA/DO Jenis Barang
dan /atau Jasa
No CR Branch Code Nama Bank Tanggal Bayar
AJ, CV 050/SIS/K/ADM O/II/2012 Sewa Kendaraan AD000000000001
922
11103-81-1 BANK MANDIRI IDR (ADMO) 19-Jul-2013
051/SIS/K/ADM
O/II/2012
AJ, CV 272/SIS/K/ADM O/VIII/2012 Sewa Kendaraan AD000000000001
936
11103-81-1 BANK MANDIRI IDR (ADMO) 06-Aug-2013
AJ, CV 236/SIS/K/ADM O/VI/2012 Sewa
Kendaraan
AD000000000001
922
11103-81-1 BANK MANDIRI
IDR (ADMO)
19-Jul-2013
306/SIS/K/ADM O/IX/2012
AJ, CV 052/SIS/K/ADM O/II/2012 Sewa Kendaraan AD000000000001
922
11103-81-1 BANK MANDIRI IDR (ADMO) 19-Jul-2013
AJ, CV 166/SIS/K/ADM O/III/2012 Sewa Kendaraan AD000000000001
922
11103-81-1 BANK MANDIRI IDR (ADMO) 19-Jul-2013
AJ, CV 050/SIS/K/ADM O/II/2012 Sewa Kendaraan AD000000000001
922
11103-81-1 BANK MANDIRI IDR (ADMO) 19-Jul-2013
AJ, CV 047/SIS/K/ADM
O/II/2012
Sewa
Kendaraan
AD000000000001
922
11103-81-1 BANK MANDIRI
IDR (ADMO)
19-Jul-2013
049/SIS/K/ADM O/II/2011
IU, PT 340300467 Pembelian Sparepart HO000000000014
557
11101-02 BANK MANDIRI JKT FATMAWATI IDR (111-16) 19-Aug-2013
GAHC, PT HRD/378/2013/SIS Psikotest HO000000000014
331
11101-02 BANK MANDIRI JKT FATMAWATI IDR (111-16) 06-Aug-2013
MIT, PT 003292 Pergerakan Container HO000000000014
618
11101-02 BANK MANDIRI JKT FATMAWATI IDR (111-16) 20-Aug-2013
SBE, PT 138/SBE/VI/2013 Pembelian Sparepart AD000000000002
095
11103-81-1 BANK MANDIRI IDR (ADMO) 28-Aug-2013
Penjelasan Terbanding dari sisi Yuridis
A. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan atau Penjualan atas Barang Mewah sebagimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
Pasal 9 ayat (2b)
Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9);
Penjelasan:
Untuk keperluan mengkreditkan Pajak Masukan, Pengusaha Kena Pajak menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5); Selain itu, Pajak Masukan yang akan dikreditkan juga harus memenuhi persyaratan kebenaran formal dan material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (9);
Pasal 9 ayat (8) huruf f
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk: ...(f) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
Pasal 13 ayat (5)
Dalam Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :
  1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Penjelasan Pasal 13 ayat (5)
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. ;

Pasal 13 ayat (8)
Ketentuan lebih Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
Pasal 13 ayat (9)
Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material;
Penjelasan Pasal 13 ayat (9)
Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak............................................ ;
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak
Pasal 9
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :
  1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Pasal 10
(1) Faktur Pajak wajib diisi secara lengkap,jelas dan benar;
(2) Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak tidak sesuai ketentuan sebagimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan umum dan tata cara perpajakan;
Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
  1. bentuk dan ukuran Faktur Pajak
  2. prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan Faktur Pajak
  3. tata cara pembuatan dan pengisian keterangan Faktur Pajak
  4. tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak
  5. tata cara pembatalan Faktur Pajak; dan
  6. tata cara pengajuan permintaan dan pemberian data Faktur Pajak berbentuk elektronik yang rusak atau hilang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak;
Pasal 21
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
  1. Peraturan Menteri Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
  2. Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dan/atau belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini;
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 ;
Pasal 1 angka 8
Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
Pasal 1 angka 9
Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasai 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
Pasal 2 ayat (1)
Faktur Pajak harus dibuat pada:
  1. Saat penyerahana Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
  2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
Pasal 5
Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan /atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mencantumkan :
  1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Pasal 6 ayat (1)
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Wajib diisi secara lengkap,jelas dan benar serta ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menadatangani;
Pasal 6 ayat (2)
Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Pasal 12
Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Pasal 7 ayat (1)
PKP harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan DirekturJenderal Pajak ini;
Pasal 9 ayat (1)
PKP menyampaikan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran IVD yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan;
Pasal 10 ayat (1)
PKP yang membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak ganda atau Nomor seri Faktur Pajak yang sama lebih dari 1 (satu) dalam tahun pajak yang sama, maka seluruh Faktur Pajak dengan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Pasal 12
Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Pasal 17 ayat (3)
PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
Pasal 19 ayat (1) huruf a
Pengusaha Kena Pajak yang telah memperoleh surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak wajib menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012;
Pasal 19 ayat (2)
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b kemudian memperoleh surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak,maka Pengusaha Kena Pajak tersebut wajib menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sejak tanggal surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak;
Pasal 19 ayat (3)
Terhitung mulai tanggal 1 Juni 2013 seluruh Pengusaha Kena Pajak wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012;
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-52/PJ./2012 tanggal 22 Nopember 2012 tentang Tata Cara Permohonan Kode Aktivasi dan Password Serta Permintaan,Pengembalian dan Pengawasan Nomor Seri Faktur Pajak
Lampiran II butir I
  1. PKP mengajukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak ke KPP tempat PKP dikukuhkan;
  2. Dalam hal PKP telah memenuh persyaratan, PKP akan menerima Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak;
Lampiran II Butir II
  1. Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak diterbitkan pada hari yang sama sejak permintaan diterima secara lengkap;
5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak;
Huruf E angka 1
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
Huruf E angka 3
Sesuai dengan Pasal 1 angka 8 dan angka 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 dan perubahannya, Faktur Pajak dengan tanggal mendahuiui (sebelumj tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya, sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Huruf E angka 4
PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sedangkan bagi PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nitai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
B. Data dan Fakta
bahwa berdasarkan dokumen, data dan keterangan yang disampaikan Pemohon Banding dalam Surat Bandingnya Nomor SR.046/TAX-SIS/III/2017 tanggal 7 Maret 2017 dan pembahasan selama proses persidangan dapat diketahui hal-hal sebagai berikut:
  1. Pokok sengketa dalam hal ini adalah pengkreditan Pajak Masukan sebesar Rp38.593.117,00 karena Nomor Seri Faktur Pajak tersebut tidak sesuai jatah NSFP yang diberikan;
  2. Bahwa berdasarkan Portal DJP Aplikasi Pengawasan PPN diketahui pengkreditan Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan jatah NSFP terdiri dari 11 (sebelas) Faktur Pajak;
C. Penjelasan Terbanding
bahwa tanggapan Terbanding atas pendapat Pemohon Banding dalam Surat Bandingnya Nomor SR.046/TAX-SIS/III/2017 tanggal 7 Maret 2017 dan pembahasan dalam proses persidangan adalah sebagai berikut:
1. Dasar koreksi Pajak Masukan sebesar Rp38.593.117,00 adalah karena Nomor Seri tidak sesuai dengan jatah NSFP yang diberikan oleh KPP;
2. Bahwa alur dan mekanisme penerbitan Nomor Seri Faktur Pajak diatur dalam ketentuan Pasal 9 ayat (1), Pasal 9 ayat (2), Pasal 9 ayat (5), Pasal 9 ayat (6), Pasal 12 dan Pasal 17 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-17/PJ/2014 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak;
3. Dengan memperhatikan alur dan mekanisme penerbitan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 di atas, maka tanggal Nomor Seri Faktur Pajak seharusnya tidak mendahului tanggal surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari KPP;
4. Berdasarkan hasil penelitian terhadap data pada Aplikasi Portal DJP - Menu Pengawasan PPN sebagaimana tersebut pada butir B, diketahui bahwa Faktur Pajak yang PPN Masukkannya dikoreksi oleh Pemeriksa senilai Rp38.593.117,00 memang tidak sesuai dengan jatah yang diberikan;
5. Berdasarkan Pasal 1 angka 8 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 ditegaskan bahwa:
Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
6. PKP Penjual lawan transaksi Pemohon Banding menggunakan nomor sendiri tanpa mengajukan permohonan NSFP ke KPP tetapi hanya melanjutkan NSFP yang sudah ada. Dengan demikian NSFP yang digunakan, tidak sesuai dengan jatah NSFP yang ditentukan oleh DJP. Atas NSFP tersebut bisa menyebabkan double penggunaan, yaitu dengan PKP yang telah mengajukan jatah NSFP ke DJP. Sehingga yang berhak menggunakan NSFP tersebut adalah PKP yang secara ketentuan mengajukan jatah NSFP ke DJP. Penggunaan NSFP yang dilakukan oleh PKP lawan transaksi Pemohon Banding tidak sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku;
7. Dengan demikian, Faktur Pajak tersebut dikategorikan sebagai Faktur Pajak tidak lengkap yaitu Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 9 dan Pasal 12 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sehingga terhadap PKP Pembeli (Pemohon Banding) tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f UU PPN jo. Pasal 17 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012;
8. bahwa Faktur Pajak yang tidak mencantumkan data yang benar tidak memenuhi persyaratan material Faktur Pajak dan dikategorikan sebagai Faktur Pajak Tidak Lengkap;
9. bahwa sesuai dengan Pasal 9 ayat (2b), Pasal 13 ayat (5) dan Pasal 13 ayat (9) UU PPN beserta penjelasannya ditegaskan antara lain bahwa Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan persyaratan material. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f;
10. bahwa isi Pasal 13 ayat (5) dan Pasal 13 ayat (9) UU PPN sebagaimana tersebut pada butir b dipertegas lagi dalam peraturan pelaksanaan UU PPN yaitu dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013, Pasal 1 angka 8, Pasal 6 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), serta Pasal 17 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 s.t.d.t.d. PER-17/PJ/2014 ;
11. Dengan memperhatikan ketentuan perpajakan di atas, dapat disimpulkan bahwa PPN Masukan yang ada dalam suatu Faktur Pajak dapat dikreditkan apabila memenuhi persyaratan formal dan persyaratan material. Kedua persyaratan dimaksud harus secara kumulatif dipenuhi sehingga walaupun PPN Masukan sudah dibayar namun apabila Faktur Pajak yang bersangkutan tidak memuat keterangan yang sebenarnya (yang dalam hal ini dapat dikategorikan ke dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap) maka PPN Masukan yang terdapat di dalam Faktur Pajak dimaksud tetap tidak dapat dikreditkan;
12. Bahwa penegasan secara khusus sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Nomor Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak, yaitu:
huruf E angka 1
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
13. bahwa aturan dalam Huruf E angka 1 dan angka 3 SE-26/PJ/2015 bersifat menegaskan aturan dalam Pasal 1 angka 8, angka 9, dan Pasal 12 yang menyatakan bahwa Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya yang merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
14. Dengan demikian, Terbanding berpendapat bahwa koreksi Terbanding telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

bahwa dengan demikian Terbanding mengusulkan kepada Majelis untuk menolak banding Pemohon Banding dan tetap mempertahankan koreksi Terbanding atas Faktur Pajak yang Digunakan sebelum tanggal Pemberitahuan NSFP sebesar Rp38.593.117,00,00;
Pendapat Pemohon Banding berdasarkan Berita Acara Uji Bukti:
bahwa Majelis Hakim memerintahkan Terbanding dan Pemohon Banding untuk melakukan uji bukti terkait dengan arus uang dan arus barang;
bahwa berdasarkan penelitian dokumen yang diberikan Pemohon Banding di ketahui bahwa Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pemohon Banding adalah atas perolehan barang dan atau jasa yang yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha;
bahwa Terbanding telah melakukan uji bukti terhadap arus kas dan arus barang, bahwa dalam pelaksanaan uji bukti, Pemohon Banding telah menunjukkan seluruh dokumen arus uang dan arus barang berupa Invoice, Faktur Pajak, Berita Acara, Rekening Koran, Purchase Order danKontrak Kerja;
bahwa tidak semua transaksi yang dilakukan Pemohon Banding berdasarkan pada SPK atau Kontrak Kerja;
bahwa berdasarkan uji bukti diketahui bahwa semua faktur pajak yang disengketakan telah dilakukan pembayaran kepada lawan transaksi dan Pemohon banding telah memberikan dokumen secara lengkap;
Penjelasan Pemohon Banding dari sisi Yuridis
Dasar Hukum
bahwa peraturan perpajakan terkait penerbitan Faktur Pajak yang berlaku pada saat penerbitan Faktur Pajak untuk tahun 2013, adalah sebagai berikut:
- Pasal 9 dan Pasal 13 UU PPN;
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012; dan
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2013;

Data dan Fakta
Berdasarkan dokumen, data dan penjelasan yang telah disampaikan oleh Pomohon Banding dalam Surat Banding Nomor SR.046/TAX-SIS/III/2017 tanggal 7 Maret 2017 dan pembahasan selama proses persidangan diketahui bahwa pokok sengketa adalah:
Pemohon Banding mengkreditkan faktur pajak yang menggunakan nomor seri faktur pajak tidak sesuai dengan jatah NSFP sebesar Rp38.593.117,00

Penjelasan Pemohon Banding
bahwa berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 Tanggal 22 Nopember 2012 Tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, Lampiran III huruf B angka 3 PER-24/PJ/2012 tentang kode dan nomor seri faktur pajak:
1) Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 11 (sebelas) digit nomor urut yang dipisahkan oleh 2 (dua) digit tahun penerbitan;
2) Nomor Seri Faktur Pajak diberikan dalam bentuk blok jumlah sesuai permintaan PKP;
Contoh :
PKP meminta 100 Nomor Seri Faktur Pajak, maka Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa:
900.13.00000001 s.d. 900.13.00000100;
900.13.99999901 s.d. 901.13.00000000;
900.13.99999999 s.d. 901.13.00000098, dan sebagainya;
3) Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak;

bahwa nomor seri Faktur Pajak yang digunakan dalam penerbitan Faktur Pajak adalah telah sesuai jatah NSFP yang diberikan oleh KPP penerbit faktur pajak terdaftar dan digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak;
berdasarkan peraturan perpajakan terkait penerbitan Faktur Pajak yang berlaku pada saat penerbitan Faktur Pajak untuk tahun 2013, yaitu sebagai berikut:
- Pasal 9 dan Pasal 13 UU PPN;
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012; dan
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2013;
bahwa tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa Pemohon Banding pada saat menerima Faktur Pajak berkewajiban untuk menanyakan kepada penjual bahwa NSFP Faktur Pajak yang digunakan/diterbitkan telah sesuai dengan nomor yang diberikan oleh DJP;
bahwa oleh sebab itu sepanjang Faktur Pajak Masukan yang Pemohon Banding terima sudah memenuhi persyaratan untuk dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 dan Pasal 13 UU PPN dan ketentuan perpajakan lainnya, kemudian PPN juga sudah Pemohon Banding bayarkan seluruhnya kepada vendor, maka Pemohon Banding meyakini bahwa Faktur Pajak Masukan tersebut adalah sah untuk dapat dikreditkan;
bahwa Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan:
Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan JasaKenaPajakyangpaling sedikit mencantumkan:
a) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atauJasaKenaPajak;
b) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima JasaKenaPajak;
c) Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f) kode, Nomor seri,dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g) nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;

bahwa Terbanding melakukan penelitian terhadap Faktur Pajak yang menjadi sengketa; bahwa berdasarkan penelitian Terbanding, Faktur Pajak yang dikreditkan Pemohon Banding memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak dan mencantumkan:
a) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atauJasaKenaPajak;
b) nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima JasaKenaPajak;
c) jenis barang atau jasa,jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e) Pajak Penjuatan atas Barang Mewah yang dipungut;
f) kode, Nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g) nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
bahwa Pemohon Banding berpendapat Faktur Pajak yang dikreditkan oleh Pemohon Banding memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
bahwa dengan demikian Pemohon Banding memohon kepada Majelis untuk mengabulkan permohonan banding dan membatalkan koreksi Terbanding atas Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp38.593.117,00,00;
bahwa Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
bahwa berdasarkan uji arus uang, arus barang, dan arus dokumen terhadap bukti-bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding, diketahui bahwa Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pemohon Banding berasal dari perolehan barang dan/atau jasa yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Pemohon Banding;
bahwa berdasarkan bukti-bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding pada saat persidangan, diketahui bahwa Pemohon Banding telah melakukan pembayaran kepada PKP Penjual atas Pajak Masukan yang menjadi sengketa, sehingga memenuhi persyaratan untuk dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 dan Pasal 13 UU PPN dan ketentuan pajak yang berlaku lainnya;
bahwa menurut Majelis, tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa Pemohon Banding/Pembeli berkewajiban untuk melakukan verifikasi jatah nomor seri faktur pajak yang diberikan kepada lawan transaksi/penjual oleh Terbanding dan Pemohon Banding tidak dapat mengetahui apakah faktur pajak yang diterbitkan oleh PKP Penjual telah sesuai dengan nomor yang diberikan oleh DJP;
bahwa menurut Majelis, kesalahan lawan transaksi Pemohon Banding atas “faktur pajak yang tidak sesuai jatah”, tidak bisa dibebankan kepada Pemohon Banding karena tidak ada cara lain yang bisa ditempuh oleh Pemohon Banding;
bahwa selain itu tidak ada kerugian yang harus ditanggung oleh Negara karena Pemohon Banding dan PKP Penjual telah melaksanakan kewajiban pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN yang terutang dengan benar sesuai ketentuan Undang-Undang maupun peraturan perpajakan yang berlaku;
bahwa Majelis berpendapat faktur pajak yang dibuat oleh lawan transaksi Pemohon Banding tidak dapat dikategorikan sebagai faktur pajak tidak lengkap, karena faktur pajak tersebut telah mencantumkan nomor faktur pajak dan telah mengisi sesuai unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN dan telah sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 8 dan 9 PER-24/PJ/2012;
bahwa dengan demikian berdasarkan data, dokumen dan penjelasan Terbanding dan Pemohon banding dalam persidangan serta berdasarkan data yang ada dan fakta yang terungkap dalam uji bukti, Majelis berpendapat koreksi Terbanding atas Faktur Pajak Masukan yang Tidak Sesuai Jatah NSFP sebesar Rp38.593.117,00 tidak dapat dipertahankan;
Mengingat:
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan ini.
Memutuskan:
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00838/KEB/WPJ.19/2016 tanggal 16 Desember 2016, tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Juli 2013 Nomor 00152/207/13/091/15 tanggal 16 Desember 2015, atas nama Pemohon Banding, sehingga Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Juli 2013 dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
Uraian Jumlah (Rp)
Dasar Pengenaan Pajak:
a. Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang terutang PPN :
- Ekspor
0,00
- Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri
48.420.407.855,00
- Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN
0,00
- Penyerahan PPN-nya tidak dipungut
307.726.338.935,00
- Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN
0,00
Jumlah
356.146.746.790,00
b. Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang tidak terutang PPN
0,00
c. Jumlah Seluruh Penyerahan
356.146.746.790,00
Penghitungan PPN Kurang Bayar:
a. Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri
4.842.040.765,00
b. Dikurangi: Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan
107.817.582.507,00
Jumlah perhitungan PPN Kurang/(Lebih) Bayar
(102.975.541.742,00)
Kelebihan pajak yang sudah dikompensasikan ke masa pajak berikutnya
102.975.541.742,00
Jumlah PPN yang kurang/(lebih) dibayar
0,00
Sanksi Administrasi: Bunga Pasal 13 ayat (2) KUP
0,00
Jumlah PPN yang masih harus/(lebih) dibayar
0,00

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Senin tanggal 12 Maret 2018 oleh Hakim Majelis VIIIA Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut:
Drs. SH, Ak. sebagai Hakim Ketua,
NW, S.H., M.Si. sebagai Hakim Anggota,
DD, S.H., M.M. sebagai Hakim Anggota,
dengan dibantu oleh
RY, S.E., Ak., M.M.

sebagai Panitera Pengganti,

Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majelis VIIIA pada hari Rabu tanggal 9 Mei 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota dan Panitera Pengganti, namun tidak dihadiri oleh Terbanding maupun oleh Pemohon Banding.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA