Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 341/B/PK/PJK/2015
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot
Subroto Nomor 40 - 42, Jakarta, 12190;
Dalam hal ini memberi kuasa kepada:
- ABC, jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat
Jenderal Pajak;
- DEF, jabatan Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan
Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
- GHI, jabatan Pj. Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Sub
Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan
Banding;
- JKL, jabatan Penelaah Keberatan, Sub
Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan
Banding;
Keempatnya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan
Jenderal Gatot Subroto Nomor 40 - 42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor SKU-160/PJ./2012 tanggal 17 Februari 2012;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
melawan:
AAA, tempat tinggal di Jalan Jenderal S Nomor YY, Nagrikaler,
Purwakarta;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai
berikut:
Bahwa sehubungan dengan diterbitkannya Surat Keputusan Terbanding Nomor
KEP-26/PJ/2010 tanggal 25 Januari 2010, yang diterima pada tanggal 29
Januari 2010, maka Pemohon Banding mengajukan banding dengan alasan:
Bahwa pemeriksaan yang berlarut-larut mengakibatkan Pemohon Banding
tidak mempunyai karena kewajiban perpajakan Pemohon Banding tidak
sebesar itu;
Bahwa penetapan pajak oleh Pemeriksa tidak sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya, dalam bidang usaha sebagai Dealer Motor PT. XXX;
Bahwa Pemohon Banding tidak pemah menyetujui Hasil Pemeriksaan;
Bahwa awalnya Pemohon Banding menggunakan perhitungan manual, untuk
memperjelas perhitungan maka dibuat Laporan Keuangan dengan
komputerisasi;
Bahwa koreksi yang dilakukan berdasarkan data yang ada pada Pemohon
Banding bahwa penggunaan uang Prive betul-betul sesuai dengan Rekening
Koran;
Bahwa perhitungan Pajak Penghasilan yang terutang menurut Pemohon
Banding adalah:
Peredaran
Usaha |
Rp
7.195.380.127,00 |
Harga
Pokok Penjualan |
Rp
6.732.784.205,00 |
Laba
Bruto |
Rp
462.595.922,00 |
Biaya
Usaha |
Rp
133.364.668,00 |
Penghasilan
Neto |
Rp
329.231.254,00 |
Penghasilan
Neto Lainnya |
Rp
0,00 |
Jumlah
Penghasilan Neto |
Rp
329.231.254,00 |
PTKP |
Rp
8.640.000,00 |
Penghasilan
Kena Pajak |
Rp
320.591.254,00 |
PPh
Terutang |
Rp
78.456.850,00 |
Kredit
Pajak:
- PPh Pasal 22
- Dibayar Sendiri |
Rp 25.366.369,00
Rp
864.000,00 |
PPh
yang Kurang Dibayar |
Rp
52.226.481,00 |
Bahwa Pemohon Banding mengajukan permohonan banding atas Keputusan
Terbanding Nomor KEP-26/PJ/2010 tanggal 25 Januari 2010;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-26/PJ/2010 tanggal 25
Januari 2010, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Pajak Penghasilan Orang Pribadi Tahun Pajak 2003 Nomor 00084/205/03/
409/09 tanggal 12 Januari 2009, atas nama : AAA, NPWP: xxxx, alamat :
Jalan Jenderal S Nomor YY, Nagrikaler, Purwakarta, dan pajaknya
dihitung kembali menjadi sebagai
berikut:
Penghasilan
Neto |
Rp |
1.084.418.859,00 |
Penghasilan
Tidak Kena Pajak |
Rp |
7.200.000,00 |
Penghasilan
Kena Pajak |
Rp |
1.077.218.859,00 |
Pajak
Penghasilan yang terutang |
Rp |
343.276.600,00 |
Kredit
Pajak |
Rp |
1.273.090,00 |
Pajak
Penghasilan yang kurang dibayar |
Rp |
342.003.510,00 |
Sanksi
Adm : Bunga Pasal 13 (2) UU KUP |
Rp |
164.161.684,00 |
Jumlah
yang masih harus dibayar |
Rp |
506.165.194,00 |
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/14/ 2011
tanggal 25 Oktober 2011 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali
pada tanggal 25 November 2011, kemudian terhadapnya oleh Pemohon
Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa
Khusus tanggal 17 Februari 2012 diajukan permohonan peninjauan kembali
secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 21
Februari 2012, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 21 Februari 2012;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 22 Maret
2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 27
April 2012;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan
alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (3)
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
“Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan
kembali
atas Putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung;”
- Bahwa ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14
Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan permohonan Peninjauan Kembali
dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
“Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;”
- Bahwa dalam Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor
Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 yang amarnya
memutuskan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-26/PJ/2010 tanggal 25
Januari 2010, mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Pajak Penghasilan Orang Pribadi Tahun Pajak 2003 Nomor
00084/205/03/409/09 tanggal 12 Januari 2009, atas nama : AAA, NPWP:
xxxx, tidak memperhatikan atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar
pertimbangan koreksi terhadap, sehingga menghasilkan putusan yang tidak
adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di
Indonesia;
- Bahwa kekhilafan dan kekeliruan penerapan hukum yang
dilakukan
oleh Majelis Hakim pada tingkat banding di Pengadilan Pajak yang
nyata-nyata tersebut terdapat dalam pertimbangan hukum yang
bertentangan atau tidak sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang
berlaku sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil;
- Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan
Kembali;
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (3)
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyatakan sebagai
berikut:
“Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan
dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan
dikirim;”
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 11
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai
berikut:
“Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman,
tanggal
faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal
saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung;”
- Bahwa salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/
PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011, atas nama : AAA (Termohon
Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara
patut kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan
dikirimkan kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) oleh
Pengadilan Pajak pada tanggal 23 November 2011 dengan Surat Pengiriman
Putusan Pengadilan Pajak Nomor P.1071/SP.33/2011 tanggal 23 November
2011 dan diterima Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
tanggal 29 November 2011 dengan bukti Tanda Terima Dokumen Nomor
2011112903970002 tanggal 29 November 2011;
- Bahwa dengan demikian, pengajuan Memori Peninjauan
Kembali atas
Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25
Oktober 2011 ini, masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh
Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang
waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan
permohonan peninjauan kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena
itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh
Mahkamah Agung Republik Indonesia;
- Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali
ini adalah:
- Sengketa atas Koreksi Positif Peredaran Usaha sebesar Rp
3.344.225.670,00;
- Sengketa atas Koreksi Negatif Harga Pokok Penjualan
sebesar Rp 889.757.801,00;
- Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca,
memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011, maka dengan ini
menyatakan sangat keberatan atas Putusan Pengadilan Pajak tersebut,
karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta dan
pembuktian yang telah diajukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) dalam pemeriksaan banding di Pengadilan Pajak
(tegenbewijs), sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum
yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan
yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, dengan dalil-dalil serta alasan-alasan hukum sebagai berikut:
- Sengketa atas Koreksi Positif Peredaran Usaha sebesar Rp
3.344.225.670,00;
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
sangat
keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak,
yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
Halaman 34 alinea ke-2:
”Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis
berkesimpulan
bahwa Koreksi Positif Peredaran Usaha sebesar Rp 1.095.226.522,00 tetap
dipertahankan sedangkan Koreksi Positif Peredaran Usaha sebesar Rp
2.248.999.148,00 (Rp 3.344.225.670,00 - Rp 1.095.226.522,00) tidak
dapat dipertahankan;”
- Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim
Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 tersebut di atas,
maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini
menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa
dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau
setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam
membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan
dasar hukum dan atau prinsip perpajakan yang berlaku sehingga hal
tersebut nyata-nyata telah melanggar Asas Kepastian Hukum dalam bidang
perpajakan di Indonesia;
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1), Pasal 12
ayat
(1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat (1), (2), (3), (9) dan (11) dan
Pasal 29 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut
UU KUP), menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 4 ayat (1):
“Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan surat
pemberitahuan
dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya;”
Pasal 12 ayat (1), (2) dan (3):
“Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan
tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak;”
“Jumlah pajak yang terutang menurut surat pemberitahuan yang
disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;”
“Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti bahwa
jumlah
pajak yang terutang menurut surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) tidak benar, maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan
jumlah pajak terutang yang semestinya;”
Pasal 28 ayat (1):
“Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib
menyelenggarakan pembukuan;”
Pasal 28 ayat (2):
“Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetapi wajib melakukan pencatatan
adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
Norma Penghitungan
Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;”
Pasal 28 ayat (3):
“Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan
dengan
memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha
yang sebenarnya;”
Pasal 28 ayat (9):
“Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari
data
yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto
dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak
yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau
yang dikenakan pajak yang bersifat final;”
Pasal 28 ayat (11):
Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10
(sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat
tinggal bagi Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan bagi
Wajib Pajak badan;
Penjelasan Pasal 28 ayat (11):
Buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen termasuk hasil
pengolahan data elektronik yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan
harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, dengan maksud
agar apabila Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan surat ketetapan
pajak, bahan pembukuan atau pencatatan yang diperlukan masih tetap ada
dan dapat segera
disediakan. Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku-buku,
catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan adalah sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai batas
daluwarsa penetapan pajak;
Pasal 29 ayat (1):
“Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan
untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan;”
Pasal 29 ayat (2):
“Untuk keperluan pemeriksaan petugas pemeriksa harus memiliki
tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah
Pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang
diperiksa;”
Pasal 29 ayat (3):
Wajib Pajak yang diperiksa wajib :
- Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau
catatan,
dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib
Pajak, atau objek yang terutang pajak;
- Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor
14
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut dengan UU
Pengadilan Pajak), menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 69 ayat (1):
“Alat bukti dapat berupa:
a. |
Surat
atau tulisan; |
b. |
Keterangan
ahli; |
c. |
Keterangan
para saksi; |
d. |
Pengakuan
para pihak; dan/atau |
e. |
Pengetahuan
Hakim;” |
Pasal 70 huruf d:
“Surat-surat lain atau tulisan yang tidak termasuk huruf a,
huruf
b, dan huruf c yang ada kaitannya dengan banding atau
gugatan;”
Pasal 76:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian
beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan
paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 ayat (1);”
Pasal 78:
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;”
- Bahwa sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7
Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 4 ayat (1):
“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun;”
Pasal 6 ayat (1) huruf a:
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam
negeri
dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto
dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan
yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya
perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya
administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan;”
Penjelasan:
“Pengeluaran-pengeluaran yang dapat dikurangkan dari
penghasilan
bruto harus dilakukan dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat
kebiasaan pedagang yang baik;”
- Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan
yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di
Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan
Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober
2011 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), maka telah dapat diketahui
secara jelas dan nyata-nyata adanya fakta-fakta sebagai berikut:
- Bahwa Koreksi Positif Peredaran Usaha sebesar Rp
3.344.225.670,00; dilakukan berdasarkan pendekatan arus kas, dengan
penjelasan sebagai berikut:
- Koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) pada saat
pemeriksaan atas Peredaran Usaha adalah sebesar Rp 4.461.881.674,00
dengan perincian sebagai berikut:
Peredaran Usaha:
cfm
Pemohon PK (saat pemeriksaan) |
Rp |
10.539.605.797,00 |
cfm
SPT/Termohon PK |
Rp |
6.077.724.123,00 |
Koreksi |
Rp |
4.461.881.674,00 |
- Dalam proses keberatan, koreksi/temuan Pemohon
Peninjauan Kembali
(semula Terbanding) pada saat pemeriksaan dipertahankan pada saat
proses keberatan;
- Atas koreksi/temuan tersebut, Termohon Peninjauan
Kembali
(semula Pemohon Banding) dalam surat bandingnya, menyatakan bahwa
Peredaran Usaha yang benar menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) adalah sebesar Rp 7.195.380.127,00, sehingga koreksi
yang masih disengketakan dalam proses banding adalah sebesar Rp
3.344.225.670,00, dengan perhitungan:
Peredaran Usaha
cfm
Pemohon PK (saat pemeriksaan) |
Rp |
10.539.605.797,00 |
cfm
SPT/Termohon PK |
Rp |
6.077.724.123,00 |
Koreksi |
Rp |
4.461.881.674,00 |
- bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding)
menggunakan metode pengujian tidak langsung yakni berdasarkan metode
pengujian arus kas yang berasal dari dua rekening bank yaitu ZZZ (No.
Acc. 2313050301) dan YYY (No. Acc. 7501500170158), dengan penjelasan
sebagai berikut:
- Nilai penjualan didasarkan pada transaksi bank
sisi credit;
- Dengan penyesuaian adanya arus kas masuk yang
bukan merupakan transaksi penjualan, maka diperoleh Nilai Penjualan
sebesar Rp 10.539.605.797,00;
- Bahwa selanjutnya Majelis melakukan
pemeriksaan
Peredaran Usaha (Penjualan) dengan pendekatan yang sama, yaitu
pengujian arus kas, dengan perhitungan sebagai berikut:
- Dari hasil pengujian arus kas yang dilakukan
Majelis, diketahui bahwa Majelis telah memperhitungkan adanya aliran
uang masuk pada Akun Kas sebesar Rp7.772.330.400,00; yang sebelumnya
tidak diperhitungkan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding);
- Dari hasil pengujian arus kas yang dilakukan
Majelis, diketahui bahwa Majelis telah memperhitungkan adanya aliran
uang masuk yang bukan merupakan penjualan, yaitu:
- Penerimaan pinjaman (pada rekening Bank
ZZZ) Rp 5.728.499.680,00;
- Bunga (pada rekening Bank ZZZ) Rp
7.008.596,00;
- Lain-lain (pada rekening Bank ZZZ) Rp
823.339.354,00;
- Setor tunai dari kas (pada rekening Bank
ZZZ) Rp 2.178.717.564,00
- Repayment auto split (pada rekening Bank
YYY) Rp 707.000.000,00;
- Setor tunai dari kas (pada rekening Bank
YYY) Rp 437.356.000,00;
- Tarikan tunai (pada Akun Kas) Rp
2.000.000,00;
- HHH Badru (pada Akun Kas) Rp 480.000,00;
- Majelis Hakim juga telah memperhitungkan
adanya
saldo awal piutang, penjualan melalui piutang, pembayaran piutang dan
PPN keluaran dari transaksi penjualan yang dilakukan Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
- Sehingga dari hasil pengujian arus kas yang
dilakukan Majelis, diketahui bahwa nilai penjualan (peredaran usaha)
adalah sebesar Rp8.290.606.649,00;
- Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding),
pengujian arus kas yang dilakukan Majelis yaitu dengan memperhitungkan
adanya aliran uang masuk pada Akun Kas sebesar Rp 7.772.330.400,00
sudah tepat karena dapat dibuktikan oleh Majelis adanya pemasukan kas
secara langsung yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) dan dicatat dalam Akun Kas (pemasukan kas tidak
melalui rekening bank);
- Bahwa pengakuan adanya aliran uang masuk pada Akun Kas
sebesar Rp 7.772.330.400,00 konsisten dengan adanya pengakuan aliran
uang keluar pada Akun Kas sebesar Rp 7.770.843.894,00;
- Bahwa aliran uang keluar pada Akun Kas sebesar Rp
7.770.843.894,00 diperhitungkan Majelis dalam menentukan nilai harga
pokok penjualan;
- Bahwa dari hasil pengujian arus kas yang dilakukan
Majelis,
diketahui bahwa Majelis telah memperhitungkan adanya aliran uang masuk
yang bukan merupakan penjualan, sebagaimana telah diterangkan dalam
angka 6 huruf e;
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
berpendapat, penyesuaian yang dilakukan Majelis dalam menentukan nilai
penjualan (peredaran usaha), yaitu dengan mengeluarkan/mengurangkan
aliran uang masuk untuk:
- Penerimaan pinjaman (pada rekening Bank ZZZ) Rp
5.728.499.680,00;
- Lain-lain (pada rekening Bank ZZZ) Rp 823.339.354,00;
- Setor tunai dari kas (pada rekening Bank ZZZ) Rp
2.178.717.564,00;
adalah tidak tepat dengan alasan sebagai berikut:
- Terkait penerimaan pinjaman (pada rekening Bank
ZZZ) sebesar Rp 5.728.499.680,00;
- Dalam Surat Pengakuan Hutang tertanggal 3 Januari
2003,
yang disahkan Notaris BBB, S.H. pada tanggal 3 Agustus 2009, dinyatakan
bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mengaku
mempunyai hutang uang kepada Oeij Tiong Tjioe. Akan tetapi, dalam surat
pengakuan hutang tersebut tidak disebutkan secara
jelas Nilai Hutang (Pinjaman) adalah sebesar Rp 5.728.499.680,00.
Faktanya, surat pengakuan hutang tersebut tidak dapat dijadikan alat
bukti karena tidak dapat membuktikan adanya hutang (pinjaman) Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebesar Rp 5.728.499.680,00;
- Dalam Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh
CCC/DDD
(di atas materai) pada tanggal 18 Juni 2009, disebutkan bahwa pada
Tahun 2002, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pernah
meminjam uang keluarga untuk keperluan usaha. Faktanya, surat
pernyataan tersebut tidak dapat dijadikan alat bukti karena tidak dapat
membuktikan adanya hutang (pinjaman) Pemohon Banding di Tahun 2003
(tahun munculnya sengketa pajak);
- Sesuai dengan bukti berupa copy bilyet giro dan
copy
slip setoran terlihat bahwa aliran uang masuk berasal dari FFF.
Faktanya ditemukan aliran uang masuk yang berasal dari FFF, akan tetapi
tidak ada data/dokumen/bukti yang menyebutkan bahwa uang tersebut dalam
rangka pemberian hutang (pinjaman) kepada Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding);
- Tidak ada pengakuan hutang kepada GGG ataupun
CCC/DDD dalam SPT Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
- Dari beberapa fakta tersebut, menurut Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding), pendapat Majelis yang
menyatakan adanya aliran uang masuk yang berasal dari Pinjaman, yaitu
sebesar Rp 5.728.499.680,00 tidak dapat dibuktikan;
- Terkait penerimaan Lain-lain (pada rekening Bank
ZZZ) Rp 823.339.354,00;
- Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding)
berpendapat bahwa penerimaan lain-lain adalah berupa titipan HHH yang
merupakan perusahaan pembiayaan kredit resmi Yamaha. Perkiraan ini
merupakan perkiraan sementara untuk transaksi yang belum bisa
teridentifikasi, yang nantinya akan diperhitungkan lebih lanjut dari
saldo piutang;
- Dalam uji bukti, Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) tidak dapat menunjukkan bukti/ dokumen terkait
dengan alasan/pernyataan/ argumentasinya tersebut;
- Sehingga penyesuaian yang dilakukan Majelis atas
penerimaan lain-lain hanya didasarkan pada argumentasi Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) namun tidak disertai dengan
alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian;
- Terkait penerimaan setor tunai dari kas (pada
rekening Bank ZZZ) Rp 2.178.717.564,00;
- Dalam sengketa ini, pengujian arus kas dilakukan
terhadap Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) untuk
menghitung besarnya peredaran usaha/penjualan dan besarnya harga pokok
penjualan, yaitu dengan melakukan pengujian uang masuk ataupun uang
keluar pada rekening bank dan akun kas;
- Dari pengujian tersebut akan ditemukan adanya
mutasi antar bank, setoran tunai dari akun kas ke bank ataupun tarikan
tunai dari bank ke akun kas;
- Mutasi antar bank, setoran tunai dari akun kas ke
bank
ataupun tarikan tunai dari bank ke akun kas bukan merupakan penjualan
ataupun pembelian, sehingga seharusnya diperhitungkan sebagai
penyesuaian dalam menentukan nilai penjualan ataupun pembelian dari
hasil pengujian arus kas;
- Faktanya, dalam perhitungan nilai penjualan,
Majelis
menyatakan adanya setoran tunai dari kas (pada rekening Bank ZZZ)
sebesar Rp 2.178.717.564,00 yang tidak diperhitungkan sebagai penjualan;
- Akan tetapi, faktanya dalam perhitungan nilai
pembelian
(harga pokok penjualan), Majelis menyebutkan adanya setoran tunai ke
ZZZ hanya sebesar Rp2.075.033.654,00;
- Hal ini menunjukkan ketidakkonsistenan Majelis
dalam melakukan pengujian nilai penjualan;
- Berdasarkan uraian di atas, Pemohon Peninjauan
Kembali
(semula Terbanding) berpendapat bahwa penyesuaian yang seharusnya untuk
transaksi setor tunai dari kas (pada rekening Bank ZZZ) adalah sebesar
Rp 2.075.033.654,00.
- Bahwa dengan demikian, penjualan (peredaran usaha)
menurut
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sesuai dengan penjelasan
di atas adalah sebesar Rp 14.946.129.593,00 dengan perhitungan sebagai
berikut:
- Bahwa Putusan Majelis yang menyatakan adanya penerimaan
pinjaman (pada rekening Bank ZZZ) sebesar Rp 5.728.499.680,00 tidak
disertai alat bukti, sehingga bertentangan dengan Pasal 69 ayat (1),
Pasal 76 dan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak;
- Bahwa Putusan Majelis yang menyatakan adanya penerimaan
Lain-lain (pada rekening Bank ZZZ) Rp 823.339.354,00 hanya didasarkan
pada argumentasi Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
dan tidak disertai dengan alat bukti, sehingga bertentangan dengan
Pasal 69 ayat (1), Pasal 76 dan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak;
- Bahwa Putusan Majelis yang menyatakan adanya penerimaan
setor
tunai dari Kas (pada rekening Bank ZZZ) Rp 2.178.717.564,00 tidak
sesuai (tidak konsisten) dengan fakta pada perhitungan nilai pembelian
(harga pokok penjualan);
- Bahwa berdasarkan data dan fakta yang telah terungkap
dipersidangan maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
menyimpulkan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding)
tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan
juga Majelis tidak melakukan pembuktian secara komprehensif atas
sengketa ini sehingga tidak sesuai ketentuan Pasal 78 UU Pengadilan
Pajak yang berbunyi “Putusan Pengadilan Pajak diambil
berdasarkan
hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan
keyakinan Hakim” sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung terkait
dengan sengketa ini;
- Bahwa dengan demikian, telah terbukti pula secara
nyata-nyata
bahwa amar pertimbangan dan amar putusan (dictum) Majelis Hakim
Pengadilan Pajak yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak
Nomor Put.34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 tersebut telah
dibuat dengan tidak berdasarkan kepada fakta-fakta yang ada dan juga
bukti-bukti yang valid, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah
melanggar ketentuan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak dan Penjelasannya,
maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.34574/PP/M.IV/ 14/2011 tanggal
25 Oktober 2011 tersebut harus dibatalkan;
- Sengketa atas Koreksi Negatif Harga Pokok Penjualan
sebesar Rp 889.757.801,00;
- Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding)
sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan
Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
Halaman 40 alinea ke-3:
“Bahwa berdasarkan data dan keterangan dalam berkas banding
serta
pemeriksaan dalam persidangan Majelis berpendapat bahwa jumlah
pembelian menurut pendekatan Arus Kas adalah sebesar Rp
7.063.259.049,00;”
Halaman 41 alinea ke-1:
“Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis
berkesimpulan
bahwa Koreksi Negatif Harga Pokok Penjualan sebesar Rp 330.474.844,00
tetap dipertahankan, sedangkan Koreksi Negatif Harga Pokok Penjualan
sebesar Rp 559.282.957,00 (Rp 889.757.801,00 Rp 330.474.844,00) tidak
dapat dipertahankan;”
- Bahwa Koreksi Negatif Harga Pokok Penjualan sebesar
Rp 889.757.801,00; dilakukan berdasarkan pendekatan arus kas, dengan
penjelasan sebagai berikut:
- Koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding)
pada saat pemeriksaan atas Harga Pokok Penjualan adalah sebesar Rp
3.718.979.657,00 (Koreksi Negatif), dengan perincian sebagai berikut:
cfm
Pemohon PK (saat pemeriksaan) |
Rp |
9.710.986.060,00 |
cfm
SPT/Termohon PK |
Rp |
5.992.006.403,00 |
Koreksi |
Rp |
(3.718.979.657,00) |
- Dalam proses keberatan, koreksi/temuan Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada saat pemeriksaan dilakukan
koreksi positif pada saat proses keberatan, dengan perhitungan sebagai
berikut:
cfm
Pemohon PK (saat pemeriksaan) |
Rp |
9.710.986.060,00 |
cfm
SPT/Termohon PK |
Rp |
2.088.444.054,00 |
Koreksi |
Rp |
7.622.542.006,00 |
- Atas perhitungan HPP cfm keputusan keberatan
tersebut,
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam surat
bandingnya, menyatakan bahwa Harga Pokok Penjualan yang benar menurut
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah sebesar Rp
6.732.784.205,00; sehingga koreksi yang masih menjadi sengketa adalah
sebesar Rp 889.757.801,00, dengan perhitungan sebagai berikut:
Harga Pokok Penjualan
cfm
Pemohon PK |
Rp |
7.622.542.006,00 |
cfm Termohon
PK |
Rp |
6.732.784.205,00 |
sengketa
banding |
Rp |
889.757.801,00 |
- Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan
yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di
Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan
Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober
2011 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), maka telah dapat diketahui
secara jelas dan nyata-nyata adanya fakta-fakta sebagai berikut:
- Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
menggunakan metode pengujian tidak langsung yakni berdasarkan metode
pengujian arus kas yang berasal dari dua rekening bank yaitu ZZZ (No.
Acc. 23xxxxxx) dan YYY (No. Acc. 75xxxxxx), dengan penjelasan:
- Nilai pembelian didasarkan pada transaksi bank
sisi debet;
- Dengan penyesuaian adanya arus kas keluar yang
bukan
merupakan transaksi pembelian, maka diperoleh Nilai Pembelian menurut
sebesar Rp7.933.952.319,00;
- Dengan mempertimbangkan adanya Saldo Awal
Persediaan
sebesar Rp 171.603.307,00 dan Saldo Akhir Persediaan sebesar Rp
483.013.620,00 (yang telah disesuaikan dengan persedian awal hasil
pemeriksaan KPP Purwakarta untuk Tahun Pajak 2004), maka diperoleh
nilai Harga Pokok Penjualan cfm Pemohon Peninjauan Kembali (semula
Terbanding) sebesar Rp 7.622.542.006,00;
- Majelis Hakim juga melakukan pemeriksaan Harga
Pokok
Penjualan dengan pendekatan yang sama, yaitu Pengujian Arus Kas, dengan
perhitungan sebagai berikut:
- Sesuai dengan hasil pengujian arus kas yang
dilakukan
Majelis, diketahui bahwa Majelis telah memperhitungkan adanya aliran
uang keluar yang bukan merupakan pembelian, yaitu:
- Pelunasan pinjaman (pada rekening Bank ZZZ) Rp
1.967.076.000,00;
- Prive (pada rekening Bank ZZZ) Rp
1.229.044.000,00;
- Biaya Bank (pada rekening Bank ZZZ) Rp
2.622.719,00;
- Pembelian oli dan stnk (pada rekening Bank ZZZ)
Rp 34.219.300,00;
- Lain-lain (pada rekening Bank ZZZ) Rp
253.806.617,00;
- Biaya Bank (pada rekening Bank YYY) Rp
45.972.225,00;
- Setoran tunai ke ZZZ (pada Akun Kas) Rp
2.075.033.654,00;
- Setoran tunai ke YYY (pada akun kas) Rp
437.356.000,00;
- Transfer ke ZZZ (pada Akun Kas) Rp
696.784.310,00;
- Pelunasan Hutang (pada Akun Kas) Rp
3.684.791.930,00; dan
- Lain-lain (pada Akun Kas) Rp 859.163.000,00;
- Sesuai dengan hasil pengujian arus kas yang
dilakukan Majelis, diketahui bahwa Nilai Pembelian adalah sebesar Rp
7.063.259.049,00;
- Sesuai dengan amar pertimbangan Majelis dalam
Putusan
Pengadilan Pajak Nomor Put.34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober
2011 halaman 40 alinea ke-3 dan halaman 41 alinea ke-1, diketahui bahwa
Nilai Pembelian sebesar Rp 7.063.259.049,00 selanjutnya disimpulkan
sebagai nilai Harga Pokok Penjualan menurut Majelis;
- Sehingga dapat diketahui dengan jelas bahwa
Majelis
dalam menentukan nilai Harga Pokok Penjualan, Majelis tidak
memperhitungkan adanya saldo awal dan saldo akhir persediaan;
- Bahwa sesuai dengan hasil pengujian arus kas yang
dilakukan Majelis, diketahui bahwa Majelis telah memperhitungkan adanya
aliran uang keluar yang bukan merupakan pembelian, yaitu:
- Pelunasan pinjaman (pada rekening Bank ZZZ) Rp
1.967.076.000,00;
- Pelunasan Hutang (pada akun kas) Rp
3.684.791.930,00;
adalah tidak tepat dengan penjelasan sebagai berikut:
- Terkait dengan pelunasan pinjaman (pada
rekening Bank
ZZZ) sebesar Rp 1.967.076.000,00 dan Pelunasan Hutang (pada Akun Kas)
sebesar Rp3.684.791.930,00;
1) |
Sebagaimana
telah dijelaskan dalam uraian koreksi penjualan (peredaran usaha),
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan tidak setuju
dengan pendapat Majelis yang menyatakan adanya aliran uang masuk yang
berasal dari Penerimaan Pinjaman sebesar Rp5.728.499.680,00; |
- Sebagai bentuk persamaan/konsistensi perlakuan
terhadap
transaksi hutang yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding), maka perlu dilakukan koreksi atas pengujian
pembelian yang dilakukan Majelis, yaitu terkait pelunasan pinjaman
(pada rekening Bank ZZZ) sebesar Rp 1.967.076.000,00 dan Pelunasan
Hutang (pada Akun Kas) sebesar Rp 3.684.791.930,00;
- Perlu ditegaskan pelunasan pinjaman (pada
rekening Bank
ZZZ) sebesar Rp 1.967.076.000,00 dan Pelunasan Hutang (pada Akun Kas)
sebesar Rp 3.684.791.930,00 dalam pengujian nilai pembelian (harga
pokok penjualan) berhubungan/terkait dengan perlakuan atas penerimaan
pinjaman (pada rekening Bank ZZZ) sebesar Rp5.728.499.680,00) dalam
pengujian nilai penjualan (peredaran usaha);
- Majelis belum memperhitungkan adanya prive
(pada rekening bank YYY sebesar Rp 812.200.000,00 dan Prive (pada Akun
Kas) sebesar Rp 17.715.000,00;
- Dalam Surat Penjelasan Termohon Peninjauan
Kembali
(semula Pemohon Banding) Nomor 003/VIII/2009 tanggal 3 Agustus 2009,
yang disampaikan dalam proses keberatan, dinyatakan oleh Termohon
Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding adanya Penarikan Prive
sebesar Rp 2.058.959.000,00;
- Dalam persidangan, Termohon Peninjauan
Kembali
(semula Pemohon Banding) sesuai dengan Putusan Majelis Hakim Pengadilan
Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 halaman
38 bagian huruf b menegaskan bahwa pengeluaran prive terbagi atas
perkiraan:
a
b
c
d |
BCA
Rp 1.229.044.000,00;
BRI Rp
812.200.000,00;
Kas Rp
17.715.000,00;
Jumlah Rp 2.058.959.000,00; |
- Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) juga menegaskan sebagaimana dikutip dalam Putusan Pengadilan
Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/ 14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 halaman
37 angka 3 huruf A yang berbunyi “bahwa uang keluar yang
berasal
dari kas tidak ada yang terklasifikasi secara langsung sebagai
pembelian, melainkan merupakan uang keluar untuk Prive, setoran ke ZZZ
dan YYY, pelunasan hutang dan pengeluaran lainnya;”
- Sesuai dengan uraian tersebut di atas, fakta
adanya
Prive (pada rekening bank YYY sebesar Rp 812.200.000,00 dan Prive (pada
Akun Kas) sebesar Rp17.715.000,00 telah diakui oleh Termohon Peninjauan
Kembali (semula Pemohon Banding), akan tetapi tidak
diperhitungkan/dipertimbangkan oleh Majelis;
- Bahwa dari hasil pengujian arus kas yang dilakukan
Majelis, diketahui bahwa Nilai Pembelian adalah sebesar Rp
7.063.259.049,00 yang kemudian disimpulkan oleh Majelis sebagai nilai
Harga Pokok Penjualan;
Dari uraian yang disampaikan Majelis dalam Putusan Pengadilan Pajak
Nomor Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 halaman 37
angka 2, diketahui bahwa perhitungan harga pokok penjualan menurut
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sesuai surat
permohonan banding, sebagai berikut:
Saldo
awal |
Rp
171.603.307,00 |
Pembelian |
Rp
6.147.744.518,00 |
Jumlah |
Rp
6.319.347.825,00 |
Saldo
akhir |
(Rp
483.013.620,00) |
|
Rp
5.836.334.205,00 |
PPN |
Rp
896.450.000,00 |
HPP |
Rp
6.732.784.205,00 |
- Bahwa nilai pembelian menurut Pemohon Peninjauan
Kembali
(semula Terbanding) adalah sebesar Rp 11.885.211.979,00 dengan
perhitungan sebagai berikut:
- Bahwa dalam uraian yang disampaikan Majelis dalam
Putusan
Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober
2011 halaman 40 alinea ke-3 dan halaman 41 alinea ke-1, diketahui bahwa
Nilai Pembelian (menurut Majelis) sebesar Rp 7.063.259.049,00
selanjutnya disimpulkan oleh Majelis sebagai nilai Harga Pokok
Penjualan. Sehingga, dalam menentukan nilai Harga Pokok Penjualan,
Majelis belum memperhitungkan adanya saldo awal dan saldo akhir
persediaan;
- Bahwa dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Nomor 14 tentang Persediaan dinyatakan hal-hal sebagai berikut:
- Pada angka 04 (Definisi) dinyatakan
“Definisi
persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual
kembali, misalnya, barang dagang dibeli oleh pengecer untuk dijual
kembali, atau pengadaan tanah dan properti lainnya untuk dijual
kembali. Persediaan juga mencakupi barang jadi yang telah diproduksi,
atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi perusahaan, dan
termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses
produksi. Bagi perusahaan jasa, persediaan meliputi biaya jasa seperti
diuraikan dalam paragraf 16, dimana pendapatan yang bersangkutan belum
diakui perusahaan. (lihat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor
23 tentang Pendapatan);”
- Pada angka 06 (Biaya Persediaan) dinyatakan
“biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya
konversi dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam
kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present
location and condition);”
- Pada angka 28 (Pengakuan sebagai Beban)
dinyatakan
“jika barang dalam persediaan dijual maka nilai tercatat
persediaan tersebut harus diakui sebagai beban pada periode diakuinya
pendapatan atas penjualan tersebut. Setiap penurunan nilai persediaan
dibawah biaya menjadi nilai realisasi bersih dan seluruh kerugian
persediaan harus diakui sebagai beban pada periode terjadinya penurunan
atau kerugian tersebut. Setiap pemulihan kembali penurunan nilai
persediaan karena peningkatan kembali nilai realisasi bersih, harus
diakui sebagai pengurangan terhadap jumlah beban persediaan pada
periode terjadinya pemulihan tersebut;”
- Pada angka 29 (Pengakuan sebagai Beban)
dinyatakan
“proses pengakuan nilai tercatat persediaan yang telah dijual
sebagai beban menghasilkan pengaitan (matching) beban dengan
pendapatan;”
Bahwa sehingga sesuai dengan PSAK Nomor 14 tersebut dapat disimpulkan
bahwa:
- Pembelian yang dilakukan akan
mempengaruhi/menambah nilai persediaan;
- Pembelian yang dapat dibebankan sebagai pengurang
pendapatan, tergantung dengan persediaan yang terjual;
- Sebaliknya, pembelian tidak dapat dibebankan
sebagai pengurang pendapatan sepanjang persediaan belum terjual;
- Hal ini dilakukan untuk pengaitan (matching)
beban dengan pendapatan;
- Bahwa dengan demikian dalam menghitung Harga Pokok
Penjualan yang akan dibebankan, harus diperhitungkan adanya persediaan
awal ataupun persediaan akhir barang yang belum terjual;
- Bahwa persamaan akuntansi untuk menghitung
pembebanan
pembelian barang persediaan pada pendapatan (dalam akuntansi disebut
sebagai Harga Pokok Penjualan) adalah sebagai berikut:
|
Saldo
awal persediaan (persediaan yang tersisa dari tahun sebelumnya) |
Rp. XXXX |
Ditambah |
Pembelian
Tahun Berjalan (akan menambah barang persediaan) |
Rp. XXXX |
Dikurangi |
Saldo
akhir persediaan (persediaan yang belum terjual) |
Rp. XXXX |
Harga
Pokok Penjualan (harga pokok dari barang persediaan yang dijual) |
Rp. XXXX |
- Bahwa dari uraian yang disampaikan Majelis dalam
Putusan
Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober
2011 halaman 37, diketahui bahwa perhitungan Harga Pokok Penjualan
menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sesuai
Surat Permohonan Banding adalah sebagai berikut:
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
Saldo
awal |
Rp
171.603.307,00 |
Pembelian |
Rp
6.147.744.518,00 |
Jumlah |
Rp
6.319.347.825,00 |
Saldo
akhir |
(Rp
483.013.620,00) |
|
Rp
5.836.334.205,00 |