Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
bahwa nilai sengketa terbukti dalam banding ini adalah koreksi atas nilai Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Masa Pajak Agustus 2013 sebesar Rp183.794.931,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
Koreksi Positif Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp183.794.931,00
Pasal 1 angka (24)
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak;
Pasal 9 ayat (2)
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama;
Pasal 9 ayat (8) huruf f
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat 9 atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
Pasal 9 ayat (9)
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan;
Pasal 13 ayat (5)
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
- Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
- Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
- Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
- Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
- Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
- Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
- Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Penjelasan Pasal 13 ayat (5)
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun, keterangan mengenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f;
Pasal 13 ayat (9)
Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material;
Penjelasan Pasal 13 ayat (9)
Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6);
Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenamya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, Ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
Dengan demikian, walaupun Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sudah memenuhi ketentuan formal dan sudah dibayar Pajak Pertambahan Nilainga, apabila keterangan yang tercantum dalam Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tidaksesuai dengan kenyataan yang sebenarnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tersebut tidak memenuhi syarat material;
bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak;
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
....
- Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oieh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
- Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
Pasal 5
Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mencantumkan:
- nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
- nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
- jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
- Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
- kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
- nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Pasal 6
(1) |
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib diisi secara lengkap, jelas dan benar serta ditandatangani oleh PKP atau pejabatlpegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya; |
(2) |
Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai dengan tata cars dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap; |
Pasal 7
(1) |
PKP harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran ill yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; |
(2) |
Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 16 (enam belas) digit yaitu :
- 2 (dua) digit Kode Transaksi;
- 1 (satu) digit Kode Status; dan
- 13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
|
Pasal 12
Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Pasal 17
(1) |
PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; |
(3) |
PKP Pembefi Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; |
bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
1. |
bahwa Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak; |
2. |
bahwa nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak digunakan untuk membuat Faktur Pajak pada tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak atau tanggal sesudahnya dalam tahun yang sama dengan Kode Tahun yang tertera pada Nomor Seri Faktur Pajak tersebut. Contoh:
- PKP A menerima Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tertanggal 10 November 2014 dengan Nomor Seri Faktur Pajak 004-14.00000001.
- Dengan demikian, PKP A hanya dapat menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut untuk membuat Faktur Pajak tanggal 10 November 2014 atau tanggal setelahnya dalam tahun 2014;
- PKP A dilarang menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut untuk membuat Faktur Pajak sebelum tanggal 10 November 2014;
|
3. |
bahwa sesuai dengan Pasal 1 angka 8 dan angka 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 dan perubahannya, Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya, sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
Contoh:
- PKP A menerima Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tertanggal 10 November 2014 dengan Nomor Seri Faktur Pajak 004-14.00000001.
- PKP A menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut di atas untuk pembuatan Faktur Pajak tertanggal 1 November 2014;
1 Jan 2014 |
1 Nov 2014 |
10 Nov 2014 |
31 Des 2014 |
|
Faktur Pajak oleh PKP |
Tanggal Surat Pemberiaan NSF |
|
Ketentuan terkait contoh di atas adalah:
- Pasal 1 angka 8 PER-24/PJ/2012 dan perubahannya dan perubahannya Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
- Pasal 1 angka 9 PER-24/PJ/2012 dan perubahannya : Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
bahwa Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP A telah mencantumkan keterangan berupa tanggal pembuatan Faktur Pajak yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya. Tanggal pembuatan Faktur Pajak yang sebenarnya atau sesungguhnya dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut baru dapat dilakukan oleh PKP A paling cepat tanggal 10 November 2014, dengan demikian, Faktur Pajak yang telah dibuat oleh PKP A dengan tanggal 1 November 2014 tersebut merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
|
4. |
bahwa PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Sedangkan bagi PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; |
Pembahasan Sengketa
bahwa pada saat proses pemeriksaan koreksi karena Pemohon Banding mengkreditkan Faktur Pajak dimana Penerbit Faktur Pajak tidak melaporkan Faktur Pajak dimaksud, Faktur Pajak yang digunakan sebelum tanggal pemberitahuan NSFP dan Faktur Pajak yang penerbitannya tidak sesuai dengan jatah NSFP;
Keberatan
bahwa tidak terdapat jawaban klarifikasi yang dijawab menjadi "ada" dan memperhatikan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-754/PJ./2001 tanggal 26 Desember 2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan, Tim Peneliti berpendapat bahwa atas Faktur Pajak Masukan yang Wajib Pajak Lawan Transaksinya tidak lapor SPT tidak dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 8
PER-24/PJ/2012 diatur bahwa "Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak";
bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 9
PER-24/PJ/2012 diatur bahwa "Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dantatau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini";
bahwa berdasarkan Pasal 17 ayat (3)
PER-24/PJ/2012 diatur bahwa "PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
bahwa hal tersebut juga ditegaskan dalam butir 4
SE-26/PJ/2015 yang antara lain menyatakan PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sedangkan bagi PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
bahwa Faktur Pajak yang diterbitkan sebelum tanggal surat persetujuan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap karena mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya yaitu keterangan mengenai tanggal penerbitan Faktur Pajak;
bahwa dengan demikian Tim Peneliti mengusulkan untuk tetap mempertahankan koreksi Pemeriksa atas Pajak Masukan sebesar Rp 183.794.931,00;
Tanggapan Terbanding atas Banding Pemohon Banding
bahwa Terbanding dalam memutuskan keberatan Pemohon Banding telah sesuai dengan data dan fakta-fakta dalam proses keberatan dan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku;
bahwa materi surat permohonan banding Pemohon Banding yang menjadi pokok sengketa pada dasarnya hanya mengulang isi surat keberatannya, dengan demikian hal-hal yang diajukan banding tidak perlu diuraikan lagi, karena itu diusulkan kepada Majelis untuk menolak permohonan banding Pemohon banding jika dalam berkas banding tidak terdapat bukti-bukti pendukung baru yang dapat meyakinkan kebenaran permohonan banding Pemohon banding;
bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Pajak Masukan sebesar Rp183.794.931,00 karena berdasarkan data dari sistem intranet/portal DJP diketahui beberapa hal sebagai berikut:
- Lawan transaksi penerbit Faktur Pajak yang dikreditkan Pemohon Banding tidak melaporkan SPT adalah sebesar Rp605.790;
- Pemohon Banding menggunakan Faktur Pajak Masukan yang digunakan sebelum tanggal pemberitahuan NSFP adalah sebesar Rp182.977.247;
- Pemohon Banding mengkreditkan Faktur Pajak yang tidak sesuai jatah NSFP adalah sebesar Rp211.894;
bahwa menurut Pemohon Banding selain melihat data dari sistem intranet/portalDJP, Terbanding seharusnya juga melakukan pendekatan lain seperti arus uang dan arus barang, meminta Nomor Seri Faktur Pajak atas Faktur Pajak yang bersangkutan dan meminta pertanggungjawaban kepada lawan transaksi untuk meneliti keabsahan Faktur Pajak, oleh sebab itu Pemohon Banding mengajukan banding atas koreksi Pajak Masukan sebesar Rp.183.794.931;
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding sebagaimana terdapat pada halaman 5 Surat Uraian Banding yang pada intinya berpendapat bahwa walaupun Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sudah memenuhi ketentuan formal dan sudah dibayar Pajak Pertambahan Nilainya, apabila keterangan yang tercantum dalam Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tersebut tidak memenuhi syarat material;
bahwa adapun argumentasi Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
bahwa berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor
PER-24/PJ/2012 tanggal 22 November 2012 Tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, Lampiran III huruf B angka 3
PER-24/PJ/2012 tentang kode dan nomor seri faktur pajak:
1. |
Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 11 (sebelas) digit nomor urut yang dipisahkan oleh 2 (dua) digit tahun penerbitan; |
2. |
Nomor Seri Faktur Pajak diberikan dalam bentuk blok jumlah sesuai permintaan PKP; Contoh PKP meminta 100 Nomor Seri Faktur Pajak, maka Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa: 900.13.00000001 s.d. 900.13.00000100; 900.13.99999901 s.d. 901.13.00000000; 900.13.99999999 s.d. 901.13.00000098, dan sebagainya. |
3. |
Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak; |
bahwa nomor seri Faktur Pajak yang digunakan oleh Vendor Pemohon Banding dalam penerbitan Faktur Pajak adalah telah sesuai jatah NSFP yang diberikan oleh Terbanding dan digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak;
bahwa berdasarkan peraturan perpajakan terkait penerbitan Faktur Pajak yang berlaku pada saat penerbitan Faktur Pajak untuk tahun 2013, yaitu sebagai berikut:
- |
Pasal 9 dan Pasal 13 Undang-Undang PPN; |
- |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012; dan |
- |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2013; |
bahwa Terbanding mengabaikan ketentuan dalam lampiran III huruf B angka 3 huruf c yang menyatakan bahwa “ Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak”;
bahwa berdasarkan peraturan yang berlaku terkait penerbitan Faktur Pajak, tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa Pemohon Banding / Pembeli berkewajiban untuk melakukan verifikasi jatah nomor seri faktur pajak yang diberikan kepada lawan transaksi / penjual oleh Terbanding, sehingga Pemohon Banding tidak dapat mengetahui keabsahan jatah nomor seri faktur pajak lawan transaksi;
bahwa oleh sebab itu sepanjang Faktur Pajak Masukan yang Pemohon Banding terima sudah memenuhi persyaratan untuk dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 dan Pasal 13 Undang-Undang PPN dan ketentuan perpajakan lainnya sebagaimana disebutkan di atas, kemudian PPN juga sudah Pemohon Banding bayarkan seluruhnya kepada vendor, maka Pemohon Banding meyakini bahwa Faktur Pajak Masukan tersebut adalah sah untuk dapat dikreditkan;
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding sebagaimana yang terdapat pada halaman 6 dan 7 yang intinya berpendapat bahwa Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau sesungguhnya, sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
bahwa adapun argumentasi Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
bahwa
SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak diterbitkan pada tanggal 2 April 2015 sedangkan koreksi atas pajak masukan yang digunakan sebelum tanggal pemberitahuan NSFP tersebut merupakan koreksi atas pajak masukan yang dikreditkan Pemohon Banding pada Masa Pajak Juli 2013, sehingga sangat tidak memberikan keadilan bagi Pemohon Banding karena
SE-26/PJ/2015 berlaku surut;
bahwa hal yang diatur pada
SE-26/PJ/2015 tidak ada dasar hukumnya karena di
PER-24/PJ/2012 tidak mengatur mengenai tanggal penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak, disamping itu
SE-26/PJ/2015 juga tidak dapat dijadikan dasar hukum karena Surat Edaran tidak mempunyai kekuatan untuk menjadi dasar hukum;
bahwa koreksi pajak masukan yang dilakukan Terbanding tidak tepat dan tidak didasarkan atas ketentuan perpajakan yang berlaku.
1.4.1.3 |
Apabila jawaban klarifikasi menyatakan : |
1.4.1.3.2 |
"tidak ada" dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP Penjual dan KPP domisili PKP Penjual telah menerbitkan SKPKB/SKPKBT atas Faktur Pajak yang belum dilaporkan PKP Penjual tersebut maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan; |
1.4.1.3.3 |
"tidak ada" dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut tidak sah karena:
- |
Pengusaha yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP; atau |
- |
PKP Penjual tidak pernah melakukan penyerahan BKP/JKP kepada PKP Pembeli yang bersangkutan; maka Faktur Pajak tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagaiPajak Masukan yang dapat |
|
bahwa jawaban konfirmasi “tidak ada" adalah merupakan konfirmasi atas faktur pajak yang tidak dimaksud dalam KEP-754/PJ./2001 angka 1.4.1.3.3, oleh karena itu, atas jawaban konfirmasi “tidak ada”, maka Pemeriksa harus melakukan pengujian arus barang dan atau arus uang untuk membuktikan bahwa Faktur Pajak tersebut adalah sah sebagaimana dimaksud dalam angka 1.4.1.3.4;
bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-11/PJ.5/2001 tanggal 9 Mei 2001 menegaskan bahwa konfirmasi adalah merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan keyakinan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak yang dimintakan restitusi benar-benar ada, telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan telah mempertanggungjawabkan PPN tersebut sesuai dengan ketentuan, oleh karena itu permintaan konfirmasi harus dilakukan bersamaan dengan prosedur-prosedur Pemeriksaan lainnya;
bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.
SE-10/PJ.52/2006 tanggal 15 Agustus 2006 menegaskan bahwa pelaksanaan konfirmasi, baik untuk Pajak Masukan, Pajak Keluaran, PIB, maupun PEB merupakan salah satu prosedur Pemeriksaan yang wajib dilakukan, namun bukan merupakan satu-satunya alat uji yang dipakai untuk meyakini bahwa transaksi tersebut benar adanya baik secara formal maupun material, untuk meyakini kebenaran suatu transaksi agar Pemeriksa melakukan pengujian lainnya seperti arus uang, arus barang, arus dokumen, serta meneliti dokumen-dokumen pendukung lainnya yang berkenaan dengan transaksi tersebut;
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap LHP, KKP, dan Risalah Pembahasan, diketahui bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Pajak Masukan sebesar Rp183.794.931,00 yang terdiri atas:
- Lawan transaksi penerbit Faktur Pajak tidak melaporkan SPT sebesar Rp605.790,00;
- Pemohon Banding menggunakan Faktur Pajak Masukan yang digunakan sebelum tanggal pemberitahuan NSFP sebesar Rp182.977.247,00;
- bahwa Pemohon Banding mengkreditkan Faktur Pajak yang tidak sesuai jatah NSFP sebesar Rp211.894,00;
bahwa Majelis akan melakukan pemeriksaan terhadap ketiga koreksi tersebut sebagai berikut:
1. Koreksi atas Pajak Masukan karena lawan transaksi penerbit Faktur Pajak tidak melaporkan SPT sebesar Rp605.790,00
bahwa menurut Terbanding, berdasarkan laporan pemeriksaan pajak dan dokumen pendukungnya diketahui bahwa koreksi pajak masukan karena lawan transaksi/penerbit faktur pajak tidak melaporkan SPT PPN sehingga transaksi yang tercantum pada faktur pajak tidak dapat dipastikan kebenarannya, koreksi pajak masukan berdasarkan Pasal 9 UU PPN;
bahwa menurut Pemohon Banding, terhadap Faktur Pajak Masukan yang dikonfirmasi “SPT Lawan Transaksi Tidak Dilaporkan”, Pemohon Banding dapat membuktikan bahwa Pemohon Banding telah melakukan pembayaran PPN tersebut kepada lawan transaksi yang menyerahkan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak;
bahwa untuk menguatkan dalil yang dikemukakan oleh para pihak, maka Majelis memerintahkan kepada para pihak untuk melakukan uji bukti sesuai dengan ketentuan Pasal 76
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
bahwa Majelis dalam memeriksa dan memutus perkara berdasarkan data dan bukti dalam persidangan serta keyakinan Majelis;
bahwa pada saat melakukan uji bukti Pemohon Banding menyampaikan bukti-bukti terkait koreksi peredaran usaha sebagai berikut:
- |
PO, |
- |
Kontrak, |
- |
Faktur Pajak, |
- |
invoice, |
- |
BA |
- |
rekening koran |
bahwa berdasarkan penelitian Terbanding atas bukti pendukung yang disampaikan Pemohon Banding dalam uji bukti, Terbanding dan Pemohon Banding menyatakan hal-hal sebagai berikut:
Pendapat Terbanding berdasarkan Berita Acara Uji Bukti:
Ketentuan Perpajakan yang Terkait:
Pasal 9 ayat (2)
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama;
Pasal 9 ayat (2b)
Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9);
Pasal 9 ayat (8)
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
- perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
- pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
- dihapus;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
- pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan
- perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a);
Pasal 9 ayat (9)
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan;
Pasal 13 ayat (5)
Dalam Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :
- Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
- Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
- Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
- Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
- Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
- Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Penjelasan Pasal 13 ayat (5)
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun, keterangan mengenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f;
Pasal 13 ayat (9)
Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material;
Penjelasan Pasal 13 ayat (9)
Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi lengkap, jelas dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan wewenang yang diberikan oleh ayat (6);
Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean;
Dengan demikian, walaupun Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sudah memenuhi ketentuan formal dan sudah dibayar Pajak Pertambahan Nilainya, apabila keterangan yang tercantum dalam Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tersebut tidak memenuhi syarat material;
Pasal 26A ayat (4)
Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya;
Pelaksanaan Uji Bukti
- Bahwa Majelis Hakim memerintahkan Terbanding dan Pemohon Banding untuk melakukan uji bukti terkait dengan arus uang dan arus barang.
- Pada saat uji bukti, Pemohon Banding memberikan dokumen arus uang dan arus barang berupa PO, Faktur Pajak, invoice, BA dan rekening koran;
- Berdasarkan penelitian dokumen yang diberikan Pemohon Banding tersebut diketahui bahwa Pajak Masukan tersebut atas Biaya Pengiriman dan jasa penyediaan tenaga kerja;
- Rincian pajak masukan yang dikoreksi adalah:
No. |
Nama Lawan Transaksi |
Arus Barang dan/atau Jasa |
No. PO |
No. Invoice |
Tanggal Invoice |
No Faktur Pajak |
Tanggal Faktur Pajak |
DPP |
PPN |
1 |
MUB, CV
|
B19361 |
1203 |
24/07/2013 |
040.901- 13.01858629 |
24/07/2013 |
74,100 |
7,410 |
2 |
MUB, CV
|
B19362 |
1208 |
24/07/2013 |
040.901- 13.01858630 |
24/07/2013 |
41,200 |
4,120 |
3 |
MUB, CV
|
B19434 |
1211 |
29/07/2013 |
040.901- 13.01858633 |
29/07/2013 |
50,000 |
5,000 |
4 |
WJM, PT
|
G21384 |
008/WJM- GA/TAG/ VII/2013 |
20/07/2013 |
040.901- 13.60843911 |
20/07/2013 |
281,747 |
28,175 |
5 |
WJM, PT
|
G21564 |
009/WJM- HAU/TAG/ VII/2013 |
20/07/2013 |
040.901- 13.60843912 |
20/07/2013 |
400,248 |
40,025 |
6 |
WJM, PT
|
G21386 |
010/WJM- DNB/TAG/ VII/2013 |
20/07/2013 |
040.901- 13.60843913 |
20/07/2013 |
2,714,704 |
271,470 |
7 |
WJM, PT
|
G24026 |
013/WJM- DNB/TAG/ VIII/2013 |
20/08/2013 |
040.901- 13.60843917 |
20/08/2013 |
2,495,896 |
249,590 |
|
|
|
|
|
|
|
|
605.790 |
Arus Kas |
No. BA/DO |
Jenis Barang dan /atau Jasa |
No CR |
Branch Code |
Nama Bank |
Tanggal Bayar |
9757706 |
Biaya Pengiriman |
BM000000000000623 |
11103-82-1 |
BANK MANDIRI IDR (BIMO) |
18-Sep-13 |
9757962 |
Biaya Pengiriman |
BM000000000000623 |
11103-82-1 |
BANK MANDIRI IDR (BIMO) |
18-Sep-13 |
9758309 |
Biaya Pengiriman |
BM000000000000655 |
11103-82-1 |
BANK MANDIRI IDR (BIMO) |
18-Oct-13 |
016/SIS/K/ ADMO/I/2013 |
Jasa Penyedia Tenaga Kerja |
AD000000000002162 |
11103-81-1 |
BANK MANDIRI IDR (ADMO) |
31-Jul-13 |
016/SIS/K/ ADMO/I/2013 |
Jasa Penyedia Tenaga Kerja |
AD000000000002162 |
11103-81-1 |
BANK MANDIRI IDR (ADMO) |
31-Jul-13 |
016/SIS/K/ ADMO/I/2013 |
Jasa Penyedia Tenaga Kerja |
AD000000000002162 |
11103-81-1 |
BANK MANDIRI IDR (ADMO) |
31-Jul-13 |
016/SIS/K/ ADMO/I/2013 |
Jasa Penyedia Tenaga Kerja |
AD000000000002425 |
11103-81-1 |
BANK MANDIRI IDR (ADMO) |
2-Sep-13 |
- Berdasarkan laporan pemeriksaan pajak dan dokumen pendukungnya diketahui bahwa koreksi pajak masukan karena lawan transaksi/penerbit faktur pajak tidak melaporkan SPT PPN, sehingga transaksi yang tercantum pada Faktur Pajak tidak dapat dipastikan Koreksi pajak masukan berdasarkan Pasal 9 UU PPN;
- Berdasarkan Pasal 9 ayat (8) huruf f UU PPN yang terkait dengan Pasal 13 ayat (5) UU PPN dan Pasal 13 ayat (9) UU PPN, diketahui bahwa pengkreditan pajak masukan tidak dapat diberlakukan terhadap transaksi yang tercantum pada faktur pajak yang kebenarannya tidak dapat dipastikan;
- Berdasarkan Pasal 9 ayat (8) huruf b UU PPN ditegaskan bahwa Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
Penjelasan:
Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha;
Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan juga harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai;
bahwa Faktur Pajak tersebut atas pembuatan pagar, sehingga menurut Terbanding tidak ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai;
- Berdasarkan Pasal 26A ayat (4) UU KUP diketahui bahwa :
"Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya";
- Pemohon Banding pada proses keberatan tidak dapat menunjukkan/menyerahkan dokumen arus uang secara lengkap terkait nilai DPP PPN dan nilai PPN (tidak hanya salah satunya), seperti kontrak dan/atau surat perintah kerja/SPK sebagai dasar pengeluaran/pencatatan arus uang, serta dokumen rekening koran bank terkait nilai DPP PPN dan nilai PPN;
- Berdasarkan Pasal 9 ayat (8) huruf f UU PPN jo. Pasal 13 ayat (5) UU PPN Pasal 13 ayat (9) UU PPN, diketahui bahwa:
- |
pengkreditan pajak masukan harus memenuhi persyaratan formal dan material; |
- |
apabila keterangan yang tercantum dalam Faktur Pajak tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya maka Faktur Pajak tersebut tidak memenuhi syarat material; |
- Berdasarkan uraian dan ketentuan di atas, Terbanding berpendapat bahwa koreksi Terbanding telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
bahwa dengan demikian Terbanding mengusulkan kepada Majelis untuk menolak banding Pemohon Banding dan tetap mempertahankan koreksi Terbanding atas Koreksi PM atas Faktur Pajak yang PKP Lawan Transaksi Tidak Lapor SPT sebesar Rp605.790,00;
Pendapat Pemohon Banding berdasarkan Berita Acara Uji Bukti:
Ketentuan Perpajakan yang Terkait:
- |
Pasal 9 dan Pasal 13 UU PPN; |
- |
Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-754/PJ./2001 tentang Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan menyatakan bahwa “….apabila berdasarkan hasil pengujian arus barang dan arus uang dapat dibuktikan bahwa Faktur Pajak tersebut sah adanya maka Faktur Pajak yang dimintakan klarifikasi tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan”; |
- |
Butir 4.1.3 dalam penjelasan Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-754/PJ./2011 ditegaskan bahwa apabila jawaban klarifikasi dari KPP tempat PKP dikukuhkan menyatakan: “Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal dikirimkan jawaban klarifikasi belum/tidak diterima dan apabila berdasarkan hasil pengujian arus barang dan atau arus uang dapat dibuktikan bahwa Faktur Pajak tersebut sah adanya, maka Faktur Pajak yang dimintakan klarifikasi tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan”; |
- |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-11/PJ.5/2001 tanggal 9 Mei 2001 menegaskan bahwa konfirmasi adalah merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan keyakinan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak yang dimintakan restitusi benar-benar ada, telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan telah mempertanggungjawabkan PPN tersebut sesuai dengan Oleh karena itu permintaan konfirmasi harus dilakukan bersamaan dengan prosedur-prosedur pemeriksaan lainnya; |
- |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.52/2006 tanggal 15 Agustus 2006 menegaskan bahwa pelaksanaan konfirmasi, baik untuk Pajak Masukan, Pajak Keluaran, PIB, maupun PEB merupakan salah satu prosedur pemeriksaan yang wajib dilakukan, namun bukan merupakan satu-satunya alat uji yang dipakai untuk meyakini bahwa transaksi tersebut benar adanya baik secara formal maupun material. Untuk meyakini kebenaran suatu transaksi agar pemeriksa melakukan pengujian lainnya seperti arus uang, arus barang, arus dokumen, serta meneliti dokumen-dokumen pendukung lainnya yang berkenaan dengan transaksi tersebut; |
Pelaksanaan Uji Bukti
- Bahwa Majelis Hakim memerintahkan Terbanding dan Pemohon Banding untuk melakukan uji bukti terkait dengan arus uang dan arus barang;
- Berdasarkan penelitian dokumen yang diberikan Pemohon Banding di ketahui bahwa Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pemohon Banding adalah atas perolehan barang dan atau jasa yang yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha;
- Terbanding telah melakukan uji bukti terhadap arus kas dan arus barang, bahwa dalam pelaksanaan uji bukti, Pemohon Banding telah menunjukkan seluruh dokumen arus uang dan arus barang berupa Invoice, Faktur Pajak, Berita Acara, Rekening Koran, Purchase Order danKontrak Kerja
- Bahwa tidak semua transaksi yang dilakukan Pemohon Banding berdasarkan pada SPK atau Kontrak
- Berdasarkan uji bukti diketahui bahwa semua faktur pajak yang disengketakan telah dilakukan pembayaran kepada lawan transaksi dan Pemohon banding telah memberikan dokumen secara lengkap.
- Oleh sebab itu sepanjang Faktur Pajak Masukan yang Pemohon Banding terima sudah memenuhi persyaratan untuk dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 dan Pasal 13 UU PPN dan ketentuan perpajakan lainnya sebagaimana disebutkan di atas, kemudian PPN juga sudah kami bayarkan seluruhnya kepada vendor, maka kami meyakini bahwa Faktur Pajak Masukan tersebut adalah sah untuk dapat dikreditkan;
- Bahwa terhadap Faktur Pajak Masukan yang dikonfirmasi “SPT Lawan Transaksi Tidak Dilaporkan”, Pemohon Banding dapat membuktikan bahwa Pemohon Banding telah melakukan pembayaran PPN tersebut kepada lawan transaksi yang menyerahkan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak sebagaimana telah dilakukan uji bukti atas arus uang dan arus barang;
- bahwa Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan:
Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mencantumkan:
a) |
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; |
b) |
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; |
c) |
Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; |
d) |
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; |
e) |
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; |
f) |
kode, Nomor seri,dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan |
g) |
nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak; |
- Bahwa Terbanding melakukan penelitian terhadap Faktur Pajak yang menjadi sengketa; bahwa berdasarkan penelitian Terbanding, Faktur Pajak yang dikreditkan Pemohon Banding memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak dan mencantumkan:
a) |
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; |
b) |
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; |
c) |
jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; |
d) |
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; |
e) |
Pajak Penjuatan atas Barang Mewah yang dipungut; |
f) |
kode, Nomor seri,dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan |
g) |
nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak; |
- bahwa Pemohon Banding berpendapat Faktur Pajakyang dikreditkan oleh Pemohon Banding memenuhi ketentuan Pasal 13ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
- Dengan demikian Pemohon Banding memohon kepada Majelis Hakim VIII A untuk mengabulkan permohonan banding dan membatalkan koreksi Terbanding atas Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp605.790,00;
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap LHP, KKP, dan Risalah Pembahasan, diketahui bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Masa Pajak Agustus 2013 sebesar Rp605.790,00 atas Faktur Pajak yang PKP Lawan Transaksi Tidak Lapor SPT;
bahwa untuk dapat menyatakan suatu faktur pajak adalah sah, konfirmasi kepada KPP terkait merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan keyakinan bahwa PKP yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut memang benar terdaftar dan telah dikukuhkan sebagai PKP, serta telah mempertanggungjawabkan PPN tersebut dengan melaporkannya;
bahwa konfirmasi untuk Pajak Masukan bukan satu-satunya alat uji yang dipakai dalam pemeriksaan untuk meyakini bahwa suatu transaksi adalah benar baik secara formal maupun material, oleh karena itu Majelis berpendapat apabila konfirmasi faktur pajak masukan dijawab “tidak ada”, Terbanding untuk meyakinkan kebenaran adanya faktur pajak tersebut seharusnya melakukan pengujian arus uang, arus barang, dan arus dokumen, untuk membuktikan kebenaran adanya transaksi tersebut, oleh karena itu di dalam persidangan Majelis meminta Pemohon Banding dan Terbanding untuk melakukan uji bukti atas arus uang, arus barang dan arus dokumen, sesuai dengan KEP-745/PJ/2001;
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
bahwa pada saat uji bukti, Pemohon Banding menunjukkan dokumen-dokumen terkait arus uang dan arus barang berupa Invoice, Faktur Pajak, Berita Acara, Rekening koran, Purchase Order dan Kontrak kerja, dengan demikian terbukti bahwa Pemohon Banding telah melakukan pembayaran kepada vendor atas pajak masukan yang menjadi sengketa, sehingga Majelis berpendapat Pemohon Banding telah memenuhi persyaratan untuk dapat mengkreditkan pajak masukan tersebut sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 dan Pasal 13 UU PPN dan ketentuan pajak yang berlaku lainnya;
bahwa berdasarkan bukti-bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding, diketahui bahwa Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pemohon banding adalah atas perolehan barang dan atau jasa yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Pemohon Banding;
bahwa profil kegiatan usaha usaha dari lawan transaksi yang berbeda dengan transaksi yang dilakukan dengan Pemohon banding tidak dapat dijadikan dasar dalam melakukan koreksi karena Pemohon banding dalam memilih lawan transaksi adalah berdasarkan kompentensi yang diberikan kepada Pemohon banding;
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap sengketa faktur pajak masukan antara Pemohon Banding dan Terbanding Masa Pajak Januari s.d. Desember 2013, yang dari hasil konfirmasi tidak dilaporkan, terdapat tiga jenis koreksi yang dilakukan oleh Terbanding:
- Faktur Pajak Masukan dikoreksi karena PKP Penjual tidak lapor;
- Faktur Pajak Masukan dikoreksi karena PKP telah dicabut namun oleh Terbanding tidak diumumkan;
- Faktur Pajak Masukan diterbitkan oleh non PKP;
bahwa menurut Majelis, untuk jenis koreksi pertama dan kedua, Pemohon Banding tidak bisa dipersalahkan karena keduanya berada di luar kendali Pemohon Banding, sedangkan untuk jenis koreksi ketiga Majelis berpendapat bahwa faktur pajak masukan tersebut tidak dapat dikreditkan karena diterbtikan oleh non PKP;
bahwa dalam Masa Pajak Agustus 2013, yang dikoreksi oleh Terbanding adalah yang berkaitan dengan Faktur Pajak Masukan yang diterbitkan oleh penjual/pemungut, tetapi dari jawaban konfirmasi dinyatakan oleh KPP terdaftarnya penjual tidak dilaporkan;
bahwa atas lawan transaksi yang diyakini Terbanding tidak lapor tidak dapat dijadikan dasar dalam melakukan koreksi karena Pemohon Banding tidak dapat melakukan crosschek kepada sistem DJP, oleh karena itu, sepanjang faktur pajak masukan yang Pemohon banding terima sudah memenuhi persyaratan untuk dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 dan Pasal 13 UU PPN dan ketentuan perpajakan lainnya sebagaimana disebutkan di atas, dan PPN juga sudah dibayarkan seluruhnya kepada vendor oleh Pemohon banding, maka faktur pajak masukan tersebut dapat diyakini sebagai pajak masukan yang sah dan dapat dikreditkan;
bahwa akibat mekanisme konfirmasi faktur pajak masukan dengan jawaban konfirmasi “tidak ada” dan “SPT lawan trasaksi tidak dilaporkan”, menurut Majelis adalah tidak adil apabila kesalahan dari lawan transaksi tersebut ditimpakan kepada Pemohon Banding selaku penerima faktur pajak masukan tersebut, karena tidak ada cara lain yang bisa ditempuh oleh Pemohon Banding sehingga mengakibatkan faktur pajak masukannya tidak dapat dikreditkan, karena Pemohon banding secara sistem tidak dapat memantau atau mengecek apakah lawan Transaksinya telah melaporkan kepada KPP terkait yang bukan menjadi tanggung jawab dan diluar kemampuan Pemohon Banding;
bahwa sesuai dengan berita acara uji bukti, Pemohon Banding menyatakan bahwa tidak benar apabila Terbanding menyatakan bahwa pada proses keberatan Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan/menyerahkan dokumen arus uang secara lengkap sehingga oleh Terbanding dikoreksi berdasarkan Pasal 26 A ayat (4);
bahwa menurut Majelis, atas pendapat Terbanding bahwa Pemohon Banding tidak memberikan dokumen pendukung pada saat pemeriksaan sehingga dokumen tersebut tidak dapat dipertimbangkan sesuai ketentuan Pasal 26 A ayat (4) UU KUP, Majelis berpendapat sepanjang dokumen dan data-data tersebut terbukti telah diserahkan dalam proses keberatan dan diserahkan kembali dalam proses uji bukti dalam persidangan, maka Majelis dapat mempertimbangkan kembali dokumen dan data-data tersebut sesuai dengan Pasal 78 UU PP dan apabila Majelis meyakini kebenaran data dan dokumen tersebut maka Majelis dapat mempertimbangkan permohonan Pemohon banding;
bahwa dengan demikian kesimpulan Majelis adalah :
- bahwa atas faktur pajak masukan “jawaban konfirmasi tidak ada” terbukti PKP penerbit faktur pajak masukan tersebut “ada” sesuai Pasal 9 UU PPN;
- bahwa atas faktur pajak masukan yang dikonfirmasi “SPT lawan transaksi Tidak dilaporkan” terbukti telah dilakukan pembayaran oleh Pemohon Banding kepada lawan transaksinya;
- bahwa kesalahan lawan transaksi yang tidak melaporkan SPT kepada KPP terkait tersebut tidak bisa ditimpakan kesalahannya kepada Pemohon banding karena tidak ada cara lain yang harus ditempuh oleh Pemohon banding;
bahwa atas Faktur Pajak Masukan yang terbukti diterbitkan oleh PKP Pemungut yang telah terdaftar di KPP yang bersangkutan dari transaksi yang benar dan telah dibayar PPN-nya oleh Pemohon Banding, maka apabila benar belum dilaporkan oleh PKP pemungutnya seharusnya bisa diterbitkan SKP atas PKP yang bersangkutan sebagai sanksinya;
bahwa selain itu tidak ada kerugian yang harus ditanggung negara karena Pemohon Banding dan PKP penjual telah melaksanakan kewajiban pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa yang terutang dengan benar sesuai dengan ketentuan Undang-Undang dan peraturan perpajakan yang berlaku;
bahwa dengan demikian berdasarkan data, dokumen dan penjelasan Terbanding dan Pemohon Banding dalam persidangan serta berdasarkan data yang ada dan fakta yang terungkap dalam uji bukti, Majelis berpendapat koreksi Terbanding atas PPN Masukan sebesar sebesar Rp605.790,00 tidak dapat dipertahankan;
2. Koreksi PM atas Faktur Pajak yang digunakan sebelum tanggal pemberitahuan NSFP sebesar Rp182.977.247,00
bahwa dasar koreksi Pajak Masukan sebesar Rp182.977.247,00 adalah karena tanggal faktur pajak dibuat sebelum tanggal surat persetujuan nomor seri faktur pajak yang diterbitkan oleh KPP;
bahwa menurut Terbanding dengan memperhatikan alur dan mekanisme penerbitan Nomor Seri Faktur Pajak seharusnya tidak mendahului tanggal surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) dari KPP;
bahwa berdasarkan penelitian terhadap aplikasi portal DJP menu pengawasan PPN diketahui bahwa faktur pajak yang PPN masukannya dikoreksi oleh Terbanding diberikan penanggalan yang mendahului tanggal surat pemberitahuan mengenai NSFP dari KPP tempat PKP penjual dikukuhkan, berarti faktur pajak tersebut diterbitkan sebelum terdapat surat pemberitahuan NSFP sehingga tanggal yang dicantumkan dalam faktur pajak menjadi tidak benar;
bahwa dengan demikian menurut Terbanding faktur pajak tersebut dikategorikan sebagai Faktur Pajak Tidak Lengkap yaitu faktur pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN dan atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 9 dan Pasal 12
PER-24/PJ/2012 jo
PER-17/PJ/2014 sehingga terhadap PKP Pembeli (Pemohon banding) tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam faktur pajak tidak lengkap;
bahwa menurut Terbanding faktur pajak yang tidak mencantumkan data yang sebenarnya tidak memenuhi persyaratan material faktur pajak dan dikategorikan sebagai Faktur Pajak Tidak Lengkap, sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang-Undang PPN tidak dapat dikreditkan;
bahwa menurut Terbanding dapat disimpulkan bahwa PPN Masukan yang ada dalam suatu faktur pajak dapat dikreditkan apabila memenuhi syarat formal dan syarat material. Kedua persyaratan dimaksud harus secara kumulatif dipenuhi sehingga sekalipun PPN masukan tersebut sudah dibayar namun apabila faktur pajak yang bersangkutan tidak memuat keterangan yang sebenarnya maka PPN Masukan dimaksud tidak dapat dikreditkan;
bahwa menurut Pemohon banding berdasarkan peraturan perpajakan terkait penerbitan Faktur Pajak yang berlaku pada saat penerbitan Faktur Pajak untuk tahun 2013, yaitu sebagai berikut:
- |
Pasal 9 dan Pasal 13 Undang-Undang PPN; |
- |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012; dan |
- |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2013; |
bahwa Terbanding mengabaikan ketentuan dalam lampiran III huruf B angka 3 huruf c yang menyatakan bahwa “Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak”;
bahwa NSFP yang digunakan dalam penerbitan faktur pajak yang digunakan dalam penerbitan faktur pajak adalah telah sesuai jatah NSFP yang diberikan oleh KPP penerbit faktur pajak terdaftar;
bahwa menurut Pemohon Banding tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa Pemohon Banding pada saat menerima faktur pajak berkewajiban untuk menanyakan kepada penjual bahwa NSFP yang digunakan/diterbitkan telah sesuai dengan nomor yang diberikan oleh Terbanding;
bahwa oleh sebab itu sepanjang Faktur Pajak Masukan yang Pemohon Banding terima sudah memenuhi persyaratan untuk dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 dan Pasal 13 Undang-Undang PPN dan ketentuan perpajakan lainnya sebagaimana disebutkan di atas, kemudian PPN juga sudah Pemohon Banding bayarkan seluruhnya kepada vendor, maka Pemohon Banding meyakini bahwa Faktur Pajak Masukan tersebut adalah sah untuk dapat dikreditkan;
bahwa untuk menguatkan dalil yang dikemukakan oleh para pihak, maka Majelis memerintahkan kepada para pihak untuk melakukan uji bukti sesuai dengan ketentuan Pasal 76
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
bahwa Majelis dalam memeriksa dan memutus perkara berdasarkan data dan bukti dalam persidangan serta keyakinan Majelis;
bahwa pada saat melakukan uji bukti Pemohon Banding menyampaikan bukti-bukti terkait koreksi peredaran usaha sebagai berikut:
- |
PO, |
- |
Kontrak, |
- |
Faktur Pajak, |
- |
Delivery Order, |
- |
invoice, |
- |
BA |
- |
rekening koran |
bahwa berdasarkan penelitian Terbanding atas bukti pendukung yang disampaikan Pemohon Banding dalam uji bukti, Terbanding dan Pemohon Banding menyatakan hal-hal sebagai berikut:
Pendapat Terbanding berdasarkan Berita Acara Uji Bukti:
bahwa Majelis Hakim memerintahkan Terbanding dan Pemohon Banding untuk melakukan uji bukti terkait dengan arus uang dan arus barang;
bahwa pada saat uji bukti, Pemohon Banding memberikan dokumen arus uang dan arus barang berupa invoice, faktur, Delivery Order, BA, rekening koran;
bahwa berdasarkan penelitian dokumen yang diberikan Pemohon Banding tersebut diketahui bahwa Pajak Masukan tersebut atas Sewa kendaraan, pembelian sparepart, jasa perbaikan, pembelian pelumas, perbaikan ban, jasa penyediaan tenaga kerja;
bahwa pada saat uji bukti, Pemohon Banding tidak dapat memberikan dokumen berupa Faktur Pajak beserta kelengkapan atas nama PT BSL dengan nilai PPN masing-masing Rp1.300.000,00 dan Rp1.350.000,00 (no urut 7 dan 8);
bahwa Pemohon Banding tidak dapat memberikan dokumen berupa Faktur Pajak beserta kelengkapan atas nama CV Nirmala Sinar Abadi dengan nilai PPN Rp130.000,00 (no urut 522);
Penjelasan Terbanding dari sisi Yuridis
A. |
Dasar Hukum
1. |
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan atau Penjualan atas Barang Mewah sebagimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
Pasal 9 ayat (2b)
Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9);
Penjelasan:
Untuk keperluan mengkreditkan Pajak Masukan, Pengusaha Kena Pajak menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5); Selain itu, Pajak Masukan yang akan dikreditkan juga harus memenuhi persyaratan kebenaran formal dan material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (9);
Pasal 9 ayat (8) huruf f
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk: ...(f) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
Pasal 13 ayat (5)
Dalam Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :
- Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
- Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
- Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
- Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
- Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
- Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Penjelasan Pasal 13 ayat (5)
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. ;
Pasal 13 ayat (8)
Ketentuan lebih Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
Pasal 13 ayat (9)
Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material;
Penjelasan Pasal 13 ayat (9)
Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak............................................ ;
|
2. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak
Pasal 9
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :
- Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
- Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
- Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
- Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
- Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
- Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
- Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Pasal 10
(1) |
Faktur Pajak wajib diisi secara lengkap,jelas dan benar; |
(2) |
Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak tidak sesuai ketentuan sebagimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan umum dan tata cara perpajakan; |
Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
- bentuk dan ukuran Faktur Pajak
- prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan Faktur Pajak
- tata cara pembuatan dan pengisian keterangan Faktur Pajak
- tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak
- tata cara pembatalan Faktur Pajak; dan
- tata cara pengajuan permintaan dan pemberian data Faktur Pajak berbentuk elektronik yang rusak atau hilang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak;
Pasal 21
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
- Peraturan Menteri Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
- Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dan/atau belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini;
|
3. |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 ;
Pasal 1 angka 8
Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
Pasal 1 angka 9
Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasai 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
Pasal 2 ayat (1)
