Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
bahwa yang menjadi sengketa dalam Gugatan ini adalah Penerbitan Surat Tergugat Nomor KEP-00938/NKEB/WPJ.04/2017 tanggal 3 Oktober 2017 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b karena Permohonan Wajib Pajak, yang tidak disetujui oleh Penggugat;
A. | TERKAIT PEMENUHAN FORMAL PENGAJUAN GUGATAN
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
B. | TERKAIT MATERI PENGAJUAN GUGATAN URAIAN MATERI GUGATAN
|
Formal Pengajuan Gugatan
1. | bahwa surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-00938/NKEB/WPJ.04/2017 tanggal 3 Oktober 2017 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b karena Permohonan Wajib Pajak merupakan surat keputusan “beschikking” yang ditujukan kepada Penggugat; |
2. | bahwa Keputusan Tergugat Nomor KEP-00938/NKEB/WPJ.04/2017 tanggal 3 Oktober 2017 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b karena Permohonan Wajib Pajak merupakan keputusan tata usaha negara yakni suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan hukum atau pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata; |
3. | bahwa orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi; |
4. | bahwa dengan demikian Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP00938/NKEB/WPJ.04/2017 tanggal 3 Oktober 2017 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b karena Permohonan Wajib Pajak merupakan surat keputusan yang dapat diajukan gugatan; |
Materi Gugatan
bahwa berkenaaan dengan koreksi fiskal positif sebesar Rp12.218.767.179,00 menurut Tergugat koreksi tersebut merupakan koreksi pembelian dari Australian Mud Company ("AMC"), yakni berasal dari Account AMC (5-9000). Sesuai halaman 17 Surat Tanggapan, Tergugat tidak dapat meyakini bahwa Purchase AMC (5-9000) sebesar Rp12.218.767.179,00 merupakan biaya yang berkaitan langsung dengan upaya mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang Undang Pajak Penghasilan;
bahwa Pasal 6 ayat (1) huruf a angka 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut dengan "Undang-Undang Pajak Penghasilan") mengatur : "Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain biaya pembelian bahan"
bahwa dalam Memori Penjelasannya dinyatakan:
"Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya, sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Di samping itu, apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Huruf a
Biaya-biaya yang dimaksud pada ayat ini lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak;
Dengan demikian, pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Contoh:
Dana Pensiun A yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan memperoleh penghasilan bruto yang terdiri dari:
a. | penghasilan yang bukan merupakan objek pajak sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf h |
Rp 100.000.000,00 |
b. | penghasilan bruto lainnya sebesar | Rp 300.000.000,00 (+) |
Jumlah penghasilan bruto | Rp 400.000.000,00 |
Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), biaya yang boleh dikurangkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan adalah sebesar 3/4 x Rp 200.000.000,00 = Rp150.000.000,00.
Demikian pula bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yang diterimanya tidak merupakan objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f. Bunga pinjaman yang tidak boleh dibiayakan tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham.
Pengeluaran-pengeluaran yang tidak ada hubungannya dengan upaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, misalnya pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan pribadi pemegang saham, pembayaran bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk keperluan pribadi peminjam serta pembayaran premi asuransi untuk kepentingan pribadi, tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, tetapi bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan.
Pengeluaran-pengeluaran sehubungan dengan pekerjaan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam bentuk uang. Pengeluaran yang dilakukan dalam bentuk natura atau kenikmatan, misalnya fasilitas menempati rumah dengan cuma-cuma, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan bagi pihak yang menerima atau menikmati bukan merupakan penghasilan. Namun, pengeluaran dalam bentuk natura atau kenikmatan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e, boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pihak yang menerima atau menikmati bukan merupakan penghasilan.
Pengeluaran-pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik. Dengan demikian, apabila pengeluaran yang melampaui batas kewajaran tersebut dipengaruhi oleh hubungan istimewa, jumlah yang melampaui batas kewajaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Selanjutnya lihat ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f dan Pasal 18 beserta penjelasannya.
Pajak-pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya selain Pajak Penghasilan, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), Pajak Hotel, dan Pajak Restoran, dapat dibebankan sebagai biaya.
Mengenai pengeluaran untuk promosi perlu dibedakan antara biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi dan biaya yang pada hakikatnya merupakan sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Besarnya biaya promosi dan penjualan yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
bahwa berkenaan dengan pembelian / impor barang dagangan dari Australian Mud Company (AMC) sebesar Rp26.150.226.324,00 telah didukung dengan bukti-bukti pembayaran yang lengkap dan sah (termasuk purchase order, invoice, dan bukti transfer melalui bank);
bahwa sesuai perjanjian yang disepakati, Penggugat telah ditunjuk oleh sebagai distributor produk-produk Australian Mud Company (AMC) di Indonesia. Untuk melaksanakan perjanjian kerja-sama tersebut, persediaan barang dagangan dari Australian Mud Company ("AMC") dikirimkan dari Australia ke Indonesia. Bahwa system kerja-sama yang disepakati adalah system / metode konsinyasi ("consignment stocks");
bahwa terhadap administrasi kepabeanan / impor atas persediaan barang dagangan dari Australian Mud Company (AMC) ke Indonesia – Penggugat bertindak selaku importir sehingga Pajak Pertambahan Nilai Impor (PPN Impor) dilaporkan sebagai Pajak Masukan dan dilaporkan pada SPT Masa PPN pada Masa Pajak yang berkenaan;
bahwa persediaan barang dagangan tersebut selanjutnya disimpan di gudang ("warehouse") milik Penggugat yang berada di Marunda dan selanjutya didistribusikan ke gudang (warehouse) milik Penggugat yang berada di Balikpapan (Kalimantan Timur) dan Bitung (Sulawesi Utara);
bahwa pada saat terjadi penjualan kepada para pelanggan ("customers") di Indonesia tersebut, Penggugat mengirimkan purchase order kepada Australian Mud Company ("AMC"). Selanjutnya sesuai purchase order dari Penggugat tersebut, Australian Mud Company (AMC) menerbitkan invoice kepada Penggugat selanjutnya oleh Penggugat dilakukan pembayaran terhadap invoice yang berkenaan;
bahwa memperhatikan schema dan proses business sebagaimana dilaksanakan oleh Penggugat, sangat dimungkinkan terjadi perbedaan waktu importasi persediaan barang dagangan dari Australian Mud Company (AMC) dengan pengakuan cost of good sold ("harga pokok penjualan"). Bahwa Pajak Pertambahan Nilai atas impor (PPN Impor) dilaporkan pada saat / masa dilakukannya impor barang sedangkan harga pokok penjualan diakui pada saat Penggugat menerbitkan purchase order dan/atau pembayaran kepada Australian Mud Company ("AMC");
bahwa Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai mengatur:
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
a) | penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; |
b) | impor Barang Kena Pajak; |
c) | penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; |
d) | pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; |
e) | pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; |
f) | ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; |
g) | ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan |
h) | ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. |
bahwa Pasal 9 ayat (2) Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai mengatur : "Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama";
bahwa selanjutnya Pasal 9 ayat (9) Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai mengatur: "Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan";
bahwa sesuai surat pemberitahuan hasil pemeriksaan ("SPHP") Nomor SPHP-00069/WPJ.04/KP.1105/RIK.SIS/2015 tanggal 12 Maret 2015, koreksi harga pokok penjualan didasarkan pada alasan berikut:
Berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat koreksi positif pada Biaya Lainnya sebesar Rp12.218.767.179,00 Dari hasil pengujuan terdapat selisih equalisasi Pembelian menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan DPP PPN Pajak Masukan menurut SPT Masa PPN sebesar Rp12.218.767.179,00 Kesimpulan
|
bahwa pendekatan "equalisasi" antara SPT Masa PPN oleh Pemeriksa Pajak untuk menguji apakah suatu biaya dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto ("deductible expenses") adalah tidak tepat;
bahwa pengaturan konsepsi biaya sebagai pengurang penghasilan bruto ("deductible expenses") sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan berbeda dengan konsepsi pengaturan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
bahwa COGS = Harga Pokok Penjualan sebesar Rp26.150.226.326,00 yang berasal dari pembelian persediaan barang dagangan dari Australian Mud Company ("AMC") sebagaimana SPT PPh Badan Tahun Pajak 2013 merupakan beban biaya terkait untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan;
bahwa sudah seyogjanya bila COGS = Harga Pokok Penjualan sebesar Rp26.150.226.326,00 pembelian persediaan barang dagangan dari Australian Mud Company ("AMC") dapat dikurangkan sebagai pengurang penghasilan bruto ("deductible expenses");
bahwa berkenaan dengan pembelian / impor barang dagangan dari Australian Mud Company (AMC) sebesar Rp26.150.226.324,00 telah didukung dengan bukti - bukti pembayaran yang sah (termasuk antara lain purchase order, invoice, dan bukti transfer melalui bank);
bahwa pendekatan "equalisasi" antara SPT Masa PPN oleh Pemeriksa Pajak untuk menguji apakah suatu biaya dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto ("deductible expenses") adalah tidak tepat;
bahwa dapat disimpulkan bahwa pendapat Tergugat yang menyatakan bahwa "bulan pembelian barang dilaporkan di SPT Masa PPN sama dengan yang dicatat dalam Harga Pokok Penjualan" sebagaimana dinyatakan dalam halaman 16 dari Surat Tanggapan Tergugat adalah tidak tepat;
bahwa koreksi fiskal positif atas Cost of Sales = Harga Pokok Penjualan sebesar Rp12.218.767.179,00 didasarkan pada equalisasi pada pos pembelian menurut SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2013 dengan DPP PPN Pajak Masukan menurut SPT PPN Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2013. Bahwa Tergugat menganggap bahwa seluruh persediaan barang dagangan yang terjual pada Tahun Pajak 2013 berasal dari pembelian persediaan barang dagangan pada tahun yang sama yakni Tahun Pajak 2013;
bahwa Tergugat tidak mempertimbangkan bahwa Penggugat merupakan distributor tunggal perusahaan produk alat pertambangan yang diproduksi oleh Australian Mud Company ("AMC") - perusahaan yang bertempat-kedudukan di Australia. Bahwa system penjualan dan/atau pembelian yang dilaksanakan oleh Penggugat adalah sistem konsinyasi;
bahwa Tergugat juga tidak mempertimbangkan bahwa Pengugat tidak saja mengimpor persediaan barang dagangan dan Australia Mud Company ("AMC) namun juga dari perusahaan - perusahaaan lain di Australia dan luar negeri lainnya seperti Reflex, Teraplus Inc. Impala Plastic, Carton Optical, Kaladari Industries dan lain lain. Dengan demikian, mengganggap seluruh persedian barang dagangan diimpor dari Australian Mud Company ("AMC") merupakan anggapan yang keliru / tidak benar;
bahwa selanjutnya persediaan barang dagangan yang terjual pada Tahun Pajak 2013 tidak saja berasal dari pembelian ("importasi") persedian barang dagangan pada Tahun Pajak 2013 (tahun berjalan) namun bisa pula berasal dari pembelian ("importasi") persedian barang dagangan pada tahun-tahun pajak sebelumnya (i.e. 2012, 2011, 2010 dst). Dengan demikian membandingkan Pajak Masukan Impor pada SPT PPN Masa/Tahun Pajak Januari s/d Desember 2013 dengan Pos Pembelian pada SPT PPh Badan Tahun Pajak 2013 (khususnya pembelian "Importasi" persediaan barang dagangan dari Australian Mud Company ("AMC") saja) merupakan pendekatan yang keliru / tidak benar;
bahwa akibat koreksi fiskal positif atas cost of sales = harga pokok penjualan sebesar Rp12.218.767.179,00 oleh Tergugat, maka laba kotor ("gross margin") yang diperoleh Penggugat menjadi melonjak sangat tinggi dari (semula) 17.36 % (tujuh belas koma tiga puluh enam persen) menjadi sebesar 45% (empat puluh lima persen). Tingkat laba kotor ("gross margin") sebesar 45% ("empat puluh lima persen") sebagaimana dalil Tergugat tersebut merupakan tingkat laba kotor (“gross margin”) yang tidak masuk akal dan bertentangan dengan prinsip kelaziman dan kewajaran dalam usaha;
bahwa terhadap "Cost of Sales = Purchase of AMC (Account : 5 - 9000)" sebesar Rp26.150.226.326,00 yakni pembelian persediaan barang dagangan dari Australian Mud Company ("AMC") sebagainnana SPT PPh Badan Tahun Pajak 2013 telah didukung dengan bukti-bukti pembayaran yang sah termasuk invoices, purchase orders, bukti tranfer melalui rekening bank Penggugat;
bahwa beban biaya berupa Cost of Sales = Purchase of AMC (Account : 5 - 9000) sebesar Rp26.150.226.326,00 merupakan pembelian persediaan barang dagangan dari Australian Mud Company ("AMC") sesungguhnya merupakan beban biaya terkait untuk mendapatkan, menagih dan memperoleh penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat 1) huruf a) Undang Undang Pajak Penghasilan. Dengan demikian, beban biaya sebesar Rp26.150.226.326,00 merupakan beban biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto;
bahwa mohon dengan hormat agar koreksi fiskal positif oleh Tergugat tersebut dibatalkan;
PERMOHONAN
1. | bahwa demi keadilan dan kepastian hukum, memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Pajak berkenan memutus bahwa Keputusan Tergugat Nomor KEP00938/NKEB/WPJ.04/2017 tanggal 3 Oktober 2017 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b karena Permohonan Wajib Pajak adalah keliru dan/atau bertentangan dengan ketentuan peraturan di bidang perpajakan yang berlaku; |
2. | Memerintahkan kepada Tergugat agar memproses permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Nomor : 00002/206/13/062/15 Tahun Pajak 2013 tanggal 06 April 2015 berdasarkan Pasal 36 ayat 1 huruf b) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 s.t.t.d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; |
1. Pemenuhan Ketentuan Formal
bahwa menurut Tergugat, Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00938/NKEB/WPJ.04/2017 tanggal 3 Oktober 2017 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b karena Permohonan Wajib Pajak, tidak termasuk keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP sehingga bukan merupakan Obyek Gugatan;
bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan pajak (selanjutnya disebut dengan UU PP), antara lain diatur sebagai berikut :
Pasal 1:
4. | Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. |
5. | Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. |
7. | Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. |
Pasal 31:
(1) | Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak. |
(2) | Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
(3) | Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku |
bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor: 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor: 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan UU KUP), antara lain diatur sebagai berikut:
Pasal 23:
(2) | Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:
|
bahwa Tergugat telah menerbitkan SKPKB PPh Badan Tahun 2013 Nomor: 00002/206/13/062/15 tanggal 6 April 2015, dan Penggugat telah mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan atas SKPKB PPh Badan tersebut kepada Tergugat;
bahwa Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00938/NKEB/WPJ.04/2017 tanggal 3 Oktober 2017 merupakan jawaban atas permohonan Penggugat tersebut, yang pada pokoknya menolak permohonan Penggugat dan mempertahankan SKPKB PPh Badan yang telah diterbitkan oleh Tergugat sebelumnya;
bahwa berdasarkan uraian tersebut, Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00938/NKEB/WPJ.04/2017 tanggal 3 Oktober 2017 memenuhi kriteria sebagai keputusan sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 4 UU Pengadilan Pajak;
bahwa keputusan Tergugat Nomor: KEP-00938/NKEB/WPJ.04/2017 tanggal 3 Oktober 2017 merupakan keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan yakni berupa SKPKB PPh Badan tahun 2013 yang telah diterbitkan oleh Tergugat sebelumnya, dan Keputusan Tergugat tersebut diterbitkan berdasarkan kewenangan yang diatur dalam Pasal 36 UU KUP oleh karena itu bukan didasarkan atas Pasal 25 dan Pasal 26 UU KUP;
bahwa berdasarkan uraian tersebut, Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00938/NKEB/WPJ.04/2017 tanggal 3 Oktober 2017 memenuhi kriteria sebagai keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (2) huruf c UU KUP;
bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan tersebut, Majelis berkesimpulan Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00938/NKEB/WPJ.04/2017 tanggal 3 Oktober 2017 merupakan Obyek Gugatan yang dapat dijaukan ke Pengadilan Pajak sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 23 Ayat (2) huruf c UU KUP, dan Pengadilan Pajak berwenang untuk memeriksa dan memutus sengketa pajak (gugatan) tersebut sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 31 UU PP;
2. Materi Pokok Gugatan
bahwa yang menjadi sengketa dalam Gugatan ini adalah Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-00938/NKEB/WPJ.04/2017 tanggal 3 Oktober 2017 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b karena Permohonan Wajib Pajak, yang berisi penolakan atas permohonan Penggugat;
bahwa Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP mengatur sebagai berikut: Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat : b. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
bahwa dalam memori penjelasan Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP antara lain mengatur: Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar, misalnya Wajib Pajak yang ditolak pengajuan keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan formal (memasukkan surat keberatan tidak pada waktunya) meskipun persyaratan material terpenuhi;
bahwa Penggugat mengajukan Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang Tidak Benar atas SKPKB PPh Badan Tahun 2013 Nomor: : 00002/206/13/062/15 tanggal 6 April 2015 setelah pengajuan keberatan atas SKPKB a quo yang diajukan Penggugat ditolak Tergugat kerena tidak memenuhi persyaratan formal (memasukkan surat keberatan tidak pada waktunya);
bahwa Penggugat mengajukan Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang Tidak Benar dengan Surat Nomor 106/JP/IV/LL/2017 tanggal 17 April 2017 atas SKPKB PPh Badan Tahun 2013 Nomor: : 00002/206/13/062/15 tanggal 6 April 2015 dengan jumlah pajak Yang Masih harus Dibayar sebesar Rp3.715.958.938,00;
bahwa menurut Penggugat, koreksi Harga Pokok Penjualan yang dilakukan Tergugat sebesar Rp12.218.767.179,00 didasarkan pada hasil ekualisasi antara data DPP PPN Masukan dengan jumlah pembelian yang dilaporkan dalam SPT PPh Badan dengan perhitungan sebagai berikut:
- | Pembelian Cfm Penggugat | : Rp 35.802.975.959,00 |
- | Pembelian Cfm Tergugat (DPP PPN Masukan) | : Rp 23.584.208.780,00 |
Selisih (Koreksi Harga Pokok Penjualan) | : Rp 12.218.767.179,00 |
bahwa menurut Penggugat, koreksi harga pokok penjualan sebesar Rp12.218.767.179,00 tersebut terkait dengan pembelian produk AMC yang didasarkan pada sistem konsinyasi, oleh karena itu Penggugat tidak setuju atas koreksi Harga Pokok Penjualan oleh Tergugat, karena tidak sesuai dengan data dan bukti-bukti atas pembelian dari AMC yang dibebankan dalam Harga Pokok Penjualan tahun 2013;
bahwa menurut Tergugat, koreksi Harga Pokok Penjualan sebesar Rp12.218.767.179,00 tersebut berasal dari koreksi atas Pembelian impor dari Australian Mud Company (AMC) dengan perhitungan sebagai berikut:
Uraian | Menurut | Koreksi (Rp) | |
WP/SPT(Rp) | Pemeriksa (Rp) | ||
Persediaan Awal | 2.563.400.491 | 2.563.400.491 | - |
Pembelian | 9.652.749.635 | 9.652.749.635 | |
Biaya sehubungan dengan jasa | 97.944.354 | 97.944.354 | |
Freight Export | 15.870.737 | 15.870.737 | - |
Freight in Import | 245.973.475 | 245.973.475 | .. |
Freight In Local | 15.934.567 | 15.934.567 | - |
Import Duty | 1.035.499.656 | 1.035.499.656 | - |
Handling Charges | 48.622.838 | 48.622.838 | |
COGS - Purchase AMC | 26.150.226.324 | 13.931.459.145 | 12.218.767.179 |
Barang tersedia untuk dijual | 39.826.222.077 | 27.607.454.898 | 12.218.767.179 |
Persediaan Akhir | 2.406.189.546 | 2.406.189.546 | - |
HPP | 37.420.032.531 | 25.201.265.352 | 12.218.767.179 |
bahwa menurut Tergugat, dalam pemeriksaan Penggugat tidak dapat memberikan bukti pendukung berupa PIB, faktur pajak, invoice, bukti transfer uang sehingga Tergugat tidak meyakini bahwa pembelian dari AMC sebesar Rp12.218.767.179,00 tersebut berkaitan langsung dengan upaya mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Pajak Penghasilan, sehingga koreksi Tergugat telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap berkas sengketa, penjelasan para pihak dalam persidangan serta hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti yang diserahkan dalam persidangan, diuraikan sebagai berikut :
bahwa Penggugat bergerak dalam bidang usaha perdagangan alat-alat penunjang kegiatan pertambangan (seperti muds) dan penyewaan alat-alat penunjang kegiatan pertambangan (seperti kamera untuk mencatat keadaan dan kekuatan tanah) di wilayah pertambangan;
bahwa sesuai dengan perjanjian distribusi (distribution agreement) antara Penggugat dengan Australian Mud Company (AMC) yang berkedudukan di Osborne Park, Western Australia, Penggugat ditunjuk sebagai Distributor Tunggal untuk produk-produk yang diproduksi oleh Australia Mud Company (AMC) di Indonesia;
bahwa berdasarkan perjanjian distribusi (distribution agreement) tersebut, gross margin yang disepakati oleh Penggugat dengan Australian Mud Company (“AMC”) Australia adalah antara 5% (lima persen) sampai dengan 15% (lima belas persen) tergantung masing-masing jenis produk. Bauran penjualan atas produk Australia Mud Company (AMC) selama Tahun 2013 mencapai 70% (tujuh puluh persen) dari keseluruhan total penjualan;
bahwa pembelian Penggugat atas barang produk AMC dilakukan dengan menerapkan sistem konsinyasi, sehingga pada saat barang diimpor oleh Penggugat barang tersebut belum dicatat sebagai persediaan oleh Penggugat karena masih milik AMC, sedangkan semua pengeluaran yang terjadi pada saat impor barang dari Australia dicatat oleh Penggugat sebagai berikut :
- | PPN Masukan Impor (Debet) |
- | PPh Pasal 22 Impor (Debet) |
- | Biaya - biaya (debet) |
- | Bank (Kredit) |
bahwa pada saat Penggugat memperoleh pesanan dari pelanggannya atas produk AMC, Penggugat menerbitkan Purchase Order kepada AMC dan dicatat sebagai berikut:
- | Pembelian dari AMC (Debet) |
- | Hutang kepada AMC (kredit); |
bahwa berdasarkan sistem pembelian secara konsinyasi tersebut mengakibatkan adanya perbedaan waktu pencatatan PPN Masukan Impor, PPh pasal 22 Impor dan Biaya Lainnya dengan pencatatan Pembelian produk dari AMC, dengan beda waktu tergantung lamanya rentang waktu antara produk AMC tersebut diimpor sampai dengan produk tersebut dijual oleh Penggugat kepada pelanggannya;
bahwa Tergugat menghitung besarnya pembelian produk dari AMC berdasarkan Jumlah PPN Masukan Impor yang dibayar oleh Penggugat dalam tahun 2013, sedangkan Penggugat menghitung pembelian produk dari AMC berdasarkan jumlah produk AMC yang terjual pada tahun 2013;
bahwa perbedaan cara perhitungan tersebut mengakibatkan terdapat perbedaan perhitungan jumlah pembelian dari AMC yang dibebankan ke dalam Harga Pokok Penjualan menurut Tergugat dan menurut Penggugat sebesar Rp12.218.767.179,00 dengan rincian sebagai berikut :
Pembelian Cfm Penggugat | : Rp26.150.226.324,00 |
Pembelian Cfm Tergugat | : Rp13.931.459.145,00 |
Selisih | : Rp12.218.767.179,00 |
bahwa dalam persidangan Penggugat menyerahkan dokumen dan bukti-bukti yang terkait dengan pembelian dan pembebanan dalam Harga Pokok Penjualan atas produk AMC, antara lain berupa:
1) | Daftar Rincian Pembelian dari AMC selama tahun 2013 sebesar Rp26.150.226.324,00 yang dilengakapi dengan:
|
2) | Daftar Realisasi Impor Produk AMC selama tahun 2011 dengan PPN Impor sebesar Rp2.431.711.000,00 yang dilengkapi dengan:
|
3) | Daftar Realisasi Impor Produk AMC selama tahun 2012 dengan PPN Impor sebesar Rp1.723.279.000,00 yang dilengkapi dengan:
|
4) | Daftar Realisasi Impor Produk AMC selama tahun 2012 dengan PPN Impor sebesar Rp1.756.963.000,00 yang dilengkapi dengan:
|
5) | Daftar Hasil Stock Opname Produk AMC per 31 Desember 2011, 2012 dan 2013; |
bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan Majelis atas bukti-bukti yang diserahkan dalam persidangan tersebut, diuraikan sebagai berikut:
bahwa sistem pembelian atas produk AMC yang dilakukan oleh Penggugat didasarkan pada sistem konsinyasi, oleh karena itu pada saat dilakukan impor produk AMC tersebut belum dicatat sebagai pembelian sehingga belum dibebankan sebagai komponen Harga Pokok Penjualan;
bahwa pada saat diperoleh order/pesanan dari pelanggan Penggugat atas produk AMC tersebut, Penggugat menerbitkan Purchase Order kepada AMC sehingga dicatat sebagai Pembelian Produk AMC yang dibebankan sebagai komponen Harga Pokok penjualan sebesar nilai produk AMC yang terdapat dalam Purchase Order;
bahwa dengan sistem konsinyasi tersebut mengakibatkan Jumlah Pembelian dari AMC yang dibebankan sebagai Harga Pokok Penjualan Tahun 2013 merupakan nilai pembelian atas produk AMC yang terjual pada tahun 2013, namun secara fisik berasal dari produk AMC yang telah diimpor dari tahun 2011, 2012 dan tahun 2013;
bahwa Penggugat dapat membuktikan bahwa jumlah pembelian produk AMC yang dibebankan dalam Harga Pokok Penjualan tahun 2013 sebesar Rp26.150.226.324,00 karena telah didukung dengan bukti-bukti yang cukup yang berkaitan dengan pembelian produk AMC selama tahun 2013;
bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor: 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor: 36 tahun 2008 (selanjutnya disebut dengan UU PPh), antara lain diatur sebagai berikut:
Pasal 6:
(1) | Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
|
bahwa berdasarkan uraian tersebut, Majelis berpendapat jumlah pembelian produk AMC yang dibebankan sebagai unsur Harga Pokok Penjualan tahun 2013 yang dilaporkan oleh Penggugat sebesar Rp26.150.226.324,00 telah sesuai dengan bukti-bukti yang terkait dengan pembelian produk AMC, oleh karena itu dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf a UU PPh;
bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, Majelis berkesimpulan koreksi Tergugat atas Penghasilan Neto tahun 2013 yang berasal dari Koreksi Harga Pokok Penjualan sebesar Rp12.218.767.179,00 harus dibatalkan;
bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan sebagaimana disajikan sebelumnya, Majelis berpendapat untuk “ Mengabulkan Seluruhnya “ gugatan Penggugat;
bahwa berdasarkan simpulan tersebut, Jumlah Penghasilan neto Tahun 2013 menurut Majelis adalah sebesar Rp3.182.861.485,00 dengan perhitungan sebagai berikut:
Penghasilan Neto Cfm Tergugat | : Rp 15.401.628.664,00 |
Koreksi dibatalkan Majelis | : Rp 12.218.767.179,00 |
Penghasilan neto Cfm Majelis | : Rp 3.182.861.485,00 |
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan sengketa ini;
Mengabulkan seluruhnya gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-00938/NKEB/WPJ.04/2017 tanggal 3 Oktober 2017 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b karena Permohonan Wajib Pajak, atas nama : Penggugat, perhitungan PPh Badan Tahun 2013 yang masih harus/(lebih) dibayar adalah menjadi sebagai berikut :
Penghasilan Neto | Rp 3.182.861.485,00 |
Kompensasi Kerugian | Rp 0,00 |
Penghasilan Kena Pajak | Rp 3.182.861.485,00 |
Pajak Terutang | Rp 753.540.000,00 |
Kredit Pajak | Rp 787.898.048,00 |
PPh yang lebih dibayar | Rp (34.358.048,00) |
Sanksi Administrasi UU KUP | Rp 0,00 |
Jumlah Pajak yang Masih Harus /(Lebih) Dibayar | Rp (34.358.048,00) |
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Rabu, tanggal 16 Mei 2018 oleh Hakim Majelis I.B Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut:
R, Ak., M.Si | sebagai Hakim Ketua, |
TAK, S.E., Ak., M.B.T. | sebagai Hakim Anggota, |
W, SP, M.M. | sebagai Hakim Anggota, |
dengan dibantu oleh LN, S.E., Ak., M.M. |
sebagai Panitera Pengganti. |
Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Rabu, tanggal 12 September 2018, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, dan tidak dihadiri oleh Penggugat maupun oleh Tergugat.
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.