Putusan Pengadilan Pajak Nomor : 63724/PP/M.XIV.B/16/2015

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi DPP PPN Masa Pajak Juli 2010 sebesar Rp.3.233.748.028,00 terdiri dari


  Putusan Pengadilan Pajak Nomor : 63724/PP/M.XIV.B/16/2015

Jenis Pajak : PPN
   
Tahun Pajak : Juli 2010
 
Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi DPP PPN Masa Pajak Juli 2010 sebesar Rp.3.233.748.028,00 terdiri dari:  
1. Koreksi DPP PPN atas pendapatan jasa giling sebesar Rp. 3.202.901.515,00
2. Koreksi DPP PPN karena equalisasi sebesar Rp. 30.846.505,00
   
   
Menurut Terbanding :
1. Koreksi DPP PPN atas pendapatan jasa giling sebesar Rp. 3.202.901.515,00

bahwa pengenaan PPN atas seluruh masa pajak pada Tahun 2010 dilakukan karena pada saat pemeriksaan maupun keberatan, Pemohon Banding tidak memberikan dokumen yang menunjukkan bahwa kegiatan penggilingan tebu hanya terjadi pada masa tertentu saja, karena tidak ada keterangan/penjelasan tersebut maka Terbanding tidak dapat menentukan dengan pasti saat terjadinya penyerahan JasaKena Pajak tersebut, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 465/KMK.01/1987 juncto Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-32/PJ.3/1988, koreksi DPP PPN didistribusikan ke masing-masing masa pajak, sehingga koreksi sebesar Rp38.434.818.182,00 dibagi rata ke 12 Masa Pajak masing-masing sebesar Rp 3.202.901.515,00;
   
Menurut Pemohon Banding : bahwa Pemohon Banding menjelaskan kerjasama Petani dengan Pemohon Banding untuk memproduksi gula dengan sistem bagi hasil adalah merupakan pola pengembangan tebu rakyat secara nasional yang terintegrasi yang memadukan kegiatan on farm (budidaya) dengan kegiatan off farm (pabrik) dalam suatu sistem manajemen industri gula yang mana hal ini telah diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1997 dan pelaksanaan kemitraan diatur dalam surat Menteri Pertanian Nomor: TB.210/65/Mentan/II/98 tanggal 9 Februari 1998 tentang Kebijakan Peningkatan Industri Gula dengan Hubungan Kemitraan. Pemohon Banding menjelaskan, pola hubungan kemitraan antara Petani Tebu dengan Pabrik Gula (Pemohon Banding) berbeda dengan operasionalnya perusahaan penggilingan padi dengan petani padi, dimana penggilingan padi tidak memberikan bimbingan bagaimana dan kapan pada saat harus tanam, dipanen, digiling, dan seterusnya, bahwa penggilingan padi dapat hanya menjual jasa giling dan tidak harus ada hubungan kemitraan dari awal tanam sampai panen;
   
Menurut Majelis : bahwa Terbanding melakukan koreksi DPP PPN atas pendapatan jasa giling tebu sebesar Rp.3.202.901.515,00 didasarkan pada ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewahsebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor: 42 Tahun 2009serta berdasarkan pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-10/PJ.51/1999 tanggal 26Mei 1999 juncto Nomor: SE-23/PJ.51/2000 tanggal 14 Agustus 2000;

bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi berupa upah penghasilan yang diterima Pemohon Banding terkait dengan kegiatan jasa giling yang dilakukan Pemohon Banding sehubungan dengan pola kemitraan yang dilakukan antara Pemohon Banding selaku pabrikan (Pabrik Gula) dengan para petani yang terikat dengan perjanjian kerja sama untuk memproduksi gula;

bahwa Pemohon Banding menjelaskan kerjasama Petani dengan Pemohon Banding untuk memproduksi gula dengan sistem bagi hasil adalah merupakan pola pengembangan tebu rakyat secara nasional yang terintegrasi yang memadukan kegiatan on farm (budidaya) dengan kegiatan off farm (pabrik) dalam suatu sistem manajemen industri gula yang mana hal ini telah diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1997 dan pelaksanaan kemitraan diatur dalam surat Menteri Pertanian Nomor: TB.210/65/Mentan/II/98 tanggal 9 Februari 1998 tentang Kebijakan Peningkatan Industri Gula dengan Hubungan Kemitraan;

bahwa sengketa yang diajukan banding adalah pengenaan PPN atas pendapatan jasa giling yang menurut Pemohon Banding bukan merupakan upah giling (jasa giling) namun merupakan pembagian atas bagi hasil kerja sama;

bahwa sumber dasar koreksi adalah berdasarkan penelitian terhadap sample Perjanjian Kerja sama Kemitraan TRS II KSU Musim Giling 2010 Nomor 161.108 tanggal 10 Juni 2009, dan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Terbanding, Terbanding menyimpulkan bahwa:
- Status kepemilikan tebu yang digunakan dalam produksi gula adalah tebu rakyat, bukanlah tebu Pemohon Banding, sehingga pada dasarnya gula yang dihasilkan berasal dari tebu milik Petani;
- Bagi hasil sebesar 35% yang diterima oleh Pemohon Banding merupakan bagian atas jasa giling yang dilakukan oleh Pemohon Banding dalam mengolah tebu rakyat (tebu milik petani), dengan kata lain, penghasilan atas jasa giling didasarkan pada bagi hasil atas produksi gula yang berasal dari tebu rakyat;

bahwa menurut Terbanding, pendapat Pemohon Banding yang menyatakan Pemohon Banding bergantung pada pasokan tebu dari petani dan petani bergantung pada penggilingan tebu dan pabrik gula, tidak menghilangkan fakta atas status kepemilikan tebu yang digiling tersebut adalah milik rakyat (petani tebu), bahwa dalam kondisi tersebut status Pemohon Banding adalah penyedia jasa giling tebu milik petani dan mendapatkan bagi hasil sebagai imbalan atas jasa giling yang dilakukannya;

bahwa pola kemitraan antara Pemohon Banding dengan petani, tidak menghilangkan fakta bahwa petani memiliki kepemilikan atas tebu yang digiling karena berdasarkan penelitian, petani menanggung sendiri biaya pengolahan tebu tersebut meskipun dengan melalui kredit modal kerja;

bahwa menurut Terbanding, jasa giling tidak termasuk dalam daftar jasa yang tidak dikenakan PPN (negatif list) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang PPN juncto Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012, maka Terbanding berkesimpulan bahwa atas jasa giling tersebut tetap terutang PPN;

bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menghadirkan sanksi ahli yang menjelaskan tentang kedudukan pabrik gula dan hubungan kemitraan yang terjadi antara Pemohon Banding selaku pabrikan dengan petani tebu, sebagai berikut:

- Latar Belakang

bahwa sebelum Tahun 1975, industri gula dilaksanakan dengan sistem dimana perusahaan gula menanam tanaman tebu di atas lahan sewa milik petani, dan seluruh kegiatan penanaman dan pengolahan serta pemasaran hasil dilakukan oleh perusahaan dan hasil seluruhnya juga dimiliki perusahaan, sistem tersebut merupakan warisan kolonial Belanda, yang dimulai pada era tanam paksa Tahun 1830, yang diteruskan setelah kemerdekan sampai keluarnya Inpres Nomor 9 Tahun 1975;

bahwa dengan keluarnya Inpres tersebut, terjadi perubahan sistem penyelenggaraan industri gula, yaitu dari semula dengan sistem sewa lahan dirubah menjadi sistem Kerja Sama antara Petani dengan Perusahaan Gula, dengan tujuan utamanya untuk memantapkan dan meningkatkan produksi gula serta pendapatan petani, melalui Program Intensifikasi Tanaman Tebu Rakyat (TRI) dengan sistem Bimmas, Pelaksanan Program tersebut dijabarkan dalam Keputusan Menteri Pertanian yang diperbaharuhi setiap tahun;

bahwa istilah kerja sama tersebut kemudian melalui Inpres Nomor 5 Tahun1997 disempurnakan dengan istilah kemitraan usaha, dengan tujuan lebih mengoptimalkan produksi gula dan pendapatan petani, dengan memberikan peran yang lebih besar kepada perusahaan industri gula, petani tebu dan koperasi dalam mengembangkan budi daya tebu melalui kemitraan usaha, kemudian Inpres Nomor 5 Tahun 1997 dicabut/diganti dengan Inpres Nomor 5 tahun 1998;

bahwa dengan dicabutnya Inpres Nomor 5 Tahun 1998 tersebut, selanjutnya pelaksanaan kerja sama kemitraan antara petani tebu dengan perusahaan gula diatur melalui Surat Menteri Pertanian No: TU.210/65/Mentan/11/98, yang kemudian disempurnakan dengan Surat Menteri Kehutanan dan Perkebunan No: 1083/Menhutbun-IX/1998 tentang Kebijakan Peningkatan Produktivitas Industri Gula, yang kemudian dipedomani sampai saat ini;

bahwa sesuai ketentuan dalam Surat Menteri tersebut, pokok-pokok penanganan pergulaan nasional dalam rangka peningkatan produktivitas industri gula dan pendapatan petani yang dilakukan melalui kemitraan usaha antara petani dengan perusahaan gula, penyelenggaraannya diatur sedemikian rupa sehingga ruang lingkup pengaturannya meliputi antara lain kelembagaan, sistem penyelenggaraan, dan penetapan harga;

bahwa dengan penyelenggaraan yang diatur tersebut, maka kerja sama kemitraan antara petani dengan pabrik gula berbeda dengan beroperasinya perusahaan penggilingan padi dengan Petani yang menggilingkan padinya, dalam penggilingan padi tidak ada ikatan kerja sama, Petani penerima jasa membayar kepada pemberi jasa (yaitu penggiling) yang besarnya ditetapkan berdasarkan volume yang digiling, hubungan kerja sama terjadi hanya pada saat memproses hasil panen dari gabah menjadi beras;

bahwa pada sistem penyelenggaraan kerja sama kemitraan antara Petani tebu dengan Pabrik Gula dilakukan dalam suatu wadah kelembagaan kerja sama, yang dilakukan sejak awal persiapan penanaman sampai menghasilkan gula, yang merupakan produk bersama (bukan berhenti pada hasil tebu) serta pembagian hasilnya yang dilakukan secara proporsional, sesuai dengan perannya masing-masing, dalam kelembagaan kerja sama tersebut diatur tentang koordinasi institusi yang terlibat baik ditingkat pusat maupun daerah, serta rincian fungsi dari masing-masing pelaku kerja sama yaitu Pabrik Gula dan Petani dalam kerja sama untuk menghasilkan gula dimaksud, hubungan kerja sama kemitraan ini dilakukan/berlangsung pada setiap tahapan kegiatan sejak dari persiapan tanam, penanaman, pemeliharaan, panen, pengolahan hasil sampai pemasaran hasil serta pengembalian kredit;

- Karakteristik Tanaman Tebu

bahwa pembuat gula. pada dasarnya bukan Pabrik Gula tetapi tanaman tebu dilapangan, Pabrik Gula sifatnya hanya mengekstrak gula dari batang tebu, Gula (bentuknya kalau sudah diekstrak kristal) atau sukrosa (C12H22O11) dibuat oleh tanaman tebu, semula berbentuk glucose/fruktosa (C6H12O6) atau setelah diekstrak bentuk ini disebut tetes, kadar sukrosa dalam tebu meningkat secara bertahap sesuai perkembangan umur, kemudian mencapai puncaknya (disebut sebagai tebu yang telah masak), selanjutnya semakin tua umur tebu kandungan gula pada tebu akan turun kembali (pada saat proses pembungaan) dan kemudian kering dan mati, turunnya kandungan sukrosa bukan hanya karena tua umurnya tetapi dapat juga turun karena banyak hujan atau roboh atau setelah ditebang dibiarkan lebih dari 24 jam tidak diproses, maka sukrosa akan terurai lagi menjadi glukosa dan fruktosa, dan bila diekstrak hasilnya menjadi tetes (molassis), sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi sukrosa dalam batang tebu tidak stabil/mudah terurai karena faktor-faktor lingkungan dan juga faktor dari dalam tebu sendiri, dengan demikian tebu yang dipanen tidak dapat disimpan dalam bentuk tebu tetapi harus segera diproses menjadi gula, sehingga kepastian tersedianya fasilitas pengolahan sangat penting;

- Karakteristik Pabrik Gula

bahwa Pabrik Gula memiliki karakteristik yaitu sifat prosesnya kontinyu, sehingga ketersediaan bahan baku berupa tebu menjadi sangat penting, dengan tidak memiliki lahan sendiri maka keberadaan Petani yang bersedia bekerja sama sangat diperlukan, untuk menjamin tersedianya bahan baku tebu;

- Usaha Tani Tebu Harus Terpadu Dengan Pengolahannya.

bahwa dengan sifat karakteristik tersebut, maka secara tehnis usaha tani tebu harus terpadu dengan pengolahannya, hal tersebut berbeda dengan tanaman lain seperti padi, bila telah terbentuk butir padi, maka meskipun turun hujan butirannya tidak akan hilang, dan padi yang dipanen bisa disimpan lama, dan usaha tani padi dapat berdiri sendiri, tidak terkait langsung dengan pengolahannya;

- Mengapa Petani Harus Kerja Sama Kemitraan Dengan Pabrik Gula
  
1) Karena Pabrik Gula memiliki pabrik tetapi tidak memiliki lahan untuk menanam tebu, sementara Petani memiliki lahan tebu tetapi tidak memiliki fasilitas pengolahan, maka untuk dapat menghasilkan gula (yang bernilai ekonomis dibanding tebu) masing-masing pihak (Petani dan Perusahaan Gula) harus bekerja sama secara sinergis;
2) Secara ekonomi dalam tingkatan makro, keberlanjutan keberadaan industri gula sangat diperlukan untuk memproduksi gula, guna memenuhi kebutuhan gula nasional yang terus meningkat, untuk itu maka penyelenggaraan industri gula nasional diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan produksi gula serta pendapatan petani, melalui kerja sama yang sinergis antara petani dan pabrik gula;
3) Kerja sama sinergis tersebut diwujudkan dalam kerja sama kemitraan, dengan asas saling memerlukan, saling menguntungkan dan saling memperkuat;
 
- Sifat Kerja Sama Kemitraan
1) Para pelaku (Petani dan Pabrik Gula) memiliki kedudukan yang sama dalam kerja sama tersebut;
2) Ikatan kerja sama kemitraan yang diwujudkan melalui perjanjian kerja sama yang dilandasi asas-asas saling memerlukan, saling menguntungkan dan saling memperkuat, dapat diibaratkan dengan hubungan suami-isteri yang membangun rumah tangga, dimana pengorbanan masing-masing tidak dihitung sebagai balas jasa, tetapi didasari pada hak, kewajiban dan tanggung jawab, untuk mencapai tujuan kebahagian rumah tangga;
3) Dalam hal kerja sama kemitraan Petani tebu dengan Pabrik Gula tujuannya adalah memproduksi gula, sedangkan pengorbanan selama proses berlangsung dilakukan sesuai dengan porsinya masing-masing yang telah ditentukan yang proses kegiatannya dilakukan bersama sesuai dengan fungsinya, dan nanti muaranya menuju pada hasil akhir berupa gula yang dibagi secara proporsional, disini tidak ada pemberi dan penerima jasa, tetapi bekerja, dengan untung dan rugi menjadi beban bersama, hal tersebut dicerminkan dalam pembagian gula secara proporsional, artinya bila rendemen turun dan hasil gula menurun, maka hasil pembagian gulanya juga mengalami penurunan masing-masing secara proporsional, sedangkan untuk kemitraan kerjasama usaha, pabrik gula menjamin pendapatan minimal atau rendemen dan bertanggungjawab sebagai avalis kredit.

- Bentuk-Bentuk Kerja Sama Kemitraan

bahwa bedasarkan Surat Menteri Pertanian Nomor: TU.210/65/Mentan/II/98, kemitraan dapat berbentuk:  
1) Sewa lahan berdasarkan kedua belah pihak;
2) Tebu Rakyat (TR) Mandiri, yaitu tebu rakyat yang dikembangkan oleh petani dengan modal sendiri dengan bimbingan teknis dan pengolahan hasilnya oleh perusahaan mitra;
3) Tebu Rakyat (TR) kredit, yaitu tebu rakyat yang dikembangkan oleh petani dengan memanfaatkan KKPA/Kredit Perbankan dengan bimbingan teknis dan pengolahan hasilnya oleh perusahaan mitra;
4) Tebu Rakyat Kerja Sama Usaha Tani (TR KSU) yaitu tebu rakyat yang dilakukan oleh petani pemilik lahan dengan menyerahkan pengelolaan lahannya kepada perusahaan mitra atas dasar kesepakatan bersama yang saling menguntungkan, dengan memperoleh jaminan penghasilan tertentu dengan memanfaatkan kredit program atau kredit lainnya;
5) bahwa kebutuhan bibit dan sarana produksi disalurkan dan dilaksanakan oleh perusahaan mitra, sedang permodalan dipenuhi sesuai ketentuan perbankan atas dasar skim kredit yang berlaku, dimana perusahaan mitra berfungsi sebagai avalis;

- Kelembagaan

bahwa sesuai Surat Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 1083/Menhutbun-IX/1998, fungsi masing-masing pihak dalam kerja sama kemitraan adalah sebagai berikut:
Koordinasi:   
1) Menteri Kehutanan dan Perkebunan (sekarang Menteri Pertanian), yang sehari-hari diwakili oleh Direktur Jenderal Perkebunan sebagai koordinator kebijakan pergulaan nasional;
2) Pemerintah Daerah Tingkat I, yang dalam hal ini diwakili oleh Kepala Dinas Perkebunan Propinsi sebagai koordinator teknis operasional pergulaan di tingkat propinsi;
3) Pelaksana di daerah/lapangan oleh 3 pelaku utama, yaitu Petani/Koperasi Petani Tebu, Bank Pelaksana, dan Pabrik Gula (PG), sebagai Pemimpin Kerja Operasional Lapangan (PKOL) di bawah koordinasi Dinas Pekebunan Kabupaten setempat;

Pabrik Gula sebagai PKOL, antara lain:
1) Menetapkan perkiraan produksi, luas areal/lahan dan alih guna lahan bersama petani tebu;
2) Menyediakan bibit, memberikan pembinaan, penyuluhan dan bimbingan teknis budidaya, panen dan paska panen;
3) Menerima dan menggiling tebu hasil tebu kemitraan;
4) Mengelola dana kredit yang ditarik oleh Koperasi Petani Tebu untuk pembiayaan tebu rakyat;
5) Menjamin kelancaran dan pengamanan pengembalian kredit petani tebu;
6) Membantu dalam penarikan pajak dan restribusi resmi lainnya;
7) Membantu pengamanan kegiatan petani di dalam pertebuan;
8) Sebagai avalis kredit;
9) Jaminan minimal pendapatan petani dalam kemitraan Kerja Sama Usaha Petani Tebu, antara lain:
a. Petani/kelompok tani yang tergabung dalam wadah koperasi petani tebu (koperasi primer) mengadakan ikatan kerja sama dengan pabrik gula untuk menanam tebu sesuai baku tehnis yang ditetapkan oleh perusahaan mitra;
b. Petani memperoleh dana kredit melalui koperasi petani tebu yang selanjutnya pengelolaan kreditnya dilakukan oleh Pabrik Gula atas kuasa dari koperasi petani tebu;

- Sistem Penanaman Tebu.

bahwa Pabrik Gula diberi kebebasan dalam hal pengadaan bahan baku tebu di wilayah kerjanya, baik dengan menanam tebu sendiri (Tebu Sendiri) di lahan HGU maupun lahan sewa, dan/atau melalui kemitraan dengan petani (Tebu Mandiri, Tebu Rakyat Murni, Tebu Rakyat Kemitraan/Kerja Sama Usaha);

bahwa Pabrik Gula di Luar Jawa supaya mengembangkan tebu rakyat dengan pola kemitraan khususnya Kerja Sama Usaha Tani melalui usaha kecil, menengah dan terutama koperasi;

bahwa bedasarkan penelitian Majelis terhadap Perjanjian Kemitraan musim tanam 2010 dengan perjanjian nomor: 161.108 tanggal 10 Juni 2009 dan perjanjian tanpa nomor tanggal 10 Nopember 2009 antara Pemohon Banding dengan Petani Tebu, diketahui hal-hal sebagai berikut:

bahwa dalam Pasal 1 Perjanjian Kerjasama Kemitraan TRS II KSU Musim Giling 2010 disebutkan bahwa Petani menyediakan lahan, pengairan, tenaga kerja, pengamanan dan mendapatkan pinjaman dana untuk modal kerja, sedangkan Pemohon Banding menyediakan sumber bimbingan teknis, penyuluhan, saprodi dan lain-lain, hasil produk kemitraan tersebut diolah menjadi gula dengan sistem bagi hasil sesuai peraturan dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian yang berlaku;

bahwa dalam perjanjian tersebut juga disebutkan hubungan kedua belah pihak adalah hubungan kemitraan dalam pengelolaan tanaman tebu hingga menjadi gula;

