Pokok Sengketa:
bahwa dalam pemeriksaan, terbukti yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa banding ini adalah penetapan Terbanding berupa tagihan atas temuan hasil audit sebesar Rp 67.559.008.000 sesuai SPKTNP Nomor: SPKTNP-420/BC/2017 tanggal 28 Juli 2017 berdasarkan Laporan Hasil Audit Nomor: LHA-172/BC.092/IU/2017 tanggal 28 Juli 2017 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
Menurut Terbanding:
bahwa dalam Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) Nomor: SPKTNP-420/BC/2017 tanggal 28 Juli 2017, Terbanding pada pokoknya mengemukakan bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 pada Pasal 17 ayat (1), dan sesuai dengan LHA Nomor: LHA-172/BC.092/IU/2017 tanggal 28 Juli 2017, ditetapkan kembali tarif dan/atau nilai pabean, sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebesar Rp 67.559.008.000;
bahwa berdasarkan hasil audit PT SFA (SFA), terdapat temuan audit berupa biaya royalty pada nilai transaksi sebagai nilai pabean. Agreement royalty berupa Franchise Agreement. Royalty diakui oleh PT SFA sebagai beban di Laporan Keuangan Tahunan (LKT) 2015 dengan nama akun Remuneration Fee/Technical Assistance, yang dimasukkan ke dalam unsur Harga Pokok Penjualan (COGS). LKT 2015 tersebut telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Osman Bing Satrio & Eny. Namun demikian, berdasarkan LKT 2016 yang telah diaudit oleh KAP Satrio Bing Eny & Rekan, terdapat penyajian kembali royalty sebagai Biaya Pemasaran;
bahwa berdasarkan Lampiran PMK Nomor 34/PMK.04/2016, royalty dan lisensi ditambahkan kedalam nilai pabean sepanjang:
- Dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung;
- Merupakan persyaratan penjualan barang impor;
- Berkaitan dengan barang
bahwa analisis royalty SFA berdasarkan konsep akuntansi adalah sebagai berikut:
1. Prinsip "Subtance Over Form"
Akuntansi mengenal prinsip "Substance Over Form" dimana suatu transaksi seharusnya dicatat berdasarkan kondisi yang sebenarnya tanpa melihat kontrak/perjanjian yang mendasari terjadinya transaksi tersebut. Sebagi contoh: akuntansi harus mengakui dan mencatat semua transaksi pembelian atas tanah, walaupun tanah tersebut secara legal belum dibebaskan.
Berdasarkan prinsip tersebut, seharusnya SFA mengakui adanya transaksi pembayaran royalty (remuneration fee/technical assistance) yang berkaitan dengan pembelian barang impor. Hal ini sudah tergambar dalam LKT 2015 (Audited) dimana royalty dimasukkan kedalam unsur COGS.
Lebih lanjut, apabila royalty diakui sebagai beban penjualan (sebagaimana disebutkan dalam LKT 2016 Audited), maka periu dipertanyakan apakah prinsip "subtance over form" tersebut telah terpenuhi.
2. Berdasarkan Perbedaan Biaya
Segala biaya yang timbul dalam kegiatan usaha secara umum terbagi menjadi 2 (dua), yaitu inventoriable cost dan period cost.
lnventoriable cost adalah semua biaya yang akan menjadi aset perusahaan ketika biaya tersebut terjadi dan akan menjadi biaya ketika barang tersebut dijual (cost of goods sold).
Periodic cost adalah semua biaya dalam laporan keuangan selain cost of goods sold, misalnya biaya pemasaran, promosi, dan sebagainya.
Royalty termasuk sebagai inventoriable cost karena pembayaran royalty tersebut menjadi harga sebuah inventory, dimana keseluruhan inventory tersebut berasal dari barang impor. Apabila inventory tersebut dijual maka akan diakui sebagi COGS. Sehingga pembayaran royalty iebih tepat dimasukkan kedalam COGS.
Berdasarkan LKT 2015 (Audited), royalty dimasukkan kedalam unsur COGS namun mengalami restatement di LKT 2016 (Audited).
3. Berdasarkan Cost Terminology
Segala biaya yang akan dibebankan dalam kegiatan usaha secara umum terbagi menjadi 2 (dua) berdasarkan cost terminology, yaitu Direct Cost dan Indirect Cost.
Biaya/cost, dapat digolongkan sebagai Direct Cost apabila dapat ditelusuri secara mudah, dan ekonomis. Unsur paling penting dalam penentuan apakah cost termasuk dalam Direct Cost atau Indirect Cost adalah unsur traceability.
Dalam hal ini, Tim Audit dapat menelusuri royalty yang dibayarkan oleh SFA berdasarkan data penjualan dan pembelian impornya. Sehingga royalty tersebut lebih tepat dikategorikan sebagai Direct Cost.
Indirect Cost merupakan biaya yang tidak mudah ditelusuri sehingga harus menggunakan metode alokasi (allocation basis). Dalam hal ini, bagaimana cara perusahaan mengalokasikan royalty sebagai indirect cost masih menjadi pertanyaan, apakah menggunakan jumlah kunjungan dari Head Quarters, jumlah toko, dan sebagainya. Selain itu, perusahaan tidak dapat mengalokasikan royalty yang dibayarkan berdasarkan trademark, jaringan toko, service assistance yg diberikan, dan sebagainya.
Apabila royalty dimasukkan sebagai indirect cost dengan argumen bahwa allocation basis yang digunakan adalah jumlah barang yang dijual maka hal tersebut tidak konsisten dengan pernyataan SFA bahwa royalty tersebut berkaitan dengan jaringan toko. Apabila royalty berkaitan dengan jaringan tokolfranchise distribution maka seharusnya jumlah royalty yang dibayarkan berbanding lurus dengan jumlah toko, luas toko, jumlah pegawai, dan sebagainya.
4. Berdasarkan Cost Behavior
Berdasarkan cost behavior, yang akan dibebankan dalam kegiatan usaha secara umum terbagi menjadi 2 (dua), yaitu varible cost dan fixed cost
Biaya dapat dikategorikan sebagai variable cost apabila besarnya jumlah biaya tersebut berbanding lurus dengan penambahan volume;
Sebaliknya, jumlah fixed cost tetap, tidak berbanding lurus dengan penambahan volume.
Royalty yang dibayarkan SFA dapat dikategorikan sebagai variable cost karena jumlah yang harus dibayarkan SFA adalah sebesar 5% dari jumlah penjualan bersih (net sales). Apabila royalty tersebut berkaitan dengan jaringan tokolfranchise distribution maka seharusnya royalty tersebut dikategorikan sebagai fixed cost, sehingga secara logika SFA boleti mengimpor barang dari supllier selain yang ditentukan. Lebih lanjut, seharusnya SFA dapat menjual barang lain tanpa merk Z.
Fakta audit yang ditemukan oleh Tim Audit adalah sebagai berikut:
- Persediaan barang dagangan sepenuhnya dari supplier yang sudah ditentukan. Terdapat importasi dari supplier lain namun berupa impor aksesories dan peralatan toko, misalnya hanger, shelves (rak-rak), dan sebagainya, yang tidak dimasukkan kedalam perhitungan royalty yang harus dibayarkan.
- SFA tidak dilarang untuk menjual barang impor dengan merk "Z" pada outlet yang tidak menggunakan logo/simbol "Z". Bila SFA menjual barang impor dengan merk "Z" pada outlet yang tidak menggunakan logo/simbol "Z" maka tidak ada kewajiban SFA untuk membayarkan Renumeration tersebut kepada Z Merken V. Hal ini adalah kasus khusus dimana barang dagangan tidak laku terjual dalam kurun waktu tertentu sehingga dijual diluar jaringan toko Z. Untuk barang-barang ini royalty tidak dibayarkan dapat dimaklumi karena seharusnya dengan pembayaran royalty, barang tersebut dapat cepat terjual.
Bahwa yang dibayar Pemohon Banding kepada ITX Merken B.V. selaku principle adalah biaya terkait royalti atas penggunaan Merk Dagang Z di Indonesia berdasarkan Contract for Franchise Distribution dibuktikan dengan:
  1. adanya pembayaran/adanya bukti potong PPh Pasal 26 terkait pembayaran royalty yang dilengkapi dengan debit note pembayaran ke ITX Merken B.V.
  2. adanya pengakuan di ledger bank dan ledger remuneration fee.
  3. adanya technical assistance/remuneration fee di Laporan Keuangan.
bahwa pembayaran royalty ke ITX Merken B.V. merupakan persyaratan atas penjualan barang impor dengan alasan sebagai berikut:
a. Bahwa dalam ketentuan pada halaman 3 Contract For Franchise Distribution diketahui Pemohon Banding akan menjual secara eksklusif produk-produk yang termasuk dalam merek dagang Z.
"THIRD. That PT. SFA is interested in setting up and running in Republic Indonesia, shops under the name of Z using the particular "know-how" of this chain of stores, using its trademarks and other rights of industrial property and in brief selling exclusively the products belonging to this trademark under an exclusive commercial distribution system."
Terjemahan:
"KETIGA. Bahwa, PT. SFA tertarik untuk mendirikan dan menjalankan di Republik Indonesia, toko-toko dengan nama Z yang menggunakan “know-how" tertentu dari rantai toko ini, yang menggunakan merek-merek dagang dan hak-hak lain dari milik industrinya dan singkatnya menjual secara eksklusif produk-produk yang termasuk dalam merek dagang ini dengan suatu sistem distribusi komersial tersendiri."
Dengan demikian, pendirian toko digunakan untuk melakukan penjualan secara eksklusif barang impor merek Z
b. Adanya Remuneration Fee sebesar 5% dari omzet penjualan Pemohon Banding.
Remuneration Fee dibayarkan sebagai imbalan untuk sejumlah besar layanan, dukungan, bantuan teknis dan juga penggunaan berbagai merek dagang Pemberi Waralaba.
Pernyataan pada perjanjian tersebut sangat jelas ada penggunaan merek dagang Z dan atas penggunaan merk dagang Z tersebut penerima waralaba harus membayar remuneration fee.
c. Adanya persyaratan penjualan berupa kewajiban hukum apabila Pemohon Banding melakukan kegagalan pemenuhan kewajiban-kewajiban ekonomi yang ditetapkan dalam Contract For Franchise Distribution maka pembatalan atas kontrak terjadi secara otomatis.

XXI. CANCELLATION
At the request of either party and at any moment during the term of the contract, or during any of its extensions, it may be terminated and thus become ineffective whenever any the following causes occur:
e) the non-fulfilment of the economic obligations stipulated in the present contract or of those obligations that the Franchisee may have undertaken with other companies of the same corporate group of the Franchisor.

Terjemahan:
XXI. PEMBATALAN
Atas permintaan salah sate pihak dam kapan pun selama masa kontrak, atau selama perpanjangannya yang mana pun, kontrak ini dapat diakhiri dan oleh karenanya menjadi tidak berlaku lagi bilamana penyebab apapun berikut ini terjadi:
e) Kegagalan pemenuhan kewajiban-kewajiban ekonomi yang ditetapkan dalam kontrak ini atau kewajiban-kewajiban yang mungkin telah dijanjikan oleh penerima waralaba kepada perseroan-perseroan lain dari grup perusahaan yang sama dengan pemberi waralaba.

Dengan demikian jika Pemohon Banding tidak memenuhi kewajiban membayar royalty atas merek dagang Z maka Pemberi Waralaba berhak secara otomatis membatalkan Contract For Franchise Distribution.
bahwa pembayaran royalti berdasarkan Contract For Franchise Distribution terkait dengan barang impor yang sedang ditetapkan nilai pabeannya dengan alasan sebagai berikut:
a. Bahwa sesuai Contract For Franchise Distribution, Pemohon merupakan perusahaan yang mendistribusikan produk impor dengan merek dagang Z dan Supplier yang memasok barang telah ditentukan dalam Contract For Franchise Distribution.
XXV. SUPPLY
The supply of clothes, footwear and other accessories to be sold at franchised shops, is subject to the clauses and conditions stated in the supply agreement that at today's date, the Franchisee signs with INDITEX, S.A. and TEMPE, S.A.
Terjemahan:
XXV.PASOKAN
Pasokan pakaian, alas kaki dan aksesori-aksesori lain yang akan dijual di toko-toko berwaralaba tunduk pada klausul-klausul dan ketentuan-ketentuan yang dinyatakan di dalam perjanjian pasokan yang pada tanggal hari ini ditandatangani oleh Penerima Waralaba Bersama INDITEX, S.A. dan TEMPE, S.A.
b. Bahwa berdasarkan hasil audit, barang yang diimpor adalah berupa produk barang lad' Z yang sudah mengandung HAKI, Pemohon tidak melakukan proses atau pengerjaan terhadap barang yang diimpor, dengan demikian pembayaran royalti telah memenuhi kriteria "terkait dengan barang yang sedang dinilai" karena pembayaran royalti dari penjualan bersih oleh Pemohon adalah atas barang yang sama dengan barang yang diimpor yang mana telah mengandung HAKI.
c. Bahwa sesuai dalam artikel XVII. OTHER OBLIGATIONS AND RIGHTS pada Contract For Franchise Distribution, Pemohon tidak diperbolehkan menjual produk-produk dengan merk dagang Z di tempat manapun selain toko-toko berwaralaba.
  1. Not to sell products in any place other than the franchised shops and only to consumers wherever they live, and also eventually to other Franchisees.
Terjemahan:
  1. Tidak menjual produk-produk di tempat mana pun selain toko-toko berwaralaba dan hanya kepada konsumen dimana pun mereka tinggal, dan juga akhirnya kepada penerima Waralaba lain.
Dengan demikian penjualan di luar Toko merk Z tidak sesuai dengan agreement yang berlaku.
d. Perbandingan Penjualan di luar toko merk Z dengan penjualan di toko merk Z tahun 2016 sebagai berikut:
Penjualan di Toko Z 2016 (A)
1.666.179.999.738
Penjualan di Luar Toko Z 2016 (B)
857.566.382
Total Penjualan 2016 (C)
1.667.037.566.012
Persentase Perbandingan antara
Penjualan di Luar Toko Z dengan Total Penjualan (B:C)
0.0005 %
Dengan demikian penjualan di luar toko Z ini hanya sebagian yang sangat kecil dan tidak signifikan dibandingkan dengan total seiuruh penjualan di toko Z. Penjualan ini juga hanya untuk produk-produk yang dalam periode tertentu yang tidak laku.
bahwa berdasarkan fakta dan bukti sebagaimana dijelaskan oleh Terbanding di atas, Terbanding menyimpulkan bahwa pembayaran ke ITX Merken B.V. berdasarkan Contract for Franchise Distribution merupakan nilai yang harus ditambahkan pada nilai transaksi dengan alasan sebagai berikut:
  1. Bahwa pembayaran remunerasi 5% dari total penjualan di toko adalah berkaitan dengan hak untuk mendirikan dan mengelola jaringan toko dengan merek toko Z memang dapat tidak ditambahkan sebagai biaya/komponen pembentuk nilai pabean apabila di toko dengan merek toko Z tersebut dijual berbagai macam produk yang tidak mengandung HAKI;
  2. Bahwa pada faktanya toko dengan merk toko Z tersebut sesuai Contract for Franchise Distribution secara ekslusif hanya menjual produk impor dengan merk dagang Z yang mengandung HAKI dan melekat pada produk impor itu sendiri dan toko dengan merk toko Z tersebut tidak menjual produk lain selain merk dagang Z sehingga terpenuhi unsur pembayaran tersebut terkait dengan barang impor.
  3. Bahwa sesuai Contract for Franchise Distribution terdapat persyaratan penjualan berupa pembatalan kontrak apabila Franchisee (Pemohon) melakukan kegagalan pemenuhan kewajiban-kewajiban ekonomi yang ditetapkan dalam kontrak. Dengan demikian apabila pemohon gagal memenuhi kewajiban pembayaran remunerasi sebesar 5% dari total penjualan, dimana penjualan tersebut berasal dari produk impor dengan merk dagang Z yang mengandung HAKI maka Pemberi Waralaba berhak secara otomatis membatalkan Contract for Franchise Distribution.
  4. Bahwa sudah jelas dan tidak terbantahkan pembayaran remunerasi sebesar 5% harus ditambahkan ke dalam nifai pabean karena telah memenuhi unsur Royalti.
Menurut Pemohon Banding:
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan penetapan kembali Terbanding dalam SPKTNP Nomor: SPKTNP-420/BC/2017 tanggal 28 Juli 2017 dan dalam Penjelasan Tertulis dengan Surat tertanggal 24 Mei 2018 pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
bahwa Pemohon Banding menekankan bahwa biaya yang dibayar oleh Pemohon Banding kepada ITX Merken B.V. selaku franchisor berdasarkan Contract for Franchise Distribution bukan merupakan royalti yang harus ditambahkan ke dalam nilai pabean. Pemohon Banding membayar biaya remunerasi atas hak yang diperoleh Pemohon Banding untuk mendirikan dan mengelola jaringan toko dengan merek toko Z berdasarkan klausul I Contract for Franchise Distribution sebagai berikut:
a) Otorisasi untuk membuka toko dengan merek toko Z di Indonesia;
b) Menggunakan desain toko khusus, manajemen toko, dan display produk yang dikembangkan oleh franchisor di toko-toko dengan merek Z yang berada di Indonesia;
c) Menggunakan tanda khusus (merk dan shop sign) untuk pakaian, alas kaki, dan aksesoris yang digunakan di jaringan toko Z di Indonesia;
d) Mendapatkan bantuan komersial dari franchisor seperti dekorasi toko, operasi toko, cash control, sistem order, prosedur karyawan, dan inspeksi (Klausul II sampai dengan klausul VI).
bahwa definisi Franchise berdasarkan International Franchise Association sebagai berikut: "Franchising is simply a method for expanding a business and distributing goods and services through a licensing relationship. In franchising, franchisors (a person or company that grants the license to a third party for the conducting of a business under their marks) not only specify the products and services that will be offered by the franchisees (a person or company who is granted the license to do business under the trademark and trade name by the franchisor), but also provide them with an operating system, brand, and support."
bahwa berdasarkan WCO Advisory Opinion 4.17 dijelaskan bahwa "The payment of royalties is not related to the imported goods but is related to the use of the brands and system of the franchisor in the manufacture and sale of the products bearing the intellectual property (brand) of the franchisor. The royalties paid by the franchisee are not to be added to the price actually paid or payable for the imported goods under the provisions ofArticle 8.1(c)".
bahwa pembayaran atas franchise berupa penggunaan merk dan sistem dari franchisor tidak ditambahkan pada nilai pabean barang impor sesuai ketentuan article 8.1(c) Customs Valuation Agreement;
bahwa berdasarkan Commentary on the GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) Customs Valuation Code, paragraf 292 disebutkan bahwa, "a royalty or license fee is not necessarily related to the imported goods merely because its calculation is based on the value of the imported goods or on the proceeds from the further sale of the imported goods. The questions depends rather on a careful examination of exactly what the royalty or license fee is being paid for."
bahwa penjelasan serupa juga ditegaskan pada Paragraf 11 Commentary 3 of Customs Code Committee: "In determining whether a royalty relates to the goods to be valued, the key issue is not how the royalty is calculated but why it is paid i.e. what in fact the licensee receives in return for the payment..."
bahwa kedua paragraf tersebut menegaskan bahwa untuk menentukan apakah pembayaran royalti terkait dengan barang impor dan harus ditambahkan ke dalam nilai pabean bukan ditentukan dari bagaimana royalti tersebut dihitung, apa dasar perhitungannya, atau bagaimana royalti tersebut dicatat. Untuk menentukan apakah pebayaran royalti terkait dengan barang impor dan ditambahkan ke dalam nilai pabean adalah dengan melakukan penelitian secara seksama mengenai untuk apa royalti tersebut dibayarkan;
bahwa menurut Pemohon Banding, untuk menentukan apakah biaya remunerasi terkait dengan barang impor dan harus ditambahkan ke dalam nilai pabean barang impor harus dilakukan penelitian secara seksama terhadap Contract for Franchise Distribution untuk menentukan untuk apa atau jasa apa yang diperoleh Pemohon Banding, bukan hanya dengan melihat bagaimana cara menghitung biaya remunerasi atau bagaimana perlakuan akuntasi atas biaya tersebut;
bahwa dalam hal ini Pemohon Banding berpendapat bahwa Terbanding tidak melakukan analisis secara kompherensif terhadap Contract for Franchise Distribution yang merupakan dokumen dasar penjanjian pembukaan dan pengelolaan toko dengan merk toko Z dan sebagai dasar pembayaran biaya remunerasi Pemohon Banding ke ITX Merken B.V. Hal ini berdasarkan fakta bahwa dalam Laporan Hasil Audit nomor: LHA-172/BC.092/IU/2017 tanggal 28 Juli 2017 (LHA-172) poin 5.3.2 halaman 5 yang menyebutkan bahwa Dokumen Penguji yang digunakan dalam Pemeriksaan Pemberitahuan Nilai Pabean oleh Terbanding adalah "Laporan keuangan (unaudited), General Ledger, Rekap Pembayaran PPh Pasal 26.";
bahwa lebih lanjut terkait dengan penyajian biaya remunerasi ke dalam akun Harga Pokok Penjualan (COGS) pada Laporan Keuangan tahun 2015 dan akun Biaya Pemasaran pada Laporan Keuangan tahun 2016, Pemohon Banding ingin menjelaskan bahwa berdasarkan Contract for Franchise Agreement antara pihak ITX Merken B.V. selaku franchisor dan Pemohon Banding selaku franchisee, terdapat berbagai macam hak (service) yang diberikan oleh franschisor atas biaya remunerasi yang dibayar oleh Pemohon Banding kepada franschisor sebesar 5% dari total hasil penjualan toko dengan merk toko Z. Biaya remunerasi atas berbagai macam service tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai macam klasifikasi biaya, baik dalam harga pokok penjualan (COGS), biaya pemasaran, maupun biaya administrasi;
bahwa berdasarkan pertimbangan accounting treatment bahwa komponen terbesar dari service tersebut diklasifikasikan sebagai biaya pemasaran, maka pada Laporan Keuangan tahun 2016 Pemohon Banding melakukan penyajian kembali dengan mengklasifikasikan biaya remunerasi ke dalam klasifikasi biaya pemasaran. Proses reklasifikasi ini dimungkinkan dalam praktik akuntansi. Sesuai dengan konsep akuntansi yang terkait dengan konsistensi, dinyatakan bahwa penerapan metode akuntansi dilakukan secara konsisten, tetapi metode akuntansi yang dipakai oleh suatu perusahaan dapat diubah dengan syarat metode yang baru mampu memberikan informasi yang lebih baik dibanding metode lama;
bahwa terkait dengan analisa akuntansi cost behavior yang disampaikan Terbanding yang menyatakan bahwa apabila biaya remunerasi tersebut terkait dengan jaringan toko, maka seharusnya biaya remunerasi tersebut dikategorikan sebagai fixed cost adalah tidak tepat;
bahwa berbagai literatur akuntansi, misalkan Garrison, Noreen and Brewer dalam Buku Managerial Accounting menjelaskan bahwa cost behavior tidak ditentukan berdasarkan klasifikasi biaya. Biaya material, biaya tenaga kerja, biaya overhead, biaya pemasaran, maupun biaya administrasi dapat memiliki sifat variable maupun fixed cost. Suatu biaya akan diklasifikasikan sebagai variable atau fixed ditentukan berdasarkan karakteristik biaya tersebut dihubungkan dengan cost driver-nya;
bahwa biaya remunerasi yang dibayarkan oleh Pemohon Banding diklasifikasikan sebagai biaya variable dengan pertimbangan bahwa nilai penjualan dari toko dengan merk toko Z juga merupakan tanggung jawab franchisor. Dalam hal ini franschisor memiliki kepentingan untuk menjaga agar tingkat penjualan Pemohon Banding selaku franchisee tetap bagus, dengan menjaga brand image yang dimiliki, menampilkan shop fitting yang baik, melatih tenaga pemasaran dengan keterampilan yang baik, serta service-service lainnya. Dengan demikian, sangat logis apabila biaya remunerasi dihitung secara variabel sebesar 5% dari hasil penjualan toko dengan merk toko Z;
bahwa tidak ada ketentuan dalam Contract for Franchise Distribution yang mengharuskan Pemohon Banding untuk melakukan impor dari supplier tertentu. Pada Article-VII Contract for Franchise Distribution dijelaskan mengenai ketentuan Franchisor's Remuneration yang mengatur bahwa:
"For the sake of this stipulation, it is understood that the turnover is the total amount of the recommended retail price on all clothes, shoes, and accessories-regardless of their origin or supplier which have been supplied to the Franchisee for sale in "Z" shops in the Republic of ndonesia once V.A.T or any similar tax existing in the Republic of Indonesia has been deducted".
Terjemahan:
"Untuk kepentingan ketetapan ini, dipahami bahwa omzet adalah seluruh jumlah harga eceran yang direkomendasikan atas semua pakaian, sepatu dan aksesori terlepas dari asal atau pemasoknya yang telah dipasok kepada Penerima Waralaba untuk penjualan di toko- toko "Z" di Republik Indonesia setelah dikurangi dengan PPN atau pajak apa pun seperti itu yang ada di Republik Indonesia".
bahwa dengan demikian diketahui bahwa turnover yang menjadi dasar biaya remunerasi merupakan nilai penjualan yang terjadi di toko dengan merk toko Z tanpa memperhatikan pemasok barang yang dijual di toko Z dengan demikian tidak ada ketentuan dalam Contract for Franchise Distribution yang mengharuskan Pemohon Banding untuk melakukan impor dari supplier tertentu;
bahwa terkait dengan penjualan barang impor dilakukan pada toko dengan merk Z maupun di luar toko dengan merk Z hal ini semata-mata didasarkan hanya pertimbangan bisnis semata atas penjualan yang dilakukan di luar toko dengan merk toko Z, Pemohon Banding tidak perlu membayar biaya remunerasi. Hal ini merupakan fakta yang membuktikan bahwa biaya remunerasi adalah terkait pembukaan dan pengelolaan toko dan bukan terkait barang impor;
bahwa biaya remunerasi tidak terkait dengan barang impor juga diperkuat dengan surat surat pernyataan dari supplier, yaitu Inditex, S.A. dan Tempe, S.A yang menyatakan bahwa nilai royalti untuk intellectual property right yang terkandung dalam barang impor sudah termasuk ke dalam nilai transaksi barang impor;
bahwa berdasarkan fakta, bukti dan dasar hukum sebagaimana yang dijelaskan oleh Pemohon Banding tersebut di atas, Pemohon Banding berpendapat bahwa pembayaran ke ITX Merken B.V. atas Contract for Franchise Distribution bukan merupakan nilai yang harus ditambahkan pada nilai transaksi barang impor dan tidak terhutang Bea Masuk dengan alasan sebagai berikut:
  1. Pembayaran Remunerasi berdasarkan Contract for Franchise Distribution antara Pemohon Banding dan ITX Merken B.V. berkaitan dengan hak untuk mendirikan dan mengelola jaringan toko dengan merek toko Z;
  2. Atas hak untuk mendirikan dan mengelola jaringan toko dengan merek toko Z, Pemohon Banding harus membayar Biaya Remunerasi sebesar 5% dari total penjualan di toko;
  3. Oleh karena itu, pembayaran remunerasi kepada ITX Merken B.V. bukan merupakan persyaratan penjualan barang impor dan tidak terkait dengan barang impor; dan
  4. Pendapat Terbanding yang menyatakan pembayaran kepada ITX Merken B.V. merupakan royalti yang ditambahkan ke dalam nilai pabean adalah tidak tepat karena di dalam harga impor sudah termasuk royalti sesuai dengan pernyataan.
Menurut Majelis:
bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah penetapan kembali Terbanding berupa tagihan atas temuan hasil audit sebesar Rp 67.559.008.000 sesuai SPKTNP Nomor: SPKTNP- 420/BC/2017 tanggal 28 Juli 2017 berdasarkan Laporan Hasil Audit Nomor: LHA- 172/BC.092/IU/2017 tanggal 28 Juli 2017 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor: 286/SFA/TAX/IX/2017 tanggal 20 September 2017 menyatakan tidak setuju dengan penetapan Terbanding dalam keputusan Nomor: SPKTNP-420/BC/2017 tanggal 28 Juli 2017, dan pada pokoknya mengemukakan alasan bahwa pembayaran yang dilakukan oleh Pemohon Banding ke franchisor berdasarkan Contract for Franchise Distribution tidak dapat dimasukkan sebagai royalti yang dapat dikenakan bea karena pembayaran tersebut tidak terkait dengan barang yang diimpor dan bukan merupakan persyaratan penjualan barang impor untuk dijual;
bahwa Terbanding menetapkan kembali nilai pabean dengan menambahkan nilai royalti dan lisensi ke dalam nilai transaksi dengan alasan sebagai berikut:
1) Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean untuk Perhitungan Bea Masuk menyebutkan bahwa:
(1) Nilai transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ay at (1) merupakan harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar oleh pembeli kepada penjual atas barang yang dijual untuk diekspor ke dalam Daerah Pabean ditambah dengan biaya-biaya dan/atau nilai-nilai yang harus ditambahkan pada nilai transaksi sepanjang biaya-biaya dan/atau nilai-nilai tersebut belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar.
(2) Nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berasal dari suatu transaksi jua/beli dalam kondisi persaingan bebas.
(3) Biaya-biaya dan/atau nilai-nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
  1. royalti dan biaya lisensi yang harus dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai persyaratan jual beli barang impor yang dinilai, sepanjang royalti dan biaya lisensi tersebut belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar dari barang impor yang bersangkutan.
2) Terkait royalti, Ketentuan Nilai Transaksi dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean untuk Perhitungan Bea Masuk (Selanjutnya disebut PMK-160/2010) menyebutkan bahwa:
  1. Royalti dan Biaya Lisensi
    1) Royalti dan lisensi adalah pembayaran yang berkaitan antara lain dengan paten, merek dagang dan hak cipta.
    2) Royalti dan lisensi ditambahkan sepanjang:
    a) Dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung;
    b) Merupakan persyaratan penjualan barang impor:
    - Dalam rangka pembelian barang, pembeli diharuskan membayar royalti atau biaya lisensi. Tanpa mempermasalahkan apakah pembayaran royalti ditujukan kepada penjual atau pihak lain (royalty holder atau kuasanya) yang sama sekali tidak terlibat dalam transaksi barang impor yang bersangkutan.
    - Yang dimaksud dengan persyaratan penjualan adalah adanya kewajiban hukum dalam suatu kontrak/perjanjian untuk membayar royalti dan apabila kewajiban tersebut tidak dipenuhi maka kontrak/perjanjian tersebut menjadi batal dan tidak berlaku lagi.
    c) Berkaitan dengan barang impor Pada barang impor yang bersangkutan terdapat Hak Atas Kekayaan Intelektual, antara lain berupa hak atas merek, hak cipta atau hak paten (di dalam barang impor terdapat proses kerja yang dipatenkan).
3) Tim Audit berpendapat bahwa Remuneration Fee merupakan royalti/lisensi yang harus ditambahkan ke dalam komponen nilai pabean dengan penjelasan sebagai berikut:
a) Dibayarkan secara tidak langsung
b) Merupakan persyaratan atas penjualan barang impor
c) Berkaitan dengan barang impor yang sedang ditetapkan nilai pabeannya
bahwa Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 menyebutkan, nilai pabean untuk penghitungan bea masuk adalah nilai transaksi dari barang yang bersangkutan;
bahwa Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 160/PMK.04/2010 tanggal 01 September 2010 tentang Nilai Pabean Untuk Perhitungan Bea Masuk menyatakan, nilai pabean untuk penghitungan bea masuk adalah nilai transaksi dari barang impor yang bersangkutan yang memenuhi syarat-syarat tertentu;
bahwa berdasarkan data-data dan pengakuan para pihak yang disampaikan pada persidangan disampaikan hal-hal sebagai berikut:
bahwa Pemohon Banding melakukan perjanjian kontrak berupa Contract for Franchise Distribution dengan Z Merken, B.V. tertanggal 15 Februari 2015;
bahwa berdasarkan Contract for Franchise Distribution Pemohon Banding membayar biaya remunerasi atas hak yang diperoleh Pemohon Banding untuk mendirikan dan mengelola jaringan toko dengan merek toko Z berdasarkan klausul I Contract for Franchise Distribution sebagai berikut:
a) Otorisasi untuk membuka toko dengan merek toko Z di Indonesia;
b) Menggunakan desain toko khusus, manajemen toko, dan display produk yang dikembangkan oleh franchisor di toko-toko dengan merek Z yang berada di Indonesia;
c) Menggunakan tanda khusus (merk dan shop sign) untuk pakaian, alas kaki, dan aksesoris yang digunakan di jaringan toko Z di Indonesia;
d) Mendapatkan bantuan komersial dari franchisor seperti dekorasi toko, operasi toko, cash control, sistem order, prosedur karyawan, dan inspeksi (Klausul II sampai dengan klausul VI).
bahwa atas bantuan-bantuan yang disebut pada klausul I sampai dengan klausul VI Contract for Franchise Distribution, Pemohon Banding diharuskan untuk membayar franchisor renumerasi sebesar 5% dari total turnover Pemohon Banding untuk periode 6 bulan sebelumnya;
bahwa Pemohon Banding tidak dilarang untuk menjual barang impor dengan merk Z pada outlet yang tidak menggunakan logo/simbol “Z”. Apabila Pemohon Banding menjual barang impor dengan merk Z pada pada outlet yang tidak menggunakan logo/simbol “Z”, maka tidak ada kewajiban Pemohon Banding untuk membayar remuneration fee kepada Z Merken, B.V. terhadap barang-barang yang tidak laku terjual dalam kurun waktu tertentu sehingga dijual di luar jaringan toko Z, dengan demikian menurut Majelis biaya remunerasi terkait dengan pendirian dan pengelolaan toko Z dan bukan terkait dengan barang impor;
bahwa dari uraian di atas, Majelis berkesimpulan sebagai berikut:
  1. Pembayaran remunerasi berdasarkan Contract for Franchise Distribution antara Pemohon Banding dan ITX Merken B.V. berkaitan dengan hak untuk mendirikan dan mengelola jaringan toko dengan merek toko Z;
  2. Atas hak untuk mendirikan dan mengelola jaringan toko dengan merek toko Z, Pemohon Banding harus membayar Biaya Remunerasi sebesar 5% dari total penjualan di toko;
  3. Pembayaran remunerasi kepada ITX Merken B.V. bukan merupakan persyaratan penjualan barang impor dan tidak terkait dengan barang impor;
  4. Bahwa pembayaran remunerasi tidak termasuk dalam biaya-biaya yang harus ditambahkan pada nilai transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean untuk Perhitungan Bea Masuk;
  5. Bahwa nilai pabean yang diberitahukan oleh Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan nilai transaksi sebagaiman diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006;
Menimbang:
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa nilai pabean yang diberitahukan oleh Pemohon Banding merupakan nilai transaksi yang sebenarnya atau seharusnya dibayar, oleh karenanya Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding dan membatalkan penetapan kembali Terbanding dalam SPKTNP Nomor: SPKTNP-420/BC/2017 tanggal 28 Juli 2017, sehingga tagihannya menjadi nihil;
Mengingat:
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait;
Memutuskan:
Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) Nomor: SPKTNP-420/BC/2017 tanggal 28 Juli 2017, atas nama: PT SFA, , dan menetapkan tidak terdapat kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor, sehingga tagihan yang masih harus dibayar nihil;
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan Musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Kamis tanggal 24 Mei 2018 oleh Hakim Majelis IXB Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis sebagai berikut:

Drs. S, M.M., M.H. sebagai Hakim Ketua,
Drs. SS, M.M. sebagai Hakim Anggota,
Ir. HBS, M.Eng. sebagai Hakim Anggota,
dengan dibantu oleh
AK, S.E.

sebagai Panitera Pengganti,
Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Jumat tanggal 31 Agustus 2018, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Terbanding maupun Pemohon Banding;

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA