Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa Banding ini adalah berupa koreksi Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Oktober 2010 sebesar Rp96.724.681.965,00 yang merupakan koreksi atas Jasa Pelaksana Konstruksi yang dibayar sendiri yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak KPP Badan dan Orang Asing Nornor LAP-00043/WPJ.07/KP.0705/RIK.SIS/2015 tanggal 23 Januari 2015 halaman 9 dan 10, diketahui hal-hal sebagai berikut:
bahwa pada Tahun 2007 Konsortium (antara Pemohon Banding + MII Infrastruktur) mendapat proyek dari PT PL Persero Indonesia untuk mengerjakan proyek pembangunan PLTU Pelabuhan Ratu (3 x 350 MW), Kontrak Pekerjaan ditandatangani tanggal 25 Juli 2007 dengan nilai kontrak USD566,984,920.00 dan Rp2.205.075.928.417,00 atau setara dengan Rp7.531.623.260.916,00. Uang muka (DP) sebesar Rp525.147.985.000,00 telah diterima tanggal 2 Nopember 2007, oleh Pemohon Banding telah dipungut PPN-nya dan telah disetor serta dilaporkan dalam SPT PPN Masa November 2007. Dalam SPT Tahunan PPh Badan tahun 2007 penyerahan tersebut belum diakui sebagai pendapatan melainkan dicatat sebagai uang muka pada neraca tahun 2007;
bahwa sifat proyek adalah multiyears, berdasarkan contract agreement yang ditandatangani pihak PL dan Pemohon Banding diketahui bahwa pengerjaan proyek dan pembayaran kontrak dijadwalkan selesai pada tanggal 7 Agustus 2010. Pada saat kunjungan ke proyek Pelabuhan Ratu yang dilakukan Terbanding diketahui sedang berjalan pembangunan 3 unit PLTU (3 x 350 MW) dengan rincian unit 1 sedang tahap ujicoba operasi sedangkan unit 2 dan Unit 3 masih dalam proses penyelesaian;
CONSORTIUM AGREEMENT
bahwa pada tanggal 16 November 2007 ditandatangani Agreement antara SEG Co. Ltd (hereinafter referred to as "SEC")danMII Infrastruktur (hereinafter referred to as MIS);
DIVISION OF WORKS: The work necessary to perform the main contract shall be allocated as follow
SEC Shall Provide engineering design, all equipments, plants and machinery and major materials as part of the plant and specialist supervision of contruction, commissioning, performance test and training as per the provision of the main contract.
MIS shall Carry Out all civil constructions and installation of plant and machinery and provide relevant strvices hereof and all temporary facilities and conduct all contractions of such facilities.
Consortial Shares Price and Invoicing:
The total price of MIS’s
share of work shall be (excluding VAT) USD211,000,000.00
The total price of SEC’s
share of work shall be (excluding VAT) | USD355,984,920.00+Rp2.205.075.928.417,00 |
Total Price | USD566,984,920.00+Rp2.205.075.928.417,001 |
bahwa Invoicing atas pekerjaan tersebut dilakukan oleh Pemohon Banding kepada PL Persero dan selanjutnya PT MII menerbitkan invoice kepada Pemohon Banding sebesar porsi bagiannya sesuai pekerjaan yang telah dilakukan. Berdasarkan sistem invoicing tersebut diketahui bahwa PT MII merupakan subkontraktor dari Pemohon Banding;
bahwa selain diserahkan ke MII sebagai subkontraktor dan anggota konsorsium pengerjaan proyek tersebut juga diserahkan ke subkontraktor sebagai berikut:
a. | Insema Sunly Engineering ; |
b. | China Harbour Indonesia; |
c. | Berdikari Pondasi Perdana; |
d. | Manunggal Engineering; |
bahwa koreksi Terbanding pada saat Pemeriksaan atas DPP Masa Pajak Oktober 2010 adalah sebagai berikut:
Uraian | Menurut | Koreksi (Rp) | |||
Pemohon Banding (Rp) | Terbanding (Rp) | ||||
|
- 87.002.152 |
- 87.002.152 |
- - |
||
|
|||||
|
96.724.681.965 | 96.724.681.965 | |||
Jumlah | 87.002.152 | 96.811.684.117 | - |
bahwa perhitungan PPh Pasal 4 ayat (2) terutang untuk Masa Pajak Oktober 2010 adalah sebagai berikut:
Uraian | Menurut | Koreksi (Rp) | |||
Pemohon Banding (Rp) | Terbanding (Rp) | ||||
|
- 2.610.065 |
- 3.480.086 |
- 870.021 |
||
|
|||||
|
- | 3.868.987.279 | 3.868.987.279 | ||
Jumlah | 2.610.065 | 3.872.467.365 | 3.869.857.300 |
bahwa dari DPP PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp87.002.152,00 terdapat sengketa Jasa Pelaksana Konstruksi dari tarif PPh 3% dipotong oleh Pemohon Banding yang seharusnya PPh Pasal 4 ayat (2) dipotong sebesar 4%. Rinciannya dalah sebagai berikut:
No | NPWP | Nama WP | No. Bukti Potong | Tanggal | Nilai Objek Pajak | Tarif | PPh yang Dipotong | PPh Terutang Menurut Terbanding | Jenis Penghasilan | |
Tarif | PPh yang dipotong | |||||||||
1 | - | CV PW | 001/PPH4(2)/SE/10- 2010 | 14/10/2010 | 87.002.152 | 3% | 2.610.065 | 4% | 3.480.086 | Jasa Pelaksana Konstruksi |
Total | 2.610.064 | 3.480.086 |
bahwa sedangkan untuk objek yang menjadi sengketa sebesar Rp96.811.684.117,00 adalah DPP Jasa pelaksana Konstruksi yang dibayar sendiri berupa procurement/FOB portion sebesar Rp90.710.752.874,00 dan DPP Jasa Pelaksana Konstruksi yang dibayar sendiri sebagai pemotong pajak sebesar Rp6.013.929.091,00 rinciannya adalah sebagai berikut:
No | No. PIB | Tanggal PIB | NPWP Importir | Nama Importir | Nama Pemasok | Valas | Nilai Tukar Kurs | CIF | DPP (Rp) | Tarif PPh | PPh Terutang (Rp) |
1 | 343198 | 12/10/2010 | - | PT PL (Persero) Kantor Pusat | SEG Ltd | USD | 8,934.00 | 209.918 | 1.875.407.412 | 4% | 75.016.296 |
2 | 345876 | 13/10/2010 | - | PT PL (Persero) Kantor Pusat | SEG Ltd | USD | 8,934.00 | 9.085,264 | 81.167.748.576 | 4% | 3.246.709.943 |
3 | 345471 | 13/10/2010 | - | PT PL (Persero) Kantor Pusat | SEG Ltd | USD | 8.930,55 | 41.977 | 374.877.697 | 4% | 14.995.108 |
4 | 358268 | 23/10/2010 | - | PT PL (Persero) Kantor Pusat | SEG Ltd | USD | 8.927,55 | 816.878 | 7.292.719.189 | 4% | 291.708.768 |
Total | 90.710.752.873 | 3.628.430.115 |
bahwa DPP Jasa Pelaksana Konstruksi yang dibayar sendiri sebagai pemotong pajak sebesar Rp6.013.929.091,00, rinciannya adalah sebagai berikut:
No | Masa | Jenis Penghasilan | Nama NPWP Yang dipotong/Pemotong | Nilai Objek Pajak | Tarif | PPh yang Dipotong | PPh Terutang Menurut Terbanding | Koreksi Rp | |
Tarif | PPh yang dipotong | ||||||||
1 | Oktober | Jasa Pelaksana Konstruksi yang dibayar sendiri | PT PL Persero (Sebagai Pemotong Pajak) | 6.013.929.091 | 3% | 180.417.873 | 4% | 240.557.164 | 60.139.291 |
Total | 180.417.872 | 240.557.164 | 60.139.291 |
bahwa menurut Terbanding, objek procurement dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) karena di dalam kontrak perjanjian antara PT PL (Persero) dengan Pemohon Banding disebutkan bahwa dalam satu kontrak tersebut meliputi pekerjaan EPC (Enginering, Procurement, Construction) sehingga menurut Terbanding procurement merupakan obyek jasa kontruksi karena kontrak kerja tidak dibuat terpisah dan masih dalam satu dokumen kontrak;
bahwa dari penelitian terhadap dokumen kontrak, tidak ditemukan bukti dan alasan yang kuat bahwa penjualan procurement merupakan kegiatan yang tidak dapat dilakukan oleh Pemohon Banding sehingga seharusnya yang menjadi penghasilan Pemohon Banding adalah dari keseluruhan nilai kontrak yang merupakan satu kesatuan (model kontrak: EPC Contract);
bahwa tugas dan tanggung jawab contractor adalah: designed, manufactured, tested, delivered, installed and contracted, pre-commissioned, commissioned and performance test, taking over and guarantee certain facilities (dengan kata lain : Kegiatan dari nol sampai dengan PLTU tersebut siap beroperasi). Dengan menandatangani kontrak tersebut, Contractor bertanggung jawab secara penuh dan menyatakan kesediaan (mampu) melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut di atas;
bahwa pengiriman procurement ke Indonesia secara nyata merupakan pengiriman yang berkaitan dengan proyek yang sedang dikerjakan oleh Pemohon Banding (PLTU 2 Jawa Barat) sehingga secara nyata dapat ditegaskan bahwa penyerahan procurement mempunyai hubungan efektif dengan kegiatan Pemohon Banding di Indonesia;
bahwa pendapatan yang seharusnya dilaporkan sebagai pendapatan adalah dari keseluruhanya nilai kontrak yang merupakan satu kesatuan kontrak (EPC Contract Model);
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dan Republik Rakyat China
bahwa di dalam Pasal 7 ayat 6 P3B antara Indonesia dan. Republik Rakyat China dalam Versi Bahasa Indonesia disebutkan bahwa:
Untuk kepentingan ayat-ayat 1 sampai 5, besarnya laba Bentuk Usaha Tetap harus ditentukan dengan metode yang sama dari tahun ke tahun kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan penyimpangan.
bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) P3B Indonesia-China, dijelaskan sebagai berikut:
For the purposes of this agreement, the term "permanent establishment" means a fixed place of business through which the business of an enterprise is wholly or partly carried on.
Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "bentuk usaha tetap" berarti suatu tempat usaha tetap di mana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan dijalankan.
bahwa dari ketentuan tersebut, suatu BUT akan dinyatakan ada apabila memenuhi kriteria:
1. | Adanya tempat usaha yang bersifat tetap (fixed place of business). |
2. | Ada kegiatan usaha yang dilakukan di tempat tersebut baik yang bersifat menyeluruh (wholly) maupun sebagian (partly). |
bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (2) P3B Indonesia-China, disebutkan bahwa
The term "permanent establishment" include especially: a. place of management.
lstilah "bentuk usaha tetap" terutama meliputi: a. suatu tempat kedudukan manajemen.
bahwa dari ketentuan tersebut dinyatakan bahwa suatu BUT meliputi adanya suatu tempat kedudukan manajemen;
bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-43/PJ/2011 diatur bahwa tempat kedudukan manajemen adalah tempat kedudukan manajemen yang menjalankan kegiatan/operasi perusahaan sehari-hari atau secara rutin yang tidak melakukah pengendalian atas seluruh perusahaan dan tidak membuat keputusan yang bersifat strategis;
bahwa berdasarkan data dan fakta, Terbanding menyimpulkan bahwa Pemohon Banding mempunyai kantor yang bersifat tetap sebagai tempat usaha yang beralamat di Tamara Center Lantai 19 Suite 1918, Jalan Jendral Sudirman Kav.24, Setiabudi, Jakarta Selatan 12920. Selain itu, berdasarkan data dari Sistem Informasi Perpajakan diketahui bahwa Pemohon Banding telah terdaftar sejak tanggal 4 Oktober 2007;
bahwa berdasarkan data/dokumen/bukti/keterangan yang diperoleh, Pemohon Banding apabila disandingkan dengan persyaratan BUT sebagaimana dimaksud dalam P3B Indonesia - China di atas adalah sebagai berikut:
1) | Memiliki kantor yang beralamat di Tamara Center Lantai 19 Suite 1918, Jalan Jendral Sudirman Kav.24, Setiabudi, Jakarta Selatan 12920. |
2) | Menjalankan kegiatan usaha berupa Konstruksi Bangunan Elektrikal (KLU 42213) di Indonesia. |
bahwa Pemohon Banding adalah salah satu kontraktor yang mengikat kontrak dengan PT PL (Persero) untuk mengerjakan proyek EPC (engineering, procurement and construction) pembangunan PLTU Pelabuhan Ratu. Dengan demikian, berdasarkan article 5 tax treaty dengan China maka Pemohon Banding merupakan Wajib Pajak yang menjalankan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
bahwa dari penelitian terhadap dokumen kontrak, tidak ditemukan bukti dan alasan yang kuat bahwa penjualan procurement merupakan kegiatan yang tidak dapat dilakukan oleh Pemohon Banding sehingga seharusnya yang menjadi penghasilan Pemohon Banding adalah dari keseluruhan nilai kontrak yang merupakan satu kesatuan (model kontrak : EPC Contract);
bahwa tugas dan tanggung jawab contractor adalah: designed, manufactured, tested, delivered, installed and contructed, pre-commissioned, commissioned and performance test, taking over and guarantee certain facilities (dengan kata lain: Kegiatan dari nol sampai dengan PLTU tersebut siap beroperasi). Dengan menandatangani kontrak tersebut, Contractor bertanggung jawab secara penuh dan menyatakan kesediaan (mampu) melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut di atas;
bahwa pengiriman procurement ke Indonesia secara nyata merupakan pengiriman yang berkaitan dengan proyek yang sedang dikerjakan oleh Pemohon Banding (PLTU 2 Jawa Barat) sehingga secara nyata dapat ditegaskan bahwa penyerahan procurement mempunyai hubungan efektif dengan kegiatan Pemohon Banding di Indonesia;
bahwa pendapatan yang seharusnya dilaporkan sebagai pendapatan adalah dari keseluruhanya nilai kontrak yang merupakan satu kesatuan kontrak (EPC Contract Model);
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dan Republik Rakyat China. bahwa di dalam Pasal 7 ayat (6) P3B antara Indonesia dan Republik Rakyat China dalam Versi Bahasa Indonesia disebutkan bahwa:
Untuk kepentingan ayat-ayat (1) sampai (5), besarnya laba bentuk usaha tetap harus ditentukan dengan metode yang sama dari tahun ke tahun kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan penyimpangan;
bahwa terkait alasan Pemohon Banding bahwa Pemohon Banding tidak memiliki kapasitas yang memungkinkan untuk melakukan kegiatan impor barang karena Pemohon Banding tidak dapat memiliki Angka Pengenal Impor (API) dan tidak memiliki API untuk mengimpor barang. Terbanding berpendapat sebagai berikut:
bahwa berdasarkan data PIB yang terdapat pada menu portal pertukaran data DJP-DJBC pada portal DJP, diperoleh data PIB terkait procurement yang disengketakan untuk Masa Pajak September 2010 sebagai berikut :
No | No. PIB | Tanggal PIB | NPWP Importir | Nama Importir | Nama Pemasok | Valas | Nilai Tukar Kurs | CIF | DPP (Rp) | Tarif PPh | PPh Terutang (Rp) |
1 | 343198 | 12/10/2010 | - | PT PL (Persero) Kantor Pusat | SEG Ltd | USD | 8,934.00 | 209.918 | 1.875.407.412 | 4% | 75.016.296 |
2 | 345876 | 13/10/2010 | - | PT PL (Persero) Kantor Pusat | SEG Ltd | USD | 8,934.00 | 9.085,264 | 81.167.748.576 | 4% | 3.246.709.943 |
3 | 345471 | 13/10/2010 | - | PT PL (Persero) Kantor Pusat | SEG Ltd | USD | 8.930,55 | 41.977 | 374.877.697 | 4% | 14.995.108 |
4 | 358268 | 23/10/2010 | - | PT PL (Persero) Kantor Pusat | SEG Ltd | USD | 8.927,55 | 816.878 | 7.292.719.189 | 4% | 291.708.768 |
Total | 90.710.752.873 | 3.628.430.115 |
bahwa berdasarkan data di atas, nama importir adalah PT PL (Persero Kantor Pusat yang beralamatkan di Jl Trunojoyo Blok M1/135 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, dengan nomor API (Angka Pengenal Impor) 090500786-P;
bahwa pengiriman procurement ke Indonesia secara nyata merupakan pengiriman yang berkaitan dengan proyek yang sedang dikerjakan oleh wajib pajak (PLTU 2 Jawa Barat) sehingga secara nyata dapat ditegaskan bahwa penyerahan procurement mempunyai hubungan efektif dengan kegiatan Pemohon Banding;
bahwa mengacu pada Pasal 4 ayat (2) huruf d UU PPh, penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenai pajak bersifat final;
bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 dan Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 Tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009, diatur bahwa Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement, and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build);
bahwa terkait dengan "Kualifikasi usaha" atau stratifikasi yang ditentukan berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi, Pemohon Banding dalam proses keberatan tidak dapat membuktikan terkait kualifikasi usaha tersebut. Dengan demikian Pemohon Banding tidak memiliki "Kualifikasi Usaha" atau stratifikasi yang ditentukan berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. Dengan demikian, mengacu pada Pasal 3 Ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 dan Pasal 3 huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009, atas procurement dikenai tarif PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 4%;
bahwa Pemohon Banding adalah salah satu kontraktor yang mengikat kontrak dengan PT PL (Persero) untuk mengerjakan proyek EPC (engineering, procurement, and construction) pembangunan PLTU di Wilayah Pelabuhan Ratu. Dengan demikian, berdasarkan article 5 tax treaty dengan China maka Pemohon Banding merupakan Wajib Pajak yang menjalankan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
bahwa tugas dan tanggung jawab contractor adalah: designed, manufactured, tested, delivered, installed and contructed, pre-commissioned, commissioned and performance test, taking over and guarantee certain facilities (dengan kata lain: kegiatan dari nol sampai dengan PLTU tersebut siap beroperasi). Dengan menandatangani kontrak tersebut, Contractor bertanggung jawab secara penuh dan menyatakan kesediaan (mampu) melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut di atas;
bahwa pengiriman procurement ke Indonesia secara nyata merupakan pengiriman yang berkaitan dengan proyek yang sedang dikerjakan oleh Pemohon Banding (PLTU 2 Jawa Barat) sehingga secara nyata dapat ditegaskan bahwa penyerahan procurement mempunyai hubungan efektif dengan kegiatan Pemohon Banding;
bahwa berdasarkan data PIB pada portal DJP, yang terdapat pada menu pertukaran data DJP-DJBC diperoleh data PIB terkait procurement atas nama pemasok Pemohon Banding;
bahwa dengan demikian, koreksi sengketa DPP PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp96.724.681.965,00 sudah tepat;
bahwa koreksi sengketa PPh Pasal 4 ayat (2) Terutang atas Jasa pelaksana Konstruksi yang dibayar sendiri berupa procurement/FOB portion sebesar Rp 3.868.987.279,00 Terbanding menguraikan sebagai berikut:
bahwa koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) untuk Masa Pajak Oktober 2010 dengan perhitungan sebagai berikut:
Uraian | Menurut | Koreksi (Rp) | |||
Pemohon Banding (Rp) | Terbanding (Rp) | ||||
|
- 87.002.152 |
- 87.002.152 |
- - |
||
|
|||||
|
96.724.681.965 | 96.724.681.965 | |||
Jumlah | 87.002.152 | 96.811.684.117 | - |
bahwa perhitungan PPh Pasal 4 ayat (2) terutang untuk Masa Pajak Oktober 2010 adalah sebagai berikut:
Uraian | Menurut | Koreksi (Rp) | |||
Pemohon Banding (Rp) | Terbanding (Rp) | ||||
|
- 2.610.065 |
- 3.480.086 |
- 870.021 |
||
|
|||||
|
- | 3.868.987.279 | 3.868.987.279 | ||
Jumlah | 2.610.065 | 3.872.467.365 | 3.869.857.300 |
bahwa Terbanding melakukan Koreksi Sengketa PPh Pasal 4 ayat (2) Terutang atas Jasa Konstruksi yang dibayar sendiri berupa procurement/FOB portion sebesar Rp 3.868.987.279,00 yang belum dilaporkan Pemohon Banding dan mengenakan PPh dengan tarif 4%;
bahwa menurut Terbanding, obyek procurement dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 karena di dalam kontrak perjanjian antara PT PL (Persero) dengan Pemohon Banding disebutkan bahwa dalam satu kontrak tersebut meliputi pekerjaan EPC (Enginering, Procurement, Construction) sehingga menurut Terbanding procurement merupakan obyek jasa kontruksi karena kontrak kerja tidak dibuat terpisah dan masih dalam satu dokumen kontrak;
bahwa dari penelitian terhadap dokumen kontrak, tidak ditemukan bukti dan alasan yang kuat bahwa penjualan procurement merupakan kegiatan yang tidak dapat dilakukan oleh Pemohon Banding sehingga seharusnya yang menjadi penghasilan Pemohon Banding adalah dari keseluruhan nilai kontrak yang merupakan satu kesatuan (model kontrak: EPC Contract);
bahwa tugas dan tanggung jawab contractor adalah: designed, manufactured, tested, delivered, installed and contracted, pre-commissioned, commissioned and performance test, taking over and guarantee certain facilities (dengan kata lain : Kegiatan dari nol sampai dengan PLTU tersebut siap beroperasi). Dengan menandatangani kontrak tersebut, Contractor bertanggung jawab secara penuh dan menyatakan kesediaan (mampu) melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut di atas;
bahwa pengiriman procurement ke Indonesia secara nyata merupakan pengiriman yang berkaitan dengan proyek yang sedang dikerjakan oleh Pemohon Banding (PLTU 2 Jawa Barat) sehingga secara nyata dapat ditegaskan bahwa penyerahan procurement mempunyai hubungan efektif dengan kegiatan Pemohon Banding di Indonesia;
bahwa pendapatan yang seharusnya dilaporkan sebagai pendapatan adalah dari keseluruhanya nilai kontrak yang merupakan satu kesatuan kontrak (EPC Contract Model);
bahwa berdasarkan data PIB yang terdapat pada menu portal pertukaran data DJP-DJBC pada portal DJP, diperoleh data PIB terkait procurement yang disengketakan untuk Masa Pajak Oktober 2010 sebagai berikut :
No | No. PIB | Tanggal PIB | NPWP Importir | Nama Importir | Nama Pemasok | Valas | Nilai Tukar Kurs | CIF | DPP (Rp) | Tarif PPh | PPh Terutang (Rp) |
1 | 343198 | 12/10/2010 | - | PT PL (Persero) Kantor Pusat | SEG Ltd | USD | 8,934.00 | 209.918 | 1.875.407.412 | 4% | 75.016.296 |
2 | 345876 | 13/10/2010 | - | PT PL (Persero) Kantor Pusat | SEG Ltd | USD | 8,934.00 | 9.085,264 | 81.167.748.576 | 4% | 3.246.709.943 |
3 | 345471 | 13/10/2010 | - | PT PL (Persero) Kantor Pusat | SEG Ltd | USD | 8.930,55 | 41.977 | 374.877.697 | 4% | 14.995.108 |
4 | 358268 | 23/10/2010 | - | PT PL (Persero) Kantor Pusat | SEG Ltd | USD | 8.927,55 | 816.878 | 7.292.719.189 | 4% | 291.708.768 |
Total | 90.710.752.873 | 3.628.430.115 |
bahwa mengacu pada Pasal 4 ayat (2) huruf d UU PPh, penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenai pajak bersifat final;
bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 dan Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 Tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009, diatur bahwa Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement, and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build);
bahwa terkait dengan "Kualifikasi usaha" atau stratifikasi yang ditentukan berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi, Pemohon Banding dalam proses keberatan tidak dapat membuktikan terkait kualifikasi usaha tersebut. Dengan demikian Pemohon Banding tidak memiliki "Kualifikasi Usaha" atau stratifikasi yang ditentukan berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. Dengan demikian, mengacu pada Pasal 3 Ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 dan Pasal 3 huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009, atas procurement dikenai tarif PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 4%;
bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi DPP PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp 96.724.681.965,00 yang diperoleh dari angka DPP PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang dilaporkan oleh Pemohon Banding di dalam SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Oktober 2010 adalah sebesar Rp 87.002.152,00 dengan angka DPP PPh Final Pasal 4 ayat (2) menurut Terbanding sebagaimana tercantum di dalam Kertas Kerja Rekapitulasi per bulan atas Surat Ketetapan Pajak Pemohon Banding adalah sebesar Rp 96.811.684.117,00;
bahwa atas selisih sebesar Rp96.724.681.965,00 antara angka DPP PPh Final Pasal 4 ayat (2) menurut Pemohon Banding dengan Terbanding yang merupakan tambahan koreksi yang dilakukan oleh Terbanding atas Objek Pajak PPh Final Pasal 4 ayat (2) dapat dijelaskan sebagai berikut :
bahwa angka DPP menurut Pemohon Banding sejumlah Rp 87.002.152,00 adalah merupakan Dasar Pengenaan pajak atas Jasa Konstruksi (Pengguna Jasa sebagai Pemotong) sedangkan, atas sejumlah Rp 96.811.684.117,00 menurut Terbanding terdiri Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pengguna Jasa Sebagai Pemotong) sebagaimana yang Pemohon Banding uraikan namun dengan tambahan atas penyerahan procurement dengan nilai dasar pengenaan pajak sebesar Rp 96.724.681.965,00;
bahwa atas selisih sebesar Rp 96.724.681.965,00 antara angka DPP PPh Final Pasal 4 ayat (2) menurut Pemohon Banding dengan Terbanding yang merupakan tambahan koreksi yang dilakukan oleh Terbanding atas Objek Pajak PPh Final Pasal 4 ayat (2) dapat dijelaskan sebagai berikut :
bahwa berdasarkan kertas kerja rekapitulasi perhitungan PPh Pasal 4 ayat (2) yang dibuat oleh Terbanding pada saat pembahasan akhir untuk pemeriksaan pajak Pemohon Banding tahun 2010, diketahui bahwa Terbanding menetapkan tambahan koreksi atas objek pajak PPh Final pasal 4 ayat (2) terkait dengan jasa pelaksanaan konstruksi atas penyerahan procurement yang dilakukan langsung oleh SEG Co Ltd — China kepada PT PL (Persero) Indonesia sebesar Rp 96.724.681.965,00;
bahwa berdasarkan pembahasan terdahulu dalam persidangan-persidangan sengketa ini, seharusnya atas kegiatan procurement tersebut tidak dijadikan sebagai tambahan objek pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) oleh Terbanding berdasarkan ketentuan dalam Tax Treaty antara Indonesia dengan China dan tidak dimasukkan sebagai tambahan koreksi objek PPh Final Pasal 4(2) yang harus disetor sendiri;
bahwa Terbanding melakukan koreksi berdasarkan pemeriksaan dokumen perjanjian diketahui bahwa Kontrak yang ditandatangani oleh PT PL Persero dengan Shanghai Consortium (SEC) ruang lingkup kegiatannya meliputi engineering, procurement, and local construction (EPC) sebagai satu kesatuan di dalam kontrak;
bahwa di dalam Consortium Agreement antara SEC dengan PT MII Infrastruktur (MIS) di bagian 2.1 Division of Work dijelaskan bahwa SEC bertugas untuk menyediakan rancangan mesin, semua peralatan terkait dengan mesin tersebut, material, termasuk supervisi khusus untuk pembangunan konstruksi, pengawasan, pengujian kinerja mesin, dan pelatihan Iainnya terkait penggunaan mesin tersebut, sedangkan MIS bertugas untuk membangun konstruksi bangunan yang diperlukan mesin tersebut agar dapat beroperasi;
bahwa dari penjelasan tersebut, SEC, yang diwakili oleh Pemohon Banding, bertanggung jawab atas pengiriman, pemasangan, pengujian, sampai dengan mesin tersebut beroperasi, sehingga Terbanding berkesimpulan bahwa proses procurement merupakan seluruh rangkaian penyediaan mesin sampai dengan beroperasi, sebagai tanggung jawab SEC China maupun Pemohon Banding sebagai satu kesatuan;
bahwa menurut Terbanding, kontrak a quo merupakan kontrak “Turnkey Project” yang ditandatangani oleh Induk Pemohon Banding, di mana hasil pekerjaan akan diserahkan setelah seluruh aspek pekerjaan diselesaikan. Terbanding berpendapat pekerjaan-pekerjaan yang tertuang dalam kontrak a quo yaitu engineering, procurement, construction (EPC) merupakan satu kesatuan;
bahwa menurut Terbanding, Pemohon Banding menjalankan usahanya di Indonesia mewakili induknya (SEG Co Ltd (China) di China. Bahwa seluruh pekerjaan dilakukan dalam rangka menjalankan kontrak tersebut adalah satu kesatuan, sehingga seluruh pekerjaan yang terkait dengan dengan kontrak a quo terkait dengan Pemohon Banding;
bahwa menurut Pemohon Banding, izin yang diperoleh Pemohon Banding untuk menjalankan usahanya di Indonesia hanya untuk kegiatan konstruksi, bukan untuk kegiatan yang lainnya termasuk perdagangan terkait dengan procurement. Procurement dilakukan langsung antara PT PL (Persero) dengan SEG Co Ltd (China) dan tidak berkaitan dengan Pemohon Banding, dan Pemohon Banding tidak memiliki Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
bahwa Pasal 7 ayat (1) Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia dan China mengatur sebagai berikut :
” The profits of an enterprise of a Contracting State shall be taxable only in that Contracting State unless the enterprise carries on business in the other Contracting State through a permanent establishment situated therein. If the enterprise carries on business as aforesaid, the profits of the enterprise may be taxed in the other Contracting State but only so much of them as is directly or indirectly attributable to that permanent establishment. The provisions of this paragraph shall, however, not apply if the enterprise proves that the above activities are not undertaken by the permanent establishment or have no relation with the permanent establishment;”
bahwa menurut Pemohon Banding, adanya kata hubung or/atau menunjukkan adanya opsi atas beberapa kondisi. Pada Pasal 7 ayat (1) tersebut disebutkan beberapa kondisi yang dihubungkan dengan kata hubung or/atau sehingga apabila salah satu kondisi terpenuhi, maka penghasilan tidak dapat dikenakan PPh di Indonesia;
bahwa menurut Pemohon Banding, Pasal 7 ayat (1) P3B Indonesia-China merupakan ketentuan yang unik mengingat ketentuan ini tidak terdapat di P3B negara lain. Kata yang dipakai di Pasal 7 ayat (1) P3B Indonesia-China ini adalah “activities”/kegiatan. Apabila dilihat pada P3B negara-negara lain, kata yang dipakai biasanya adalah “project”/proyek. Apabila kata yang dipakai dalam Pasal 7 ayat (1) P3B Indonesia-China adalah “project”/proyek, maka Terbanding kemungkinan akan benar, tetapi dalam hal ini kata yang dipakai adalah “activities”/aktivitas dan dalam turnkey project ini terdapat beberapa aktivitas yang terpisah;
bahwa menurut Pemohon Banding sekalipun terdapat pekerjaan yang proyeknya saling berkaitan namun apabila dapat dibuktikan bahwa proyek tersebut tidak ditangani oleh Pemohon Banding selaku BUT, maka pengenaan pajak atas bagian yang tidak dikerjakan Pemohon Banding tersebut (dalam hal ini Procurement) tidak dapat dikenakan pajak di Indonesia. Pemohon Banding sudah membuktikan dalam persidangan bahwa aktivitas procurement tidak dilakukan oleh Pemohon Banding sebagai BUT;
bahwa kontrak tersebut untuk satu kesatuan pekerjaan tetapi porsi penghasilannya terpisah-pisah. Selain itu, PT MII Infrastruktur yang menandatangani kontrak tersebut juga merupakan entitas yang berbeda sehingga porsi penghasilan untuk PT MII Infrastruktur juga berbeda;
bahwa karena bagian pekerjaan Procurement dapat dibuktikan dilaksanakan secara langsung oleh SEG Co Ltd di Tiongkok, maka SEG Co Ltd berhak mendapatkan pengecualian yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) P3B Indonesia-Tiongkok. Oleh sebab itu penghasilan dari aktivitas procurement seharusnya tidak menjadi Penghasilan Kena Pajak dari Pemohon Banding di Indonesia;
bahwa berdasarkan fakta, keterangan, alat bukti dan ketentuan perpajakan yang berlaku Majelis berpendapat sebagai berikut:
bahwa Pasal 5 ayat (3) P3B Indonesia dan China mengatur sebagai berikut :
“ The term "permanent establishment" likewise encompasses :
a. | a building site, a construction, assembly or installation project or supervisory activities in connection therewith, but only where such site, project or activities continue in a Contracting State for a period of more than six months; |
berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (3) P3B a quo, apabila induk perusahaan melakukan pekerjaan di Indonesia yang durasinya melebihi time test, maka induk perusahaan harus mendirikan BUT di Indonesia yang akan melaksanakan seluruh kontrak sehingga penghasilan atas kontrak tersebut dikenakan pajak di Indonesia;
bahwa Pasal 7 ayat (1) P3B Indonesia dan China mengatur sebagai berikut :
” The profits of an enterprise of a Contracting State shall be taxable only in that Contracting State unless the enterprise carries on business in the other Contracting State through a permanent establishment situated therein. If the enterprise carries on business as aforesaid, the profits of the enterprise may be taxed in the other Contracting State but only so much of them as is directly or indirectly attributable to that permanent establishment. The provisions of this paragraph shall, however, not apply if the enterprise proves that the above activities are not undertaken by the permanent establishment or have no relation with the permanent establishment;”
bahwa terkait pengertian Pasal 7 ayat (1) P3B a quo, Majelis berpendapat sebagai berikut:
bahwa pengertian dan maksud frasa kalimat “The provisions of this paragraph shall, however, not apply if the enterprise proves that the above activities are not undertaken by the permanent establishment or have no relation with the permanent establishment”, tidak dapat dipisahkan dari maksud kalimat induk sebelumya yaitu ” The profits of an enterprise of a Contracting State shall be taxable only in that Contracting State unless the enterprise carries on business in the other Contracting State through a permanent establishment situated therein. If the enterprise carries on business as aforesaid, the profits of the enterprise may be taxed in the other Contracting State but only so much of them as is directly or indirectly attributable to that permanent establishment;
bahwa pada intinya Pasal 7 ayat (1) a quo mengandung pengertian bahwa apabila perusahaan LN menjalankan usahanya di Indonesia melalui suatu BUT, maka bagian laba yang berasal dari bentuk usaha tetap tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat dikenakan pajak di Indonesia;
bahwa frasa kalimat “The provisions of this paragraph shall, however, not apply if the enterprise proves that the above activities are not undertaken by the permanent establishment or have no relation with the permanent establishment” dalam P3B a quo mempunyai pengertian bahwa laba perusahaan (induk) yg diperoleh dari aktivitas usahanya tidak akan dikenakan pajak di Indonesia jika perusahaan dapat membuktikan bahwa aktivitas-aktivitas usaha tersebut tidak dilakukan oleh BUT atau tidak ada hubungannya dengan bentuk usaha tetap tersebut;
bahwa menurut pendapat Majelis, kata or dalam Pasal 7 ayat (1) P3B a quo mempunyai fungsi alternatif, terkait dengan sengketa banding ini, bermakna bahwa Pemohon Banding harus membuktikan tidak termasuk dalam salah satu kondisi yang diatur di pasal tersebut, yaitu (kondisi) melakukan aktivitas usaha atau (kondisi) mempunyai hubungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Apabila Pemohon Banding termasuk dalam salah satu kondisi tersebut maka pajak dapat dikenakan atas laba usaha tersebut di Indonesia. Untuk mengenakan pajak di Indonesia tidak perlu kedua kondisi tersebut harus dipenuhi semuanya;
bahwa terkait hubungan Pemohon Banding dengan kegiatan usaha/project a quo, Majelis berpendapat sebagai berikut :
bahwa perjanjian kontrak nomor 205.PJ/121/DIR/2007 Tanggal 25 Juli 2007 yang dibuat oleh PT PL (Persero) sebagai pemilik proyek dengan konsorsium SEG Co.Ltd (China) dan PT MII Infrastruktur (disebut Kontraktor) dengan nama proyek “Pembangkit Listrik Tenaga Uap kelas 300-400 MW untuk PLTU Jawa Barat (3x 300-400 MW)” dan merupakan turnkey project;
bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Kontraktor yang tertuang dalam kontrak aquo meliputi : Perancangan, Pembuatan, Pengujian, Penyerahan/Pengiriman, Pemasangan, Pembangunan, prakomisioning, komisioning dan uji kinerja, pengambilalihan dan penjaminan fasilitas-fasilitas tertentu;
bahwa dalam book 1 chapter 6 Contract Discussion Agreement (CDA) yang merupakan bagian tak terpisahkan dalam kontrak, pada poin 4 menyebutkan: “....Shanghai Consortium confirms and accepts that, unless otherwise agreed in this CDA, all works shall be provided and comply to the contract requirements for PLTU 2, Jawa Barat (3 x 300-400), Pelabuhan Ratu.”
bahwa dalam book 1 chapter 3 CDA: 3.3 Transportation to the site dalam document requirements 4 th paragraph disebutkan: “The Contractor shall be responsible for obtaining all necessary local and goverment permits relating to the importation and the movement of plant and construction Equipment/Plant in the Republic of Indonesia”;
bahwa dalam book 1 chapter 3 CDA: 3.3 Transportation to the site dalam document requirements 7 th paragraph disebutkan:” The Contractor shall use Indonesia flag vessel provided that suitable vessel are available and for handling in Indonesia an Indonesia Forwarder...”;
bahwa dalam book 1 chapter 3 CDA: 3. Taxes, Permit and Licences pada poin Documents Requirements disebutkan: “The Contractor shall obtain and pay for all Indonesia licenses, permits and inspections required for the work, including the cost securing all import licenses and permits.
bahwa dalam book 1 chapter 3 CDA: 3. Taxes, Permit and Licences pada poin Documents Requirements disebutkan: “The Contractor shall obtain and pay for all Indonesia licenses, permits and inspections required for the work, which shall apply by the name of contractor. The Owner shall obtain and pay for all Indonesia licenses, permits and inspections required for the work which shall apply by the name of Owner;
bahwa dalam book 1 chapter 3 CDA: 3. Taxes, Permit and Licences pada poin Discusssion disebutkan: “Bidder want that PL Inform the permit or license which already proceed by PL. PL inform the contractor the permit as follows which already had been obtained : Principal Permit, the import license (Angka Pengenal Impor-API), Location Permit, Land Used Permit (Ijin Peruntukan dan Penggunaan Lahan/IPPL), AMDAL, Land Acquisition (95% finish) and contractor shall not liable to any delay due attaining such licenses above not attributable to the contractor..”;
In addition, if necesaary, the Owner will provide support and assistance such as support letter, support documents, to aplly for and/obtain the licenses the contractor shall be responsible for.”;
bahwa dalam book II CDA NO: COM 058, Supplementary : Inspections and Test, pada poin Discusssion disebutkan:
“2) For the inspection of the arrival on site
Both parties agreed as follows irrespective of the relevant stipulation else where in teh contract.
1. | The Owner shall inspect, jointly with the contractor, the package and items of the deliveries immediately after their arrival on site and a receiving report shall be iddued by the Owner as soon as possible but not later than seven (7) days from the completeness of the joint inspection. |
bahwa dalam Book I Chapter 10 Commercial Condition, Table of Contents Part 3 : Special Condition of Contract and Addenda thereto pada sub 3.5.2 Shipping Documentation disebutkan:
“The Contractor shall forward four (4) copies of each of the following shipping documents on all shipments under this contract, except for air shipments, so that the documents will arrive at the offices of the owner at least one week prior to the shipment arriving at site. Except for certificates on insurances, these document are required for customs clearance. The Contractor shall forward copy of the insurance certificates separate with the shipping documents for payment purpose.
- | FOB Invoice |
- | Certificate of insurance |
- | Bill of lading (see the following for the type of bill of lading |
- | Packing List |
The foregoing shipping documents shall be distributed as follows: .....
bahwa menurut pendapat Majelis, seluruh pekerjaan atau aktivitas sebagaimana yang tertuang dalam kontrak a quo merupakan satu kesatuan pekerjaan yaitu berupa proyek pembangunan “Pembangkit Listrik Tenaga Uap kelas 300-400 MW untuk PLTU Jawa Barat (3x 300-400 MW) yang dilakukan di Indonesia;
bahwa Majelis berkeyakinan Pemohon Banding sebagai BUT didirikan di Indonesia dalam rangka pelaksanaan proyek a quo, sampai proyek tersebut diselesaikan;
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas kontrak a quo khususnya ketentuan-ketentuan (Chapter) tersebut diatas, Majelis berkeyakinan bahwa Pemohon Banding mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan seluruh aktivitas-aktivitas dalam proyek a quo termasuk procurement;
bahwa dengan fakta sedemikian, Majelis berpendapat bahwa dalam kontrak a quo, antara Pemohon Banding dan induknya yaitu SEG Co. Ltd. (China), adalah merupakan satu kesatuan usaha yang tidak terpisahkan dalam melaksanakan kontrak yaitu pengadaan “power station” yang sudah siap beroperasi pada saat diserahkan kepada PT PL (Persero) melalui suatu “turn key project”;
bahwa berdasarkan fakta data dan keterangan sebagaimana diuraikan di atas, dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana diatur dalam bahwa Pasal 7 ayat (1) P3B Indonesia dan China:
“… The provisions of this paragraph shall, however, not apply if the enterprise proves that the above activities are not undertaken by the permanent establishment or have no relation with the permanent establishment;”, Majelis berpendapat dan berkeyakinan bahwa kegiatan pengadaan “power station” yang dilakukan oleh SEG Co. Ltd. (China) adalah berkaitan (have relation with) kegiatan yang dilakukan oleh BUT SEG Co.,Ltd. dalam rangka menyelesaikan keseluruhan persyaratan yang diatur dalam kontrak;
bahwa dengan demikian Majelis berkesimpulan bahwa Indonesia berhak melakukan pengenaan pajak terkait procurement sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) P3B antara Negara Indonesia dengan China;
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan Terbanding atas obyek PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dipungut sendiri PPh-nya oleh karena pemotong pajak yaitu PT PL (Persero) hanya memotong PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 3% dimana seharusnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong adalah sebesar 4% dari total objek PPh Pasal 4 ayat (2);
bahwa menurut Pemohon Banding pengenaan tarif pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 3% yang Pemohon Banding lakukan atas Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang dianggap harus dibayar sendiri adalah sudah benar dan telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku;
bahwa berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dimana dalam Pasal 1 ayat (1a) dijelaskan bahwa bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan;
bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009, antara lain mengatur:
bahwa Pasal 3 ayat (1) PP No. 51 Tahun 2008 mengatur tarif PPh jasa konstruksi untuk pelaksana jasa konstruksi sebagai berikut:
• | 2% untuk pelaksana konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil; |
• | 4% untuk pelaksana konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha; |
• | 3% untuk pelaksana konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b. |
bahwa dalam penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf a, dijelaskan bahwa: Yang dimaksud dengan ‘Kualifikasi Usaha’ adalah stratifikasi yang ditentukan berdasarkan stratifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi;
bahwa dalam penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf c, dijelaskan bahwa: yang dimaksud dengan ‘Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b’ antara lain penyedia jasa yang memiliki Kualifikasi Usaha Menengah atau Kualifikasi Usaha Besar;
bahwa Peraturan yang mengatur tentang Perizinan Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 28/PRT/M/2006 tanggal 28 November 2006;
bahwa sesuai dengan Pasal 20 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 28/PRT/M/2006, Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan yaitu tanggal 28 November 2006;
bahwa sesuai dengan Pasal 1 ayat 8, yang dimaksud dengan Sertifikat Badan Usaha adalah tanda pengakuan badan usaha jasa konstruksi yang dilakukan melalui penilaian kemampuan usaha sesuai klasifikasi dan kualifikasi badan usaha yang berlaku;
bahwa sesuai dengan Pasal 1 ayat 9, yang dimaksud dengan Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah cq. Menteri kepada Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing untuk melakukan kegiatan di Indonesia;
bahwa sesuai dengan Pasal 2 ayat (2), dijelaskan bahwa: Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dapat diterbitkan setelah Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing yang bersangkutan mendapatkan penyetaraan, kompetensi, klasifikasi, kualifikasi yang dinyatakan dalam bentuk sertifikat dari lembaga. Lembaga yang dimaksud adalah Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK);
bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (1), dinyatakan bahwa Permohonan Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing dilakukan dengan mengisi formulir yang telah disediakan dalam rangkap 2 (dua) dan disampaikan kepada Menteri cq. Kepala Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia Departemen Pekerjaan Umum dengan tembusan kepada LPJK Nasional;
bahwa Pasal 7 ayat (2d) menyatakan bahwa Menteri Pekerjaan Umum dapat menyetujui permohonan izin atau memberikan izin sementara atau perpanjangannya dengan mempertimbangkan hasil registrasi dari Lembaga (dalam hal ini LPJK) dan selanjutnya mengeluarkan Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing;
bahwa Peraturan yang mengatur tentang Pedoman Persyaratan Pemberian izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2011 tanggal 28 Maret 2011;
bahwa sesuai dengan Pasal 20 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2011, Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan yaitu tanggal 28 Maret 2011;
bahwa sesuai dengan Pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing yang selanjutnya disingkat BUJKA adalah badan usaha yang didirikan menurut hukum dan berdomisili di Negara asing, memiliki kantor perwakilan di Indonesia, dan dipersamakan dengan badan hukum Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang usaha jasa konstruksi;
bahwa selanjutnya, sesuai Pasal 1 ayat 4, Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing, yang selanjutnya disebut Izin Perwakilan adalah izin untuk melakukan usaha yang diberikan oleh Pemerintah kepada BUJKA untuk melakukan kegiatan jasa konstruksi di Indonesia;
bahwa sesuai dengan Pasal 1 ayat 8, yang dimaksud dengan Sertifikat adalah tanda bukti pengakuan penetapan klasifikasi atas kompetensi dan kemampuan usaha di bidang jasa konstruksi baik yang berbentuk orang perseorangan atau badan usaha; atau tanda bukti pengakuan atas kompetensi dan kemampuan profesi keterampilan kerja dan keahlian kerja perseorangan di bidang jasa konstruksi menurut disiplin keilmuan dan/atau keterampilan tertentu dan/atau kefungsian dan/atau keahlian tertentu;
bahwa sesuai dengan Pasal 1 ayat 9, yang dimaksud dengan Izin Usaha Jasa Konstruksi yang selanjutnya disingkat IUJK adalah izin untuk melakukan usaha dibidang jasa konstruksi yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota;
bahwa sesuai dengan Pasal 4 ayat 3, dijelaskan bahwa: Izin Perwakilan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dapat diberikan setelah Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing mendapatkan klasifikasi dan kualifikasi yang dinyatakan dalam bentuk sertifikat dari Lembaga. Lembaga yang dimaksud adalah Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK);
bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1), dinyatakan bahwa Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing yang ingin memperoleh izin Perwakilan harus mengajukan permohonan kepada Menteri;
bahwa Pasal 17 menyatakan bahwa dalam hal Lembaga tingkat Nasional belum dapat menerbitkan Sertifikat BUJKA, Menteri dapat menerbitkan Izin Perwakilan;
bahwa berdasarkan penjelasan di atas dan surat No. UM.01.03-KU/32 tertanggal 31 Januari 2012 yang diterbitkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum-Badan Pembinaan Konstruksi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan, bahwa sampai dengan LPJK dapat menerbitkan sertifikasi BUJKA, penerapan tarif pemotongan PPh kepada BUJKA cukup dengan mempertimbangkan izin perwakilan BUJKA dari Menteri Pekerjaan Umum dan BUJKA tersebut telah tercantum dalam http:/www.jasakonstruksi.net maka dapat dikenakan pemotongan PPh final atas jasa pelaksanaan konstruksi dengan menggunakan tarif 3% sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku;
bahwa Pemohon Banding telah memiliki Izin Perwakilan BUJKA dan telah tercantum dalam website http:/www.jasakonstruksi.net;
bahwa kewajiban memotong pajak adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan untuk memotong sejumlah uang dari nilai transaksi yang telah ditentukan sebelum dibayarkan kepada penyedia jasa. Sementara itu berdasarkan Pasal 6 Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2008 dijelaskan bahwa Dalam hal terdapat selisih kekurangan Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dengan Pajak Penghasilan berdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau disetor sendiri sebagairnana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh Penyedia Jasa. Sementara Pasal 8 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan No. 187/PMK.03/2008 tentang Tatacara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi menyebutkan bahwa dalam hal terdapat kekurangan pembayaran PPh Final atas penghasilan jasa konstruksi, wajib disetor oleh Penyedia Jasa paling lambat tanggal 15 Desember 2008. Ini menunjukkan bahwa penyedia jasa membayar sendiri kekurangan pemotongan PPh final hanya dalam masa transisi peraturan perpajakan dimana sebelumnya suatu penghasilan dikenakan PPh tidak final dengan tarif 2% menjadi dikenakan PPh final sebesar 3% (tarif yang berbeda). Apabila sampai sekarang Terbanding memandang bahwa penyedia jasa yang seharusnya membayar kekurangan pemotongan PPh final, hal ini sangat bertentangan dan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan yang kedudukannya lebih tinggi dimana penyetoran jumlah kekurangan pembayaran pajak (apabila ada) dalam kaitan dengan pemotongan dan pemungutan pajak yang bersifat final, seharusnya dilakukan oleh pihak sebagai pemberi penghasilan;
bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, Pemohon Banding berkeyakinan bahwa pengenaan tarif pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 3% terhadap Jasa Konstruksi yang dipotong dari Pemohon Banding telah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) PP. No. 51 Tahun 2008 yang mengatur tarif PPh jasa konstruksi untuk pelaksana jasa konstruksi untuk penyedia jasa yang memiliki Kualifikasi Usaha Menengah atau Kualifikasi Usaha Besar;
bahwa belum dapatnya LPJK dalam menerbitkan Sertifikasi BUJKA seharusnya tidak digunakan sebagai alasan bagi Terbanding untuk membebankan belum siapnya LPJK kepada wajib pajak sehingga menimbulkan diskriminasi pemajakan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi antara BUJKA (Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing) dengan BUJK (Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasional) dimana BUJKA selalu terkena tarif PPh Final yang lebih tinggi. Pemohon Banding sendiri sudah berusaha untuk mengikuti prosedur dan mendaftarkan diri untuk mendapatkan sertifikasi, namun LPJK dalam hal ini yang belum siap. Dengan demikian, sangatlah tidak adil membebankan hal yang di luar kekuasaan Pemohon Banding kepada Pemohon Banding;
bahwa perlu dipertimbangkan pula Pasal 1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2011 yang menyatakan bahwa BUJKA yang memiliki kantor perwakilan di Indonesia dipersamakan dengan badan hukum Perseroan Terbatas yang bergerak dibidang usaha Jasa Konstruksi;
bahwa selain itu, Pada Pasal 24 ayat (2) P3B antara Indonesia dan China (Versi Bahasa Inggris) menyebutkan bahwa:
(2) | The taxation on a permanent establishment which an enterprise of a Contracting State has in the other Contracting State shall not be less favorably levied in that other Contracting State than the taxation levied on enterprise of that other Contracting State carrying on the same activities. The provision of this paragraph shall not be construed as obliging a Contracting State to grant to residents of the other Contracting State any personal allowances, reliefs and reductions for taxation purposes on account of civil status or family responsibilities which it grants to its own residents. |
bahwa ketentuan di atas ditujukan agar tidak terjadi diskriminasi pengenaan pajak terhadap Wajib Pajak Asing yang ada di Indonesia;
bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, Pemohon Banding berkeyakinan bahwa pengenaan tarif pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 3% terhadap Jasa Konstruksi yang Pemohon Banding lakukan telah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) PP. No. 51 Tahun 2008 yang mengatur tarif PPh jasa konstruksi untuk pelaksana jasa konstruksi untuk penyedia jasa yang memiliki Kualifikasi Usaha Menengah atau Kualifikasi Usaha Besar;
bahwa kekurangan tarif pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 1% atas penghasilan dari Construction Services juga telah disetorkan oleh PL selaku lawan transaksi yang berkewajiban untuk memotong PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang ternyata telah terlebih dahulu ditetapkan oleh KPP Badan dan Orang Asing atas kekurangan bayar tersebut melalui SKPKB PPh Final Pasal 4 ayat (2) tahun 2010 yang merupakan hasil dari pemeriksaan PT PL (Persero) Kantor Pusat atas PPh Final Pasal 4 ayat (2) tahun 2010 dan hal ini telah dikonfirmasi oleh pihak PL. Atas SKPKB tersebut di atas, PL telah melakukan pembayaran;
bahwa selain itu, pengertian dari PPh Pasal 4 ayat (2) adalah Pajak Penghasilan yang dikenakan terhadap penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang no.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. PPh Pasal 4 ayat (2) bersifat final sehingga apabila Pemohon Banding telah dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) maka atas bukti potong tersebut tidak dapat dikreditkan;
bahwa kewajiban bagi Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Perpajakan No. 51 Tahun 2008 (PP 51/2008) adalah:
Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
a. | dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak; atau |
b. | disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal Pengguna Jasa bukan merupakan pemotong pajak. |
bahwa oleh karena PL adalah pemotong pajak, sehingga Pasal 5 ayat (1) huruf a yang berlaku dalam arti pajak dipotong oleh PL yaitu pada saat pembayaran. Dengan arti kata lain bahwa Pasal 5 ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi Pemohon Banding karena pengguna jasa adalah pemotong pajak, sehingga SEG tidak dapat menyetor sendiri pajak yang bersifat final tersebut karena PL adalah pemotong pajak;
bahwa selain itu Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) wajib untuk membuat bukti pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) serta memberikan bukti pemotongan kepada pihak yang dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) serta melakukan Penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) paling lambat tanggal 10 bulan berikut setelah masa pajak berakhir ke bank atau kantor pos;
bahwa untuk Tahun Pajak 2010, pelanggan Pemohon Banding, PT. PL (Persero) Kantor Pusat telah diperiksa dan telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) atas kekurangan potong PPh Pasal 4 ayat (2) beserta sanksinya. Dengan telah diterbitkannya SKP atas PT PL (Persero) Kantor Pusat dan PT PL telah membayar SKP tersebut (termasuk koreksi atas kekurangan 1% dari pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) untuk Pemohon Banding, sehingga menurut Pemohon Banding seharusnya Pemohon Banding tidak lagi dikenakan kekurangan potong PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 1% tersebut;
bahwa seperti telah Pemohon Banding jelaskan, untuk tahun pajak 2010 pihak PT PL (Persero) Kantor Pusat telah diperiksa dan telah diterbitkan SKP atas kekurangan potong berikut sanksinya di mana seharusnya kewajiban untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2) merupakan kewajiban pemotong pajak dalam hal ini penerima jasa sehingga adalah tidak tepat apabila Pemohon Banding sebagai penyedia jasa juga dikenakan sanksi atas kekurangan potong PPh Pasal 4 ayat (2), karena kewajiban memotong pajak ada di pihak PT PL (Persero) Kantor Pusat. Terbanding pun telah setuju atas pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah dilakukan PT PL;
bahwa menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2008 Pasal 6 ayat (1) disebutkan bahwa:
Dalam hal terdapat selisih kekurangan Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dengan Pajak Penghasilan berdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau disetor sendiri sebagai mana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1, selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh Penyedia Jasa;
bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (1) tersebut, kekurangan objek PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut sudah dikenakan dan ditagihkan di PT PL, sehingga jika Terbanding melakukan koreksi atas 1% tersebut akan terjadi pembayaran dua kali untuk 1 (satu) objek pajak yang sama;
bahwa selain itu, Pasal 6 ayat (1) PP 51/2008 mengatur pembayaran tambahan oleh Pemberi Jasa pada masa transisi yang sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 187/PMK.03/2008 Pasal 8 ayat (5) yang mengatur bahwa:
Dalam hal terdapat kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final setelah dilakukan pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan tersebut wajib disetor oleh Penyedia Jasa paling lama tanggal 15 Desember 2008.
bahwa apabila Terbanding berpendapat bahwa setiap kali terdapat kekurangan pemotongan pajak final dan Pemohon Banding pemberi jasa yang harus bayar sendiri maka mekanisme pemotongan dan pemungutan pajak final menjadi tidak dapat diterapkan dengan baik, karena penerimaan bukti potong PPh Pasal 4 ayat (2) dari pemotong biasanya baru diterima setelah batas waktu pembayaran PPh Pasal 4 ayat (2) yang mana tidak memungkinkan Pemohon Banding pemberi jasa membayar kekurangan PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut tepat waktu;
bahwa berdasarkan kertas kerja rincian koreksi DPP PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang Pemohon Banding peroleh dari Majelis, terdapat selisih antara PPh Terutang menurut Pemohon Banding dengan Terbanding selain selisih terkait DPP PPh Final Pasal 4 ayat (2);
bahwa Pemohon Banding telah melaporkan PPh Terutang atas Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) di dalam SPT Masa Pajak Oktober 2010 sebesar Rp 2.610.065,00 yang merupakan besarnya pajak terutang atas Jasa Pelaksanaan Konstruksi dan telah dipotong oleh Pemohon Banding dengan menggunakan tarif sebesar 3% serta telah dilaporkan di dalam SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) Pemohon Banding;
bahwa pihak Terbanding berdasarkan tambahan koreksi DPP, menambahkan koreksi PPh yang harus disetor sendiri, menambahkan koreksi PPh yang harus disetor sendiri sebesar Rp 3.868.987.279,00, sehingga total PPh Final Pasal 4 ayat (2) menurut Terbanding adalah sebesar Rp 3.872.467.365,00;
bahwa atas selisih koreksi sebesar Rp 3.868.987.279,00 merupakan pelaksanaan Jasa Konstruksi
bahwa menurut Pemohon Banding, PT PL (Persero) Indonesia sebagai pemilik proyek telah secara benar mengalikan tarif PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 3% atas Jasa Konstruksi selama tahun 2010 karena Pemohon Banding merupakan Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha besar dan telah memiliki izin perwakilan BUJKA sebagaimana tercantum dalam website http:/www.jasakonstruksi.net sehingga tidak perlu lagi dilakukan penambahan baik pemotongan maupun pembayaran pajak sebesar Rp1% (satu persen).
bahwa Terbanding melakukan koreksi berdasarkan dokumen perjanjian diketahui bahwa Kontrak yang ditandatangani oleh PT PL Persero dengan Konsorsium Shanghai Electric ruang lingkup kegiatannya meliputi engineering, procurement, and local construction (EPC) sebagai satu kesatuan di dalam kontrak;
bahwa di dalam Consortium Agreement antara SEC dengan PT MII Infrastruktur (MIS) di bagian 2.1 Division of Work dijelaskan bahwa SEC bertugas untuk menyediakan rancangan mesin, semua peralatan terkait dengan mesin tersebut, material, termasuk supervisi khusus untuk pembangunan konstruksi, pengawasan, pengujian kinerja mesin, dan pelatihan Iainnya terkait penggunaan mesin tersebut, sedangkan MIS bertugas untuk membangun konstruksi bangunan yang diperlukan mesin tersebut agar dapat beroperasi;
bahwa dari penjelasan tersebut, SEC, yang diwakili oleh Pemohon Banding, bertanggung jawab atas pengiriman, pemasangan, pengujian, sampai dengan mesin tersebut beroperasi, sehingga Terbanding berkesimpulan bahwa proses procurement merupakan seluruh rangkaian penyediaan mesin sampai dengan beroperasi, sebagai tanggung jawab SEC China maupun Pemohon Banding sebagai satu kesatuan;
bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat 1 huruf b UU PPh bahwa yang menjadi Obyek Pajak Bentuk Usaha Tetap adalah penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia;
bahwa di dalam persetujuan konsorsium antara SEC dan MIS, tugas SEC adalah keseluruhan proses procurement dari rancang desain mesin, pengiriman, pemasangan, pengujian, training, sampai dengan mesin tersebut dapat beroperasi;
bahwa Pemohon Banding adalah merupakan satu kesatuan dengan perusahaan Induk (SEC) dalam rangka pelaksanaan procurement tersebut yang mempunyai tanggung jawab dan menanggung resiko atas procurement tersebut, sehingga seharusnya penghasilan atas procurement tersebut harus diakui sebagai pendapatan Pemohon Banding;
bahwa oleh karena itu, Terbanding berkesimpulan tugas dan wewenang Pemohon Banding tersebut tidak termasuk di dalam kategori Not Undertaken sebagaimana dinyatakan di dalam article 7 P3B Indonesia-China;
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding atas koreksi Pendapatan Procurement tersebut dengan penjelasan sebagai berikut:
• | bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding adalah jasa konstruksi, dimana Pemohon Banding bertanggung atas konstruksi/pembangunan gedung yang diperlukan PT. PL (Persero) Kantor Pusat dalam rangka memproduksi listrik. Pemohon Banding timbul karena adanya penempatan karyawan dari SEC (China) di Indonesia untuk memastikan bahwa konstruksi/pembangunan gedung tersebut berjalan lancar sesuai dengan permintaan PT PL (Persero). Sebagian besar pekerjaan konstruksi atas gedung ini disubkontrakkan ke pihak ketiga; |
• | bahwa Konsorsium Shanghai Electric-PT MII dan pihak PT. PL (Persero) Kantor Pusat telah menandatangani kontrak No. 205/PJ/121/DIR2007, dengan penandatangan dari pihak Shanghai Electric adalah SEG Co Ltd (di China) yang merupakan perusahaan induk Pemohon Banding yang berdomisili dan berkedudukan di China; |
• | bahwa sehubungan dengan procurement (pengadaan generator), PT. PL (Persero) Kantor Pusat melakukan pembelian Iangsung dari SEG Co Ltd (di China). Pemohon Banding di Indonesia hanya melakukan kegiatan berupa jasa konstruksi atas konstruksi/pembangunan gedung yang diperlukan PT. PL (Persero) Kantor Pusat tersebut. Oleh karena itu, seharusnya pengadaan barang yang dilakukan oleh SEG Co Ltd-China tidak dapat dianggap sebagai bagian dan revenue Pemohon Banding. Dapat Pemohon Banding tambahkan juga bahwa tagihan-tagihan yang Pemohon Banding tagihkan kepada PT PL (Persero) selama tahun 2009 adalah tagihan atas jasa konstruksi dan tidak terdapat tagihan atas pengadaan generator (procurement); |
• | bahwa SEG Co Ltd (China) menyerahkan Procurement secara langsung kepada PT. PL (Persero) Kantor Pusat dan tidak dilakukan oleh/melalui Pemohon Banding dan oleh karenanya laba atas penyerahan procument tersebut tidak dapat dikenakan di Indonesia, dan dengan demikian seharusnya atas penyerahan procurement yang dilakukan oleh SEG Co Ltd (China) kepada PT. PL (Persero) Kantor Pusat tidak dijadikan Objek PPh Pasal 4(2) Final bagi BUT Pemohon Banding di Indonesia. |
• | bahwa Pemohon Banding tidak memiliki kapasitas yang memungkinkan untuk melakukan kegiatan impor barang karena Pemohon Banding secara peraturan yang berlaku tidak dapat memiliki Angka Pengenal Impor (API) dan tidak memiliki API untuk mengimpor barang; |
• | bahwa izin operasi Pemohon Banding di Indonesia hanya melakukan pekerjaan (pelaksanaan dan pengawasan) konstruksi, Pemohon Banding tidak mempunyai izin memproduksi dan tidak memproduksi peralatan I mesin pembangkit listrik yang dibeli oleh PT. PL (Persero), dan dengan demikian pengadaan procurement merupakan kegiatan yang tidak dapat dilakukan oleh BUT di Indonesia; |
• | Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dan Republik Rakyat China bahwa di dalam Pasal 7 ayat (1) P3B Indonesia-Republik Rakyat China dalam Versi Bahasa lnggris disebutkan bahwa: "The profits of an enterprise of a Contracting State shall be taxable only in that Contracting State unless the enterprise carries on business in the other Contracting State through a permanent establishment situated therein. If the enterprise carries on business as aforesaid, the profits of the enterprise may be taxed in the other Contracting State but only so much of them as is directly or indirectly attributable to that permanent establishment. The provisions of this paragraph shall, however, not apply if the enterprise proves that the above activities are not undertaken by the permanent establishment or have no relation with the permanent establishment." |
• | Dalam United Nation Model Double Taxation Convention-Commentary Pasal 7 ayat (2) paragraf 10 disebutkan bahwa: "The question thus arose how much of the total profits of the turnkey contract is properly attributable to the permanent establishment and taxable in the county in which it is situated. A member from a developed country said that he knew of instances in which countries had sought to attributable the entire profits of the contract to the permanent establishment. It was his view, however, that only the profits attributable to activities carried on by the permanent establishment should be taxed in the country in which the permanent establishment was situated, unless the profits included items of income dealt with separately in other article of the convention and were taxable in that country accordingly." |
• | Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia nomor 31/M-DAG/PER/7/2007: |
Pasal 2
"Impor hanya dapat dilaksanakan oleh perusahaan dagang, perusahaan industry, kontraktor KKS atau perusahaan penanaman modal yang telah memiliki API."
Pasal 3
"(1) | Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dilaksanakan tanpa API untuk:
|
(2) | Impor dapat dilaksanakan tanpa API apabila:
|
• | bahwa Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara China dan Indonesia Pasal 7 ayat (1) mengatur bahwa Laba suatu perusahaan dapat dikenakan di suatu negara apabila suatu perusahaan tersebut melakukan usahanya di Negara tersebut melalui suatu BUT. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kondisi tersebut diatas tidak berlaku apabila perusahaan tersebut dapat membuktikan bahwa aktivitas-aktivitasnya tidak dilakukan ("not undertaken") oleh BUT; |
• | bahwa Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 31/M-DAG/PER/7/2007, mengatur bahwa Pemohon Banding tidak memiliki kapasitas yang memungkinkan untuk melakukan kegiatan impor barang karena Pemohon Banding tidak dapat memiliki Angka Pengenal Impor (API) dan tidak memiliki API untuk mengimpor barang. Sehubungan dengan yang telah dijelaskan diatas bahwa Laba suatu perusahaan dikenakan disuatu Negara melalui suatu BUT dapat tidak berlaku apabila perusahaan tersebut dapat membuktikan bahwa aktivitas-aktivitasnya tidak dilakukan ("not undertaken") oleh BUT. Kapasitas Pemohon Banding yang tidak dapat memiliki API dan tidak memiliki API jelas menunjukan bahwa aktivitas impor yang dilakukan oleh PT. PL (Persero) dan SEG Co Ltd (China) tidak dilakukan ("not undertaken") dan tidak dapat dilakukan oleh Pemohon Banding. Oleh karena itu, seharusnya Penyerahan atas Impor (Procurement) kepada PT. PL (Persero) dari SEG Co Ltd (China) tidak dapat dikenakan pajak di Indonesia; |
• | bahwa United Nation Model Double Taxation Convention-Commentary Pasal 7 ayat (2) paragraf 10 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan "profits attributable to activities carried on the permanent establishment" adalah "profits" yang diperoleh dari kegiatan yang dilakukan oleh BUT saja. Sehubungan dengan Turnkey kontrak, laba yang dikenakan di suatu negara adalah hanya atas laba yang berasal dari aktivitas yang dilakukan oleh BUT di negara tersebut. Dalam hal SEG Co Ltd (China) menyerahkan Procurement secara langsung kepada PT. PL (Persero) tidak dilakukan oleh/melalui Pemohon Banding di Indonesia maka laba atas penyerahan procument tersebut tidak dapat dikenakan pajak di Indonesia. Dengan demikian seharusnya atas penyerahan procurement yang dilakukan oleh SEG Co Ltd (China) kepada PT. PL (Persero) tidak dijadikan Objek PPh Pasal 4(2) Final bagi Pemohon Banding di Indonesia. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Pemohon Banding tidak dapat melakukan impor dan juga impor barang adalah bukan merupakan bagian dari lingkup pekerjaan Pemohon Banding, sehingga penghasilan atas procurement tersebut tidak dapat dikenakan pajak di Indonesia; |
• | bahwa untuk meningkatkan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan Negara lain, Pemerintah berwenang melakukan perjanjian dengan Pemerintah Negara lain yang mengatur hak-hak pemajakan dari masing-masing Negara guna memberikan kepastian hukum dan menghindarkan pengenaan pajak berganda serta mencegah pengelakan pajak; |
• | bahwa Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara China dan Indonesia merupakan perjanjian untuk mengatur hak perpajakan baik di Negara Indonesia maupun China. Berdasarkan "Vienna Convention on the Law of the Treaties" dan Undang-Undang No. 24 tahun 2000 mengenai Perjanjian Internasional sebagaimana telah Pemohon Banding kutip diatas, tampak bahwa kesepakatan dari suatu perjanjian internasional tidak dapat dikesampingkan oleh kedua pihak yang telah menyetujuinya. Sehingga dalam hal ini, P3B yang merupakan perjanjian internasional antara pemerintah Indonesia dan China harus mengikat kedua pihak dan harus menjadi pedoman dalam menerapkan perlakuan pengenaan pajak; |
bahwa Pemohon Banding mendalilkan bahwa atas penyerahan procurement yang dilakukan oleh SEG Co. Ltd (China) menyerahkan Procurement secara langsung kepada PT. PL (Persero) tidak dilakukan oleh/melalui Pemohon Banding di Indonesia ;
bahwa Pemohon Banding tidak dapat melakukan impor dan juga impor barang adalah bukan merupakan bagian dari lingkup pekerjaan Pemohon Banding, sehingga penghasilan atas procurement tersebut tidak dapat dikenakan pajak di Indonesia;
bahwa berdasarkan isi kontrak mengenai ruang lingkup pekerjaan, Majelis memperoleh fakta data dan keterangan bahwa pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh SEG Co. Ltd. (China) adalah dalam rangka menyediakan “a complete and fully operational stand alone power station” kepada PT PL (Persero) yang adalah merupakan “turn key project”;
bahwa pekerjaan proyek meliputi pekerjaan yang diawali dengan perancangan dan pengujian, yang dilakukan di tempat induk Pemohon Banding yaitu SEG Co. Ltd. (China) sampai dengan pemasangan dan pengujian sampai dengan “power station” beroperasi dan dapat dimanfaatkan oleh pemesan yaitu PT PL (Persero);
bahwa Majelis memperoleh keterangan dalam persidangan bahwa dalam melaksanakan hal-hal yang diperjanjikan dalam kontrak sampai dengan selesai dan kemudian diserahkan kepada PT PL (Persero), SEG Co. Ltd. (China) selaku induk Pemohon Banding melibatkan Pemohon Banding khususnya untuk pekerjaan konstruksi berupa rumah untuk pembangkit listrik;
bahwa Majelis berpendapat, sengketa banding ini terkait dengan sengketa PPh Badan dengan Nomor sengketa 105682.15/2010/PP;
bahwa Majelis berpendapat bahwa pembangunan rumah untuk pembangkit listrik yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah merupakan suatu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan sebagai hal yang telah diperjanjikan dalam kontrak dan harus dilaksanakan oleh SEG Co. Ltd. (China)
bahwa dengan fakta sedemikian, Majelis berpendapat bahwa dalam kontrak a quo, antara Pemohon Banding dan induknya yaitu SEG Co. Ltd. (China), adalah merupakan satu kesatuan usaha yang tidak terpisahkan dalam melaksanakan kontrak yaitu pengadaan “power station” yang siap sudah beroperasi pada saat diserahkan kepada PT PL (Persero) melalui suatu “turn key project”;
bahwa Pasal 7 ayat (1) P3B Indonesia-China mengatur: “Laba perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali jika perusahaan tersebut menjalankan usahanya di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana. Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya sebagaimana dimaksud di atas, maka atas laba perusahaan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang berasal dari bentuk usaha tetap tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung.”;
bahwa Majelis berpendapat bahwa terbukti pelaksanaan pekerjaan yang telah diperjanjikan dalam kontrak kontrak antara Konsorsium SEG Co. Ltd. (China) dengan PT. PL (persero) untuk membangun proyek pembangkut listrik, SEG Co. Ltd. (China) menjalankan usahanya di Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap yaitu BUT SEG Co., Ltd., yang dalam sengketa ini adalah Pemohon Banding;
bahwa berdasarkan fakta data dan keterangan serta bukti dokumen yang disampaikan para pihak dalam persidangan, Majelis berpendapat dan meyakini bahwa koreksi Terbanding atas Koreksi DPP PPh Final Pasal 4 ayat (2) berupa Jasa Pelaksanaan Konstruksi sebesar Rp96.724.681.965,00 telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan Majelis memutuskan untuk menolak banding Pemohon Banding.
bahwa koreksi Terbanding berupa Pengenaan Tarif 4% atas DPP berupa Jasa Konstruksi Masa Pajak Oktober 2010 yang menghasilkan tambahan pajak sebesar Rp 3.868.987.279,00 dengan rincian sebagai berikut :
Uraian | Menurut | Koreksi (Rp) | |||
Pemohon Banding (Rp) | Terbanding (Rp) | ||||
|
- 87.002.152 |
- 87.002.152 |
- - |
||
|
|||||
|
96.724.681.965 | 96.724.681.965 | |||
Jumlah | 87.002.152 | 96.811.684.117 | - |
bahwa perhitungan PPh Pasal 4 ayat (2) terutang untuk Masa Pajak Oktober 2010 adalah sebagai berikut:
Uraian | Menurut | Koreksi (Rp) | |||
Pemohon Banding (Rp) | Terbanding (Rp) | ||||
|
- 2.610.065 |
- 3.480.086 |
- 870.021 |
||
|
|||||
|
- | 3.868.987.279 | 3.868.987.279 | ||
Jumlah | 2.610.065 | 3.872.467.365 | 3.869.857.300 |
bahwa Terbanding melakukan koreksi untuk Masa Oktober 2010 dengan Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 4% (empat persen) dengan dalil bahwa penghasilan tersebut berasal dari pekerjaan konstruksi, yaitu pelaksanaan konstruksi, karena Pemohon Banding tidak mempunyai sertifikasi kualifikasi dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), kecuali untuk PT MII Infrastruktur yang menggunakan tarif 3%;
bahwa terkait sengketa tarif PPh Pasal 4 ayat (2) ini, nilai DPP nya adalah mengikuti/terkait dengan sengketa DPP PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah diperiksa sebagaimana diuraikan di atas;
bahwa atas pelaporan DPP PPh Final Pasal 4 ayat (2) oleh Pemohon Banding sebesar Rp87.002.152,00 dengan jumlah PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang terutang sebesar Rp2.610.065,00 dilakukan koreksi oleh Terbanding dengan mengenakan tarif PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 4%;
bahwa dalam melakukan koreksi, Terbanding mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi yang mengatur:
a) | Pasal 1 angka 3: “Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.” | ||||||
b) | Pasal 2: “Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.” | ||||||
c) | Pasal 3 ayat (1): “Tarif Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut:
|
||||||
d) | Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf a menyebutkan: “Yang dimaksud dengan "Kualifikasi usaha" adalah stratifikasi yang ditentukan berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.” | ||||||
e) | Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf c menyebutkan: “Yang dimaksud dengan "Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b” antara lain Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha menengah atau kualifikasi usaha besar.” |
bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2011 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing diatur:
a. | Pasal 1 angka 3: “Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing yang selanjutnya disingkat BUJKA adalah badan usaha yang didirikan menurut hukum dan berdomisill di negara asing, memiliki kantor perwakilan di Indonesia, dan dipersamakan dengan badan hukum Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang usaha jasa konstruksi.” |
b. | Pasal 1 angka 4: “Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing, yang selanjutnya disebut lzin Perwakilan adalah izin untuk melakukan usaha yang diberikan oleh Pemerintah kepada BUJKA untuk melakukan kegiatan jasa konstruksi di Indonesia.” |
c. | Pasal 4 ayat (3): “Izin Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan setelah BUJKA mendapatkan penyetaraan klasifikasi dan kualifikasi yang dinyatakan dalam bentuk sertifikat dari Lembaga.” |
d. | Pasal 4 ayat (4): “BUJKA yang telah memiliki Izin Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat melakukan kegiatan usaha jasa konstruksi di seluruh wilayah Indonesia.” |
e. | Pasal 17: “Dalam hal Lembaga tingkat Nasional belum dapat menerbitkan Sertifikat BUJKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), Menteri dapat menerbitkan Izin Perwakilan.”; |
bahwa berdasarkan data-data dan ketentuan tersebut di atas, Terbanding berkesimpulan dan mendalilkan:
a) | bahwa atas penghasilan dari usaha jasa Konstruksi Pemohon Banding telah melaporkan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dengan tarif 3% sesuai Peraturan Pemerintah nomor 51 Tahun 2008. |
b) | Berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008, Penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan menggunakan tarif sesuai dengan kualifikasi usaha penyedia jasa konstruksi. |
c) | Kualifikasi usaha Pemohon Banding penyedia Jasa Pelaksana Konstruksi yang digunakan sebagai dasar dalam penerapan tarif Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha Jasa Pelaksanaan Konstruksi adalah kualifikasi usaha yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) sebagaimana dimaksud Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008. |
d) | Pemohon Banding tidak memiliki Sertifikasi (Kualifikasi Usaha) yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), sebagaimana ditegaskan dalam surat Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional nomor 10UM/LPJK-N/I/2012 tanggal 12 Januari 2012, sehingga atas penghasilan Wajib Pajak penyedia jasa pelaksana konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) dengan tarif 4% sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008. |
bahwa Terbanding mendalilkan bahwa Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum merupakan izin untuk melakukan usaha yang diberikan oleh pemerintah kepada Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing untuk melakukan kegiatan jasa konstruksi di Indonesia, bukan sertifikasi yang menunjukkan kualifikasi usaha sebagaimana sertifikasi yang dikeluarkan oleh LPJK;
bahwa Pemohon Banding menyatakan ketidaksetujuan atas pengenaan tarif tersebut dengan alasan bahwa Pemohon Banding tidak memiliki sertifikasi (kualifikasi usaha) disebabkan karena Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) yang berwenang menerbitkan sertifikasi, sampai dengan saat ini tidak menerbitkan sertifikasi bagi Pemohon Banding;
bahwa menurut Pemohon Banding bahwa pengenaan tarif pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 3% terhadap Jasa Konstruksi yang dipotong dari Pemohon Banding telah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) PP No.51 Tahun 2008 yang mengatur tarif PPh Jasa Konstruksi untuk pelaksana jasa konstruksi untuk penyedia jasa yang memiliki Kualifikasi Usaha Menengah atau Kualifikasi Usaha Besar;
bahwa kualifikasi Usaha Pemohon Banding Penyedia Jasa Pelaksana Konstruksi yang digunakan sebagai dasar penerapan tarif Pajak Penghasilan atas Penghasilan atas Penghasilan dari usaha Jasa Pelaksana konstruksi adalah kualifikasi usaha yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 3 ayat 1 huruf a PP No 51 Tahun 2008;
bahwa dengan demikian, dalam hal Pemohon Banding Penyedia Jasa Pelaksana Konstruksi tidak mempunyai kualifikasi usaha yang dikeluarkan oleh LPJK maka atas penghasilan dari usaha jasa Pelaksana Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 4% sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) huruf b PP 51 Tahun 2008;
bahwa Surat Izin Perwakilan Badan usaha Jasa Konstruksi Asing yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 dan 4, Pasal 4 ayat (1) dan ayat (3) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 281PRT/M/2006 merupakan izin untuk melakukan usaha yang diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing untuk melakukan kegiatan jasa konstruksi di Indonesia dan Bukan merupakan sertifikasi yang menunjukkan kualifikasi usaha sebagaimana sertifikasi yang dikeluarkan oleh LPJK, sehingga izin tersebut tidak dapat disetarakan/disamakan dengan sertifikasi yang dikeluarkan oleh LPJK;
bahwa sebelum mendapat izin dari Kementerian Pekerjaan Umum untuk menjadi kontraktor, Pemohon Banding telah meminta rekomendasi terlebih dahulu kepada LPJK;
bahwa kemudian menurut LPJK, perusahaan Pemohon Banding ini adalah perusahaan yang mempunyai kualitas dan kualifikasi sehingga Pemohon Banding mendapat izin dari Kementerian Pekerjaan Umum untuk menjadi kontraktor;
bahwa Perusahaan Pemohon Banding juga telah dipublikasi dalam website LPJK, dimana dalam website tersebut terpapar perusahaan-perusahaan yang mempunyai kualifikasi untuk melakukan konstruksi di Indonesia;
bahwa nama BUT SEG Co., Ltd. selaku Pemohon Banding telah memiliki Ijin Perwakilan BUJKA yang telah memenuhi kualifikasi dan telah tercantum dalam website LPJK http:/www.jasakonstruksi.net;
bahwa sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M12011, Izin Perwakilan Perusahaana Jasa Konstruksi Asing a quo diterbitkan yang hanya dapat diberikan kepada BUJKA dengan Kualifikasi Usaha Besar;
bahwa isi Pasal 4 selengkapnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M12011 adalah sebagai berikut:
(1) | Izin Perwakilan diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri kepada Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing. |
(2) | Izin Perwakilan hanya diberikan kepada Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing yang memiliki kualifikasi besar. |
(3) | Izin Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan setelah Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing mendapatkan penyetaraan klasifikasi dan kualifikasi yang dinyatakan dalam bentuk sertifikasi dari Lembaga. |
(4) | BUJKA yang telah memiliki Izin Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat melakukan kegiatan usaha jasa konstruksi di seluruh wilayah Indonesia. |
bahwa berdasarkan fakta data dan keterangan serta bukti dokumen yang disampaikan para pihak dalam persidangan, Majelis berpendapat bahwa terhadap Pemohon Banding telah diterbitkan Izin Perwakilan Perusahaan Jasa Konstruksi Asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
bahwa dengan diberikannya Izin Perwakilan Perusahaan Jasa Konstruksi Asing kepada Pemohon Banding, Majelis meyakini bahwa Pemohon Banding termasuk dalam kategori Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing yang memiliki kualifikasi besar;
bahwa ketentuan Pasal 3 ayat (1) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi yang mengatur:
“Tarif Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut:
a. | …; |
b. | …; |
c. | 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b”; |
bahwa penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 menyatakan: “Yang dimaksud dengan "Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b antara lain Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha menengah atau kualifikasi usaha besar.”;
bahwa karena Pemohon Banding termasuk dalam kategori Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing yang memiliki kualifikasi besar, maka Majelis berpendapat bahwa Tarif Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi yang diberlakukan kepada Pemohon Banding adalah sebesar 3% (tiga persen);
bahwa berdasarkan uraian di atas, Majelis meyakini bahwa koreksi Terbanding atas Koreksi positif atas PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang Terutang dengan mengenakan tarif sebesar 4 (empat) persen adalah tidak sesuai dengan ketentuan, dan Majelis berpendapat bahwa koreksi a quo tidak dapat dipertahankan;
bahwa oleh karenanya Majelis memutuskan untuk membatalkan koreksi Terbanding danmenyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon banding.
bahwa dalam perkara banding ini juga terdapat sengketa atas selisih penerapan tarif PPh Final Pasal 4 ayat (2) di mana Pemohon Banding menggunakan tarif 3% sedangkan Terbanding menggunakan tarif 4%;
bahwa hasil pembahasan atas pokok sengketa adalah sebagai berikut:
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, rekapitulasi pendapat Majelis atas pokok sengketa adalah sebagai berikut :
Uraian Sengketa | Nilai Sengketa | Dipertahankan Majelis | Tidak dapat dipertahankan Majelis |
Dasar Pengenaan Pajak | Rp96.811.684.117,00 | Rp96.811.684.117,00 | Rp 0,00 |
Uraian Sengketa | Menurut Terbanding | Tidak dapat Dipertahankan Majelis | Menurut Majelis |
PPh Pasal 4 ayat (2) terutang | Rp 3.872.467.365,00 | Rp 968.116.841,00 | Rp 2.904.350.524,00 |
bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding dengan penghitungan sebagai berikut :
Dasar Pengenaan Pajak Menurut Terbanding | Rp 96.811.684.117,00 |
Koreksi Tidak Dapat Dipertahankan oleh Majelis | Rp 0,00 |
Dasar Pengenaan Pajak Menurut Majelis | Rp 96.811.684.117,00 |
PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang : | |
Rp 96.724.681.965,00 x 3% = | Rp 2.901.740.459,00 |
Rp 87.002.152,00 x 3% = | Rp 2.610.065,00 |
Jumlah PPh Pasal 4 ayat (2) | Rp 2.904.350.524,00 |
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kompensasi Kerugian;
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kredit Pajak;
bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi;
ahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, rekapitulasi pendapat Majelis atas pokok sengketa adalah sebagai berikut :
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan sengketa ini;
Mengabulkan sebagian Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-00576/KEB/WPJ.07/2016 tanggal 21 April 2016, tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) Nomor 00028/240/10/053/15 tanggal 26 Januari 2015 Masa Pajak Oktober 2010 atas nama BUT SEG Co Ltd, , sehingga jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebagai berikut :
DPP PPh Final Pasal 4 ayat (2) | Rp 96.811.684.117,00 |
PPh Final Pasal 4 ayat (2) terutang | Rp 2.904.350.524,00 |
Kredit Pajak | Rp 183.027.938,00 |
Pajak yang kurang dibayar | Rp 2.721.322.586,00 |
Sanksi Administrasi Pasal 13 ayat (2) UU KUP | Rp 1.306.234.841,00 |
Jumlah yang masih harus dibayar | Rp 4.027.557.427,00 |
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Kamis tanggal 14 September 2017 oleh Hakim Majelis VIB Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:
THW, S.H., Ak., M.B.A. | sebagai Hakim Ketua, |
WST, S.H., M.H., M.Sc., Ak., CA. | sebagai Hakim Anggota, |
JEW, S.E., M.M. | sebagai Hakim Anggota, |
dengan dibantu oleh Ir. H, M.M. |
sebagai Panitera Pengganti. |
Putusan Nomor PUT-105690.25/2010/PP/M.VIB Tahun 2018 ini diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Kamis tanggal 26 Juli 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut :
THW, S.H., Ak., M.B.A. | sebagai Hakim Ketua, |
WST, S.H., M.H., M.Sc., Ak., CA. | sebagai Hakim Anggota, |
JEW, S.E., M.M. | sebagai Hakim Anggota, |
dengan dibantu oleh YEN SE., MSi. |
sebagai Panitera Pengganti. |
Tidak dihadiri oleh Terbanding dan Tidak dihadiri oleh Pemohon Banding
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.