bahwa pengertian kemitraan menurut Surat Menteri Pertanian Nomor: TU.210/65/Mentan/11/98 adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih yang saling memerlukan, menguntungkan dan memperkuat dalam suatu usaha yang telah disepakati;

bahwa kemitraan dalam usaha tani Tebu Rakyat antara Petani dengan Pabrik Gula merupakan bentuk kerja sama operasional sejak dari pengadaan lahan sampai dengan pemasaran hasil, atas pengambilan kredit petani dari bank Pemohon Banding selaku Pabrik gula bertindak sebagai avalis;

bahwa dalam sistem kemitraan ini masing-masing pihak terbukti mempunyai hak dan kewajiban yang setara, dimana Petani menyediakan lahan, tenaga dan pengairan sedangkan Pemohon Banding menggiling tebu;

bahwa sesuai keterangan Saksi Ahli, budidaya tebu merupakan satu kesatuan proses dari menanam sampai dengan menggiling dan membutuhkan kerja sama antara Petani dan Pabrik Gula;

bahwa dalam pola kemitraan tidak terdapat pembelian hasil kerja sama ataupun perhitungan biaya-biaya yang telah dikeluarkan, karena tujuan utama pola kemitraan adalah memproduksi gula dengan masing-masing peran dibagi sesuai perjanjian sejak penanaman tebu sampai dengan proses pemasaran gula;

bahwa melihat sifat, karakteristik dan proses produksi dari tanaman tebu sampai menjadi gula, Majelis berpendapat tidak terdapat penyerahan tebu dari Petani kepada Pemohon Banding untuk digiling menjadi gula;

   
Menurut terbanding : bahwa yang terjadi adalah Pemohon Banding menggiling tebu yang merupakan milik bersama Pemohon Banding dengan Petani;

bahwa mengingat tebu yang digiling bukan merupakan milik pihak lain, melainkan milik Pemohon Banding sendiri bersama dengan Petani, maka menurut Majelis tidak terdapat penyerahan jasa giling tebu oleh Pemohon Banding dan dengan demikian tidak terdapat imbalan jasa giling atas penggilingan tersebut;

bahwa bagian 35% merupakan bagi hasil dari proses kemitraan yang meliputi penanaman tebu sampai dengan proses pamasaran gula dan bukan merupakan upah untuk menggiling tebu milik pihak lain;
   
Menurut Pemohon Banding : bahwa berdasarkan uraian tersebut Majelis berkeyakinan tidak terdapat objek PPN sebesar Rp3.202.901.515,00 yang harus dipungut PPN;
   
Menurut Majelis :
bahwa berdasarkan fakta-fakta, bukti dan keterangan baik dari Pemohon Banding maupun Terbanding dalam persidangan serta pertimbangan-pertimbangan hukum tersebut di atas terdapat bukti yang sah dan meyakinkan untuk mengabulkan banding Pemohon Banding, oleh karenanya koreksi DPP PPN jasa giling tebu sebesar Rp3.202.901.515,00 tidak dapat dipertahankan;

2. Koreksi DPP PPN karena Equalisasi sebesar Rp. 30.846.505,00

bahwa karena tidak ada keterangan/penjelasan dalam menentukan dengan pasti saat terjadinya penyerahan BKP/JKP, maka berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 465/KMK.01/1987 jo. Surat Edaran Direktur Jenderal pajak Nomor 32/PJ.3/1988, koreksi DPP PPN diatribusikan ke masing-masing masa pajak, sehingga Terbanding melakukan koreksi sebesar Rp370.158.180,00. Untuk menghitung koreksi ke masing-masing masa pajak (Januari hingga Desember 2010), Terbanding melakukan penghitungan dengan cara bahwa atas koreksi yang diperoleh dari hasil ekualisasi sebesar Rp.370.158.180,00 didistribusikan sama besar ke masing-masing masa pajak dengan perhitungan Rp. 370.158.180,00/12 sehingga diperoleh nilai DPP PPN sebesar Rp.30.846.515,00 yang terutang PPN per masa/bulan;

bahwa atas pemakaian sendiri gula (berupa gula persen, gula pesangon, gula icip-icip, dan lain-lain) kewajiban PPNnya telah dilaporkan pada SPT PPN masa yang bersangkutan dan telah masuk omzet perusahaan sehingga apabila Terbanding memasukkan kembali biaya pemakaian sendiri gula sebesar Rp298.202.680,00 maka akan terjadi double pengenaan PPN;

bahwa Terbanding telah melakukan koreksi DPP PPN sebesar Rp.30.846.515,00, perhitungan tersebut berdasarkan hasil ekualisasi omzet PPh Badan dengan DPP PPN dalam tahun 2010 sebesar Rp.370.158.180,00 yang diatribusikan ke masing-masing masa pajak menjadi sebesar Rp.370.158.180,00/12= Rp.30.846.515,00;

bahwa berdasarkan penelitian atas data/bukti yang ada dalam berkas banding, Majelis berpendapat terdapat kesalahan pencantuman koreksi yang dilakukan oleh Terbanding maupun Pemohon Banding, yakni nilai koreksi yang seharusnya Rp.30.846.515,00 namun tertulis sebesar Rp.30.846.505,00, sehingga terdapat selisih Rp. 10,00 (sepuluh rupiah), dan atas kesalahan ini telah dilakukan pembetulan secara langsung, sehingga tidak mengakibatkan salah tulis atau salah hitung;

bahwa koreksi Terbanding dari hasil equalisasi Tahun 2010 sebesar Rp370.158.180,00 yang menjadi sengketa, terdiri dari:   
a. penjualan barang bekas (pendapatan lain) sebesar Rp71.955.500,00; dan
b. biaya pemakaian sendiri (gula icip-icip gula pesangon,gula persen dan lain-lain) sebesar Rp298.202.680,00;
   
Menimbang : bahwa koreksi atas penjualan barang bekas (pendapatan lain-lain) sebesar Rp71.955.500,00 Pemohon Banding telah menyetujui;

bahwa koreksi atas pemakaian sendiri sebesar Rp298.202.680,00 Pemohon Banding dapat menjelaskan dan membuktikan dalam persidangan bahwa gula untuk pemakaian sendiri (berupa gula persen, gula pesangon, gula icip-icip, dan lain-lain) telah dilaporkan dalam SPT Masa (Januari, Maret, April, Juni, Juli, Agustus, Oktober, November, dan Desember) 2010 sebesar Rp295.303.365,00, sisanya sebesar Rp2.899.315,00 Pemohon Banding mengakui bahwa hal tersebut belum dilaporkan dalam SPT Masa PPN;

bahwa berdasarkan uraian tersebut Majelis berkeyakinan bahwa koreksi Terbanding dari hasil equalisasi Tahun 2010 sebesar Rp295.303.365,00 atau sebesar Rp24.608.614,00 per-bulan tidak dapat dipertahankan, sedangkan koreksi Tahun 2010 sebesar Rp74.854.815,00 atau sebesar Rp6.237.901,00 per-bulan tetap dipertahankan;

bahwa berdasarkan fakta-fakta, bukti dan keterangan baik dari Pemohon Banding maupun Terbanding dalam persidangan serta pertimbangan-pertimbangan hukum tersebut di atas terdapat bukti yang sah dan meyakinkan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding, oleh karenanya koreksi DPP PPN hasil equalisasi masa pajak Juli 2010 sebesar Rp.6.237.891,00 (Rp.30.846.505,00-Rp. 24.608.614,00) tetap dipertahankan dan sisanya sebesar Rp24.608.614,00 tidak dapat dipertahankan;

bahwa dalam sengketa banding ini terdapat sengketa Kredit Pajak Masa Pajak Juli 2010 yang masih tidak disetujui oleh Pemohon Banding sebesar Rp. 16.592.900,00, dimana kredit pajak menurut Pemohon Banding sebesar Rp. 1.574.214.484,00, namun menurut perhitungan Terbanding yang dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak adalah sebesar Rp. 1.557.621.584,00;

bahwa hasil pemeriksaan atas sengketa Kredit Pajak Masa Pajak Juli 2010 sebesar Rp.16.592.900,00 ini adalah sebagai berikut:

Menurut Terbanding:

bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Pajak masukan Masa Pajak Juli 2010 sebesar Rp.16.592.900,00 berdasarkan hasil klarifikasi atas jawaban “Tidak ada”;

Menurut Pemohon Banding

bahwa Pemohon banding tidak setuju atas koreksi pajak masukan Masa Juli 2010 sebesar Rp.16.592.900,00 karena Pemohon Banding selaku pembeli telah melakukan pembayaran atas transaksi pembelian BKP/penerimaan JKP;

Pendapat Majelis:

bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Pajak Masukan Masa Pajak Juli 2010 sebesar Rp.16.592.900,00 yang diperoleh Terbanding berdasarkan hasil konfirmasi pajak masukan yang menyatakan “tidak ada”;

bahwa Terbanding melakukan koreksi berdasarkan hasil klarifikasi jawaban “tidak ada”, namun dalam persidangan terungkap bahwa hingga sekarang tidak terdapat tindak lanjut yang dilakukan Terbanding, sedangkan Pemohon Banding dalam persidangan telah memberikan bukti berupa:
- Asli Faktur Pajak Standar,
- Asli bukti arus kas dan arus barang,
- Foto kopi Laporan SPT Masa PPN dari lawan transaksi,
- Legalisasir Laporan SPT Masa PPN dari Lawan Transaksi,

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan atas bukti yang diserahkan dalam persidangan, serta berdasarkan fakta-fakta, bukti dan keterangan baik dari Pemohon Banding maupun Terbanding dalam persidangan serta pertimbangan-pertimbangan hukum tersebut di atas, Majelis berkesimpulan terdapat bukti yang cukup dan meyakinkan untuk menguatkan alasan Pemohon Banding, dengan demikian Majelis berpendapat atas koreksi Pajak Masukan sebesar Rp.16.592.900,00, tidak dapat dipertahankan;
   
Menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, untuk mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding, sehingga DPP PPN Masa Pajak Juli 2010 dan jumlah pajak yang dapat diperhitungkan, dihitung kembali menjadi sebagai berikut:

- DPP PPN:
DPP PPN menurut Terbanding
Koreksi yang tidak dapat dipertahankan :
-     Pendapat Jasa Giling                                                          Rp. 3.202.901.515,00
-     DPP PPN karena ekualisasi                                               Rp.      24.608.614,00
DPP PPN menurut Majelis

Rp.6.655.858.936,00



Rp.3.227.510.129,00
Rp.3.428.348.807,00
- Penghitungan Pajak Masukan yang harus dipungut:
Pajak masukan yang diperhitungkan Terbanding
Koreksi yang tidak dapat dipertahankan
Pajak Masukan yang diperhitungkan menurut Majelis

Rp.1.557.621.584,00
Rp.     16.592.900,00
Rp.1.574.214.484,00
   
Mengingat  : Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;
     
Memutuskan : Mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1706/WPJ.19/2013 tanggal 29 November 2013, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Juni 2010 Nomor: 00347/207/10/051/12 tanggal 19 September 2010, atas nama PT. XXX, sehingga perhitungan pajak yang masih harus dibayar sebagai berikut:

DPP PPN
PPN yang harus dipungut
Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan
PPN yang kurang/(lebih) bayar
Dikompensasikan ke masa pajak berikutnya
Jumlah PPN yang Kurang dibayar
Sanksi administrasi: Kenaikan Pasal 13 (3) KUP
Jumlah PPN yang masih harus dibayar
Rp. 2.778.599.263,00
Rp.    277.859.926,00
Rp. 1.454.630.600,00
(Rp. 1.176.770.674,00)
Rp. 1.177.394.464,00  
Rp.           623.790,00
Rp.           623.790,00  
Rp.        1.247.580,00

Demikian diputus di Jakarta pada hari Rabu, tanggal 11 Februari 2015 berdasarkan musyawarah Majelis XIV.B Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut :

1.
2.
3.
4.
Drs. AAA, SH
Drs. BBB,
Drs. CCC, M.M.
Dra DDD,
:    sebagai Hakim Ketua,
:    sebagai Hakim Anggota,
:    sebagai Hakim Anggota,
:    sebagai Panitera Pengganti

Putusan Nomor: Put. 63723/PP/M.XIV.B/16/2015 diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Rabu tanggal 9 September 2015 dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

1. 1.
2. 2.
    3.
    4.
EEE, SH., M.Sc.
Drs. CCC, M.M.
Drs. BBB,
Dra DDD
:     sebagai Hakim Ketua,
:     sebagai Hakim Anggota,
:     sebagai Hakim Anggota,
:     sebagai Panitera Pengganti

dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota dan Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Pemohon Banding dan tanpa dihadiri oleh Terbanding.