Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 419/B/PK/PJK/2011
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jl. Jenderal Gatot Subroto,
No. 40-42, Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
- ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal
Pajak;
- DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat
Keberatan Banding;
- GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan
Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
- JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan
Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Kesemuanya berkantor di Jl. Jenderal Gatot Subroto, No. 40-42, Jakarta
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-889/PJ./2010 tanggal 8 Oktober
2010;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
melawan:
XXX INDONESIA, berkedudukan di Jl. YY No. D, Kebon Sirih, Jakarta Pusat;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu Terbanding telah mengajukan permohonan
peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor
Putusan 24061/PP/M.VII/15/2010, tanggal 15 Juni 2010 yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu Pemohon Banding dengan posita perkara pada pokoknya
sebagai berikut :
Bahwa Pemohon Banding menyampaikan permohonan banding terhadap Surat
Keputusan Terbanding Nomor: KEP-022/WPJ.07/BD.05/2008 tanggal 7 Januari
2008 yang Pemohon Banding terima pada tanggal 7 Januari 2008 dan
alasan-alasan sebagaimana penjelasan di bawah ini;
Perhitungan Pajak Menurut Keputusan Yang Dibanding Bahwa Surat
Keputusan Terbanding Nomor: KEP-022/WPJ.07/BD.05/2008 tanggal 7 Januari
2008 memuat perhitungan sebagai berikut:
Uraian |
Penghasilan
Neto
(Rp) |
Penghasilan
Kena Pajak
(Rp) |
PPh
Terutang
(Rp) |
Kredit
Pajak
(Rp) |
Sanksi
Administrasi
(Rp) |
Jumlah
Yang Masih
Harus Dibayar
(Rp) |
Semula |
4.665.116.754 |
4.665.166.754 |
1.382.034.800 |
0,00 |
663.376.704 |
2.045.411.504 |
(Dikurangi)/Ditambah |
Nihil |
Nihil |
Nihil |
Nihil |
Nihil |
Nihil |
Menjadi |
4.665.116.754 |
4.665.166.754 |
1.382.034.800 |
0,00 |
663.376.704 |
2.045.411.504 |
Bahwa melalui surat keputusan tersebut, Terbanding telah menolak
seluruh keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Pajak Penghasilan Badan Nomor: 00001/206/00/081/06 tanggal 20
Oktober 2006 untuk Tahun Pajak 2000 yang Pemohon Banding sampaikan
melalui Surat Pemohon Banding Nomor: IPETOCIT06- 2007 tanggal 19
Januari 2007;
Bahwa adapun Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan
Nomor: 00001/206/02/081/06 tanggal 20 Oktober 2006 untuk Masa Tahun
Pajak 2002 memuat perhitungan sebagai berikut:
Keterangan |
Jumlah
(Rp) |
Penghasilan
Neto |
4.665.116.754,00 |
Penghasilan
Kena Pajak |
4.665.116.754,00 |
Pajak
Penghasilan yang terutang |
1.382.034.800,00 |
Kredit
Pajak |
0,00 |
Pajak
yang tidak/kurang dibayar |
1.382.034.800,00 |
Sanksi
Administrasi : Bunga Pasal 13 ayat (2) |
663.376.704,00 |
Jumlah
yang masih harus dibayar |
2.045.504,00 |
Ketentuan Formal
Bahwa permohonan banding ini Pemohon Banding ajukan berdasarkan hal-hal
sebagai berikut:
- Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang No. 6 Tahun 1983
sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang menyatakan sebagai berikut:
"Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan
peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak."
bahwa selanjutnya Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak, menyatakan sebagai berikut:
"Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada
Pengadilan Pajak".
Bahwa Surat Banding dalam bahasa Indonesia Pemohon Banding ajukan
terhadap Keputusan Keberatan kepada Pengadilan Pajak. Dengan demikian,
Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan formal pengajuan
banding berdasarkan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang KUP dan Pasal 35 ayat
1 Undang-Undang Pengadilan Pajak;
- Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang KUP menyatakan sebagai
berikut:
"Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam waktu 3
(tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat
keputusan tersebut "
Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai
berikut:
"Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan"
bahwa Surat Banding disusun secara tertulis dalam bahasa Indonesia
dengan alasan yang jelas dan diajukan sebelum lewat tiga bulan sejak
diterimanya Keputusan Keberatan yang salinannya Pemohon Banding
lampirkan dalam Surat Banding ini.
Dengan demikian, Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan
formal pengajuan banding berdasarkan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang KUP
dan Pasal 35 ayat 2 Undang-Undang Pengadilan Pajak;
- Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak menyatakan
sebagai berikut:
"Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap
besarnya jumlah pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan
apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima
puluh persen)."
bahwa Pemohon Banding telah melakukan pembayaran atas seluruh jumlah
yang terutang yang dinyatakan dalam Surat Keberatan. Dengan demikian,
Surat Banding Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan formal pengajuan
banding yaitu Pasal 36 ayat 4 Undang-Undang Pengadilan Pajak;
bahwa dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka pengajuan
Banding atas Keputusan Keberatan yang diterbitkan Terbanding tersebut
telah dilakukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara yang telah
disyaratkan oleh Undang-undang undang, khususnya Pasal 27 ayat (1) dan
(3) Undang-Undang KUP dan Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 36
ayat (4) Undang-Undang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu sudah
sepatutnya Surat Banding ini diterima oleh Pengadilan Pajak;
Pokok Sengketa
Bahwa pokok sengketa dalam surat banding Pemohon Banding adalah koreksi
positif atas Harga Pokok Penjualan karena perhitungan alokasi biaya
kantor pusat yang disampaikan Pemohon Banding tidak sesuai dengan
KEP-62/13.111995 tanggal 24 Juli 1995 yang mensyaratkan Laporan
Keuangan Konsolidasi dari Kantor Pusat tersebut harus diaudit oleh
Akuntan Publik;
Alasan Banding
Menurut Terbanding
Bahwa Terbanding melakukan koreksi positif atas Harga Pokok Penjualan
dengan perincian sebagai berikut:
No. |
Keterangan |
Menurut
Pemohon Banding
(Rp) |
Menurut
Terbanding
(Rp) |
Koreksi
(Rp) |
I |
Harga
Pokok Penjualan |
3.155.141.369 |
0 |
3.155.141.369 |
Bahwa menurut Terbanding, perhitungan alokasi biaya kantor pusat tidak
sesuai dengan KEP-62/PJ./1995 tanggal 24 Juli 1995 yang mensyaratkan
Laporan Keuangan Konsolidasi dari Kantor Pusat hams diaudit oleh
Akuntan Publik.
Dengan demikian Terbanding melakukan Koreksi Positif atas alokasi biaya
kantor pusat sebesar Rp 3.155.141.369,00;
Bahwa dalam proses keberatan kemudian, permohonan keberatan Pemohon
Banding ditolak dengan alasan tidak terdapat cukup alasan untuk
mempertimbangkan permohonan keberatan Pemohon Banding;
Menurut Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat Terbanding tersebut;
Bahwa Laporan Keuangan Konsolidasi dari Kantor Pusat yang merupakan
gabungan laporan keuangan dari cabang-cabang yang dimiliki oleh Pemohon
Banding telah diaudit oleh Independen Akuntan Publik (KPMG) dan bersama
surat ini jugs Pemohon Banding lampirkan Surat Pernyataan dari KPMG
mengenai perhitungan besarnya alokasi biaya kantor pusat yang telah
boleh Pemohon Banding bebankan pada BUT Pemohon Banding sesuai dengan
yang diatur dalam Pasal 2 dari KEP-62/ PJ./1995;
Bahwa perlu Pemohon Banding tambahkan bahwa YYY Hotels and Resorts
adalah perusahaan yang berdomisili di Singapura. Oleh karena itu
apabila perusahaan tersebut melakukan kegiatan di Indonesia maka
ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara
Indonesia - Singapura harus dijadikan acuan;
Bahwa Pasal 7 ayat (3) mengatur bahwa BUT dari perusahaan yang
berdomisili di Singapura, yang melakukan kegiatan di Indonesia boleh
membebankan biaya dalam kaitannya dengan kegiatannya tersebut. Secara
lengkap, ketentuan Pasal 7 ayat (3) adalah sebagai berikut:
“In determining the profit of permanent establishment, there
shall be allowed as deduction expenses including executive and general
administrative expenses, which would be deductible if the permanent
establishment were an independent enterprise, insofar as they are
reasonably allocable to the permanent establishment, whether incurred
in the State in which the permanent establishment is situated or
elsewhere."
Bahwa ketentuan tersebut mengandung pengertian pokok yaitu BUT di
Indonesia berhak membebankan biaya yang dikeluarkan yang berkaitan
dengan kegiatannya di Indonesia, termasuk Biaya Umum dan Administrasi;
Bahwa disamping itu, perlu Pemohon Banding informasikan bahwa untuk
tahun pajak 2004 Pemeriksa telah menyetujui perhitungan alokasi biaya
kantor pusat yang dibebankan di BUT sesuai dengan peraturan perpajakan
yang berlaku. Adapun cara dan metode yang digunakan untuk menghitung
alokasi biaya kantor pusat untuk tahun pajak 2000 sama dengan cara dan
metode yang digunakan untuk tahun pajak 2004;
Bahwa berikut adalah perhitungan alokasi biaya kantor pusat yang
Pemohon Banding bebankan dalam Surat Pemberitahuan Badan Tahunan
Pemohon Banding:
Description |
2002 |
Salaries
and Related expenses
Insurance
Mail and Courier
Office Expenses
Office Rent
Telephone and Telex
Traveling and Transport
Marketing & Advertising
RSO Expenses |
3,516,457.64
155,235.37
16,661.49
22,362.95
407,308.94
80,083.76
297,561.68
992,672.55
3,707,760.88 |
Total
Head Office Expense |
9,196,105.26 |
Indonesia
portion in %
Indonesia portion (in SGD)
Average BI Middle Rate |
6.6%
608,654
5,183.80 |
Indonesia
portion (in IDR) |
3,155,141,369 |
Indonesian
Management Fee (in IDR)
Indonesian Marketing Fee (in IDR) |
3,516,593,362
1,148,523,392 |
Total
Indonesian Management and Marketing Fee (in IDR) |
4,665,116,754 |
Total
Worldwide Management and Marketing Fee (in SGD)
Average BI Middle Rate |
13,597,141.84
5,183.80 |
Total
Worldwide Management and Marketing Fee (in IDR) |
70,484,863,870 |
Bahwa berdasarkan penjelasan pada di atas, menurut Pemohon Banding
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan tersebut
seharusnya memuat perhitungan sebagai berikut:
Keterangan |
Jumlah
(Rp) |
Penghasilan
Neto |
1.509.975.385,00 |
Penghasilan
Kena Pajak |
1.509.975.385,00 |
Pajak
Penghasilan yang terutang |
435.492.500,00 |
Kredit
Pajak |
0,00 |
Pajak
yang tidak/kurang dibayar |
435.492.500,00 |
Sanksi
Administrasi : Bunga Pasal 13 ayat (2) |
209.036.400,00 |
Jumlah
yang masih harus dibayar |
644.528.900,00 |
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan
24061/PP/M.VII/15/2010, tanggal 15 Juni 2010 yang telah berkekuatan
hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Mengabulkan seluruh banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor: KEP-022/WPJ.07/BD.05/2008 tanggal 07 Januari 2008
mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak
Penghasilan Badan Tahun Pajak 2002 Nomor: 00001/206/02/081/06 tanggal
20 Oktober 2006, atas Nama: XXX Indonesia, NPWP: 02.058.576.6081.000,
Alamat: CO. PT ZZZ, JJl. YY No. D, Kebon Sirih, Jakarta 10xxx,
sehingga perhitungan Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2002 menjadi
sebagai berikut:
Penghasilan
Neto |
Rp 1.509.975.385,00 |
Penghasilan
Kena Pajak |
Rp 1.509.975.000,00 |
Pajak
Penghasilan yang terutang |
Rp
435.492.500,00 |
Kredit
Pajak |
Rp
0,00 |
Jumlah
Kekurangan Pembayaran Pokok Pajak |
Rp
435.492.500,00 |
Sanksi
Administrasi : Bunga Pasal 13 ayat (2) KUP |
Rp
209.036.400,00 |
Jumlah
yang masih harus dibayar |
Rp
644.528.900,00 |
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Jakarta Nomor Putusan
24061/PP/M.VII/15/2010, tanggal 15 Juni 2010, diberitahukan kepada
Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 15 Juli 2010, kemudian
terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-889/PJ./2010 tanggal 8 Oktober
2010, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di
Kepaniteraan Pengadilan Pajak Jakarta pada Tanggal 12 Oktober 2010,
dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan
Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 12 Oktober 2010;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 3 November
2010, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 2
Desember 2010;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Tentang Putusan Pengadilan Pajak Nomor :
Put.24061/PP/M.VII/15/2010 tanggal 15 Juni 2010 tidak memenuhi Pasal 88
ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak
- Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding)
membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor :
Put.24061/PP/M.VII/15/2010 tanggal 15 Juni 2010, maka dengan ini
menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut,
karena pertimbangan hukum yang keliru dan tidak tepat sehingga
menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sehingga Putusan Pengadilan
Pajak Nomor : Put.24061/PP/M.VII/15/2010 tanggal 15 Juni 2010 menjadi
cacat hukum sehingga harus dibatalkan demi hukum.
- Bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor :
Put.24061/PP/M.VII/15/2010 tanggal 15 Juni 2010 diucapkan pada tanggal
15 Juni 2010, dikirim melalui surat Nomor: P.1193/SP.23/2010 tanggal 13
Juli 2010 yang disampaikan secara langsung kepada Pemohon Peninjauan
Kembali (semula Terbanding) berdasarkan Tanda Terima Surat TPST
Direktorat Jenderal Pajak Nomor Registrasi : 2010071907210001 tanggal
19 Juli 2010.
- Bahwa Pasal 1 angka 11, Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang
Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut
Undang-Undang Pengadilan Pajak), menyatakan :
Pasal 1
"11. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal
faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal
pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.
Pasal 88 ayat (1)
"Salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak dikirim kepada
para pihak dengan surat oleh Sekretaris dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal putusan Pengadilan Pajak diucapkan, atau
dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal putusan sela diucapkan."
- Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, dapat
diketahui
secara jelas dan nyata-nyata bahwa Salinan Putusan Pengadilan Pajak
Nomor : Put.24061/PP/M.VII/15/2010 tanggal 15 Juni 2010 baru diterima
secara langsung Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada
tanggal 19 Juli 2010 berdasarkan
Tanda Terima Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Registrasi :
2010071907210001 tanggal 19 Juli 2010. Berdasarkan ketentuan Pasal 88
ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,
maka Salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak seharusnya
dikirim kepada para pihak paling lambat pada tanggal 14 Juli 2010.
- Bahwa berdasarkan pada Pasal 1 angka 11 Undang-Undang
Pengadilan Pajak, maka tanggal dikirim salinan Putusan Pengadilan Pajak
Nomor : Put.24061/PP/M.VII/15/2010 tanggal 15 Juni 2010 oleh Pengadilan
Pajak tersebut adalah pada saat disampaikan secara langsung salinan
Putusan Pengadilan Pajak tersebut kepada Pemohon Peninjauan Kembali
(semula Terbanding) yaitu pada tanggal 19 Juli 2010 sesuai Tanda Terima
Surat TPST Direktorat Jenderal Pajak Nomor Registrasi :
2010071907210001 atau lewat 5 (lima) hari dari jangka waktu yang
seharusnya yang ditentukan oleh Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
- Bahwa oleh karena itu, maka Pengadilan Pajak telah
terbukti
dengan nyata-nyata telah melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem) dengan
mengirimkan salinan putusan kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) sebagai para pihak dalam perkara a quo lebih dari 30 (tiga
puluh) hari sejak putusan Pengadilan Pajak diucapkan sebagaimana diatur
dalam ketentuan Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak.
- Bahwa dengan demikian, terbukti secara sah dan meyakinkan
bahwa
Salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.24061/PP/M.VII/15/2010
tanggal 15 Juni 2010 telah dikirim kepada Pemohon Peninjauan Kembali
(semula Terbanding) sebagai para pihak dalam perkara a quo lebih dari
30 (tiga puluh) hari sejak putusan Pengadilan Pajak diucapkan
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Oleh karenanya, Putusan Pengadilan Pajak Nomor:
Put.24061/PP/M.VII/15/2010 tanggal 15 Juni 2010 telah cacat hukum
(Juridisch Gebrek) dan putusan tersebut harus dibatalkan demi hukum.
- Tentang Koreksi Penghasilan Neto yang berasal dari Koreksi
positif Harga Pokok Penjualan atas Alokasi Biaya Kantor Pusat sebesar
Rp3.155.141.369,00
- Bahwa dalil-dalil, fakta-fakta serta dasar hukum
(fundamentum
petendi) yang telah dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) di atas untuk seluruhnya, adalah merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dan sebagai satu kesatuan dengan dalil-dalil yang
akan dikemukakan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada
uraian berikut ini.
- Bahwa jika seandainya-pun, Majelis Hakim Mahkamah Agung
Yang
Terhormat, yang memeriksa dan mengadili sengketa peninjauan kembali ini
berpendapat lain selain daripada dalil-dalil yang disampaikan dan
diuraikan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut
di atas, namun pada pokoknya Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) tetap tidak sependapat dan keberatan atas pertimbangan dan
putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana yang dituangkan
dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put.24061/PP/M.VII/15/2010
tanggal 15 Juni 2010.
- Bahwa pokok permasalahan dalam banding yang diajukan
Peninjauan
Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dalam
sengketa Koreksi Positif Harga Pokok Penjualan sebesar
Rp3.155.141.369,00 ini adalah masalah yuridis dan pembuktian terkait
alokasi Biaya Kantor Pusat yang dibebankan Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) sebesar Rp3.155.141.369,00
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
sangat
keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak,
yang antara lain berbunyi sebagai berikut
Halaman 42 Alinea ke-6 dan ke-7 :
"bahwa berdasarkan uraian diatas, Majelis berkesimpulan bahwa biaya
yang dialokasikan dari Kantor Pusat kepada BUT di Indonesia memenuhi
Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-62/PJ./1995
tanggal 24 Juli 1995 tentang Jenis dan Besarnya Biaya Administrasi
Kantor Pusat yang diperbolehkan Untuk Dibebankan Sebagai Biaya Suatu
Bentuk Usaha Tetap;"
"bahwa dengan demikian Koreksi Terbanding atas Alokasi Biaya Kantor
Pusat sebesar Rp3.155.141.369,00 tidak dapat dipertahankan;"
- Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim
Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor :
Put.24061/PP/M.VII/15/2010 tanggal 15 Juni 2010 tersebut di
atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini
menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa
dan mengadili, sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau
setidak- tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam
membuat pertimbangan- pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan
fakta hukum dan atau prinsip perpajakan yang berlaku, sehingga hal
tersebut nyata-nyata telah melanggar asas kepastian hukum dalam bidang
perpajakan di Indonesia.
- Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding)
membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor :
Put.24061/PP/M.VII/15/2010 tanggal 15 Juni 2010 tersebut, maka dengan
ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut,
karena nyata-nyata amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan
Pajak telah mengabaikan fakta - fakta yang Pemohon Peninjauan Kembali
(semula Terbanding) ajukan.
- Bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (3) huruf a Undang-Undang
Nomor
7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1994 (selanjutnya disebut Undang-Undang
PPh) menyatakan sebagai berikut :
"Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap biaya
administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah
biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap,
yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak".
- Bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6
Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut
Undang-Undang KUP) menyatakan sebagai berikut :
"Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan
benar, lengkap dan jelas dan menandatanganinya".
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 69, Pasal 74, Pasal 76
dan
Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
(selanjutnya disebut Undang-Undang Pengadilan Pajak), menyebutkan
sebagai berikut :
Pasal 69
“Alat bukti dapat berupa:
a |
Surat
atau tulisan; |
b |
keterangan
ahli; |
c |
keterangan
para saksi |
d |
pengakuan
para pihak; dan/atau |
e |
pengetahuan
hakim" |
Pasal 74
Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan
alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Majelis atau Hakim Tunggal.
Pasal 76
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta
penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling
sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
Pasal 78
"Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim."
- Bahwa sesuai dengan Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3 ayat (1)
dan
Pasal 3 ayat (2) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor:
KEP-62/PJ./1995 tanggal 24 Juli 1995 tentang Jenis dan Besarnya Biaya
Administrasi Kantor Pusat yang Diperbolehkan Untuk Dibebankan Sebagai
Biaya Suatu Bentuk Usaha Tetap menyatakan :
Pasal 1:
"Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dikurangkan
dari penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh suatu bentuk usaha
tetap di Indonesia adalah biaya administrasi yang dikeluarkan oleh
kantor pusat yang berkaitan dan dalam rangka untuk menunjang usaha atau
kegiatan bentuk usaha tetap yang bersangkutan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan."
Pasal 2:
"Besarnya biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk
dikurangkan dari penghasilan bruto di Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 setinggi-tingginya adalah sebanding dengan besarnya
peredaran usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap di Indonesia terhadap
seluruh peredaran usaha atau kegiatan perusahaan di seluruh dunia."
Pasal 3 ayat (1):
"Bentuk usaha tetap di Indonesia yang mengurangkan biaya administrasi
kantor pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, wajib menyampaikan
laporan keuangan konsolidasi atau kombinasi dari kantor pusat yang
meliputi seluruh usaha dan/atau kegiatan perusahaan di seluruh dunia
untuk tahun pajak yang bersangkutan sebagai lampiran Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan."
Pasal 3 ayat (2):
"Laporan Keuangan konsolidasi atau kombinasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus sudah diaudit oleh akuntan publik dan mengungkapkan
rincian peredaran usaha atau kegiatan perusahaan serta jenis dan
besarnya biaya administrasi yang dibebankan kepada masing-masing bentuk
usaha tetap di negara tempat perusahaan yang bersangkutan melakukan
usaha atau kegiatan."
- Bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (3) Persetujuan
Penghindaran
Pajak Berganda (P3B) antara Pemerintah Republik Indonesia dengan
Pemerintah Singapura yang ditandatangani pada tanggal 8 Mei 1990
menyatakan :
"In determining the profits of a permanent establishment, there shall
be allowed as deductions expenses including executive and general
administrative expenses, which would be deductible if the permanent
establishment were an independent enterprise, insofar as they are
reasonably allocable to the permanent establishment, whether incurred
in the State in which the permanent establishment is situated or
elsewhere"
Pasal 7 ayat (3) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dalam versi
Indonesia adalah: "Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha
tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan
usaha dari bentuk usaha tetap itu termasuk biaya-biaya pimpinan dan
biaya-biaya administrasi umum, yang dapat dikurangkan seandainya bentuk
usaha tetap adalah perusahaan yang
berdiri sendiri, sepanjang biaya-biaya tersebut dialokasikan secara
wajar terhadap bentuk usaha tetap, baik yang dikeluarkan di Negara di
mana bentuk usaha tetap tersebut berada atau dimanapun."
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
melakukan
koreksi terhadap alokasi biaya kantor pusat sebesar Rp3.155.141.369,00
yang dilaporkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) di
dalam SPT Tahunan Pajak, karena perhitungan Biaya Alokasi Kantor Pusat
yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
tidak sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor:
KEP-62/PJ./1995 tanggal 24 Juli 1995, yang mensyaratkan Laporan
Keuangan Konsolidasi yang sudah diaudit oleh Akuntan Publik dan laporan
tersebut mengungkapkan besarnya biaya administrasi yang dibebankan
kepada masing-masing BUT.
- Bahwa pada saat melaporkan SPT Tahunan PPh Badan Tahun
2000,
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak melampirkan
Laporan Keuangan Konsolidasi Kantor Pusat yang diaudit oleh Akuntan
Publik dan mengungkapkan rincian peredaran usaha atau kegiatan
perusahaan serta jenis dan besarnya biaya administrasi yang dibebankan
kepada masing-masing BUT di negara tempat perusahaan yang bersangkutan
melakukan usaha, sehingga tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
di dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor: KEP-62/PJ./1995 tanggal 24 Juli 1995.
- Bahwa dalam persidangan, Termohon Peninjauan Kembali
(semula
Pemohon Banding) hanya menyampaikan Laporan Keuangan Konsolidasi yang
telah diaudit oleh Auditor KPMG Singapura tanpa menyerahkan bukti
pendukung / dokumen pembentuk laporan keuangan tersebut. Laporan
Keuangan Konsolidasi yang diserahkan tersebut merupakan data yang sama
yang telah disampaikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) dalam proses keberatan.
- Bahwa berdasarkan data dalam persidangan berupa Laporan
Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh Auditor KPMG untuk tahun
2000 dapat dijelaskan sebagai berikut :
- bahwa berdasarkan Laporan Keuangan Audited oleh KPMG
Singapore, Beban Kantor Pusat untuk tahun 2002 adalah SGD 11.712.373,00
dan berdasarkan Laporan Rugi Laba Kantor Pusat tersebut yang dijadikan
dasar perhitungan Alokasi Beban Kantor Pusat adalah SGD 9.196.105,26
sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti atas beban mana saja yang
dijadikan dasar dalam penghitungan Alokasi Beban Kantor Pusat;
- bahwa dari perincian beban yang terdapat di dalam
Laporan
Keuangan (Laporan Perhitungan Rugi Laba untuk tahun yang berakhir 31
Desember 2002) tersebut tidak dapat ditafsir seluruhnya atas jenis
beban yang dijadikan dasar di dalam perhitungan alokasi beban kantor
pusat;
- bahwa Laporan Keuangan Konsolidasi yang diaudit oleh
KPMG
Singapore tersebut tidak mengungkapkan rincian serta jenis dan besarnya
biaya administrasi yang dibebankan kepada masing-masing bentuk usaha
tetap di negara tempat perusahaan yang bersangkutan melakukan usaha
atau kegiatan, sehingga tidak dapat ditafsir seluruhnya dari beban yang
terdapat di dalam Laporan Rugi Laba Kantor Pusat Audited untuk periode
yang berakhir 31 Desember 2002, dengan demikian Pemohon Peninjauan
Kembali (semula Terbanding) tidak dapat meyakini kebenaran dan
kewajaran penghitungan Alokasi Beban Kantor Pusat sebagaimana dimaksud
di dalam Pasal 7 ayat (3) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Singapura;
- sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
tidak
dapat meyakini bahwa beban kantor pusat tersebut benar-benar
berhubungan Iangsung atau berkaitan dan dalam rangka menunjang kegiatan
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atas kegiatan
yang dilakukan BUT di Indonesia.
- Bahwa dalam persidangan, Termohon Peninjauan Kembali
(semula
Pemohon Banding) menyampaikan Laporan Keuangan Konsolidasi tahun 2002
audited dari Kantor Pusat dan Daftar Perincian Alokasi Beban Kantor
Pusat untuk BUT yang di Indonesia untuk tahun 1996 sampai dengan tahun
2005 sesuai dengan Surat Pernyataan dari Auditor KPMG Singapura tanggal
13 Oktober 2006. Berdasarkan data/ dokumen yang disampaikan tersebut,
diketahui bahwa Perhitungan Alokasi Beban Kantor Pusat untuk BUT di
Indonesia sesuai dengan lampiran 2 Surat Pernyataan Auditor KPMG untuk
tahun 2000 adalah sebagai berikut :
Description |
Jumlah
(SGD) |
-
Salaries
- Insurance
- Mail and Courier
- Office Expense
- Office Rent
- Telephone and Telex
- Traveling & Transport
- Marketing & Advertising
- RSO Expenses |
3.516.457,64
155.235,37
16.661,49
22.362,95
407.308,94
80.083,76
297.561,68
992.672,55
3.707.760,88 |
-
Total Head Office Expenses
- Indonesia Portion in %
- Indonesia Portion (in SGD)
- Average BI Middle Rate |
9.196.105,26
6,60%
608.654,00
5.183,80 |
-
Indonesia portion (in IDR) |
3.155.141.369,00 |
-
Indonesian Management Fee (in IDR)
- Indonesian Marketing Fee (in IDR) |
3.516.593.362,00
1.148.523.392,00 |
-
Total Indonesian Management & Marketing Fee (in IDR) |
4.665.116.754,00 |
-
Total Worldwide Management & Marketing Fee (in SGD)
- Average BI Middle Rate |
13.597.141,84
5.183,80 |
-
Total Worldwide Management & Marketing Fee (in IDR) |
70.484.863.870,00 |
-
Indonesia portion in % |
6,60% |
- Bahwa berdasarkan fakta, Termohon Peninjauan Kembali
(semula
Pemohon Banding) menyampaikan Laporan Keuangan Konsolidasi audited dari
Kantor Pusat Tahun 2000 dan Daftar Perincian Alokasi Beban Kantor Pusat
untuk BUT yang di Indonesia untuk tahun 1996 sampai dengan tahun 2005
sesuai dengan Surat Pernyataan dari Auditor KPMG Singapore pada tanggal
13 Oktober 2006 yaitu pada saat dilakukan pemeriksaan. Menurut
ketentuan Pasal 3 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor:
KEP-62/PJ./1995 tanggal 24 Juli 1995, seharusnya Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding) menyampaikan laporan keuangan
konsolidasi dari kantor pusat yang meliputi seluruh usaha dan/atau
kegiatan perusahaan di seluruh dunia untuk tahun pajak yang
bersangkutan sebagai lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan, dan bukannya dibuat atau diserahkan pada saat pemeriksaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) tidak menyampaikan SPT PPh Badan Tahun 2000
secara benar dan lengkap sehingga tidak memenuhi ketentuan Pasal 4 ayat
(1) Undang-Undang KUP, yaitu: "Wajib Pajak wajib mengisi dan
menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan
menandatanganinya";
- Bahwa berdasarkan Daftar Perhitungan Alokasi Beban Kantor
Pusat
untuk BUT di Indonesia untuk tahun 1996 sampai dengan tahun 2005 sesuai
dengan Surat Pernyataan dari Auditor KPMG Singapura tanggal 13 Oktober
2006 tersebut dapat diketahui hal-hal sebagai berikut :
- Bahwa terdapat 9 (sembilan) jenis beban yang dijadikan
dasar dalam penghitungan alokasi beban kantor pusat, yaitu :
a |
Salaries
and Related Expenses |
b |
Insurance |
c |
Mail
and Courier |
d |
Office
Expenses |
e |
Marketing
& Advertising and Global alliance |
f |
Office
Rent |
g |
Travelling
and Transport |
h |
Telephone
and Telex |
i |
RSO
Expenses |
- bahwa dari 9 (sembilan) jenis pengelompokkan biaya
kantor
pusat tersebut Auditor KPMG hanya melakukan perincian sebanyak 5 (lima)
jenis biaya, yaitu :
a |
Salaries
and Related Expenses |
b |
Office
Rent |
c |
Travelling
and Transport |
d |
Marketing
& Advertising and Global Alliance |
e |
RSO
Expenses |
- bahwa dari kelima jenis biaya kantor pusat tersebut,
tiap-tiap jenis biaya hanya dilakukan perincian sebanyak 5 (lima) item
saja dengan nilai total sebesar SGD 2.051.344,66. Sedangkan nilai total
beban kantor pusat tahun 1997 yang dijadikan dasar dalam penghitungan
alokasi beban kantor pusat Tahun 2002 yang dijadikan dasar dalam
penghitungan alokasi Beban Kantor Pusat adalah sebesar SGD
9.196.105,26. Dengan demikian, Auditor KPMG Singapura hanya melakukan
pengujian sangat minimal yaitu kira-kira 22,31% dari total alokasi
biaya kantor pusat, dan atas beban kantor pusat yang dialokasikan
tersebut tidak dapat ditafsir seluruhnya dari beban yang terdapat di
dalam Laporan Rugi Laba Kantor Pusat Audited untuk periode yang
berakhir 31 Desember 2002, sehingga tidak dapat diyakini kebenaran dan
kewajaran penghitungan alokasi beban kantor pusat sebagaimana dimaksud
di dalam Pasal 7 ayat (3) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Singapura;
- bahwa oleh karena atas beban kantor pusat yang
dialokasikan
tersebut tidak dapat ditafsir seluruhnya dari beban yang terdapat di
dalam Laporan Rugi Laba Kantor Pusat Audited untuk periode yang
berakhir 31 Desember 2002 dan Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) juga tidak dapat menyerahkan bukti pendukung/ dokumen
pembentuk laporan keuangan, maka dengan demikian tidak dapat diketahui
bahwa beban kantor pusat yang dialokasikan tersebut benar-benar
berhubungan langsung atau berkaitan dan dalam rangka menunjang kegiatan
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atas kegiatan
yang dilakukan BUT di Indonesia sebagaimana yang dipersyaratkan dalam
ketentuan Pasal 5 ayat (3) huruf a Undang-Undang PPh;
- bahwa apabila diperhatikan dalam daftar perhitungan
alokasi
beban kantor pusat untuk BUT di Indonesia sesuai dengan lampiran 2
Surat Pernyataan Auditor KPMG untuk tahun 2002 sebagaimana tersebut di
atas, maka terlihat bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) mengalokasikan biaya kantor pusat sebagai pengurang
penghasilan bruto bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 6,6%
didasarkan pada besarnya perbandingan peredaran usaha atau kegiatan
bentuk usaha tetap di Indonesia terhadap seluruh peredaran usaha atau
kegiatan perusahaan di seluruh dunia. Jadi, penentuan besarnya alokasi
biaya kantor pusat tidak didasarkan pada jenis biaya yang berkaitan
dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan sebagaimana yang dipersyaratkan
dalam ketentuan Pasal 5 ayat (3) huruf a Undang-Undang PPh, melainkan
disesuaikan dengan besarnya perbandingan antara Penghasilan dari BUT di
Indonesia dengan Penghasilan Induk BUT di Singapura, yaitu sebesar
6,6%. Padahal ketentuan dalam Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor: KEP-62/PJ./1995 tanggal 24 Juli 1995 dimaksudkan untuk memberi
batasan biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk
dikurangkan dari penghasilan bruto BUT di Indonesia, yaitu
setinggi-tingginya adalah sebanding dengan besarnya peredaran usaha
atau kegiatan bentuk usaha tetap di Indonesia terhadap seluruh
peredaran usaha atau kegiatan perusahaan di seluruh dunia. Jadi menurut
ketentuan tersebut, besarnya perbandingan antara Penghasilan dari BUT
di Indonesia dengan Penghasilan Induk BUT di Singapura tidak
dimaksudkan sebagai ukuran dalam melakukan penghitungan alokasi biaya
kantor pusat yang dibebankan sebagai biaya BUT di Indonesia, melainkan
ditujukan untuk memberi batasan maksimum atas alokasi biaya kantor
pusat yang diperbolehkan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto BUT
di Indonesia. Dengan demikian, metode penghitungan alokasi biaya kantor
pusat yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang
berlaku, yaitu ketentuan Pasal 5 ayat (3) huruf a Undang-Undang PPh jo.
Pasal 1 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-62/PJ./1995
tanggal 24 Juli 1995;
- Bahwa selain daripada itu, Laporan Keuangan Konsolidasi
Kantor
Pusat yang telah diaudit oleh KPMG Singapore tersebut, juga tidak
mengungkapkan rincian serta jenis dan besarnya biaya administrasi yang
dibebankan kepada masing-masing bentuk usaha tetap di Negara tempat
perusahaan yang bersangkutan melakukan usaha atau kegiatan sebagaimana
yang dipersyaratkan dalam Pasal 3 ayat (2) Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor : KEP-62/PJ./1995 tanggal 24 Juli 1995.
- Bahwa berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
dari
ketiga persyaratan mengenai pengalokasian beban kantor pusat yang
diperbolehkan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto yang diterima
atau diperoleh suatu bentuk usaha tetap di Indonesia sebagaimana telah
disebutkan di atas, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) hanya mempedomani persyaratan yang kedua, yaitu besarnya biaya
administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dikurangkan dari
penghasilan bruto di Indonesia setinggi-tingginya adalah sebanding
dengan besarnya peredaran usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap di
Indonesia terhadap seluruh peredaran usaha atau kegiatan perusahaan di
seluruh dunia. Sedangkan persyaratan pertama, yaitu biaya tersebut
berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap dan dalam
rangka untuk menunjang usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap yang
bersangkutan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
serta persyaratan ketiga, yaitu wajib menyampaikan laporan keuangan
konsolidasi dari kantor pusat yang sudah diaudit oleh akuntan publik
dan mengungkapkan rincian peredaran usaha atau kegiatan perusahaan
serta jenis dan besarnya biara administrasi van dibebankan kepada
masing-masing bentuk usaha tetap di negara tempat perusahaan yang
bersangkutan melakukan usaha atau kegiatan, tidak dapat dipenuhi oleh
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Dengan demikian,
koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas alokasi
biaya kantor pusat tahun 1997 telah sesuai dengan ketentuan peraturan
perpajakan yang berlaku.
- Bahwa menurut pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak,
biaya
yang dialokasikan dari Kantor Pusat kepada BUT di Indonesia, memenuhi
Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-62/PJ./1995
tanggal 24 Juli 1995 tentang Jenis dan Besarnya Biaya Administrasi
Kantor Pusat yang Diperbolehkan Untuk Dibebankan Sebagai Biaya Suatu
Bentuk Usaha Tetap dengan pertimbangan sebagai berikut :
- biaya sebesar Rp3.155.141.369,00 atau SGD608.654,00
tersebut
dibebankan oleh Kantor Pusat BUT YYY kepada XXX Indonesia, dimana jika
dibandingkan dengan biaya head office sebesar SGD9.196.105,26 maka
dapat diketahui bahwa biaya kantor pusat yang dialokasikan pada BUT di
Indonesia adalah sebesar 6,6% biaya kantor pusat YYYt;
- penghasilan dari BUT di Indonesia adalah
Rp4.665.116.754,00,
sedangkan penghasilan induk BUT di Singapura adalah
Rp70.484.863.870,00, dimana jika dibandingkan antara Penghasilan dari
BUT di Indonesia dengan penghasilan induk BUT di Singapura dapat
diketahui bahwa penghasilan dari BUT di Indonesia adalah sebesar 6,6%
dari penghasilan induk BUT di Singapura;
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
sangat
berkeberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim pada poin 21 tersebut
karena putusan Majelis Hakim yang tidak mempertahankan
koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Alokasi
Biaya Kantor Pusat sebesar Rp3.155.141.369,00, hanya didasarkan pada
pertimbangan bahwa proporsi biaya kantor pusat yang dibebankan sebagai
biaya BUT di Indonesia dianggap telah sesuai dengan ketentuan Pasal 2
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-62/PJ./1995 tanggal 24
Juli 1995. Padahal, sebelum memperhatikan proporsi alokasi biaya kantor
pusat tersebut, terdapat persyaratan utama yang yang tidak dipenuhi
oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tetapi tidak
dipertimbangkan oleh Majelis Hakim, yaitu bahwa biaya tersebut
berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap dan dalam
rangka untuk menunjang usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap yang
bersangkutan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a Undang-Undang PPh
jo. Pasal 1 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-62/PJ./1995
tanggal 24 Juli 1995.
- Bahwa putusan Majelis yang mengabulkan seluruh banding
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak
mempertimbangkan fakta-fakta dalam persidangan sebagai berikut :
- Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
tidak
menyampaikan laporan keuangan konsolidasi dari kantor pusat sebagai
lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana
disyaratkan dalam Pasal 3 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor: KEP-62/PJ./1995 tanggal 24 Juli 1995, sehingga Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dapat dikategorikan tidak
menyampaikan SPT PPh Badan Tahun 2002 secara benar dan Iengkap sehingga
tidak memenuhi ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang KUP, yaitu:
"Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan
benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya;"
- Dalam Surat Pernyataan yang dibuat oleh Auditor KPMG
Singapura, Auditor tidak mengemukakan bahwa atas alokasi biaya kantor
pusat tersebut berhubungan dengan kegiatan Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) yang dilakukan di Indonesia. Auditor hanya
mengemukakan bahwa atas pengeluaran-pengeluaran tersebut didukung
dengan invoice dan bukti pembayaran yang sah. Selain itu, dalam
persidangan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga
tidak dapat menyerahkan bukti pendukung/ dokumen pembentuk laporan
keuangan, sehingga tidak dapat diketahui bahwa beban kantor pusat yang
dialokasikan tersebut benar-benar berhubungan Iangsung atau berkaitan
dan dalam rangka menunjang kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan atas kegiatan yang dilakukan BUT di Indonesia
sebagaimana yang dipersyaratkan dalam ketentuan Pasal 5 ayat (3) huruf
a Undang-Undang PPh jo. Pasal 1 Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor: KEP-62/PJ./1995 tanggal 24 Juli 1995;
- Dalam Laporan Keuangan Konsolidasi kantor pusat yang
telah
diaudit oleh KPMG Singapura tidak diungkapkan rincian serta jenis dan
besarnya biaya administrasi yang dibebankan kepada masing-masing bentuk
usaha tetap di Negara tempat perusahaan yang bersangkutan melakukan
usaha atau kegiatan sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 3 ayat (2)
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-62/PJ./1995;
- Bahwa berdasarkan hasil penelitian terhadap Putusan
Pengadilan
Pajak Nomor: Put.24061/PP/M.VII/15/2010 tanggal 15 Juni 2010 diketahui
bahwa Majelis Hakim membatalkan koreksi yang dilakukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sebesar Rp3.155.141.369,00 atas
alokasi biaya kantor pusat tanpa dilakukan pembuktian terlebih dahulu
apakah biaya-biaya tersebut memang benar-benar berhubungan dengan
kegiatan usaha Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, sehingga tidak
memenuhi ketentuan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak;
- Bahwa berdasarkan fakta-fakta dan fundamentum petendi
tersebut di atas, maka dapat diketahui secara jelas hal-hal sebagai
berikut :
- Bahwa koreksi harga pokok penjualan sebesar
Rp3.155.141.369,00 atas alokasi biaya kantor pusat karena Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) melakukan perhitungan biaya
alokasi kantor pusat tidak sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor : KEP-62/PJ./1995 tanggal 24 Juli 1995, yang mensyaratkan
Laporan Keuangan Konsolidasi yang sudah diaudit oleh Akuntan Publik dan
laporan tersebut mengungkapkan besarnya biaya administrasi yang
dibebankan kepada masing-masing BUT;
- Bahwa dalam persidangan, Termohon Peninjauan Kembali
(semula
Pemohon Banding) hanya menyampaikan Laporan Keuangan Konsolidasi yang
telah diaudit oleh Auditor KPMG Singapura tanpa menyerahkan bukti
pendukung/dokumen pembentuk laporan keuangan tersebut, sehingga tidak
dapat diketahui dengan pasti dan ditafsir beban mana saja yang
dijadikan dasar dalam penghitungan alokasi beban kantor pusat;
- Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding)
menyampaikan laporan keuangan konsolidasi audited dari kantor pusat
tahun 2002 dan daftar perincian alokasi beban kantor pusat untuk BUT
yang di Indonesia untuk tahun 1996 sampai dengan tahun 2005 sesuai
dengan Surat Pernyataan dari Auditor KPMG Singapore pada tanggal 13
Oktober 2006 yaitu pada saat dilakukan pemeriksaan, sedangkan sesuai
dengan Pasal 3 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor:
KEP-62/PJ./1995 tanggal 24 Juli 1995, seharusnya Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding) menyampaikan laporan keuangan
konsolidasi dari kantor pusat yang meliputi seluruh usaha dan/atau
kegiatan perusahaan di seluruh dunia untuk tahun pajak yang
bersangkutan sebagai lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan;
- Bahwa dalam Surat Pernyataan yang dibuat oleh Auditor
KPMG
Singapura, Auditor tidak mengemukakan bahwa atas alokasi biaya kantor
pusat tersebut berhubungan dengan kegiatan Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) yang dilakukan di Indonesia. Auditor hanya
mengemukakan bahwa atas pengeluaran-pengeluaran tersebut didukung
dengan invoice dan bukti pembayaran yang sah. Selain itu, dalam
persidangan Termohon peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga
tidak dapat menyerahkan bukti pendukung/dokumen pembentuk laporan
keuangan, sehingga tidak dapat diketahui bahwa Beban Kantor Pusat yang
dialokasikan tersebut benar-benar berhubungan langsung atau berkaitan
dan dalam rangka menunjang kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara pengh
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.