Faktur Pajak harus dibuat pada:
- Saat penyerahana Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
- Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
Pasal 5
Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan /atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mencantumkan :
- Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
- Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
- Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
- Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
- Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
- Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
- Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Pasal 6 ayat (1)
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Wajib diisi secara lengkap,jelas dan benar serta ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menadatangani;
Pasal 6 ayat (2)
Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Pasal 12
Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Pasal 7 ayat (1)
PKP harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan DirekturJenderal Pajak ini;
Pasal 9 ayat (1)
PKP menyampaikan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran IVD yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan;
Pasal 10 ayat (1)
PKP yang membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak ganda atau Nomor seri Faktur Pajak yang sama lebih dari 1 (satu) dalam tahun pajak yang sama, maka seluruh Faktur Pajak dengan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Pasal 12
Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Pasal 17 ayat (3)
PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
Pasal 19 ayat (1) huruf a
Pengusaha Kena Pajak yang telah memperoleh surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak wajib menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012;
Pasal 19 ayat (2)
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b kemudian memperoleh surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak,maka Pengusaha Kena Pajak tersebut wajib menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sejak tanggal surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak;
Pasal 19 ayat (3)
Terhitung mulai tanggal 1 Juni 2013 seluruh Pengusaha Kena Pajak wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012;
|
4. |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-52/PJ./2012 tanggal 22 Nopember 2012 tentang Tata Cara Permohonan Kode Aktivasi dan Password Serta Permintaan,Pengembalian dan Pengawasan Nomor Seri Faktur Pajak
Lampiran II butir I
- PKP mengajukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak ke KPP tempat PKP dikukuhkan;
- Dalam hal PKP telah memenuh persyaratan, PKP akan menerima Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak;
Lampiran II Butir II
- Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak diterbitkan pada hari yang sama sejak permintaan diterima secara lengkap;
|
5. |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak;
Huruf E angka 1
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
Huruf E angka 3
Sesuai dengan Pasal 1 angka 8 dan angka 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 dan perubahannya, Faktur Pajak dengan tanggal mendahuiui (sebelumj tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya, sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Huruf E angka 4
PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sedangkan bagi PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nitai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
|
|
B. |
Data dan Fakta
bahwa berdasarkan dokumen,data dan keterangan yang disampaikan Pemohon Banding dalam Surat Bandingnya Nomor SR.047/TAX-SIS/III/2017 tanggal 7 Maret 2017 dan pembahasan selama proses persidangan dapat diketahui hal-hal sebagai berikut :
- Pokok sengketa dalam hal ini adalah pengkreditan Pajak Masukan sebesar Rp182.977.247,00 karena tanggal Faktur Pajak dibuat sebelum tanggal surat persetujuan nomor seri faktur pajak yang diterbitkan oleh pihak KPP;
- Bahwa berdasarkan Portal DJP Aplikasi Pengawasan PPN diketahui pengkreditan Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan NSFP;
|
C. |
Penjelasan Terbanding bahwa tanggapan Terbanding atas pendapat Pemohon Banding dalam Surat Bandingnya Nomor SR.047/TAX-SIS/III/2017 tanggal 7 Maret 2017 dan pembahasan dalam proses persidangan adalah sebagai berikut:
1. |
Dasar koreksi Pajak Masukan sebesar Rp182.977.247,00 adalah karena tanggal Faktur Pajak dibuat sebelum tanggal surat persetujuan nomor seri faktur pajak yang diterbitkan oleh pihak KPP; |
2. |
Bahwa alur dan mekanisme penerbitan Nomor Seri Faktur Pajak diatur dalam ketentuan Pasal 9 ayat (1), Pasal 9 ayat (2), Pasal 9 ayat (5), Pasal 9 ayat (6), Pasal 12 dan Pasal 17 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-17/PJ/2014 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak; |
3. |
Dengan memperhatikan alur dan mekanisme penerbitan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 di atas, maka tanggal Nomor Seri Faktur Pajak seharusnya tidak mendahului tanggal surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari KPP; |
4. |
Berdasarkan hasil penelitian terhadap data pada Aplikasi Portal DJP - Menu Pengawasan PPN sebagaimana tersebut pada butir B, diketahui bahwa Faktur Pajak yang PPN Masukkannya dikoreksi oleh Pemeriksa senilai Rp182.977.247,00 memang diberikan penanggalan yang mendahului tanggal penerbitan surat pemberitahuan mengenai Nomor Seri Faktur Pajak dari KPP tempat PKP Penjual dikukuhkan;
Hal ini berarti Faktur Pajak tersebut diterbitkan sebelum terdapat Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari KPP terkait sehingga tanggal yang dicantumkan dalam Faktur Pajak menjadi tidak benar karena nomor seri Faktur Pajak seharusnya belum diterbitkan pada tanggal yang tercantum dalam Faktur Pajak;
|
5. |
Dengan demikian, Faktur Pajak tersebut dikategorikan sebagai Faktur Pajak tidak lengkap yaitu Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 9 dan Pasal 12 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sehingga terhadap PKP Pembeli (Pemohon Banding) tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f UU PPN jo. Pasal 17 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012; |
6. |
Bahwa Faktur Pajak yang tidak mencantumkan data yang benar tidak memenuhi persyaratan material Faktur Pajak dan dikategorikan sebagai Faktur Pajak Tidak Lengkap; |
7. |
Bahwa sesuai dengan Pasal 9 ayat (2b), Pasal 13 ayat (5) dan Pasal 13 ayat (9) UU PPN beserta penjelasannya ditegaskan antara lain bahwa Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan persyaratan material. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f; |
8. |
bahwa isi Pasal 13 ayat (5) dan Pasal 13 ayat (9) UU PPN sebagaimana tersebut pada butir b dipertegas lagi dalam peraturan pelaksanaan UU PPN yaitu dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013, Pasal 1 angka 8, Pasal 6 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), serta Pasal 17 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 s.t.d.t.d. PER-17/PJ/2014 ; |
9. |
Dengan memperhatikan ketentuan perpajakan di atas, dapat disimpulkan bahwa PPN Masukan yang ada dalam suatu Faktur Pajak dapat dikreditkan apabila memenuhi persyaratan formal dan persyaratan material. Kedua persyaratan dimaksud harus secara kumulatif dipenuhi sehingga walaupun PPN Masukan sudah dibayar namun apabila Faktur Pajak yang bersangkutan tidak memuat keterangan yang sebenarnya (yang dalam hal ini dapat dikategorikan ke dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap) maka PPN Masukan yang terdapat di dalam Faktur Pajak dimaksud tetap tidak dapat dikreditkan; |
10. |
Bahwa dengan memperhatikan alur dan mekanisme pemberian Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam PER-24/PJ/2012 sebagaimana telah diubah dengan PER-17/PJ/2014 dan ketentuan mengenai Faktur Pajak Tidak Lengkap sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN dan Pasal 13 ayat (9) UU PPN beserta peraturan pelaksanaannya sebagaimana tersebut pada butir 7, maka penegasan yang dimuat dalam SE-26/PJ/2015 yang antara lain menyatakan bahwa :
“Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya, sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap”, pada dasarnya tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya. Dalam hal ini SE-26/PJ/2015 memberikan penjelasan lebih rinci mengenai bagaimana seharusnya PER-24/PJ/2012 sebagaimana telah diubah dengan PER-17/PJ/2014 dilaksanakan;
|
11. |
Bahwa penegasan secara khusus sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Nomor Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak, yaitu:
huruf E angka 1
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
huruf E angka 3
Sesuai dengan Pasal 1 angka 8 dan angka 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 dan perubahannya, Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya, sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
|
12. |
bahwa aturan dalam Huruf E angka 1 dan angka 3 SE-26/PJ/2015 bersifat menegaskan aturan dalam Pasal 1 angka 8, angka 9, dan Pasal 12 yang menyatakan bahwa Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya yang merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap; |
13. |
Dengan demikian, Terbanding berpendapat bahwa koreksi Terbanding telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku; |
|
bahwa dengan demikian Terbanding mengusulkan kepada Majelis untuk menolak banding Pemohon Banding dan tetap mempertahankan koreksi Terbanding atas Faktur Pajak yang Digunakan sebelum tanggal Pemberitahuan NSFP sebesar Rp182.977.247,00;
Pendapat Pemohon Banding berdasarkan Berita Acara Uji Bukti:
bahwa Majelis Hakim memerintahkan Terbanding dan Pemohon Banding untuk melakukan uji bukti terkait dengan arus uang dan arus barang;
bahwa berdasarkan penelitian dokumen yang diberikan Pemohon Banding di ketahui bahwa Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pemohon Banding adalah atas perolehan barang dan atau jasa yang yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha;
bahwa Terbanding telah melakukan uji bukti terhadap arus kas dan arus barang, bahwa dalam pelaksanaan uji bukti, Pemohon Banding telah menunjukkan seluruh dokumen arus uang dan arus barang berupa Invoice, Faktur Pajak, Berita Acara, Rekening Koran, Purchase Order dan Kontrak Kerja;
bahwa tidak semua transaksi yang dilakukan Pemohon Banding berdasarkan pada SPK atau Kontrak Kerja;
bahwa benar Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan dokumen atas nama PT BSL (no urut 7 dan 8) dengan nilai PPN masing-masing sebesar Rp1.300.000,00 dan Rp1.350.000,00 tetapi Pemohon Banding dapat memberikan Rekening Koran atas pembayaran transaksi tersebut.
bahwa benar Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan dokumen atas nama CV Nirmala Sinar Abadi (no urut 522) dengan nilai PPN sebesar Rp130.000,00 tetapi Pemohon Banding dapat memberikan Rekening Koran atas pembayaran transaksi tersebut;
bahwa berdasarkan uji bukti diketahui bahwa semua faktur pajak yang disengketakan telah dilakukan pembayaran kepada lawan transaksi dan Pemohon banding telah memberikan dokumen secara lengkap;
Penjelasan Pemohon Banding dari sisi Yuridis
A. Dasar Hukum
bahwa peraturan perpajakan terkait penerbitan Faktur Pajak yang berlaku pada saat penerbitan Faktur Pajak untuk tahun 2013, adalah sebagai berikut:
- |
Pasal 9 dan Pasal 13 UU PPN; |
- |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012; dan |
- |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2013; |
B. Data dan Fakta
bahwa berdasarkan dokumen, data dan penjelasan yang telah disampaikan oleh Pomohon Banding dalam Surat Banding Nomor SR.047/TAX-SIS/III/2017 Tanggal 07 Maret 2017 dan pembahasan selama proses persidangan diketahui bahwa pokok sengketa adalah:
- |
Pemohon Banding mengkreditkan Faktur Pajak Masukan yang mengunakan nomor seri Faktur Pajak sebelum tanggal Pemberitahuan NSFP sebesar Rp182.977.247,00; |
C. Penjelasan Pemohon Banding
bahwa berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor
PER-24/PJ/2012 Tanggal 22 Nopember 2012 Tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, Lampiran III huruf B angka 3
PER-24/PJ/2012 tentang kode dan nomor seri Faktur Pajak:
1) |
Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 11 (sebelas) digit nomor urut yang dipisahkan oleh 2 (dua) digit tahun penerbitan; |
2) |
Nomor Seri Faktur Pajak diberikan dalam bentuk blok jumlah sesuai permintaan PKP; Contoh :
PKP meminta 100 Nomor Seri Faktur Pajak, maka Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa:
900.13.00000001 s.d. 900.13.00000100;
900.13.99999901 s.d. 901.13.00000000;
900.13.99999999 s.d. 901.13.00000098, dan sebagainya;
|
3) |
Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak; |
bahwa nomor seri Faktur Pajak yang digunakan dalam penerbitan Faktur Pajak adalah telah sesuai jatah NSFP yang diberikan oleh KPP penerbit faktur pajak terdaftar dan digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak;
berdasarkan peraturan perpajakan terkait penerbitan Faktur Pajak yang berlaku pada saat penerbitan Faktur Pajak untuk tahun 2013, yaitu sebagai berikut:
- |
Pasal 9 dan Pasal 13 UU PPN; |
- |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012; dan |
- |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2013; |
bahwa tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa Pemohon Banding pada saat menerima Faktur Pajak berkewajiban untuk menanyakan kepada penjual bahwa NSFP Faktur Pajak yang digunakan/diterbitkan telah sesuai dengan nomor yang diberikan oleh DJP;
bahwa oleh sebab itu sepanjang Faktur Pajak Masukan yang Pemohon Banding terima sudah memenuhi persyaratan untuk dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 dan Pasal 13 UU PPN dan ketentuan perpajakan lainnya, kemudian PPN juga sudah Pemohon Banding bayarkan seluruhnya kepada vendor, maka Pemohon Banding meyakini bahwa Faktur Pajak Masukan tersebut adalah sah untuk dapat dikreditkan;
Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan JasaKenaPajakyangpaling sedikit mencantumkan:
a) |
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; |
b) |
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; |
c) |
Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; |
d) |
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; |
e) |
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; |
f) |
kode, Nomor seri,dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan |
g) |
nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak; |
bahwa Terbanding melakukan penelitian terhadap Faktur Pajak yang menjadi sengketa;
bahwa berdasarkan penelitian Terbanding, Faktur Pajak yang dikreditkan Pemohon Banding memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak dan mencantumkan:
a) |
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atauJasaKenaPajak; |
b) |
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima JasaKenaPajak; |
c) |
jenis barang atau jasa,jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; |
d) |
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; |
e) |
Pajak Penjuatan atas Barang Mewah yang dipungut; |
f) |
kode, Nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan |
g) |
nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak; |
bahwa dengan demikian Pemohon Banding memohon kepada Majelis untuk mengabulkan permohonan banding dan membatalkan koreksi Terbanding atas Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp182.977.247,00;
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
bahwa menurut pendapat Majelis dalam pelaksanaan uji bukti Pemohon banding telah dapat menunjukkan seluruh dokumen arus uang dan arus barang berupa invoice, faktur pajak, Delivery Order, BA, Rekening koran, PO dan kontrak;
bahwa menurut Majelis berdasarkan peraturan yang berlaku terkait penerbitan Faktur Pajak, tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa Pemohon Banding/Pembeli berkewajiban untuk melakukan verifikasi jatah nomor seri faktur pajak yang diberikan kepada lawan transaksi/penjual oleh Terbanding, sehingga Pemohon Banding tidak dapat mengetahui keabsahan jatah nomor seri faktur pajak lawan transaksi;
bahwa menurut Majelis diketahui dalam uji bukti bahwa semua faktur pajak yang disengketakan telah dilakukan pembayaran kepada lawan transaksi dan Pemohon banding telah memberikan dokumen secara lengkap;
bahwa Majelis berpendapat faktur pajak yang dibuat oleh lawan transaksi Pemohon Banding tidak dapat dikategorikan sebagai faktur pajak tidak lengkap, karena faktur pajak tersebut telah mencantumkan nomor faktur pajak dan telah mengisi sesuai unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN dan telah sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 8 dan 9
PER-24/PJ/2012;
bahwa dengan demikian menurut Majelis dapat disimpulkan bahwa PPN Masukan yang ada dalam faktur pajak tersebut telah memenuhi persyaratan formal dan material sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dengan demikian faktur pajak tersebut dapat dikreditkan sebagai pajak masukan oleh Pemohon banding sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf UU PPN;
bahwa dengan demikian berdasarkan data, dokumen dan penjelasan Terbanding dan Pemohon banding dalam persidangan serta berdasarkan data yang ada dan fakta yang terungkap dalam uji bukti, Majelis berpendapat koreksi Terbanding atas PPN Masukan sebesar Rp182.977.247,00 tidak dapat dipertahankan;
3. Koreksi Pajak Masukan atas Faktur pajak yang Tidak Sesuai Jatah NSFP sebesar Rp211.894,00
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis diketahui bahwa Terbanding melakukan koreksi karena NSFP atas Faktur Pajak tidak sesuai dengan jatah NSFP yang diberikan oleh DJP, sesuai Pasal 1 angka 8
PER-24/PJ/2012 jo
PER-17/PJ/2014;
bahwa NSFP adalah nomor seri yang diberikan oleh DJP kepada PKP dengan mekanisme tertentu untuk penomoran faktur pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh DJP;
bahwa menurut Terbanding faktur pajak tersebut dikategorikan sebagai Faktur Pajak Tidak Lengkap yaitu faktur pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (5) UUPPN dan atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 9 dan Pasal 12
PER-24/PJ/2012 jo
PER-17/PJ/2014 sehingga terhadap PKP Pembeli (Pemohon banding) tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam faktur pajak tidak lengkap;
bahwa menurut Terbanding faktur pajak yang tidak mencantumkan data yang sebenarnya tidak memenuhi persyaratan material faktur pajak dan dikategorikan sebagai Faktur Pajak Tidak Lengkap dan sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf f UU PPN tidak dapat dikreditkan;
bahwa menurut Terbanding dapat disimpulkan bahwa PPN Masukan yang ada dalam suatu faktur pajak dapat dikreditkan apabilan memenuhi syarat formal dan syarat material, kedua persyaratan dimaksud harus secara kumulatif dipenuhi sehingga sekalipun PPN masukan teresbut sudah dibayar namun apabila faktur pajak yang bersangkutan tidak memuat keterangan yang sebenarnya maka PPN Masukan dimaksud tidak dapat dikreditkan;
bahwa untuk menguatkan dalil yang dikemukakan oleh para pihak, maka Majelis memerintahkan kepada para pihak untuk melakukan uji bukti sesuai dengan ketentuan Pasal 76
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
bahwa Majelis dalam memeriksa dan memutus perkara berdasarkan data dan bukti dalam persidangan serta keyakinan Majelis;
bahwa pada saat melakukan uji bukti Pemohon Banding menyampaikan bukti-bukti terkait koreksi peredaran usaha sebagai berikut:
- |
PO, |
- |
Kontrak, |
- |
Faktur Pajak, |
- |
Delivery Order, |
- |
invoice, |
- |
BA |
- |
rekening koran |
bahwa berdasarkan penelitian Terbanding atas bukti pendukung yang disampaikan Pemohon Banding dalam uji bukti, Terbanding dan Pemohon Banding menyatakan hal-hal sebagai berikut:
Pendapat Terbanding berdasarkan Berita Acara Uji Bukti:
bahwa Majelis memerintahkan Terbanding dan Pemohon Banding untuk melakukan uji bukti terkait dengan arus uang dan arus barang;
bahwa pada saat uji bukti, Pemohon Banding memberikan dokumen arus uang dan arus barang berupa invoice, faktur, Delivery Order, BA, rekening koran;
bahwa berdasarkan penelitian dokumen yang diberikan Pemohon Banding tersebut diketahui bahwa Pajak Masukan tersebut atas pembelian spare part dengan perincian sebagai berikut:
No. PO |
No. Invoice |
Tanggal Invoice |
No Faktur Pajak |
Tanggal Faktur Pajak |
DPP (Rp) |
PPN (Rp) |
G22449 |
1329728 |
24/08/2013 |
010.901-13.81208669 |
24/08/2013 |
1,412,632 |
141,263 |
G22466 |
1329735 |
24/08/2013 |
010.901-13.81208676 |
24/08/2013 |
706,316 |
70,631 |
Jumlah |
|
|
211.894 |
PKP |
No. BA/DO |
Jenis Barang dan /atau Jasa |
No CR |
Branch Code |
Nama Bank |
Tanggal Bayar |
EDJS, PT |
314/AS/2013 |
Pembelian Sparepart |
HO00000000 0015700 |
11101-02 |
BANK MANDIRI JKT FATMAWATI IDR (111-16) |
21-Oct-13 |
EDJS, PT |
321/AS/2013 |
Pembelian Sparepart |
HO00000000 0015700 |
11101-02 |
BANK MANDIRI JKT FATMAWATI IDR (111-16) |
21-Oct-13 |
Penjelasan Terbanding dari sisi Yuridis
A. |
Dasar Hukum
1. |
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan atau Penjualan atas Barang Mewah sebagimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
Pasal 9 ayat (2b)
Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9);
Penjelasan:
Untuk keperluan mengkreditkan Pajak Masukan, Pengusaha Kena Pajak menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5); Selain itu, Pajak Masukan yang akan dikreditkan juga harus memenuhi persyaratan kebenaran formal dan material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (9);
Pasal 9 ayat (8) huruf f
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk: ...(f) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
Pasal 13 ayat (5)
Dalam Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :
- Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
- Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
- Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
- Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
- Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
- Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Penjelasan Pasal 13 ayat (5)
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. ;
Pasal 13 ayat (8)
Ketentuan lebih Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
Pasal 13 ayat (9)
Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material;
Penjelasan Pasal 13 ayat (9)
Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak............................................ ;
|
2. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak
Pasal 9
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :
- Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
- Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
- Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
- Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
- Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
- Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
- Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Pasal 10
(1) |
Faktur Pajak wajib diisi secara lengkap,jelas dan benar; |
(2) |
Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak tidak sesuai ketentuan sebagimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan umum dan tata cara perpajakan; |
Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
- bentuk dan ukuran Faktur Pajak
- prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan Faktur Pajak
- tata cara pembuatan dan pengisian keterangan Faktur Pajak
- tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak
- tata cara pembatalan Faktur Pajak; dan
- tata cara pengajuan permintaan dan pemberian data Faktur Pajak berbentuk elektronik yang rusak atau hilang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak;
Pasal 21
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
- Peraturan Menteri Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
- Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dan/atau belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini;
|
3. |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 ;
Pasal 1 angka 8
Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
Pasal 1 angka 9
Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasai 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
Pasal 2 ayat (1)
Faktur Pajak harus dibuat pada:
- Saat penyerahana Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
- Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
Pasal 5
Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan /atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mencantumkan :
- Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
- Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
- Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
- Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
- Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
- Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
- Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Pasal 6 ayat (1)
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Wajib diisi secara lengkap,jelas dan benar serta ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menadatangani;
Pasal 6 ayat (2)
Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Pasal 12
Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Pasal 7 ayat (1)
PKP harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan DirekturJenderal Pajak ini;
Pasal 9 ayat (1)
PKP menyampaikan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran IVD yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan;
Pasal 10 ayat (1)
PKP yang membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak ganda atau Nomor seri Faktur Pajak yang sama lebih dari 1 (satu) dalam tahun pajak yang sama, maka seluruh Faktur Pajak dengan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Pasal 12
Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Pasal 17 ayat (3)
PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
Pasal 19 ayat (1) huruf a
Pengusaha Kena Pajak yang telah memperoleh surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak wajib menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012;
Pasal 19 ayat (2)
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b kemudian memperoleh surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak,maka Pengusaha Kena Pajak tersebut wajib menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sejak tanggal surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak;
Pasal 19 ayat (3)
Terhitung mulai tanggal 1 Juni 2013 seluruh Pengusaha Kena Pajak wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012;
|
4. |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-52/PJ./2012 tanggal 22 Nopember 2012 tentang Tata Cara Permohonan Kode Aktivasi dan Password Serta Permintaan,Pengembalian dan Pengawasan Nomor Seri Faktur Pajak
Lampiran II butir I
- PKP mengajukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak ke KPP tempat PKP dikukuhkan;
- Dalam hal PKP telah memenuh persyaratan, PKP akan menerima Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak;
Lampiran II Butir II
- Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak diterbitkan pada hari yang sama sejak permintaan diterima secara lengkap;
|
5. |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak;
Huruf E angka 1
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
Huruf E angka 3
Sesuai dengan Pasal 1 angka 8 dan angka 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 dan perubahannya, Faktur Pajak dengan tanggal mendahuiui (sebelumj tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya, sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;
Huruf E angka 4
PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sedangkan bagi PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nitai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
|
|
B. |
Data dan Fakta
bahwa berdasarkan dokumen, data dan keterangan yang disampaikan Pemohon Banding dalam Surat Bandingnya Nomor SR.047/TAX-SIS/III/2017 tanggal 7 Maret 2017 dan pembahasan selama proses persidangan dapat diketahui hal-hal sebagai berikut:
- Pokok sengketa dalam hal ini adalah pengkreditan Pajak Masukan sebesar Rp211.894,00 karena Nomor Seri Faktur Pajak tersebut tidak sesuai jatah NSFP yang diberikan;
- Bahwa berdasarkan Portal DJP Aplikasi Pengawasan PPN diketahui pengkreditan Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan jatah NSFP terdiri dari 1 (satu) Faktur Pajak
|
C. |
Penjelasan Terbanding bahwa tanggapan Terbanding atas pendapat Pemohon Banding dalam Surat Bandingnya Nomor SR.047/TAX-SIS/III/2017 tanggal 7 Maret 2017 dan pembahasan dalam proses persidangan adalah sebagai berikut:
1. |
Dasar koreksi Pajak Masukan sebesar Rp211.894,00 adalah karena Nomor Seri tidak sesuai dengan jatah NSFP yang diberikan oleh KPP; |
2. |
Bahwa alur dan mekanisme penerbitan Nomor Seri Faktur Pajak diatur dalam ketentuan Pasal 9 ayat (1), Pasal 9 ayat (2), Pasal 9 ayat (5), Pasal 9 ayat (6), Pasal 12 dan Pasal 17 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-17/PJ/2014 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak; |
3. |
Dengan memperhatikan alur dan mekanisme penerbitan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 di atas, maka tanggal Nomor Seri Faktur Pajak seharusnya tidak mendahului tanggal surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari KPP; |
4. |
Berdasarkan hasil penelitian terhadap data pada Aplikasi Portal DJP - Menu Pengawasan PPN sebagaimana tersebut pada butir B, diketahui bahwa Faktur Pajak yang PPN Masukkannya dikoreksi oleh Pemeriksa senilai Rp38.593.117,00 memang tidak sesuai dengan jatah yang diberikan; |
5. |
Berdasarkan Pasal 1 angka 8 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 ditegaskan bahwa: Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak; |
6. |
PKP Penjual lawan transaksi Pemohon Banding menggunakan nomor sendiri tanpa mengajukan permohonan NSFP ke KPP tetapi hanya melanjutkan NSFP yang sudah ada. Dengan demikian NSFP yang digunakan, tidak sesuai dengan jatah NSFP yang ditentukan oleh DJP. Atas NSFP tersebut bisa menyebabkan double penggunaan, yaitu dengan PKP yang telah mengajukan jatah NSFP ke DJP. Sehingga yang berhak menggunakan NSFP tersebut adalah PKP yang secara ketentuan mengajukan jatah NSFP ke DJP. Penggunaan NSFP yang dilakukan oleh PKP lawan transaksi Pemohon Banding tidak sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku; |
7. |
Dengan demikian, Faktur Pajak tersebut dikategorikan sebagai Faktur Pajak tidak lengkap yaitu Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 9 dan Pasal 12 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sehingga terhadap PKP Pembeli (Pemohon Banding) tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f UU PPN jo. Pasal 17 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012; |
8. |
bahwa Faktur Pajak yang tidak mencantumkan data yang benar tidak memenuhi persyaratan material Faktur Pajak dan dikategorikan sebagai Faktur Pajak Tidak Lengkap; |
9. |
bahwa sesuai dengan Pasal 9 ayat (2b), Pasal 13 ayat (5) dan Pasal 13 ayat (9) UU PPN beserta penjelasannya ditegaskan antara lain bahwa Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan persyaratan material. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f; |
10. |
bahwa isi Pasal 13 ayat (5) dan Pasal 13 ayat (9) UU PPN sebagaimana tersebut pada butir b dipertegas lagi dalam peraturan pelaksanaan UU PPN yaitu dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013, Pasal 1 angka 8, Pasal 6 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), serta Pasal 17 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 s.t.d.t.d. PER-17/PJ/2014 ; |
11. |
Dengan memperhatikan ketentuan perpajakan di atas, dapat disimpulkan bahwa PPN Masukan yang ada dalam suatu Faktur Pajak dapat dikreditkan apabila memenuhi persyaratan formal dan persyaratan material. Kedua persyaratan dimaksud harus secara kumulatif dipenuhi sehingga walaupun PPN Masukan sudah dibayar namun apabila Faktur Pajak yang bersangkutan tidak memuat keterangan yang sebenarnya (yang dalam hal ini dapat dikategorikan ke dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap) maka PPN Masukan yang terdapat di dalam Faktur Pajak dimaksud tetap tidak dapat dikreditkan; |
12. |
Bahwa penegasan secara khusus sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Nomor Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak, yaitu:
huruf E angka 1
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
|
13. |
bahwa aturan dalam Huruf E angka 1 dan angka 3 SE-26/PJ/2015 bersifat menegaskan aturan dalam Pasal 1 angka 8, angka 9, dan Pasal 12 yang menyatakan bahwa Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya yang merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap; |
14. |
Dengan demikian, Terbanding berpendapat bahwa koreksi Terbanding telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku; |
|
bahwa dengan demikian Terbanding mengusulkan kepada Majelis untuk menolak banding Pemohon Banding dan tetap mempertahankan koreksi Terbanding atas Faktur Pajak yang yang Tidak Sesuai Jatah NSFP sebesar Rp211.894,00;
Pendapat Pemohon Banding berdasarkan Berita Acara Uji Bukti:
bahwa Majelis Hakim memerintahkan Terbanding dan Pemohon Banding untuk melakukan uji bukti terkait dengan arus uang dan arus barang;
bahwa berdasarkan penelitian dokumen yang diberikan Pemohon Banding di ketahui bahwa Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pemohon Banding adalah atas perolehan barang dan atau jasa yang yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha;
bahwa Terbanding telah melakukan uji bukti terhadap arus kas dan arus barang, bahwa dalam pelaksanaan uji bukti, Pemohon Banding telah menunjukkan seluruh dokumen arus uang dan arus barang berupa Invoice, Faktur Pajak, Berita Acara, Rekening Koran, Purchase Order danKontrak Kerja;
bahwa tidak semua transaksi yang dilakukan Pemohon Banding berdasarkan pada SPK atau Kontrak Kerja;
bahwa berdasarkan uji bukti diketahui bahwa semua faktur pajak yang disengketakan telah dilakukan pembayaran kepada lawan transaksi dan Pemohon banding telah memberikan dokumen secara lengkap;
Penjelasan Pemohon Banding dari sisi Yuridis
A. Dasar Hukum
bahwa peraturan perpajakan terkait penerbitan Faktur Pajak yang berlaku pada saat penerbitan Faktur Pajak untuk tahun 2013, adalah sebagai berikut:
- |
Pasal 9 dan Pasal 13 UU PPN; |
- |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012; dan |
- |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2013; |
B. Data dan Fakta
Berdasarkan dokumen, data dan penjelasan yang telah disampaikan oleh Pomohon Banding dalam Surat Banding Nomor SR.047/TAX-SIS/III/2017 tanggal 07 Maret 2017 dan pembahasan selama proses persidangan diketahui bahwa pokok sengketa adalah:
Pemohon Banding mengkreditkan faktur pajak yang menggunakan nomor seri faktur pajak tidak sesuai dengan jatah NSFP sebesar Rp211.894,00;
C. Penjelasan Pemohon Banding
bahwa berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor
PER-24/PJ/2012 Tanggal 22 Nopember 2012 Tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, Lampiran III huruf B angka 3
PER-24/PJ/2012 tentang kode dan nomor seri faktur pajak:
1) |
Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 11 (sebelas) digit nomor urut yang dipisahkan oleh 2 (dua) digit tahun penerbitan; |
2) |
Nomor Seri Faktur Pajak diberikan dalam bentuk blok jumlah sesuai permintaan PKP; Contoh :
PKP meminta 100 Nomor Seri Faktur Pajak, maka Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa:
900.13.00000001 s.d. 900.13.00000100;
900.13.99999901 s.d. 901.13.00000000;
900.13.99999999 s.d. 901.13.00000098, dan sebagainya;
|
3) |
Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak; |
bahwa nomor seri Faktur Pajak yang digunakan dalam penerbitan Faktur Pajak adalah telah sesuai jatah NSFP yang diberikan oleh KPP penerbit faktur pajak terdaftar dan digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak;
berdasarkan peraturan perpajakan terkait penerbitan Faktur Pajak yang berlaku pada saat penerbitan Faktur Pajak untuk tahun 2013, yaitu sebagai berikut:
- |
Pasal 9 dan Pasal 13 UU PPN; |
- |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012; dan |
- |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2013; |
bahwa tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa Pemohon Banding pada saat menerima Faktur Pajak berkewajiban untuk menanyakan kepada penjual bahwa NSFP Faktur Pajak yang digunakan/diterbitkan telah sesuai dengan nomor yang diberikan oleh DJP;
bahwa oleh sebab itu sepanjang Faktur Pajak Masukan yang Pemohon Banding terima sudah memenuhi persyaratan untuk dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 dan Pasal 13 UU PPN dan ketentuan perpajakan lainnya, kemudian PPN juga sudah Pemohon Banding bayarkan seluruhnya kepada vendor, maka Pemohon Banding meyakini bahwa Faktur Pajak Masukan tersebut adalah sah untuk dapat dikreditkan;
Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan JasaKenaPajakyangpaling sedikit mencantumkan:
a) |
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atauJasaKenaPajak; |
b) |
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima JasaKenaPajak; |
c) |
Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; |
d) |
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; |
e) |
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; |
f) |
kode, Nomor seri,dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan |
g) |
nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak; |
bahwa Terbanding melakukan penelitian terhadap Faktur Pajak yang menjadi sengketa; bahwa berdasarkan penelitian Terbanding, Faktur Pajak yang dikreditkan Pemohon Banding memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak dan mencantumkan:
a) |
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atauJasaKenaPajak; |
b) |
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima JasaKenaPajak; |
c) |
jenis barang atau jasa,jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; |
d) |
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; |
e) |
Pajak Penjuatan atas Barang Mewah yang dipungut; |
f) |
kode, Nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan |
g) |
nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak; |
bahwa dengan demikian Pemohon Banding memohon kepada Majelis untuk mengabulkan permohonan banding dan membatalkan koreksi Terbanding atas Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp182.977.247,00;
bahwa dengan demikian Pemohon Banding memohon kepada Majelis untuk mengabulkan permohonan banding dan membatalkan koreksi Terbanding atas Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp211.894,00;
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
bahwa berdasarkan uji arus uang, arus barang, dan arus dokumen terhadap bukti-bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding, diketahui bahwa Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pemohon Banding berasal dari perolehan barang dan/atau jasa yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Pemohon Banding;
bahwa berdasarkan bukti-bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding pada saat persidangan, diketahui bahwa Pemohon Banding telah melakukan pembayaran kepada PKP Penjual atas Pajak Masukan yang menjadi sengketa, sehingga memenuhi persyaratan untuk dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 dan Pasal 13 UU PPN dan ketentuan pajak yang berlaku lainnya;
bahwa menurut Majelis, tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa Pemohon Banding/Pembeli berkewajiban untuk melakukan verifikasi jatah nomor seri faktur pajak yang diberikan kepada lawan transaksi/penjual oleh Terbanding dan Pemohon Banding tidak dapat mengetahui apakah faktur pajak yang diterbitkan oleh PKP Penjual telah sesuai dengan nomor yang diberikan oleh DJP;
bahwa menurut Majelis, kesalahan lawan transaksi Pemohon Banding atas “faktur pajak yang tidak sesuai jatah”, tidak bisa dibebankan kepada Pemohon Banding karena tidak ada cara lain yang bisa ditempuh oleh Pemohon Banding;
bahwa selain itu tidak ada kerugian yang harus ditanggung oleh Negara karena Pemohon Banding dan PKP Penjual telah melaksanakan kewajiban pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN yang terutang dengan benar sesuai ketentuan Undang-Undang maupun peraturan perpajakan yang berlaku;
bahwa Majelis berpendapat faktur pajak yang dibuat oleh lawan transaksi Pemohon Banding tidak dapat dikategorikan sebagai faktur pajak tidak lengkap, karena faktur pajak tersebut telah mencantumkan nomor faktur pajak dan telah mengisi sesuai unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN dan telah sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 8 dan 9
PER-24/PJ/2012;
bahwa dengan demikian berdasarkan data, dokumen dan penjelasan Terbanding dan Pemohon banding dalam persidangan serta berdasarkan data yang ada dan fakta yang terungkap dalam uji bukti, Majelis berpendapat koreksi Terbanding atas Faktur Pajak Masukan yang Tidak Sesuai Jatah NSFP sebesar Rp211.894,00 tidak dapat dipertahankan;
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan ini.
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00839/KEB/WPJ.19/2016 tanggal 16 Desember 2016, tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Agustus 2013 Nomor 00153/207/13/091/15 tanggal 16 Desember 2015, atas nama Pemohon Banding, sehingga Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Agustus 2013 dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
Uraian |
Jumlah (Rp) |
Dasar Pengenaan Pajak:
|
|
a. |
Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang terutang PPN : |
|
|
|
0,00 |
|
- |
Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri |
|
27.911.727.337,00 |
|
- |
Penyerahan PPN-nya tidak dipungut |
|
33.526.996.433,00 |
|
- |
Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN |
|
0,00 |
Jumlah
|
60.538.723.770,00 |
b. |
Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang tidak terutang PPN |
|
0,00 |
c. |
Jumlah Seluruh Penyerahan |
|
60.538.723.770,00 |
Penghitungan PPN Kurang Bayar:
|
|
a. |
Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri |
|
2.701.172.717,00 |
b. |
Dikurangi: Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan |
|
121.721.578.604,00 |
Jumlah perhitungan PPN Kurang/(Lebih) Bayar
|
(119.020.405.887,00) |
Kelebihan pajak yang sudah dikompensasikan ke masa pajak berikutnya
|
119.020.405.887,00 |
Jumlah PPN yang kurang/(lebih) dibayar
|
0,00 |
Sanksi Administrasi: Bunga Pasal 13 ayat (2) KUP
|
0,00 |
Jumlah PPN yang masih harus/(lebih) dibayar
|
0,00 |
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Senin tanggal 12 Maret 2018 oleh Hakim Majelis VIIIA Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut:
Drs. SH, Ak. |
sebagai Hakim Ketua, |
NW, S.H., M.Si. |
sebagai Hakim Anggota, |
DD, S.H., M.M. |
sebagai Hakim Anggota, |
dengan dibantu oleh RY, S.E., Ak., M.M. |
sebagai Panitera Pengganti, |
Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majelis VIIIA pada hari Rabu tanggal 9 Mei 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota dan Panitera Pengganti, namun tidak dihadiri oleh Terbanding maupun oleh Pemohon Banding.
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.