PUTUSAN
Nomor 525/B/PK/PJK/2013

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Nomor 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
  1. ABC : Direktur Keberatan dan Banding Direktorat Jenderal Pajak
  2. DEF : Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding,
  3. GHI : Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi Direktorat Keberatan dan Banding,
  4. JKL : Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor : SKU-1605/PJ./2011, tanggal 07 Desember 2011,

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat;

melawan:

XXX Ltd, NPWP : xxxx, beralamat di M plaza I lantai YY, Jalan J Kav. D, Jakarta 10xxx,

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Tergugat, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-32692/PP/M.V/99/2011 Tanggal 25 Juli 2011 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Penggugat, dengan posita perkara pada pokoknya sebagai berikut:

Bahwa merujuk pada Pasal 23 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan dan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dengan ini Penggugat mengajukan Gugatan atas Surat Tergugat Nomor: S-343/WPJ.07/KP.0703/2010 tanggal 30 Agustus 2010 tentang Pemberitahuan Surat Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Memenuhi Persyaratan Formal Atas permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak Nomor: 00003/187/05/053/10 tanggal 23 April 2010 untuk masa pajak April sampai dengan Desember 2005 sebesar Rp 52.898.583,00 yang mana surat Tergugat tersebut Penggugat terima pada tanggal 30 Agustus 2010;

Bahwa berikut ini alasan gugatan Penggugat dan perhitungan pajak yang seharusnya;

Pendapat Tergugat
Bahwa menanggapi permohonan Pengurangan atau Pembatalan STP yang Tidak Benar yang Penggugat ajukan melalui Surat Nomor: 035/MSJ/10/MGT tanggal 8 Juli 2010 atas STP PPN Nomor: 00003/187/05/053/10 tanggal 23 April 2010 untuk masa pajak April s.d. Desember 2005 sebesar Rp. 52.898.583, Tergugat berpendapat bahwa surat permohonan Penggugat tidak dapat dipertimbangkan dengan pendapat Tergugat sebagai berikut:

Bahwa Permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP hanya dapat diajukan untuk suatu Surat Ketetapan Pajak yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketatapan Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak NIHIL;

Bahwa surat permohonan Penggugat dianggap tidak memenuhi ketentuan formal Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP karena Surat Tagihan Pajak bukan merupakan Surat Ketetapan Pajak;

Alasan Gugatan
bahwa Penggugat tidak setuju dengan pendapat Tergugat dengan alasan dan fakta-fakta sebagai berikut:
Bahwa Dasar Hukum yang digunakan adalah:
  1. Berdasarkan Pasal 14 ayat 2 UU KUP disebutkan bahwa:
    "Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak".
  2. Berdasarkan Pasal 36 ayat 1 huruf b UU KUP disebutkan bahwa :
    1. Direktur Jenderal Pajak dapat:
      1. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
      2. Mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.
    2. Tata cara pengurangan, penghapusan, atau pembatalan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan
  3. Pasal 1 ayat 2 Keputusan Menteri Keungan Nomor: 542/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Tatacara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi atau Pembatalan Ketetapan Pajak menyatakan bahwa:
    1. Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.
    2. Setiap permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan untuk suatu surat ketetapan pajak.
    3. Setiap permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan jumlah pajak yang menurut penghitungan Wajib Pajak seharusnya terutang.
Bahwa fakta atas objek sengketa adalah sebagai berikut:
  1. bahwa sehubungan dengan penerbitan STP PPN Nomor 00003/187/05/053/10 tanggal 23 April 2010 oleh KPP Badora Satu sebesar Rp. 52.898.583,00 karena Penggugat dianggap terlambat melakukan pemungutan dan penyetoran PPN sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.11/PMK.03/2005 sehingga dikenakan sanksi administrasi berupa bunga Pasal 9 (2a) UU KUP sebesar 2%;
  2. Bahwa dalam pelaksanaan pemungutan dan penyetoran PPN selaku pemungut, Penggugat mengacu kepada Pasal 10 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 143 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa:
    "Pajak yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut pada saat pembayaran oleh pemungut Pajak Pertambahan Nilai”
  3. Bahwa atas penerbitan STP tersebut Penggugat telah mengajukan pembatalan kepada Tergugat yang mengacu kepada Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP dan selanjutnya atas surat permohonan pembatalan tersebut, Tergugat menolak permohonan Penggugat karena dianggap tidak memenuhi persyaratan formal Pasal 36 ayat (1) huruf b dengan menyatakan bahwa STP tidak termasuk dalam pengertian Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut;
Bahwa pendapat Penggugat adalah sebagai berikut:
  1. Bahwa pendapat tergugat yang menyatakan bahwa Surat Tagihan Pajak (STP) tidak dapat dilakukan pengurangan atau pembatalan meskipun STP tersebut dalam kenyataannya tidak benar, menurut Penggugat justru bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP dan Pasal 14 ayat (2) UU KUP. Dalam hal ini, Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP menyatakan bahwa yang dapat dikurangkan atau dibatalkan oleh Direktur Jenderal Pajak adalah ketetapan pajak (bukan hanya surat ketetapan pajak). Selain itu, Pasal 14 ayat (2) UU KUP menyatakan bahwa STP mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa STP pada hakekatnya merupakan suatu ketetapan pajak;
  2. Bahwa pelaksanaan pemungutan PPN yang Penggugat lakukan telah didasarkan pada faktur pajak yang diterbitkan oleh supplier pada saat dilakukannya pembayaran. Penggugat tidak dapat melakukan pemungutan PPN dari supplier Penggugat sebelum faktur pajak diterbitkan. Besarnya PPN yang harus dipungut adalah sebesar yang tercantum dalam faktur pajak. Hal ini sesuai dengan Pasal 10 PP 143 Tahun 2000. Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tersebut hingga saat ini masih berlaku dan secara hirarki hukum peraturan perpajakan Indonesia, memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan PMK Nomor 11/PMK.03/2005;
  3. bahwa berdasarkan Pasal 19 UU PPN, hal-hal yang belum diatur dalam UU PPN diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Atas hal tersebut Penggugat berpendapat bahwa PP 143 tahun 2000 merupakan salah satu pelaksanaan atas Pasal 19 UU PPN;
Bahwa berdasarkan penjelasan dan fakta-fakta tersebut di atas, Penggugat mohon kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara ini untuk dapat mengabulkan gugatan Penggugat dengan memutuskan kepada tergugat untuk membatalkan STP PPN Nomor: 00003/187/05/053/10 tanggal 23 April 2010 untuk masa pajak April s.d. Desember 2007 sebesar Rp 52.898.583,00 menjadi Nihil;

Perhitungan Pajak
Bahwa dari uraian tersebut di atas perhitungan pajak menjadi sebagai berikut:
Uraian Menurut Tergugat Tambah (kurang) Menurut Penggugat
Palak yang kurang dibayar 0 0 0
Sanksi Administrasi:
- bunga Ps. 9 (2a) KUP 52.898.583 (52.898.583) 0
Jumlah Sanksi Administrasi 52.898.583 (52.898.583) 0
Jumlah YMH Dibayar 52.898.583 (52.898.583) 0

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-32692/PP/ M.V/99/2011, Tanggal 25 Juli 2011 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Menyatakan membatalkan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-343/WPJ.07/KP.0703/2010 tanggal 30 Agustus 2010, tentang Pemberitahuan Surat Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Memenuhi Persyaratan Formal atas Surat Tagihan Pajak PPN Masa Pajak April – Desember 2005 Nomor : 00003/187/05/053/10 tanggal 23 April 2010 atas nama : XXX Ltd., NPWP : xxxx, beralamat di M plaza I lantai YY, Jalan J Kav. D, Jakarta 10xxx,,

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-32692/PP/M.V/99/2011, Tanggal 25 Juli 2011, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 19 September 2011, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1605/PJ./2011, tanggal 07 Desember 2011, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak, pada tanggal 14 Desember 2011 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali No.PKA-1499/SP.51/AB/XII/2011 yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Pajak dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 14 Desember 2011;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 13 Januari 2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 23 Februari 2012;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
    1. Bahwa Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
      “Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.”
    2. Bahwa ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
      “Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
    3. Bahwa dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor: Put. 32692/PP/M.V/99/2011 tanggal 25 Juli 2011 yang amarnya memutuskan Menyatakan membatalkan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-343/WPJ.07/KP.0703/2010 tanggal 30 Agustus 2010, tentang Pemberitahuan Surat Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Memenuhi Persyaratan Formal atas Surat Tagihan Pajak PPN Masa Pajak April - Desember 2005 Nomor: 00003/187/05/053/10 tanggal 23 April 2010 atas nama: XXX Ltd., NPWP: xxxx, tidak memperhatikan atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan atas pengenaan sanksi administrasi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat), sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
    4. Bahwa kekhilafan dan kekeliruan penerapan hukum yang dilakukan oleh Majelis Hakim pada tingkat gugatan di Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tersebut terdapat dalam pertimbangan hukum yang bertentangan atau tidak sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil.
  2. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
    1. Bahwa ketentuan Pasal 92 ayat (3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyatakan sebagai berikut:
      “Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim”.
    2. Bahwa ketentuan Pasal 1 Angka 11 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut:
      “Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.”
    3. Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.32692/PP/M.V/99/2011 tanggal 25 Juli 2011, atas nama: XXX Ltd. (Termohon Peninjauan Kembali/semula Penggugat), telah diberitahukan secara patut kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dan dikirimkan kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) oleh Pengadilan Pajak melalui surat Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor: P.1792/SP.23/2011 tanggal 15 September 2011 perihal Pengiriman Putusan Pengadilan Pajak dan diterima secara langsung oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) pada tanggal
      21 September 2011 sesuai dengan surat tanda terima dokumen Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nomor Dokumen: 2011092105460002.
    4. Bahwa dengan demikian, pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.32692/PP/M.V/99/2011 tanggal 25 Juli 2011 ini masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini
      belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    5. Bahwa oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
  3. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
    1. Tentang Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.32692/PP/M.V/99/2011 tanggal 25 Juli 2011 telah cacat hukum (Juridisch Gebrek) karena diputus dengan telah melewati jangka waktu yang ditentukan oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
    2. Tentang Dibatalkannya Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-343/WPJ.07/KP.0703/2010 tanggal 30 Agustus 2010 oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
  4. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Permohonan Peninjauan Kembali Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.32692/ PP/M.V/99/2011 tanggal 25 Juli 2011, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku atas Pemeriksaan Gugatan di Pengadilan Pajak (tegenbewijs) atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan dalil-dalil serta alasan-alasan hukum sebagai berikut:
    1. Tentang Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.32692/PP/M.V/99/2011 tanggal 25 Juli 2011 telah cacat hukum (Juridisch Gebrek) karena diputus dengan telah melewati jangka waktu yang ditentukan oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
      1. Bahwa Surat Gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) nomor 085/MSJ/10 FIN tanggal 27 September 2010, diterima Sekretariat Pengadilan Pajak pada tanggal 28 September 2010 (diantar) dan terdaftar dalam berkas sengketa Nomor: 99-051581-2005.
      2. Bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor: 32692/PP/M.V/99/2011 tanggal 25 Juli 2011 Halaman 20 pada bagian Mengadili diketahui:
        ”Demikian diputus di Jakarta pada hari Senin tanggal 04 April 2011 berdasarkan musyawarah Majelis VIII Pengadilan Pajak, ...”
      3. Bahwa Pasal 81 ayat (2) dan ayat (4) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut:
        Pasal 81 ayat (1) dan ayat (3)
        ”(2) Putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Gugatan diambil dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak Surat Gugatan diterima.
        (4) Dalam hal-hal khusus, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan.”
      4. Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata bahwa Surat Gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) nomor 085/MSJ/10 FIN tanggal 27 September 2010, diterima Sekretariat Pengadilan Pajak pada tanggal 28 September 2010 (diantar). Sehingga, berdasarkan ketentuan Pasal 81 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka sengketa gugatan tersebut seharusnya diputus selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal 28 September 2010 atau diputus paling lambat pada tanggal 27 Maret 2010, kecuali ada hal-hal khusus sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 81 ayat (4) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
      5. Bahwa fakta yang terjadi adalah Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus sengketa gugatan tersebut pada tanggal 04 April 2011 atau telah diputus dengan melewati dari jangka waktu yang seharusnya yang ditentukan oleh Pasal 81 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
      6. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 81 ayat (4) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak beserta Penjelasannya, maka Majelis Hakim Pengadilan Pajak berwenang untuk memperpanjang jangka waktu pengambilan putusan atas sengketa gugatan dimaksud untuk paling lama 3 (tiga) bulan setelah tanggal jatuh tempo putusan bilamana hal-hal yang bersifat khusus sebagaimana yang dimaksud Pasal 81 ayat (4) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak terpenuhi.
      7. Bahwa setelah membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 32692/PP/M.V/99/2011 tanggal 25 Juli 2011 tersebut, diketahui tidak diketemukan satupun amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan adanya hal-hal khusus dimaksud yang menjadi alasan atau penyebab harus adanya perpanjangan jangka waktu pengambilan putusan atas sengketa gugatan dimaksud.
      8. Bahwa oleh karena tidak adanya hal-hal khusus dimaksud yang menjadi alasan atau penyebab harus adanya perpanjangan jangka waktu pengambilan putusan atas sengketa gugatan dimaksud, maka sengketa gugatan tersebut seharusnya diputus selambat-lambatnya pada tanggal 27 Maret 2010.
      9. Bahwa oleh karena itu, maka Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang memeriksa dan mengadili sengketa gugatan tersebut, telah terbukti dengan nyata-nyata telah melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem) dengan memutus sengketa gugatan dimaksud dengan melewati jangka waktu yang seharusnya yang ditentukan oleh ketentuan Pasal 81 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak beserta Penjelasannya.
      10. Bahwa dengan demikian, terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 32692/ PP/M.V/99/2011 tanggal 25 Juli 2011 telah diputus melebihi jangka waktu yang ditetapkan Pasal 81 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yaitu dari 6 (enam) bulan sejak surat gugatan diterima Pengadilan Pajak. Sehingga oleh karenanya, Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 32692/ PP/M.V/99/2011 tanggal 25 Juli 2011 telah cacat hukum (Juridisch Gebrek)
    2. Tentang Dibatalkannya Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-343/WPJ.07/KP.0703/2010 tanggal 30 Agustus 2010 oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
      1. Bahwa dalil-dalil, fakta-fakta serta dasar hukum (fundamentum petendi) yang telah dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) di atas untuk seluruhnya, adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan sebagai satu kesatuan dengan dalil-dalil yang akan dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) pada uraian berikut ini.
      2. Bahwa jika seandainya-pun, Majelis Hakim Mahkamah Agung Yang Terhormat, yang memeriksa dan mengadili sengketa peninjauan kembali ini berpendapat lain selain daripada dalil-dalil yang disampaikan dan diuraikan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tersebut pada huruf A di atas, namun pada pokoknya Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tetap tidak sependapat dan keberatan atas pertimbangan dan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana yang dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.32692/PP/M.V/99/2011 tanggal 25 Juli 2011.
      3. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) sangat keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
        Halaman 19 alinea ke-5 dan ke-6
        Bahwa karena Surat Tagihan Pajak termasuk dalam kategori ketetapan pajak, maka sesuai ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, atas Surat Tagihan Pajak tersebut dapat dimohonkan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak berdasarkan kuasa Pasal 36 ayat (1) huruf b;
        Bahwa dengan demikian Keputusan Tergugat Nomor: S-341/WPJ.07/KP.0703/2010 tanggal 30 Agustus 2010 yang menyatakan permohonan Penggugat tidak memenuhi syarat adalah tidak tepat;
      4. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.32692/PP/M.V/99/2011 tanggal 25 Juli 2011 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa gugatan tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan fakta hukum dan atau peraturan perpajakan yang berlaku sehingga menjadi dibatalkannya Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-343/WPJ.07/KP.0703/2010 tanggal 30 Agustus 2010 oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
      5. Bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut dengan UU KUP), menyatakan bahwa :
        Pasal 1 angka 14
        "Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil."
        Pasal 14 ayat (2)
        "Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak."
        Memori penjelasan Pasal 14 ayat (2) menyebutkan bahwa:
        "Surat Tagihan Pajak menurut ayat ini dipersamakan kekuatan hukumnya dengan surat ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat Paksa."
        Memori penjelasan Pasal 16 ayat (1) menyebutkan bahwa:
        "Berdasarkan penjelasan Pasal 16 UU KUP disebutkan bahwa pembetulan ketetapan pajak menurut avat ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan yang balk, sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi dalam suatu ketetapan pajak perlu dibetulkan sebagaimana mestinya. Sifat kesalahan atau kekeliruan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dengan Wajib Pajak.
        Apabila kesalahan atau kekeliruan ditemukan baik oleh fiskus atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak maka kesalahan atau kekeliruan tersebut harus dibetulkan. Yang dapat dibetulkan karena kesalahan atau kekeliruan adalah:
        • Surat ketetapan pajak, antara lain Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Nihil
        • Surat Tagihan Pajak;
        • Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
        • Surat Keputusan Keberatan;
        • Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi; Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar.
          Pasal 36 ayat (1)
          Direktur Jenderal Pajak dapat:
          1. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang menurut ketentuan peraturan perUndang-Undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
          2. mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.
            Pasal 36 ayat (2)
            Tata cara pengurangan. penghapusan, atau pembatalan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
            Memori penjelasan Pasal 36 ayat (1) menyebutkan bahwa:
            "Demikian juga Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya, dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan paiak yang tidak benar, misalnya Wajib Pajak yang ditolak pengajuan keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan formal (memasukkan Surat Keberatan tidak pada waktunya) meskipun persyaratan material terpenuhi"
      6. Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 542/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak, (selanjutnya disebut dengan KMK-542/KMK.04/2000), menyatakan bahwa:
        Ayat (1)
        “Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar”
        Ayat (2)
        “Setiap permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan untuk suatu surat ketetapan pajak”
      7. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa gugatan di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 32692/PP/M.V/99/2011 tanggal 25 Juli 2011, diketahui halhal sebagai berikut :
        7.1. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) mengajukan permohonan Pengurangan atau Pembatalan STP yang tidak benar yaitu atas STP Nomor 00003/187/05/053/10 tanggal 27 April 2010 Masa Pajak April s.d. Desember 2005 sebesar Rp52.898.583,00 dengan surat Nomor: 035/MSJ/10/MGT tanggal 08 Juli 2010.
        7.2. Bahwa STP tersebut diterbitkan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) terlambat melakukan pemungutan dan penyetoran PPN sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 11/PMK.03/2005 sehingga dikenakan sanksi administrasi berupa bunga Pasal 9 ayat (2a) KUP sebesar 2%.
        7.3. Bahwa atas permohonan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tersebut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) kemudian menerbitkan Surat Nomor: S-343/WPJ.07/KP.0703/2010 tanggal 30 Agustus 2010 tentang Pemberitahuan Surat Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Memenuhi Persyaratan Formal.
        7.4. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak setuju dengan pendapat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dengan alasan bahwa mengenai apa yang dimaksud dengan ketetapan pajak, memang tidak dimuat dalam Pasal 36 ayat 1 huruf b Undang-Undang KUP Nomor 16 Tahun 2000 maupun memori penjelasannya. Hal ini disebabkan, pengertian ketetapan pajak telah dijelaskan (dijabarkan) dalam Pasal sebelumnya, yakni dalam Memori Penjelasan Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang KUP Nomor 16 Tahun 2000, sehingga tidak perlu diulang lagi dalam Pasal 36 Undang-Undang KUP Nomor 16 Tahun 2000.
        7.5. Bahwa alasan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) menerbitkan surat Nomor: S-341/WPJ.07/ KP.0703/2010 tanggal 30 Agustus 2010 adalah sebagai berikut :
        1. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) mengajukan permohonan Pengurangan atau Pembatalan STP yang tidak benar yaitu atas STP Nomor 00003/187/05/053/10 tanggal 27 April 2010, namun karena STP bukan merupakan surat ketetapan pajak sehingga permohonan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak dapat diproses karena secara formal tidak sesuai dengan ketentuan yang dijadikan dasar permohonan yaitu Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP dan KMK-542/KMK.04/2000 tanggal 31 Desember 2000.
        2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) KMK-542/KMK.04/2000 tanggal 31 Desember 2000 yang dijadikan salah satu dasar untuk menolak secara formal permohonan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menyatakan bahwa :
          “setiap permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan untuk suatu surat ketetapan pajak”, yang dimaksud dengan surat ketetapan pajak sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Ayat (2) adalah surat ketetapan yang meliputi SKP Kurang Bayar atau SKPKB Tambahan atau SKP Lebih Bayar atau SKP Nihil sesuai Pasal 1 angka 14 Undang-Undang KUP. Dengan demikian secara jelas dan sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku, STP bukan merupakan surat ketetapan pajak sehingga permohonan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak dapat diproses.
        3. Bahwa terkait dengan pada Pasal 14 ayat (2) UU KUP yang menyatakan bahwa STP mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dengan ini secara tegas menyatakan bahwa arti dan maksud dari Pasal 14 ayat (2) UU KUP tersebut adalah bahwa STP secara hukum mempunyai kekuatan yang sama dengan SKP dalam hal penagihan pajaknya, namun STP secara substansi tetap bukan merupakan surat ketetapan pajak seperti yang dimaksudkan Pasal 36 ayat 1 huruf b Undang-Undang KUP Nomor 16 Tahun 2000.
      8. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) atas sengketa gugatan di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan.
  5. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor: Put.32692/PP/M.V/99/2011 tanggal 25 Juli 2011 yang menyatakan :
    Menyatakan membatalkan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-343/WPJ.07/KP.0703/2010 tanggal 30 Agustus 2010, tentang Pemberitahuan Surat Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Memenuhi Persyaratan Formal atas Surat Tagihan Pajak PPN Masa Pajak April - Desember 2005 Nomor: 00003/187/05/053/10 tanggal 23 April 2010 atas nama: XXX Ltd., NPWP : xxxx, beralamat di M plaza I lantai YY, Jalan J Kav. D, Jakarta 10xxx.
    Adalah tidak benar dan telah cacat hukum serta telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan karena tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tidak sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor : 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dengan pertimbangan:
- Bahwa alasan butir A tentang jangka waktu yang berkaitan dengan proses administrasi semata yang tidak membatalkan putusan;
- Bahwa alasan butir B tentang Keputusan Terbanding tidak dapat dibenarkan karena STP termasuk Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b UUKUP, dan kewenangan Terbanding diatur dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Oleh karenanya dalil-dalil Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak;

Bahwa Keputusan Dirjen Pajak yang menjadi obyek sengketa yang menyatakan STP tidak memenuhi sayarat sebagai ketetapan pajak sudah tepat dinyatakan batal oleh Pengadilan Pajak;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang dikalahkan, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Jumat, tanggal 24 Januari 2014, oleh CCC,SH.M.Sc., Ketua Muda Pembinaan Mahkamah Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr.AAA,SH.CN., dan Dr.H.BBB,SH.MS., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DDD,SH.MH., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.


Anggota Majelis :

ttd./Dr.AAA,SH.CN.

ttd./Dr.H.BBB,SH.MS.
Ketua Majelis,

ttd./CCC,SH.M.Sc.


Biaya - biaya :
1. Meterai...................... Rp 6.000,00
2. Redaksi .................... Rp 5.000,00
3. Administrasi ............. Rp 2.489.000,00
Jumlah ..................... Rp 2.500.000,00
Pengganti,

ttd./DDD,SH.MH.


Untuk salinan
Mahkamah Agung RI
A.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


NN, S.H.
NIP xxxxxxxx

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA