PUTUSAN
Nomor 341/B/PK/PJK/2015

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40 - 42, Jakarta, 12190;

Dalam hal ini memberi kuasa kepada:
  1. ABC, jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
  2. DEF, jabatan Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  3. GHI, jabatan Pj. Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
  4. JKL, jabatan Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
Keempatnya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40 - 42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-160/PJ./2012 tanggal 17 Februari 2012;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:

AAA, tempat tinggal di Jalan Jenderal S Nomor YY, Nagrikaler, Purwakarta;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa sehubungan dengan diterbitkannya Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-26/PJ/2010 tanggal 25 Januari 2010, yang diterima pada tanggal 29 Januari 2010, maka Pemohon Banding mengajukan banding dengan alasan:

Bahwa pemeriksaan yang berlarut-larut mengakibatkan Pemohon Banding tidak mempunyai karena kewajiban perpajakan Pemohon Banding tidak sebesar itu;
Bahwa penetapan pajak oleh Pemeriksa tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dalam bidang usaha sebagai Dealer Motor PT. XXX;
Bahwa Pemohon Banding tidak pemah menyetujui Hasil Pemeriksaan;
Bahwa awalnya Pemohon Banding menggunakan perhitungan manual, untuk memperjelas perhitungan maka dibuat Laporan Keuangan dengan komputerisasi;
Bahwa koreksi yang dilakukan berdasarkan data yang ada pada Pemohon Banding bahwa penggunaan uang Prive betul-betul sesuai dengan Rekening Koran;
Bahwa perhitungan Pajak Penghasilan yang terutang menurut Pemohon Banding adalah:
Peredaran Usaha Rp 7.195.380.127,00
Harga Pokok Penjualan Rp 6.732.784.205,00
Laba Bruto Rp 462.595.922,00
Biaya Usaha Rp 133.364.668,00
Penghasilan Neto Rp 329.231.254,00
Penghasilan Neto Lainnya Rp 0,00
Jumlah Penghasilan Neto Rp 329.231.254,00
PTKP Rp 8.640.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 320.591.254,00
PPh Terutang Rp 78.456.850,00
Kredit Pajak:
- PPh Pasal 22
- Dibayar Sendiri

Rp 25.366.369,00
Rp 864.000,00
PPh yang Kurang Dibayar Rp 52.226.481,00

Bahwa Pemohon Banding mengajukan permohonan banding atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-26/PJ/2010 tanggal 25 Januari 2010;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-26/PJ/2010 tanggal 25 Januari 2010, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Orang Pribadi Tahun Pajak 2003 Nomor 00084/205/03/ 409/09 tanggal 12 Januari 2009, atas nama : AAA, NPWP: xxxx, alamat : Jalan Jenderal S Nomor YY, Nagrikaler, Purwakarta, dan pajaknya dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
Penghasilan Neto Rp 1.084.418.859,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp 7.200.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 1.077.218.859,00
Pajak Penghasilan yang terutang Rp 343.276.600,00
Kredit Pajak Rp 1.273.090,00
Pajak Penghasilan yang kurang dibayar Rp 342.003.510,00
Sanksi Adm : Bunga Pasal 13 (2) UU KUP Rp 164.161.684,00
Jumlah yang masih harus dibayar Rp 506.165.194,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/14/ 2011 tanggal 25 Oktober 2011 diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 25 November 2011, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 17 Februari 2012 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 21 Februari 2012, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 21 Februari 2012;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 22 Maret 2012, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 27 April 2012;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
  1. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
    1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:
      “Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas Putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung;”
    2. Bahwa ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
      “Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;”
    3. Bahwa dalam Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 yang amarnya memutuskan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-26/PJ/2010 tanggal 25 Januari 2010, mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Orang Pribadi Tahun Pajak 2003 Nomor 00084/205/03/409/09 tanggal 12 Januari 2009, atas nama : AAA, NPWP: xxxx, tidak memperhatikan atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan koreksi terhadap, sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia;
    4. Bahwa kekhilafan dan kekeliruan penerapan hukum yang dilakukan oleh Majelis Hakim pada tingkat banding di Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tersebut terdapat dalam pertimbangan hukum yang bertentangan atau tidak sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil;
  2. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
    1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyatakan sebagai berikut:
      “Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim;”
    2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut:
      “Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung;”
    3. Bahwa salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/ PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011, atas nama : AAA (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan dikirimkan kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) oleh Pengadilan Pajak pada tanggal 23 November 2011 dengan Surat Pengiriman Putusan Pengadilan Pajak Nomor P.1071/SP.33/2011 tanggal 23 November 2011 dan diterima Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tanggal 29 November 2011 dengan bukti Tanda Terima Dokumen Nomor 2011112903970002 tanggal 29 November 2011;
    4. Bahwa dengan demikian, pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 ini, masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan permohonan peninjauan kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
  3. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
    Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah:
    1. Sengketa atas Koreksi Positif Peredaran Usaha sebesar Rp 3.344.225.670,00;
    2. Sengketa atas Koreksi Negatif Harga Pokok Penjualan sebesar Rp 889.757.801,00;
  4. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
    Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas Putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta dan pembuktian yang telah diajukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dalam pemeriksaan banding di Pengadilan Pajak (tegenbewijs), sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan dalil-dalil serta alasan-alasan hukum sebagai berikut:
    1. Sengketa atas Koreksi Positif Peredaran Usaha sebesar Rp 3.344.225.670,00;
      1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
        Halaman 34 alinea ke-2:
        ”Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berkesimpulan bahwa Koreksi Positif Peredaran Usaha sebesar Rp 1.095.226.522,00 tetap dipertahankan sedangkan Koreksi Positif Peredaran Usaha sebesar Rp 2.248.999.148,00 (Rp 3.344.225.670,00 - Rp 1.095.226.522,00) tidak dapat dipertahankan;”
      2. Bahwa berkenaan dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 tersebut di atas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan ini menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah memeriksa dan mengadili sengketa banding tersebut telah salah dan keliru atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan (error facti) dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya dengan telah mengabaikan dasar hukum dan atau prinsip perpajakan yang berlaku sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar Asas Kepastian Hukum dalam bidang perpajakan di Indonesia;
      3. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat (1), (2), (3), (9) dan (11) dan Pasal 29 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU KUP), menyebutkan sebagai berikut:
        Pasal 4 ayat (1):
        “Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan surat pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya;”
        Pasal 12 ayat (1), (2) dan (3):
        “Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak;”
        “Jumlah pajak yang terutang menurut surat pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;”
        “Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti bahwa jumlah pajak yang terutang menurut surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak benar, maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak terutang yang semestinya;”
        Pasal 28 ayat (1):
        “Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan;”
        Pasal 28 ayat (2):
        “Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetapi wajib melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
        Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;”
        Pasal 28 ayat (3):
        “Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;”
        Pasal 28 ayat (9):
        “Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final;”
        Pasal 28 ayat (11):
        Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan bagi Wajib Pajak badan;
        Penjelasan Pasal 28 ayat (11):
        Buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen termasuk hasil pengolahan data elektronik yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, dengan maksud agar apabila Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan surat ketetapan pajak, bahan pembukuan atau pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera
        disediakan. Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan adalah sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai batas daluwarsa penetapan pajak;
        Pasal 29 ayat (1):
        “Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
        perundang-undangan perpajakan;”
        Pasal 29 ayat (2):
        “Untuk keperluan pemeriksaan petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa;”
        Pasal 29 ayat (3):
        Wajib Pajak yang diperiksa wajib :
        1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
      4. Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut dengan UU Pengadilan Pajak), menyebutkan sebagai berikut:
        Pasal 69 ayat (1):
        “Alat bukti dapat berupa:
        a. Surat atau tulisan;
        b. Keterangan ahli;
        c. Keterangan para saksi;
        d. Pengakuan para pihak; dan/atau
        e. Pengetahuan Hakim;”
        Pasal 70 huruf d:
        “Surat-surat lain atau tulisan yang tidak termasuk huruf a, huruf b, dan huruf c yang ada kaitannya dengan banding atau gugatan;”
        Pasal 76:
        “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud
        dalam Pasal 69 ayat (1);”
        Pasal 78:
        “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;”
      5. Bahwa sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, menyebutkan sebagai berikut:
        Pasal 4 ayat (1):
        “Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun;”
        Pasal 6 ayat (1) huruf a:
        “Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan;”
        Penjelasan:
        “Pengeluaran-pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik;”
      6. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), maka telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata adanya fakta-fakta sebagai berikut:
        1. Bahwa Koreksi Positif Peredaran Usaha sebesar Rp 3.344.225.670,00; dilakukan berdasarkan pendekatan arus kas, dengan penjelasan sebagai berikut:
          1. Koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada saat pemeriksaan atas Peredaran Usaha adalah sebesar Rp 4.461.881.674,00 dengan perincian sebagai berikut:
            Peredaran Usaha:
            cfm Pemohon PK (saat pemeriksaan) Rp 10.539.605.797,00
            cfm SPT/Termohon PK Rp 6.077.724.123,00
            Koreksi Rp 4.461.881.674,00
          2. Dalam proses keberatan, koreksi/temuan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada saat pemeriksaan dipertahankan pada saat proses keberatan;
          3. Atas koreksi/temuan tersebut, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam surat bandingnya, menyatakan bahwa Peredaran Usaha yang benar menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah sebesar Rp 7.195.380.127,00, sehingga koreksi yang masih disengketakan dalam proses banding adalah sebesar Rp 3.344.225.670,00, dengan perhitungan:
            Peredaran Usaha
            cfm Pemohon PK (saat pemeriksaan) Rp 10.539.605.797,00
            cfm SPT/Termohon PK Rp 6.077.724.123,00
            Koreksi Rp 4.461.881.674,00
            1. bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding)
              menggunakan metode pengujian tidak langsung yakni berdasarkan metode pengujian arus kas yang berasal dari dua rekening bank yaitu ZZZ (No. Acc. 2313050301) dan YYY (No. Acc. 7501500170158), dengan penjelasan sebagai berikut:
              1. Nilai penjualan didasarkan pada transaksi bank sisi credit;
              2. Dengan penyesuaian adanya arus kas masuk yang bukan merupakan transaksi penjualan, maka diperoleh Nilai Penjualan sebesar Rp 10.539.605.797,00;
                1. Bahwa selanjutnya Majelis melakukan pemeriksaan Peredaran Usaha (Penjualan) dengan pendekatan yang sama, yaitu pengujian arus kas, dengan perhitungan sebagai berikut:
                2. Dari hasil pengujian arus kas yang dilakukan Majelis, diketahui bahwa Majelis telah memperhitungkan adanya aliran uang masuk pada Akun Kas sebesar Rp7.772.330.400,00; yang sebelumnya tidak diperhitungkan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding);
                3. Dari hasil pengujian arus kas yang dilakukan Majelis, diketahui bahwa Majelis telah memperhitungkan adanya aliran uang masuk yang bukan merupakan penjualan, yaitu:
                  1. Penerimaan pinjaman (pada rekening Bank ZZZ) Rp 5.728.499.680,00;
                  2. Bunga (pada rekening Bank ZZZ) Rp 7.008.596,00;
                  3. Lain-lain (pada rekening Bank ZZZ) Rp 823.339.354,00;
                  4. Setor tunai dari kas (pada rekening Bank ZZZ) Rp 2.178.717.564,00
                  5. Repayment auto split (pada rekening Bank YYY) Rp 707.000.000,00;
                  6. Setor tunai dari kas (pada rekening Bank YYY) Rp 437.356.000,00;
                  7. Tarikan tunai (pada Akun Kas) Rp 2.000.000,00;
                  8. HHH Badru (pada Akun Kas) Rp 480.000,00;
                1. Majelis Hakim juga telah memperhitungkan adanya saldo awal piutang, penjualan melalui piutang, pembayaran piutang dan PPN keluaran dari transaksi penjualan yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
                2. Sehingga dari hasil pengujian arus kas yang dilakukan Majelis, diketahui bahwa nilai penjualan (peredaran usaha) adalah sebesar Rp8.290.606.649,00;
      7. Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), pengujian arus kas yang dilakukan Majelis yaitu dengan memperhitungkan adanya aliran uang masuk pada Akun Kas sebesar Rp 7.772.330.400,00 sudah tepat karena dapat dibuktikan oleh Majelis adanya pemasukan kas secara langsung yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan dicatat dalam Akun Kas (pemasukan kas tidak melalui rekening bank);
      8. Bahwa pengakuan adanya aliran uang masuk pada Akun Kas sebesar Rp 7.772.330.400,00 konsisten dengan adanya pengakuan aliran uang keluar pada Akun Kas sebesar Rp 7.770.843.894,00;
      9. Bahwa aliran uang keluar pada Akun Kas sebesar Rp 7.770.843.894,00 diperhitungkan Majelis dalam menentukan nilai harga pokok penjualan;
      10. Bahwa dari hasil pengujian arus kas yang dilakukan Majelis, diketahui bahwa Majelis telah memperhitungkan adanya aliran uang masuk yang bukan merupakan penjualan, sebagaimana telah diterangkan dalam angka 6 huruf e;
      11. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat, penyesuaian yang dilakukan Majelis dalam menentukan nilai penjualan (peredaran usaha), yaitu dengan mengeluarkan/mengurangkan aliran uang masuk untuk:
        1. Penerimaan pinjaman (pada rekening Bank ZZZ) Rp 5.728.499.680,00;
        2. Lain-lain (pada rekening Bank ZZZ) Rp 823.339.354,00;
        3. Setor tunai dari kas (pada rekening Bank ZZZ) Rp 2.178.717.564,00;
          adalah tidak tepat dengan alasan sebagai berikut:
          1. Terkait penerimaan pinjaman (pada rekening Bank ZZZ) sebesar Rp 5.728.499.680,00;
            1. Dalam Surat Pengakuan Hutang tertanggal 3 Januari 2003, yang disahkan Notaris BBB, S.H. pada tanggal 3 Agustus 2009, dinyatakan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mengaku mempunyai hutang uang kepada Oeij Tiong Tjioe. Akan tetapi, dalam surat pengakuan hutang tersebut tidak disebutkan secara
              jelas Nilai Hutang (Pinjaman) adalah sebesar Rp 5.728.499.680,00. Faktanya, surat pengakuan hutang tersebut tidak dapat dijadikan alat bukti karena tidak dapat membuktikan adanya hutang (pinjaman) Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebesar Rp 5.728.499.680,00;
            2. Dalam Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh CCC/DDD (di atas materai) pada tanggal 18 Juni 2009, disebutkan bahwa pada Tahun 2002, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pernah meminjam uang keluarga untuk keperluan usaha. Faktanya, surat pernyataan tersebut tidak dapat dijadikan alat bukti karena tidak dapat membuktikan adanya hutang (pinjaman) Pemohon Banding di Tahun 2003 (tahun munculnya sengketa pajak);
            3. Sesuai dengan bukti berupa copy bilyet giro dan copy slip setoran terlihat bahwa aliran uang masuk berasal dari FFF. Faktanya ditemukan aliran uang masuk yang berasal dari FFF, akan tetapi tidak ada data/dokumen/bukti yang menyebutkan bahwa uang tersebut dalam rangka pemberian hutang (pinjaman) kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
            4. Tidak ada pengakuan hutang kepada GGG ataupun CCC/DDD dalam SPT Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
            5. Dari beberapa fakta tersebut, menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), pendapat Majelis yang menyatakan adanya aliran uang masuk yang berasal dari Pinjaman, yaitu sebesar Rp 5.728.499.680,00 tidak dapat dibuktikan;
          2. Terkait penerimaan Lain-lain (pada rekening Bank ZZZ) Rp 823.339.354,00;
            1. Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berpendapat bahwa penerimaan lain-lain adalah berupa titipan HHH yang merupakan perusahaan pembiayaan kredit resmi Yamaha. Perkiraan ini merupakan perkiraan sementara untuk transaksi yang belum bisa teridentifikasi, yang nantinya akan diperhitungkan lebih lanjut dari saldo piutang;
            2. Dalam uji bukti, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat menunjukkan bukti/ dokumen terkait dengan alasan/pernyataan/ argumentasinya tersebut;
            3. Sehingga penyesuaian yang dilakukan Majelis atas penerimaan lain-lain hanya didasarkan pada argumentasi Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) namun tidak disertai dengan alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian;
          3. Terkait penerimaan setor tunai dari kas (pada rekening Bank ZZZ) Rp 2.178.717.564,00;
            1. Dalam sengketa ini, pengujian arus kas dilakukan terhadap Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) untuk menghitung besarnya peredaran usaha/penjualan dan besarnya harga pokok penjualan, yaitu dengan melakukan pengujian uang masuk ataupun uang keluar pada rekening bank dan akun kas;
            2. Dari pengujian tersebut akan ditemukan adanya mutasi antar bank, setoran tunai dari akun kas ke bank ataupun tarikan tunai dari bank ke akun kas;
            3. Mutasi antar bank, setoran tunai dari akun kas ke bank ataupun tarikan tunai dari bank ke akun kas bukan merupakan penjualan ataupun pembelian, sehingga seharusnya diperhitungkan sebagai penyesuaian dalam menentukan nilai penjualan ataupun pembelian dari hasil pengujian arus kas;
            4. Faktanya, dalam perhitungan nilai penjualan, Majelis menyatakan adanya setoran tunai dari kas (pada rekening Bank ZZZ) sebesar Rp 2.178.717.564,00 yang tidak diperhitungkan sebagai penjualan;
            5. Akan tetapi, faktanya dalam perhitungan nilai pembelian (harga pokok penjualan), Majelis menyebutkan adanya setoran tunai ke ZZZ hanya sebesar Rp2.075.033.654,00;
            6. Hal ini menunjukkan ketidakkonsistenan Majelis dalam melakukan pengujian nilai penjualan;
            7. Berdasarkan uraian di atas, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa penyesuaian yang seharusnya untuk transaksi setor tunai dari kas (pada rekening Bank ZZZ) adalah sebesar Rp 2.075.033.654,00.
      12. Bahwa dengan demikian, penjualan (peredaran usaha) menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sesuai dengan penjelasan di atas adalah sebesar Rp 14.946.129.593,00 dengan perhitungan sebagai berikut:
      13. Bahwa Putusan Majelis yang menyatakan adanya penerimaan pinjaman (pada rekening Bank ZZZ) sebesar Rp 5.728.499.680,00 tidak disertai alat bukti, sehingga bertentangan dengan Pasal 69 ayat (1), Pasal 76 dan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak;
      14. Bahwa Putusan Majelis yang menyatakan adanya penerimaan Lain-lain (pada rekening Bank ZZZ) Rp 823.339.354,00 hanya didasarkan pada argumentasi Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan tidak disertai dengan alat bukti, sehingga bertentangan dengan Pasal 69 ayat (1), Pasal 76 dan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak;
      15. Bahwa Putusan Majelis yang menyatakan adanya penerimaan setor tunai dari Kas (pada rekening Bank ZZZ) Rp 2.178.717.564,00 tidak sesuai (tidak konsisten) dengan fakta pada perhitungan nilai pembelian (harga pokok penjualan);
      16. Bahwa berdasarkan data dan fakta yang telah terungkap dipersidangan maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyimpulkan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan juga Majelis tidak melakukan pembuktian secara komprehensif atas sengketa ini sehingga tidak sesuai ketentuan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak yang berbunyi “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim” sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung terkait dengan sengketa ini;
      17. Bahwa dengan demikian, telah terbukti pula secara nyata-nyata bahwa amar pertimbangan dan amar putusan (dictum) Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 tersebut telah dibuat dengan tidak berdasarkan kepada fakta-fakta yang ada dan juga bukti-bukti yang valid, sehingga hal tersebut nyata-nyata telah melanggar ketentuan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak dan Penjelasannya, maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.34574/PP/M.IV/ 14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 tersebut harus dibatalkan;
        1. Sengketa atas Koreksi Negatif Harga Pokok Penjualan sebesar Rp 889.757.801,00;
          1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
            Halaman 40 alinea ke-3:
            “Bahwa berdasarkan data dan keterangan dalam berkas banding serta pemeriksaan dalam persidangan Majelis berpendapat bahwa jumlah pembelian menurut pendekatan Arus Kas adalah sebesar Rp 7.063.259.049,00;”
            Halaman 41 alinea ke-1:
            “Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berkesimpulan bahwa Koreksi Negatif Harga Pokok Penjualan sebesar Rp 330.474.844,00 tetap dipertahankan, sedangkan Koreksi Negatif Harga Pokok Penjualan sebesar Rp 559.282.957,00 (Rp 889.757.801,00 Rp 330.474.844,00) tidak dapat dipertahankan;”
          2. Bahwa Koreksi Negatif Harga Pokok Penjualan sebesar Rp 889.757.801,00; dilakukan berdasarkan pendekatan arus kas, dengan penjelasan sebagai berikut:
            1. Koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada saat pemeriksaan atas Harga Pokok Penjualan adalah sebesar Rp 3.718.979.657,00 (Koreksi Negatif), dengan perincian sebagai berikut:
              cfm Pemohon PK (saat pemeriksaan) Rp 9.710.986.060,00
              cfm SPT/Termohon PK Rp 5.992.006.403,00
              Koreksi Rp (3.718.979.657,00)
            2. Dalam proses keberatan, koreksi/temuan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada saat pemeriksaan dilakukan koreksi positif pada saat proses keberatan, dengan perhitungan sebagai berikut:
              cfm Pemohon PK (saat pemeriksaan) Rp 9.710.986.060,00
              cfm SPT/Termohon PK Rp 2.088.444.054,00
              Koreksi Rp 7.622.542.006,00
            3. Atas perhitungan HPP cfm keputusan keberatan tersebut, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam surat bandingnya, menyatakan bahwa Harga Pokok Penjualan yang benar menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah sebesar Rp 6.732.784.205,00; sehingga koreksi yang masih menjadi sengketa adalah sebesar Rp 889.757.801,00, dengan perhitungan sebagai berikut:
              Harga Pokok Penjualan
              cfm Pemohon PK Rp 7.622.542.006,00
              cfm Termohon PK Rp 6.732.784.205,00
              sengketa banding Rp 889.757.801,00
          3. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), maka telah dapat diketahui secara jelas dan nyata-nyata adanya fakta-fakta sebagai berikut:
            1. Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menggunakan metode pengujian tidak langsung yakni berdasarkan metode pengujian arus kas yang berasal dari dua rekening bank yaitu ZZZ (No. Acc. 23xxxxxx) dan YYY (No. Acc. 75xxxxxx), dengan penjelasan:
              1. Nilai pembelian didasarkan pada transaksi bank sisi debet;
              2. Dengan penyesuaian adanya arus kas keluar yang bukan merupakan transaksi pembelian, maka diperoleh Nilai Pembelian menurut sebesar Rp7.933.952.319,00;
              3. Dengan mempertimbangkan adanya Saldo Awal Persediaan sebesar Rp 171.603.307,00 dan Saldo Akhir Persediaan sebesar Rp 483.013.620,00 (yang telah disesuaikan dengan persedian awal hasil pemeriksaan KPP Purwakarta untuk Tahun Pajak 2004), maka diperoleh nilai Harga Pokok Penjualan cfm Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sebesar Rp 7.622.542.006,00;
            2. Majelis Hakim juga melakukan pemeriksaan Harga Pokok Penjualan dengan pendekatan yang sama, yaitu Pengujian Arus Kas, dengan perhitungan sebagai berikut:
            3. Sesuai dengan hasil pengujian arus kas yang dilakukan Majelis, diketahui bahwa Majelis telah memperhitungkan adanya aliran uang keluar yang bukan merupakan pembelian, yaitu:
              1. Pelunasan pinjaman (pada rekening Bank ZZZ) Rp 1.967.076.000,00;
              2. Prive (pada rekening Bank ZZZ) Rp 1.229.044.000,00;
              3. Biaya Bank (pada rekening Bank ZZZ) Rp 2.622.719,00;
              4. Pembelian oli dan stnk (pada rekening Bank ZZZ) Rp 34.219.300,00;
              5. Lain-lain (pada rekening Bank ZZZ) Rp 253.806.617,00;
              6. Biaya Bank (pada rekening Bank YYY) Rp 45.972.225,00;
              7. Setoran tunai ke ZZZ (pada Akun Kas) Rp 2.075.033.654,00;
              8. Setoran tunai ke YYY (pada akun kas) Rp 437.356.000,00;
              9. Transfer ke ZZZ (pada Akun Kas) Rp 696.784.310,00;
              10. Pelunasan Hutang (pada Akun Kas) Rp 3.684.791.930,00; dan
              11. Lain-lain (pada Akun Kas) Rp 859.163.000,00;
            4. Sesuai dengan hasil pengujian arus kas yang dilakukan Majelis, diketahui bahwa Nilai Pembelian adalah sebesar Rp 7.063.259.049,00;
            5. Sesuai dengan amar pertimbangan Majelis dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 halaman 40 alinea ke-3 dan halaman 41 alinea ke-1, diketahui bahwa Nilai Pembelian sebesar Rp 7.063.259.049,00 selanjutnya disimpulkan sebagai nilai Harga Pokok Penjualan menurut Majelis;
            6. Sehingga dapat diketahui dengan jelas bahwa Majelis dalam menentukan nilai Harga Pokok Penjualan, Majelis tidak memperhitungkan adanya saldo awal dan saldo akhir persediaan;
          4. Bahwa sesuai dengan hasil pengujian arus kas yang dilakukan Majelis, diketahui bahwa Majelis telah memperhitungkan adanya aliran uang keluar yang bukan merupakan pembelian, yaitu:
            1. Pelunasan pinjaman (pada rekening Bank ZZZ) Rp 1.967.076.000,00;
            2. Pelunasan Hutang (pada akun kas) Rp 3.684.791.930,00;
              adalah tidak tepat dengan penjelasan sebagai berikut:
              1. Terkait dengan pelunasan pinjaman (pada rekening Bank ZZZ) sebesar Rp 1.967.076.000,00 dan Pelunasan Hutang (pada Akun Kas) sebesar Rp3.684.791.930,00;
                1) Sebagaimana telah dijelaskan dalam uraian koreksi penjualan (peredaran usaha), Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan tidak setuju dengan pendapat Majelis yang menyatakan adanya aliran uang masuk yang berasal dari Penerimaan Pinjaman sebesar Rp5.728.499.680,00;
            1. Sebagai bentuk persamaan/konsistensi perlakuan terhadap transaksi hutang yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), maka perlu dilakukan koreksi atas pengujian pembelian yang dilakukan Majelis, yaitu terkait pelunasan pinjaman (pada rekening Bank ZZZ) sebesar Rp 1.967.076.000,00 dan Pelunasan Hutang (pada Akun Kas) sebesar Rp 3.684.791.930,00;
            2. Perlu ditegaskan pelunasan pinjaman (pada rekening Bank ZZZ) sebesar Rp 1.967.076.000,00 dan Pelunasan Hutang (pada Akun Kas) sebesar Rp 3.684.791.930,00 dalam pengujian nilai pembelian (harga pokok penjualan) berhubungan/terkait dengan perlakuan atas penerimaan pinjaman (pada rekening Bank ZZZ) sebesar Rp5.728.499.680,00) dalam pengujian nilai penjualan (peredaran usaha);
              1. Majelis belum memperhitungkan adanya prive (pada rekening bank YYY sebesar Rp 812.200.000,00 dan Prive (pada Akun Kas) sebesar Rp 17.715.000,00;
                1. Dalam Surat Penjelasan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) Nomor 003/VIII/2009 tanggal 3 Agustus 2009, yang disampaikan dalam proses keberatan, dinyatakan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding adanya Penarikan Prive sebesar Rp 2.058.959.000,00;
                2. Dalam persidangan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sesuai dengan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 halaman 38 bagian huruf b menegaskan bahwa pengeluaran prive terbagi atas perkiraan:
                  a
                  b
                  c
                  d
                  BCA Rp 1.229.044.000,00;
                  BRI Rp 812.200.000,00;
                  Kas Rp 17.715.000,00;
                  Jumlah Rp 2.058.959.000,00;
                3. Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga menegaskan sebagaimana dikutip dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/ 14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 halaman 37 angka 3 huruf A yang berbunyi “bahwa uang keluar yang berasal dari kas tidak ada yang terklasifikasi secara langsung sebagai pembelian, melainkan merupakan uang keluar untuk Prive, setoran ke ZZZ dan YYY, pelunasan hutang dan pengeluaran lainnya;”
                4. Sesuai dengan uraian tersebut di atas, fakta adanya Prive (pada rekening bank YYY sebesar Rp 812.200.000,00 dan Prive (pada Akun Kas) sebesar Rp17.715.000,00 telah diakui oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), akan tetapi tidak diperhitungkan/dipertimbangkan oleh Majelis;
          5. Bahwa dari hasil pengujian arus kas yang dilakukan Majelis, diketahui bahwa Nilai Pembelian adalah sebesar Rp 7.063.259.049,00 yang kemudian disimpulkan oleh Majelis sebagai nilai Harga Pokok Penjualan;
            Dari uraian yang disampaikan Majelis dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 halaman 37 angka 2, diketahui bahwa perhitungan harga pokok penjualan menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sesuai surat permohonan banding, sebagai berikut:
            Saldo awal Rp 171.603.307,00
            Pembelian Rp 6.147.744.518,00
            Jumlah Rp 6.319.347.825,00
            Saldo akhir (Rp 483.013.620,00)
            Rp 5.836.334.205,00
            PPN Rp 896.450.000,00
            HPP Rp 6.732.784.205,00
          6. Bahwa nilai pembelian menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) adalah sebesar Rp 11.885.211.979,00 dengan perhitungan sebagai berikut:
          7. Bahwa dalam uraian yang disampaikan Majelis dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 halaman 40 alinea ke-3 dan halaman 41 alinea ke-1, diketahui bahwa Nilai Pembelian (menurut Majelis) sebesar Rp 7.063.259.049,00 selanjutnya disimpulkan oleh Majelis sebagai nilai Harga Pokok Penjualan. Sehingga, dalam menentukan nilai Harga Pokok Penjualan, Majelis belum memperhitungkan adanya saldo awal dan saldo akhir persediaan;
          8. Bahwa dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 14 tentang Persediaan dinyatakan hal-hal sebagai berikut:
            • Pada angka 04 (Definisi) dinyatakan “Definisi persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali, misalnya, barang dagang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan tanah dan properti lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga mencakupi barang jadi yang telah diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi perusahaan, dan termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi. Bagi perusahaan jasa, persediaan meliputi biaya jasa seperti diuraikan dalam paragraf 16, dimana pendapatan yang bersangkutan belum diakui perusahaan. (lihat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 23 tentang Pendapatan);”
            • Pada angka 06 (Biaya Persediaan) dinyatakan “biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present location and condition);”
            • Pada angka 28 (Pengakuan sebagai Beban) dinyatakan “jika barang dalam persediaan dijual maka nilai tercatat persediaan tersebut harus diakui sebagai beban pada periode diakuinya pendapatan atas penjualan tersebut. Setiap penurunan nilai persediaan dibawah biaya menjadi nilai realisasi bersih dan seluruh kerugian persediaan harus diakui sebagai beban pada periode terjadinya penurunan atau kerugian tersebut. Setiap pemulihan kembali penurunan nilai persediaan karena peningkatan kembali nilai realisasi bersih, harus diakui sebagai pengurangan terhadap jumlah beban persediaan pada periode terjadinya pemulihan tersebut;”
            • Pada angka 29 (Pengakuan sebagai Beban) dinyatakan “proses pengakuan nilai tercatat persediaan yang telah dijual sebagai beban menghasilkan pengaitan (matching) beban dengan pendapatan;”
              Bahwa sehingga sesuai dengan PSAK Nomor 14 tersebut dapat disimpulkan bahwa:
            • Pembelian yang dilakukan akan mempengaruhi/menambah nilai persediaan;
            • Pembelian yang dapat dibebankan sebagai pengurang pendapatan, tergantung dengan persediaan yang terjual;
            • Sebaliknya, pembelian tidak dapat dibebankan sebagai pengurang pendapatan sepanjang persediaan belum terjual;
            • Hal ini dilakukan untuk pengaitan (matching) beban dengan pendapatan;
          9. Bahwa dengan demikian dalam menghitung Harga Pokok Penjualan yang akan dibebankan, harus diperhitungkan adanya persediaan awal ataupun persediaan akhir barang yang belum terjual;
          10. Bahwa persamaan akuntansi untuk menghitung pembebanan pembelian barang persediaan pada pendapatan (dalam akuntansi disebut sebagai Harga Pokok Penjualan) adalah sebagai berikut:
            Saldo awal persediaan (persediaan yang tersisa dari tahun sebelumnya) Rp. XXXX
            Ditambah Pembelian Tahun Berjalan (akan menambah barang persediaan) Rp. XXXX
            Dikurangi Saldo akhir persediaan (persediaan yang belum terjual) Rp. XXXX
            Harga Pokok Penjualan (harga pokok dari barang persediaan yang dijual) Rp. XXXX
          11. Bahwa dari uraian yang disampaikan Majelis dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011 halaman 37, diketahui bahwa perhitungan Harga Pokok Penjualan menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sesuai Surat Permohonan Banding adalah sebagai berikut:
            Saldo awal Rp 171.603.307,00
            Pembelian Rp 6.147.744.518,00
            Jumlah Rp 6.319.347.825,00
            Saldo akhir (Rp 483.013.620,00)
            Rp 5.836.334.205,00

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA