PUTUSAN
Nomor 523/B/PK/Pjk/2011

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

memeriksa perkara Pajak dalam permohonan peninjauan kembali telah mengambil putusan sebagai berikut dalam perkara :

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor. 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada :
  1. ABC, Pj. Direktur Keberatan dan Banding.
  2. DEF, Pjs. Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding.
  3. GHI, Pjs. Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Direktorat Keberatan dan Banding.
  4. JKL, Penelaah Keberatan, Direktorat Keberatan dan Banding.
Keempatnya berkedudukan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42 Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. SKU-619/PJ./2010 tanggal 07 Juli 2010.

Pemohon Peninjauan Kembali, dahulu Terbanding.

M e l a w a n :

PT. XXX, beralamat di Gedung A Lt. Y, Jl. J Kav. A, Jakarta

Termohon Peninjauan Kembali, dahulu Pemohon Banding.

Mahkamah Agung tersebut.

Membaca surat-surat yang bersangkutan.

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap putusan Pengadilan Pajak tanggal 26 Maret 2010 No. Put. 22885/PP/M.IX/15/2010 sebagaimana telah diperbaiki dengan putusan Pengadilan Pajak tanggal 01 Juli 2010 No. Put. 22885.R/ PP/M.IX/15/2010 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding dengan posita perkara sebagai berikut :
I. Dasar Hukum Pengajuan Banding
1. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 6 Tahun 2000 "Wajib Pajak tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), menyatakan sebagai berikut: dapat mengajukan Permohonan Banding hanya kepada Badan Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak";
2. Bahwa selanjutnya Pasal 35 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Undang-Undang Pengadilan Pajak) menyatakan sebagai berikut :
Ayat (1) : "Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak";
Bahwa Surat Permohonan Banding ini Pemohon Banding ajukan dalam Bahasa Indonesia sehingga telah memenuhi ketentuan formal Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor : 14/2002;
Ayat (2) : "Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan";
Bahwa Surat Keputusan Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2004 tanggal 17 Maret 2008 sehingga jangka waktu 3 (tiga) bulan penyampaian Surat Banding berdasarkan Pasal 35 ayat 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 telah terpenuhi;
3. Bahwa dengan demikian pengajuan Surat Banding ini telah memenuhi ketentuan formal penyampaian Surat Banding berdasarkan Pasal 35 dan 36 Undang-Undang Pengadilan Pajak;
II. Dasar Materi
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas hasil keberatan tersebut dan karenanya Pemohon Banding mengajukan permohoanan banding dengan rincian sebagai berikut :
Keterangan Jumlah Menurut Koreksi Banding
Pemohon Banding (Rp) Terbanding (Rp)
Peredaran Usaha
Harga Pokok Penjualan
Laba Bruto
Penghasilan Bruto dari Luar Usaha
Jumlah Penghasilan Bruto
Pengurangan Penghasilan Bruto
Penghasilan Netto Dalam Negeri
Penghasilan Netto Luar Negeri
Jumlah Penghasilan Netto
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Kompensasi Kerugian
Penghasilan Kena Pajak
Pajak Penghasilan Terutang
Pajak Penghasilan yang dipotong/dipungut
pihak lain dan Pajak Penghasilan Yang Dibayar
Pajak Penghasilan yang Lebih Dibayar
Pajak Penghasilan yang Dibayar Sendiri
Pajak Penghasilan Pasal 25
STP (Pokok)
Jumlah
Pajak Penghasilan yang Kurang/(Lebih) Dibayar
Sanksi Administrasi
PPh Yg Lebih Dibayar/Seharusnya Tidak Terutang
460.383.370.819,00
293.357.426.999,00
167.026.303.820,00
(6.988.235.612,00)
160.038.068.208,00
155.119.966.090,00
4.918.102.118,00
-
4.918.102.118,00
-
4.918.102.118,00
-
-
2.086.732.934,00

2.086.732.934,00
-
-
-
-
2.086.732.934,00
-
2.086.732.934,00
469.699.415.757,00
300.798.989.725,00
168.900.426.032,00
(5.319.678.511,00)
163.580.747.521,00
155.044.517.145,00
8.536.230.376,00
-
8.536.230.376,00
-
8.536.230.376,00
-
-
2.086.732.934,00

2.086.732.934,00
-
-
-
-
2.086.732.934,00
-
2.086.732.934,00
9.315.684.938,00
(7.441.562.726,00)
1.874.122.212,00
1.668.557.101,00
75.448.945,00

3.618.128.258,00
-
3.618.128.258,00
-
3.618.128.258,00
-
-
-

-
-
-
-
-
-
-
-
9.315.684.938,00
5.003.402.692,00
-
1.668.557.101,00
-
2.500.000,00
-
-
-
-
4.918.102.118,00
-
-
-

-
-
-
-
-
-
-
-

A Koreksi Peredaran Usaha Rp. 9.315.684.938,00
Menurut Tim Penelaah
1 Koreksi Positif Penjualan Ekspor Rp. 1.498.336.982,00 Bahwa Penelaah mempertahankan koreksi dari Pemeriksa yang menganggap bahwa Pemohon Banding kurang melaporkan penjualan ekspornya sebesar Rp. 1.498.336.982,00
2 Tambahan Penjualan dari Jasa Maklon yang di Gross Up Rp. 7.817.347.956 Bahwa Penelaah mempertahankan koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa pada saat proses pemeriksaan, dan pada saat pemeriksaan, Pemeriksa melakukan koreksi positif (tambahan) atas penjualan lokal dengan meng-Gross Up Harga Pokok Penjualan yang berasal dari Jasa Maklon kepada PT. YYY;
Bahwa Tim Pemeriksa melakukan perhitungan ulang Jasa Maklon ke PT. YYY, dan berdasarkan perhitungan ulang tersebut, Tim Pemeriksa berpendapat bahwa biaya jasa maklon yang terdapat dalam pembukuan Pemohon Banding Tahun 2004 terlalu rendah (understated), sehingga Tim Pemeriksa melakukan koreksi negatif atas Biaya Jasa Maklon Pemohon Banding;
Bahwa dengan melakukan koreksi negatif biaya Maklon, maka biaya Maklon Pemohon Banding menjadi lebih besar, dan tim Pemeriksa berasumsi bahwa dengan peningkatan Biaya Maklon, maka sudah seharusnya penjualan lokal Pemohon Banding menjadi meningkat;
Bahwa Tim Pemeriksa melakukan perhitungan ulang penjualan lokal Pemohon Banding dengan meng-Gross up Biaya Maklon tersebut dengan menggunakan dasar Gross Profit Margin (36,28%) yang tercantum dalam Laporan Audit Pemohon Banding Tahun 2004;
Menurut Pemohon Banding
1) Koreksi Positif Penjualan ekspor
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Tim Pemeriksa yang tetap dipertahankan oleh Tim Penelaah, dan Pemohon Banding dapat membuktikan bahwa seluruh penjualan ekspor telah Pemohon Banding laporkan secara keseluruhannya;
Bahwa berdasarkan penjelasan di atas, menurut pendapat Pemohon Banding, koreksi Peredaran Usaha atas penjualan ekspor seharusnya menjadi Nihil;
2) Tambahan Penjualan dari Jasa Maklon yang di Gross Up
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Penelaah atas perhitungan ulang penjualan lokal dengan cara melakukan koreksi negatif atas biaya jasa maklon, kemudian meng-Gross up koreksi negatif tersebut menjadi tambahan penjualan;
Bahwa koreksi penjualan yang berasal dari Gross up Jasa Maklon kepada PT YYY;
Bahwa pengerjaan Jasa Maklon obat nyamuk bakar Tiga Roda Pemohon Banding dilakukan oleh PT. ZZZ, PT. YYY, dan PT. MMM;
Bahwa kondisi dan syarat (terms and conditions) kontrak Jasa Maklon antara Pemohon Banding dengan masing-masing perusahaan tersebut adalah sama, sebagai informasi kewajiban perpajakan ketiga perusahaan tersebut untuk Tahun 2004 telah diperiksa oleh kantor pajak yang sama yaitu Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Satu;
Bahwa atas Maklon pembuatan produk jadi anti nyamuk bakar Tiga Roda, PT. ZZZ, PT. MMM dan PT. YYY menagih sebesar 7,5% diatas Fully Absorbed Cost (Full Costing);
Bahwa Set Up penerbitan Invoice atas Jasa Maklon tersebut dilakukan secara system computer dengan cara men-set Harga Pokok Standar ditambah Mark-Up sebesar 7,5%.
Bahwa setiap produk jadi anti nyamuk bakar yang selesai diproduksi maka unit yang telah diproduksi tersebut langsung dijual dengan harga referensi yang sudah di komputer (yaitu harga pokok standar ditambah margin 7,5%), dan Jurnal Entry penjualan di Buku Besar dilakukan secara otomatis oleh komputer bersamaan dengan penerbitan Faktur Penjualan;
Bahwa pada waktu akhir periode sebelum tutup buku, maka harga Maklon tersebut diverifkasi untuk memastikan bahwa nilai Jasa Maklon sudah sesuai dengan kontrak Jasa Maklon yaitu Full Costing (harga pokok aktual) ditambah Mark Up 7,5%.
Bahwa apabila Harga Pokok Aktual lebih besar daripada Harga Pokok Standar maka yang terjadi adalah tambahan penagihan atas Jasa Maklon, tetapi apabila harga Pokok Aktual lebih kecil daripada Harga Pokok Standar maka yang terjadi adalah pengurangan penagihan atas Jasa Maklon;
Bahwa sebagai informasi, kewajiban pajak PT. ZZZ, PT. MMM dan PT. YYY Tahun 2004 telah diperiksa oleh Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Satu. Pada waktu pemeriksaan pajak PT. ZZZ dan PT. MMM Tahun 2004, tidak terdapat permasalahan dengan jumlah (nilai) Jasa Maklon yang diterima masing-masing;
Bahwa Tim Pemeriksa dapat menerima adanya penyesuaian Fee atas Jasa Maklon pada setiap akhir periode yang dikarenakan adanya perbedaaan antara Harga Pokok Standard dan Harga Pokok Aktual (Fully Absorbed Cost), namun demikian, untuk PT. YYY, Tim Pemeriksa tidak dapat menerima adanya penyesuaian jumlah Fee atas Jasa Maklon pada akhir periode tersebut. Tim Pemeriksa melakukan koreksi atas pendapatan PT. YYY Utama sebesar Rp.5.003.102.692,00;
Bahwa dari temuan yang terdapat selama hasil pemeriksaan PT. ZZZ, PT. MMM dan PT. YYY terlihat jelas bahwa koreksi yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa PT. YYY adalah tidak berdasar karena Tim Pemeriksa melakukan perhitungan Jasa Maklon berdasarkan Mark Up 7,5% dari Standard cost dan bukan dari Actual cost (Fully Absorbed Cost);
Bahwa dari basil pemeriksaan PT. YYY, Pemeriksa Pemohon Banding melakukan koreksi negatif atas Biaya Maklon kepada PT. YYY, lebih lanjut dengan dasar Harga Pokok Penjualan dari Jasa Maklon PT. YYY meningkat, maka penjualan Pemohon Banding sudah seharusnya meningkat;
Bahwa Tim Pemeriksa kemudian melakukan perhitungan ulang penjualan dari peningkatan Jasa Maklon PT. YYY Utama dengan cara meng-Gross up Harga Pokok Penjualan Jasa Maklon PT. YYY, Gross up Harga Pokok Penjualan tersebut menggunakan margin penjualan Pemohon Banding berdasarkan Laporan Auditor Tahun 2004 yaitu sebesar 36,28%, berdasarkan perhitungan tersebut, Tim Pemeriksa melakukan koreksi penjualan sebesar Rp.7.817.347.956,00;
Bahwa Pemohon Banding berpendapat Tim Pemeriksa Pemohon Banding tidak seharusnya mempergunakan koreksi yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa PT. YYY untuk melakukan koreksi atas penjualan lokal Pemohon Banding;
Bahwa Tim Pemeriksa telah melakukan standar ganda dalam perhitungan Jasa Maklon terhadap PT. YYY, terhadap PT. ZZZ dan PT. MMM, Tim Pemeriksa Pemohon Banding tidak melakukan koreksi perhitungan Jasa Maklon artinya Pemeriksa Pemohon Banding dapat menerima perhitungan Jasa Maklon yang menggunakan Mark Up 7,5% atas aktual Harga Pokok Produksi;
Bahwa menurut Pemohon Banding, tidak mungkin di dalam kontrak yang sama terms and conditions-nya, Tim Pemeriksa Pemohon Banding menghitung Jasa Maklon atas PT. YYY dengan menggunakan Mark Up 7,5% atas Standard cost;
Bahwa dengan demikian, berdasarkan penjelasan di atas menurut pendapat Pemohon Banding, koreksi tambahan penjualan lokal yang berasal dari perhitungan Gross Up Jasa Maklon seharusnya menjadi Nihil;
B Koreksi Negatif Harga Pokok Penjualan (Rp. 5.003.402.692,00)
Menurut Penelaah
Bahwa Penelaah mempertahankan koreksi dari Pemeriksa pada saat pemeriksaan Pajak Tahun 2004. Pemeriksa melakukan perhitungan ulang Jasa Maklon yang dibayarkan kepada PT. YYY;
Menurut Pemohon banding :
Koreksi Negatif atas Biaya Jasa Maklon
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi negatif biaya Jasa Maklon;
C Penghasilan Bruto dari Luar Usaha Rp 1.668.557.101,00
Menurut Penelaah
Other Income 3rd Party Rp. 1.668.557.101,00
Total Rp. 1.668.557.101,00
Bahwa Penelaah mempertahankan koreksi Pemeriksa tersebut diatas dikarenakan jumlah Other Inc. 3rd Party yang terdapat di SPT PPh Badan Pemohon Banding Tahun 2003 berbeda dengan jumlah yang terdapat dalam perincian buku besar Pemohon Banding;
Menurut Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju terhadap koreksi yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa atas akun tersebut, perbedaan jumlah akun tersebut antara SPT PPh Badan Tahun 2004 dan Buku Besar Pemohon Banding disebabkan oleh jurnal koreksi (audit adjustment) yang dibuat oleh Auditor Pemohon Banding pada saat melakukan proses audit Tahun 2004;
D Pengurang Penghasilan Bruto Rp. 2.500.000,00
Menurut Penelaah
Bahwa Penelaah memepertahankan koreksi dari Pemeriksa atas Balancing yang menurut Penelaah tidak berhubungan dengan kegiatan perusahaan;
Menurut Pemohon Banding
Balancing Rp. 2.500.000,00
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi pemeriksa karena biaya tersebut adalah berupa biaya donasi/sumbangan yang telah dikoreksi positif oleh Pemohon Banding di Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Badan;
E Kompensasi Kerugian
Menurut Penelaah
Bahwa Penelaah tetap mempertahankan koreksi dari Tim Pemeriksa atas koreksi Kompensasi Kerugian sebesar Rp. 5.988.860.591,00 yang berasal dari rugi fiskal Tahun 1996 dan Tahun 1997 dengan dasar Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Badan asli Tahun 1996 dan Tahun 1997 tersebut, menurut perhitungan Tim Pemeriksa, kompensasi kerugian Pemohon Banding sampai dengan Tahun 2003 adalah sebesar Rp. 12.063.291.038,00;
Menurut Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Tim Pemeriksa diatas, menurut perhitungan Pemohon Banding, sampai dengan Tahun 2003, Pemohon Banding masih memiliki kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan sebesar Rp.17.749.388.747,00 dimana kerugian fiskal tersebut berasal dari Tahun 1996, 1997, 1998, 1999 dan Tahun 2002;
Bahwa terlampir adalah perhitungan kompensasi kerugian beserta bukti pendukung berupa hasil pemeriksaan pajak Tahun 1998 sampai dengan Tahun 2003 beserta Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Badan Tahun 1996 dan 1997;
Bahwa untuk Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Badan Tahun 1996 dan 1997, Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Badan asli tahun tersebut karena pabrik Pemohon Banding mengalami kebakaran pada Tahun 2000 dimana Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Badan Tahun 1996 dan 1997 termasuk dalam dokumen yang turut terbakar;
Bahwa namun demikian, Pemohon Banding masih mempunyai photocopy Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Badan tersebut, dan sebagai bukti pendukung telah terjadi kebakaran tersebut;

Menimbang, bahwa amar putusan Pengadilan Pajak tanggal 26 Maret 2010 No. Put. 22885/PP/M.IX/15/2010 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut :

Mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-330/WPJ.07/BD.05/2008 tanggal 17 Maret 2008 tentang Keberatan Wajib Pajak Atas Surat Ketetapan, Pajak Lebih Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2004 Nomor : 00226/406/04/052/07 tangggal 14 Maret 2007 atas nama PT. XXX NPWP 01.xxx.xxx-x.xxx.000 alamat Gd. A Lt. Y, Jl. J Kav. A, Jakarta dengan perhitungan sebagai berikut :

Penghasilan Neto Rp. 4.053.428.011,00
Kompensasi kerugian Rp. 4.053.428.011,00
Penghasilan Kena Pajak Rp. 0,00
Pajak terutang Rp. 0,00
Kredit Pajak Rp. 2.086.732.934,00
Pajak yang kurang (lebih) dibayar Rp. (2.086.732.934,00)
Sanksi Administrasi Rp. 0,00
Jumlah yang masih harus (lebih) dibayar Rp. (2.086.732.934,00)

Menimbang, bahwa amar putusan Pengadilan Pajak tanggal 26 Maret 2010 No. Put. 22885/PP/M.IX/15/2010 tersebut telah diperbaiki dengan putusan Pengadilan Pajak tanggal 01 Juli 2010 No. Put. 22885.R/PP/M.IX/ 16/2010 yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

Membetulkan kesalahan tulis dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.22885/PP/M.IX/15/2010 mengenai banding atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-330/WPJ.07/ BD.05/2008 tanggal 17 Maret 2008, Tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Penghasilan Badan Nomor : 00226/406/ 04/052/07 tanggal 14 Maret 2007 yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Satu nama : PT. XXX NPWP. 01.xxx.xxx.x-xxx.000 alamat di Gedung A Lt. Y, Jl. J Kav. A, Jakarta 12xxx, dibetulkan menjadi sebagai berikut :

Halaman 10 paragraf I :
Perincian KEP-330/WPJ.07/BD.05/2008 Tanggal 17 Maret 2008
Uraian Semula (Rp) Ditambah/ Dikurangi(Rp) Menjadi (Rp)
Penghasilan Netto 8.536.230.376,00 - 8.536.230.376,00
Kompensasi kerugian 8.536.230.376,00 - 8.536.230.376,00
Penghasilan Kena Pajak 0,00 - 0,00
PPh Terutang 0,00 - 0,00
Kredit Pajak 2.086.732.934,00 - 2.086.732.934,00
Pajak Kurang (Lebih) bayar (2.086.732.934,00) - (2.086.732.934,00)
Sanksi Administrasi - - -
Jumlah Yang Masih Harus (lebih) Dibayar (2.086.732.934,00) - (2.086.732.934,00)

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap i.c. Putusan Pengadilan Pajak tanggal 26 Maret 2010 No. Put. 22885/PP/M.IX/15/2010 sebagaimana telah diperbaiki dengan putusan Pengadilan Pajak tanggal 01 Juli 2010 No. Put. 22885.R/PP/M.IX/15/2010 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding pada tanggal 13 April 2010 kemudian terhadapnya oleh
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 07 Juli 2010 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 08 Juli 2010 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali No : PKA-587/SP.51/AB/VII/2010 dengan disertai alasan–alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 08 Juli 2010.

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama pada tanggal 27 Juli 2010, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya telah diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tanggal 25 Agustus 2010.

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan peninjauan kembali kasus a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka oleh karena itu secara formal dapat diterima.

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya berbunyi sebagai berikut :
A. Surat Pengadilan Pajak Nomor: Put.22885/PP/M.IX/15/2010 tanggal 26 Maret 2010 telah cacat hukum karena diputus dengan telah melewati jangka waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku
1. Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put. 22885/PP/M.IX/15/2010 tanggal 26 Maret 2010 nyata-nyata telah cacat hukum karena telah melewati jangka waktu pemeriksaan banding sebagaimana yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini khususnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
2. Bahwa setelah membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put. 22885/PP/M.IX/15/2010 tanggal 26 Maret 2010, maka dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata bahwa proses pemeriksaan dan persidangan atas sengketa banding yang diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding terhadap Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-330/WPJ.07/BD.05/2008 tanggal 17 Maret 2008, dilakukan melalui pemeriksaan dengan acara biasa sebagaimana yang dimaksud dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak pada Bab IV, Hukum Acara, Bagian Kelima perihal Pemeriksaan Dengan Acara Biasa, antara lain ketentuan Pasal 49, Pasal 50, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 59 dan Pasal 64.
3. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 81 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut :
Ayat (1) : "Putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Banding diambil dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima."
Ayat (3) : "Dalam hal-hal khusus, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan."
Berdasarkan Penjelasan Pasal 81 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut :
Ayat (1) : "Penghitungan jangka waktu 12 (dua belas) bulan dalam pengambilan putusan dapat diberikan contoh sebagai berikut :
Banding diterima tanggal 5 April 2002, putusan harus diambil selambat-lambatnya tanggal 4 April 2003."
Ayat (3) : "Yang dimaksud dengan "dalam hal-hal khusus" antara lain pembuktian sengketa rumit, pemanggilan saksi memerlukan waktu yang cukup lama."
4. Bahwa berdasarkan pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak dan berdasarkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put. 22885/PP/M.IX/ 16/2010 tanggal 26 Maret 2010, dapat diketahui fakta-fakta sebagai berikut :
- Bahwa Surat Banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) Nomor: S-4495/FD/VI/08 tanggal 16 Juni 2008 diterima oleh Pengadilan Pajak pada tanggal 16 Juni 2008 dan terdaftar dalam berkas sengketa pajak Nomor: 15-035119-2004.
- Bahwa oleh karena pemenuhan ketentuan formal pengajuan banding di Pengadilan Pajak telah terpenuhi, maka selanjutnya Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut, melakukan pemeriksaan terhadap materi sengketa banding yang diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Pemohon Banding di dalam Surat Banding Nomor: S-4495/FD/VI/08 tanggal 16 Juni 2008.
- Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak kemudian telah memutus sengketa banding tersebut pada tanggal 30 Juli 2009 melalui Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put. 22885/PP/M.IX/15/2010 tanggal 26 Maret 2010 dan putusannya tersebut kemudian diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada tanggal 26 Maret 2010.
- Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata bahwa Surat Banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) Nomor: S-4495/FD/VI/08 tanggal 16 Juni 2008 telah diterima oleh Sekretariat Pengadilan Pajak pada tanggal 16 Juni 2008. Sehingga, berdasarkan ketentuan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak beserta Penjelasannya, maka sengketa banding tersebut seharusnya diputus selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan sejak tanggal 18 Juli 2008, kecuali ada hal-hal khusus sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
5. Bahwa fakta yang terjadi adalah Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus sengketa banding tersebut pada tanggal 30 Juli 2009 atau telah diputus dengan lewat 45 hari dari jangka waktu yang seharusnya yang ditentukan oleh Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak beserta Penjelasannya;
6. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 81 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak beserta Penjelasannya, maka Majelis Hakim Pengadilan Pajak berwenang untuk memperpanjang jangka waktu pengambilan putusan atas sengketa banding dimaksud untuk paling lama 3 (tiga) bulan setelah tanggal jatuh tempo putusan bilamana hal-hal yang bersifat khusus sebagaimana yang dimaksud Pasal 81 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak terpenuhi.
7. Bahwa setelah membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put. 22885/PP/M.IX/15/2010 tanggal 26 Maret 2010 tersebut, maka diketahui tidak diketemukan satupun amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan adanya hal-hal khusus dimaksud yang menjadi alasan atau penyebab harus adanya perpanjangan jangka waktu pengambilan putusan atas sengketa banding dimaksud.
8. Bahwa dengan demikian, oleh karena tidak adanya hal-hal khusus dimaksud yang menjadi alasan atau penyebab harus adanya perpanjangan jangka waktu pengambilan putusan atas sengketa banding dimaksud, maka sengketa banding tersebut seharusnya diputus selambat-lambatnya pada tanggal 15 Juni 2009.
9. Bahwa oleh karena itu, maka Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut, telah terbukti dengan nyata-nyata telah melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem) dengan memutus sengketa banding dimaksud dengan melewati jangka waktu yang seharusnya yang ditentukan oleh ketentuan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak beserta Penjelasannya.
10. Bahwa dengan demikian, Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put. 22885/ PP/M.IX/15/2010 tanggal 26 Maret 2010 tersebut secara nyata-nyata telah terbukti sebagai suatu Putusan yang cacat hukum. Sehingga oleh karenanya, Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.22885/PP/M.IX/15/2010 tanggal 26 Maret 2010 tersebut harus dibatalkan demi hukum.
B. Sengketa Koreksi Atas Tambahan Penjualan dari Jasa Maklon yang di Gross up Biaya Jasa Maklon sebesar Rp. 7.817.347.956,00
1. Bahwa jika seandainya-pun, Majelis Hakim Mahkamah Agung Yang Terhormat, yang memeriksa dan mengadili sengketa peninjauan kembali ini berpendapat lain selain daripada dalil-dalil yang disampaikan dan diuraikan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut di atas, namun pada pokoknya Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tetap tidak sependapat dan keberatan atas pertimbangan dan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana yang dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 22885/PP/M.IX/15/2010 tanggal 26 Maret 2010;
2. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
Halaman 41 alinea ke-2, ke-3, dan ke-4 :
“Bahwa berdasarkan uraian tersebut, Majelis berpendapat pemeriksaan atas koreksi penjualan lokal atas Jasa Maklon sebesar Rp. 7.817.347.956,00 mengacu pada hasil pemeriksaan Majelis atas koreksi negatif biaya Jasa Maklon”
"Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan Majelis atas koreksi negatif biaya jasa maklon sebesar Rp. 5.003.102.688,00 sebagaimana diuraikan di bawah ini, Majelis berkesimpulan bahwa koreksi negatif biaya Jasa Maklon sebesar Rp.5.003.102.688,00 tidak dapat dipertahankan"
"Bahwa oleh karenanya Majelis berkesimpulan koreksi penjualan lokal atas jasa maklon sebesar Rp. 7.817.347.956,00 yang berasal dari Gross up Biaya Jasa Maklon tersebut juga tidak dapat dipertahankan"
3. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put. 22885/ PP/M.IX/15/2010 tanggal 26 Maret 2010 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan- pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan dasar hukum dan atau prinsip perpajakan yang berlaku sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia;
4. Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put. 22885/PP/M.IX/15/2010 tanggal 26 Maret 2010 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena nyata-nyata amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta - fakta yang Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) ajukan. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU PP), menyebutkan sebagai berikut :
"Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim."
5. Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut Undang-Undang PPh), menyatakan :
Pasal 4 ayat (1) :
“Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) :
“Undang-undang ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan Pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.”
Pasal 18 ayat (3) :
“Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.”
Penjelasan Pasal 18 ayat (3) :
“Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak, yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal demikian Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara Para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan atau biaya tersebut dapat dipakai beberapa pendekatan, misalnya data pembanding, alokasi laba berdasar fungsi atau peran serta dari Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dan indikasi serta data lainnya.
6. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 28 ayat (1), ayat (3) dan ayat (11) dan Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, menyebutkan sebagai berikut :
Pasal 28 Ayat (1) :
"Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan;"
Pasal 28 Ayat (3) :
"Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;"
Pasal 28 Ayat (11) :
Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan bagi Wajib Pajak badan.
Penjelasan Pasal 28 ayat (11) :
Buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen termasuk hasil pengolahan data elektronik yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, dengan maksud agar apabila Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan surat ketetapan pajak, bahan pembukuan atau pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera disediakan. Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan adalah sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai batas daluwarsa penetapan pajak.
Pasal 29 ayat (3) :
Wajib Pajak yang diperiksa wajib :
memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
7. Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut :
Pasal 69 ayat (1) "Alat bukti dapat berupa :
  1. surat atau tulisan;
  2. keterangan ahli;
  3. keterangan para saksi;
  4. pengakuan para pihak; dan/atau
  5. pengetahuan Hakim"
Pasal 70 huruf d :
"Surat-surat lain atau tulisan yang tidak termasuk huruf a, huruf b, dan huruf c yang ada kaitannya dengan banding atau Gugatan."
Pasal 76
"Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)"
Pasal 78
"Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim."
8. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.22885/PP/M.IX/15/2010 tanggal 26 Maret 2010 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), maka telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata adanya fakta-fakta sebagai berikut :
- Bahwa pengerjaan Jasa Maklon obat nyamuk bakar Tiga Roda Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dilakukan oleh PT. ZZZ, PT. YYY dan PT. MMM
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi penjualan berdasarkan hasil pemeriksaan PT. ZZZ, PT. YYY dan PT. MMM, dari hasil pemeriksaan tersebut ditemukan penghasilan maklon yang dijual kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan selanjutnya atas penjualan berupa jasa maklon kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tersebut digross up dengan marjin laba antara penjualan dengan Harga Pokok Penjualan
- Bahwa adapun jumlah jasa maklon kepada PT. YYY yang diterima oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) adalah sebesar nilai koreksi yang diterima oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) PT. YYY Tahun 2004 setelah pembahasan dengan Termohon Peninjauan Kembali (semula) Pemohon Banding yaitu sebesar Rp. 5.003.102.692,00 dan kemudian atas jumlah ini di gross up menjadi penjualan atas jasa maklon yang kurang dilaporkan sebesar Rp. 7.817.347.956,00;
9. Bahwa berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pokok permasalahan dalam sengketa koreksi Peredaran Usaha berupa penjualan lokal atas Jasa Maklon sebesar Rp. 7.817.347.956,00 ini adalah masalah pembuktian terkait kebenaran jumlah penjualan lokal yang dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
10. Bahwa berdasarkan ketentuan di atas diketahui bahwa Penjualan Lokal yang berasal dari Jasa Maklon merupakan objek pajak sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh.
11. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi positif atas Penjualan Lokal dari Jasa Maklon karena berdasarkan hasil pemeriksaan lawan transaksi Pemohon Banding, yaitu PT. YYY. Selain itu, diketahui pula bahwa antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan PT. YYY terdapat hubungan istimewa dimana diketahui Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah induk perusahaan dan seluruh transaksi penjualan dilakukan kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak dapat meyakini bahwa transaksi yang dilakukan merupakan kelaziman usaha dan tidak terpengaruh hubungan istimewa;
12. Bahwa dalam persidangan tidak diungkapkan / diperiksa kembali adanya jurnal adjustment;
13. Bahwa jurnal adjustment tersebut tidak didukung dengan bukti dokumen sumber, misalnya : revisi invoice dan perhitungan actual cost dan Standard cost secara detail, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dalam sidang tidak meyakini kebenaran dari perhitungan dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
14. Bahwa atas pendapat Majelis yang menyatakan bahwa atas koreksi gross up dari pemakaian jasa maklon sebesar Rp.7.817.347.956,00 tidak dapat dipertahankan. Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat tidak sesuai substansi yang sebenarnya atau kebenaran material tidak terungkap dalam persidangan;
15. Bahwa berdasarkan Pasal 76 dan Pasal 78 UU PP, Majelis tidak memenuhi pembuktian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
16. Bahwa dengan demikian, telah terbukti pula secara nyata-nyata bahwa amar pertimbangan dan amar putusan (dictum) Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.22885/ PP/M.IX/15/2010 tanggal 26 Maret 2010 tersebut telah dibuat dengan tidak berdasarkan kepada fakta-fakta yang ada dan yang telah nyata-nyata terungkap dalam pemeriksaan sengketa banding tersebut, bukti yang valid serta aturan perpajakan yang berlaku khususnya mengenai koreksi gross up biaya jasa maklon karena tidak didukung dengan bukti yang kuat dan cukup, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar ketentuan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan Penjelasannya, maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.22885/PP/ M.IX/15/2010 tanggal 26 Maret 2010 tersebut adalah cacat secara hukum dan harus dibatalkan demi hukum.
C. Sengketa Koreksi Negatif HPP Atas Biaya Jasa Maklon sebesar Rp.5.003.102.692,00
1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
Halaman 47 alinea ke-3 :
"Bahwa berdasarkan uraian tersebut, Majelis berkesimpulan karena koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp. 5.003.102.692,00 atas nama PT. YYY yang menjadi dasar dari koreksi HPP berupa biaya jasa maklon sebesar Rp. 5.003.102.692,00 atas nama Pemohon Banding tidak dapat dipertahankan, maka koreksi HPP berupa biaya jasa maklon sebesar Rp. 5.003.102.692,00 juga tidak dapat dipertahankan"
2. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.22885/ PP/M.IX/15/2010 tanggal 26 Maret 2010 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan- pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan dasar hukum dan
atau prinsip perpajakan yang berlaku sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia;
3. Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 22885/PP/M.IX/15/2010 tanggal 26 Maret 2010 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena nyata-nyata amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta - fakta yang Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) ajukan. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU PP), menyebutkan sebagai berikut :
"Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim."
4. Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut Undang-Undang PPh), menyatakan :
Pasal 6 ayat (1) huruf a :
"Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruti dikurangi : biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberika dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.”
Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a :
“Biaya-biaya yang dimaksud dalam ayat ini lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak. Dengan demikian pengeluaran-pengeluaran untuk untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak, tidak boleh dibebankan sebagai biaya.”
5.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA