PUTUSAN
Nomor 732/B/PK/PJK/2014

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
  1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan banding;
Kesemuanya berkantor di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-312/PJ./2012 tanggal 25 Maret 2012;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat;

melawan:

PT. XXX, beralamat di P Building Lt. Y, JI.J, Gelora, Jakarta Pusat;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terggugat, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor 35425/PP/M.VI/99/2011, Tanggal 6 Desember 2011 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Penggugat, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa Penggugat mengajukan gugatan atas surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP1123/VVPJ.07/2011 tanggal 10 Mei 2011 yang Penggugat terima pada tanggal 18 Mel 2011, mengenai Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi atas Surat Tagihan Pajak (STP) PPN Barang dan Jasa Nomor: 00026/107/09/057/11 tanggal 14 Februari 2011 Masa Pajak Januari sampai dengan November 2009;

Bahwa adapun alasan Penggugat mengajukan gugatan sebagai berikut:
bahwa peredaran usaha yang Penggugat laporkan telah memenuhi kriteria Faktur Pajak Standar sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-312/PJ.12001 bagian B dokumen-dokumen yang memenuhi persyaratan Faktur Pajak Standar yaitu Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah difiatmuat oleh pejabat yang berwenang dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan Invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB, jadi walaupun sudah ada PEB tetapi belum difiatmuat maka tidak memenuhi kriteria Faktur Pajak Standar;

Bahwa peredaran usaha yang Penggugat laporkan, bila dilihat dari jumlah antara Penggugat dan cfm Tergugat (perhitungan terlampir);

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor 35425/PP/M.VI/99/2011, tanggal 6 Desember 2011 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1123/WPJ.07/2011 tanggal 10 Mei 2011, tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor: 00026/107/09/057/11 tanggal 14 Februari 2011, atas nama: PT. XXX, NPWP: xxxx alamat: P Building Lt. Y, JI.J, Gelora, Jakarta Pusat, dengan perhitungan sebagai berikut:
Pajak yang tidak / kurang dibayar Rp 0,00
Sanksi Administrasi Rp 0,00
Jumlah yang masih harus dibayar Rp 0,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor 35425/PP/M.VI/99/2011, tanggal 6 Desember 2011, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 27 Desember 2011, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-312/PJ/2012, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak Jakarta pada tanggal 16 Maret 2012, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 16 Maret 2012;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 5 April 2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 4 Mei 2012;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
    1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
      “Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.”
    2. Bahwa ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan ber- dasarkan alasan sebagai berikut:
      “Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
    3. Bahwa dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor: Put.35425/PP/M.VI/99/2011 tanggal 06 Desember 2011 yang amarnya memutuskan Mengabulkan seluruhnya permohonan gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1123/WPJ.07/2011 tanggal 10 Mei 2011, tentang gugatan atas Surat Tagihan Pajak Masa Pajak Nopember 2008 Nomor : 00026/107/09/057/11 tanggal 14 Februari 2011, atas nama : PT. XXX, NPWP : xxxx, tidak memperhatikan atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam pengenaan sanksi Pasal 14 ayat (4) UU KUP karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak melaporkan Pemberitahuan Ekspor Barang sesuai dengan tanggal pendaftaran Pemberitahuan Ekspor Barang, sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia;
    4. Bahwa kekhilafan dan kekeliruan penerapan hukum yang dilakukan oleh Majelis Hakim pada tingkat gugatan di Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tersebut terdapat dalam pertimbangan hukum yang bertentangan atau tidak sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil;
  2. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
    1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyatakan sebagai berikut:
      “Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim”.
    2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 11 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut:
      “Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung”;
    3. Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 35425/PP/M.VI/99/2011 tanggal 06 Desember 2011, atas nama : PT. XXX (Termohon Peninjauan Kembali / semula Penggugat), telah diberitahukan dan diterima secara langsung oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) pada tanggal 29 Desember 2011 sesuai dengan surat tanda terima dokumen Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nomor Dokumen: 2011122903470004;
    4. Bahwa dengan demikian, pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 35425/PP/M.VI/99/2011 tanggal 06 Desember 2011 ini, masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku;
    5. Bahwa oleh karena itu, sudah sepatutnya Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
  3. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali
    Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah :
    Sengketa Sanksi Administrasi berupa Denda Pasal 14 ayat (4) KUP sebesar Rp308.026.282,00 yang tidak disetujui oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat).
  4. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Permohonan Peninjauan Kembali
    Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 35425/PP/M.VI/99/2011 tanggal 06 Desember 2011, maka dengan ini menyatakan keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta dan pembuktian yang telah diajukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dalam pemeriksaan gugatan di Pengadilan Pajak, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan dalil-dalil serta alasan-alasan hukum sebagai berikut :
    Sengketa Sanksi Administrasi berupa Denda Pasal 14 ayat (4) KUP sebesar Rp308.026.282,00 yang tidak disetujui oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat).
    1. Bahwa pokok sengketa dalam gugatan yang diajukan Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) adalah tidak dipertahankannya Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1123/WPJ.07/2011 tanggal 10 Mei 2011, tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor : 00026/107/09/057/11 tanggal 14 Februari 2011, atas nama : PT. XXX, NPWP : xxxx oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak dengan alasan Majelis berpendapat bahwa PEB akan diperlakukan sebagai faktur pajak setelah difiatmuat sehingga saat PEB tersebut difiatmuat merupakan saat terbitnya faktur pajak tersebut;
    1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
      Halaman 11 Alinea ke-2, ke-3 dan ke-4:
      “bahwa oleh karenanya pada saat tanggal pendaftaran PEB, dokumen tersebut belum dapat diperlakukan sebagai faktur pajak sehingga belum ada dokumen faktur pajak yang harus dilaporkan;”
      “bahwa dengan demikian maka pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak berdasarkan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tidak tepat dikenakan kepada Penggugat karena tidak ada kesalahan pelaporan atas faktur pajak tersebut;”
      “bahwa berdasarkan uraian di atas, Majelis berkesimpulan bahwa penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Nomor: 00026/107/09/057/11 tanggal 14 Februari 2011 Masa Pajak Januari sampai dengan November 2009 dengan saksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp308.026.282,00, tidak benar dan harus dibatalkan”
    2. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.35425/PP/M.VI/99/2011 tanggal 06 Desember 2011 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa gugatan tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan dasar hukum dan atau prinsip perpajakan yang berlaku, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia;
    3. Bahwa Pasal 2 huruf b Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-522/PJ./2000 tentang Dokumen-dokumen Tertentu yang Diperlakukan Sebagai Faktur Pajak Standar sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-312/PJ./2001 menyebutkan bahwa "Dokumen-dokumen tersebut di bawah ini sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar, yaitu : b. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah difiat muat oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;"
    4. Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ/2006 tentang Bentuk Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) sebagaimana telah diubah dengan PER-142/PJ/2007 dalam Lampiran II mengenai Petunjuk Pengisian Formulir 1107A-Lampiran 1- Daftar Pajak Keluaran dan PPnBM (D.l.2.32.01) Butir B.3.1 menyatakan bahwa "Kolom DPP Ekspor (Rupiah) diisi dengan DPP sesuai dengan nilai ekspor BKP, baik dengan L/C maupun tanpa L/C, yang tercantum dalam PEB yang dilampiri Faktur Penjualan (invoice) sebagai suatu kesatuan dokumen yang tidak terpisahkan. DPP atas ekspor ini dilaporkan dalam Masa Pajak sesuai tanggal pendaftaran pada PEB atau Persetujuan Ekspor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai";
    5. Bahwa Pasal 10 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan nomor: 291/KMK.05/1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor: 101/PMK.04/2005 menyebutkan bahwa “Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)/Pemberitahuan Ekspor Barang Tertentu (PEBT) (formulir BC 3.0/BC 3.1) dan formulir BC 2.3 dan diberlakukan ketentuan tatalaksana kepabeanan di bidang ekspor” ;
    6. Bahwa Pasal 6 Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor: KEP-63/BC/1997 menyebutkan bahwa “Barang yang dikeluarkan dari KB untuk diekspor diberlakukan tatalaksana kepabeanan di bidang ekspor”;
    7. Bahwa Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-151/BC/2003 tentang Petunjuk pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Ekspor, mengatur sebagai berikut:
      Pasal 1
      Angka 13 : Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) adalah dokumen pabean yang digunakan untuk pemberitahuan pelaksanaan ekspor yang dibuat sesuai dengan BC 3.0 yang dapat berupa tulisan di atas formulir atau pesan elektronik;
      Angka 16 : Barang Ekspor adalah barang yang dikeluarkan dari Daerah Pabean untuk dibawa atau dikirim ke luar negeri;
      Angka 41 : Persetujuan Ekspor adalah lembar persetujuan yang diberikan pegawai untuk melindungi pengangkutan barang ekspor dari gudang eksportir atau tempat penyimpanan yang ditunjuk oleh eksportir ke Kawasan Pabean di pelabuhan pemuatan dan pemuatannya ke atas sarana pengangkut;
      Pasal 9
      (1). Dalam hal hasil penelitian dokumen kedapatan pengisian PEB lengkap dan benar PEB diberi nomor dan tanggal pendaftaran;
      (4) a. Setelah PEB diberi nomor dan tanggal pendaftaran, diterbitkan Persetujuan Ekspor yang telah ditandatangani Pejabat atau berisi data nama dan NIP Pejabat dalam hal tidak dilakukan pemeriksaan fisik barang;
      Pasal 19
      (1). Pemasukan barang ekspor ke Kawasan Pabean dilakukan dengan menggunakan Persetujuan Ekspor yang telah ditandatangani Pejabat;
      (4). Persetujuan Ekspor, PPB, PEB dan PKBE digunakan oleh Petugas Dinas Luar untuk mengawasi pemasukan barang ekspor di pintu masuk Kawasan Pabean;
      Pasal 20
      (l) a. Terhadap barang ekspor tanpa pemeriksaan fisik barang, dimuat ke sarana pengangkut setelah Persetujuan Ekspor ditandatangani oleh Pejabat dan Petugas Dinas Luar yang mengawasi pemasukan barang ekspor ke Kawasan Pabean;
    8. Bahwa pasal 69 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan sebagai berikut:
      Pasal 69 ayat (1)
      “Alat bukti dapat berupa:
      a. surat atau tulisan;
      b. keterangan ahli;
      c. keterangan para saksi;
      d. pengakuan para pihak; dan/atau
      e. pengetahuan Hakim
      Kemudian dalam penjelasan pasal 69 ayat (1) menyebutkan bahwa
      “Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain.”
    9. Bahwa pasal 76 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”
      Kemudian dalam memori penjelasan pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan bahwa “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan.
      Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak”;
    10. Bahwa pasal 78 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim.”
      Kemudian dalam memori penjelasan pasal 78 menyebutkan bahwa
      “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”;
    11. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa gugatan di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 35425/PP/M.VI/99/2011 tanggal 06 Desember 2011serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dan fakta-fakta yang telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata terungkap pada persidangan, yaitu:
      1. bahwa Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor: 00026/107/09/057/11 tanggal 14 Februari 2011 diterbitkan dengan perhitungan 2% x Rp15.401.314.087,00 atau sebesar Rp308.026.282,00;
      2. bahwa jumlah sebesar Rp15.401.314.087,00 adalah jumlah ekspor dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang dilaporkan tidak sesuai dengan masa penerbitannya (tanggal PEB tersebut);
      3. bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) melaporkan 56 Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dengan nilai sebesar Rp15.401.314.087,00 tersebut tidak sesuai dengan tanggal PEB tersebut;
      4. bahwa berdasarkan penelitian terhadap dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan Persetujuan Ekspor, diketahui bahwa tanggal yang digunakan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) sebagai dasar pelaporan penyerahan ekspor adalah tanggal pemasukan barang yang diekspor ke dalam peti kemas yaitu berdasarkan tanggal tanda tangan Pegawai Pengawasan Stuffing (pegawai yang melakukan pengawasan pemasukan barang yang sudah diperiksa ke dalam peti kemas) pada Persetujuan Ekspor (Form BCF 3.01) bukan tanggal Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) atau tanggal Persetujuan Ekspor (PE).
    12. Bahwa yang menjadi pokok sengketa gugatan atas sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP sebesar Rp308.026.282,00
      adalah sengketa mengenai konsep (yuridis fiskal) yaitu tentang tanggal pelaporan penyerahan ekspor dalam SPT Masa PPN. Menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggal pelaporan adalah tanggal penebitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) atau penerbitan Persetujuan Ekspor (PE) sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-146/PJ/2006 sedangkan menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) adalah tanggal pemasukan barang yang diekspor ke dalam peti kemas yaitu berdasarkan tanggal tanda tangan Pegawai Pengawasan Stuffing (pegawai yang melakukan pengawasan pemasukan barang yang sudah diperiksa ke dalam peti kemas) pada Persetujuan ekspor (PE).
    13. Bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-146/PJ/2006 diketahui bahwa DPP atas ekspor dilaporkan dalam Masa Pajak sesuai tanggal pendaftaran pada PEB atau Persetujuan Ekspor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, sehingga pelaporan sesuai dengan tanggal pemasukan barang yang diekspor ke dalam peti kemas yang didasarkan oieh tanggal tanda tangan Pegawai Pengawasan Stuffing tidak sesuai dengan ketentuan tersebut di atas.
    14. Bahwa kegiatan berupa pemasukan barang yang di ekspor ke kawasan pabean dan atau dalam peti kemas merupakan bagian dari kegiatan ekspor yang pelaksanaannya menggunakan Persetujuan Ekspor, PPB, PEB, dan PKBE sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: KEP-151/BC/2003, sehingga bukan merupakan tanggal yang menjadi dasar pelaporan dari Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) tersebut;
    15. Bahwa dengan demikian, pengenaan sanksi Pasal 14 ayat (4) KUP karena Wajib Pajak tidak melaporkan Pemberitahuan Ekspor Barang sesuai tanggal pendaftaran pada PEB adalah sudah benar dan tepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
    16. Bahwa berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf a KUP antara lain disebutkan bahwa Direktur Jenderal dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bungs, denda, dan kenaikan yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
    17. Bahwa tidak terdapat bukti yang mendukung adanya kekhilafan atau bukan karena Wajib Pajak dalam pengenaan sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) dalam Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Nomor: 00026/107/09/057/11 tanggal 14 Februari 2011 Masa Pajak Januari sampai dengan November 2009
    18. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tidak sependapat dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana dimuat pada Halaman 11 Alinea ke-1 Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put. 35425/PP/M.VI/99/2011 tanggal 06 Desember 2011 yang menyatakan “bahwa berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-312/PJ/2001 tanggal 23 April 2001 tentang Perubahan Atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-522/PJ/2000 tentang Dokumen-dokumen Tertentu Yang Diperlakukan Sebagai Faktur Pajak Standar, Majelis berpendapat PEB akan diperlakukan sebagai faktur pajak setelah difiatmuat, sehingga saat PEB tersebut difiatmuat merupakan saat terbitnya faktur pajak tersebut;” dengan alasan sebagai berikut:
      • Bahwa Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-312/PJ/2001 tanggal 23 April 2001 mengatur tentang persyaratan suatu dokumen diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar, tidak mengatur mengenai tanggal pelaporan penyerahan ekspor dalam SPT Masa PPN, ketentuan yang mengatur tentang hal tersebut adalah dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ/2006 tanggal 29 September 2006, sebagaimana telah disebutkan di atas
      • Bahwa secara nyata-nyata dan jelas-jelas, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ/2006 tentang Bentuk Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) sebagaimana telah diubah dengan PER-142/PJ/2007 dalam Lampiran II mengenai Petunjuk Pengisian Formulir 1107A-Lampiran 1- Daftar Pajak Keluaran dan PPnBM (D.l.2.32.01) Butir B.3.1 menyatakan bahwa "Kolom DPP Ekspor (Rupiah) diisi dengan DPP sesuai dengan nilai ekspor BKP, baik dengan L/C maupun tanpa L/C, yang tercantum dalam PEB yang dilampiri Faktur Penjualan (invoice) sebagai suatu kesatuan dokumen yang tidak terpisahkan. DPP atas ekspor ini dilaporkan dalam Masa Pajak sesuai tanggal pendaftaran pada PEB atau Persetujuan Ekspor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai";
      • Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) melaporkan ekspor berdasarkan tanggal persetujuan dari Petugas Bea dan Cukai (Pegawai Pengawasan Stuffing) yang tercantum di dalam dokumen Persetujuan Ekspor (Form BCF 3.01), bukan berdasarkan tanggal Pemberitahuan Ekspor Barang atau tanggal Persetujuan Ekspor;
      • Bahwa untuk Majelis Hakim Mahkamah Agung ketahui dalam prosedur ekspor, eksportir harus mengajukan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), dalam hal ini adalah pendaftaran PEB, dan pada saat itu juga terbit Formulir Persetujuan Ekspor dengan tanggal yang sama dengan tanggal Pendaftaran PEB, bahwa dengan demikian ada jarak waktu antara tanggal pendaftaran PEB sampai dengan realisasi Persetujuan Ekspor atas phisik barang oleh Bea dan Cukai, dan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) telah menggunakan tanggal Ekspor Barang disetujui oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagai dasar pelaporan ekspor dalam SPT Masa PPN dengan alasan walaupun sudah ada PEB tetapi belum difiat muat maka tidak memenuhi kriteria faktur pajak standar
      • Bahwa dengan demikian dasar pelaporan ekspor yang dipakai oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) nyata-nyata telah bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ/2006 tentang Bentuk Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) sebagaimana telah diubah dengan PER-142/PJ/2007 dalam Lampiran II mengenai Petunjuk Pengisian Formulir 1107A-Lampiran 1- Daftar Pajak Keluaran dan PPnBM (D.l.2.32.01) Butir B.3.1 menyatakan bahwa "Kolom DPP Ekspor (Rupiah) diisi dengan DPP sesuai dengan nilai ekspor BKP, baik dengan L/C maupun tanpa L/C, yang tercantum dalam PEB yang dilampiri Faktur Penjualan (invoice) sebagai suatu kesatuan dokumen yang tidak terpisahkan. DPP atas ekspor ini dilaporkan dalam Masa Pajak sesuai tanggal pendaftaran pada PEB atau Persetujuan Ekspor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai";
      • Bahwa telah jelas dan nyata-nyata Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta-fakta dan dasar hukum tentang pelaporan ekspor yaitu Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ/2006 tentang Bentuk Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) yang secara jelas menyatakan bahwa DPP atas ekspor ini dilaporkan dalam Masa Pajak sesuai tanggal pendaftaran pada PEB atau Persetujuan Ekspor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
    1. Bahwa berdasarkan uraian diatas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) berkesimpulan bahwa tanggal pemasukan barang yang diekspor ke dalam peti kemas yang didasarkan oleh tanggal tanda tangan Pegawai Pengawasan Stuffing (pegawai yang melakukan pengawasan pemasukan barang yang sudah diperiksa ke dalam peti kemas) yang dijadikan dasar pelaporan penyerahan dan nilai ekspor dalam SPT Masa PPN oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) bukan merupakan tanggal pendaftaran PEB atau Persetujuan Ekspor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ/2006 dan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-151/BC/2003 sehingga alasan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) yang menggunakan tanggal pemasukan barang yang diekspor ke dalam peti kemas sebagai dasar pelaporan penyerahan dan nilai ekspor dalam SPT Masa PPN tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga pengenaan sanksi Pasal 14 ayat (4) KUP karena Wajib Pajak tidak melaporkan Pemberitahuan Ekspor Barang sesuai dengan tanggal pendaftaran Pemberitahuan Ekspor Barang tersebut sudah sesuai dengan ketentuan;
    2. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1123/WPJ.07/2011 tanggal 10 Mei 2011, tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor : 00026/107/09/057/11 tanggal 14 Februari 2011, atas nama : PT. XXX, NPWP : xxxx nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan seluruhnya atas permohonan gugatan Penggugat terhadap Keputusan Tergugat Nomor KEP-1123/WPJ.07/2011 tanggal 10 Mei 2011 mengenai pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor : 00026/107/09/057/11 tanggal 14 Februari 2011 atas nama Penggugat sekarang Termohon Peninjauan Kembali, NPWP : 01.069.496.6-057.000, sehingga pajak dan sanksi yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
  1. Bahwa alasan permohonan Peninjauan Kembali atas Sanksi Administrasi berupa Denda Pasal 14 ayat (4) KUP sebesar Rp 308.026.282,00 tidak dapat dibenarkan, karena dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan dan pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena Penggugat sekarang Termohon Peninjauan Kembali telah melaporkan Faktur Pajak sesuai dengan masa penerbitanya dan telah memenuhi Faktur Pajak Standar yaitu PEB yang telah difiat muat oleh Pejabat yang berwenang dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai, oleh karenanya koreksi Tergugat (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Selasa, tanggal 9 Desember 2014, oleh Dr. H. CCC, S.H.,M.H., Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. AAA, S.H.,M.S. dan H. BBB, S.H.,M.H. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh DDD, S.IP.,S.H.,M.Hum, Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.

Anggota Majelis :

ttd./Dr. H. AAA, S.H.,M.S.

ttd./H. BBB, S.H.,M.H.
Ketua Majelis,

ttd./Dr. H. CCC, S.H.,M.H.


Biaya - biaya :
1. Meterai...................... Rp 6.000,00
2. Redaksi .................... Rp 5.000,00
3. Administrasi ............. Rp 2.489.000,00
Jumlah ..................... Rp 2.500.000,00
Pengganti,

ttd./DDD, S.IP.,S.H.,M.Hum


Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG RI
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,


NN, S.H.
NIP xxxxxxxx

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA